Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MENINGITIS

Dosen pengampu mata kuliah : Ns, Sri. Yulianti. S,Kep, M.Kep

Disusun oleh: kelompok XII


II B Keperawatan

1. Nuraisyah R.Radjab
2. Nurhidayat :
3. Rifaldi nardi

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“status asma” ini dengan lancar.Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan pembaca mengenai penyakit “meningitis” tersebut. Selain itu
semoga dengan adanya makalah ini penderita meningitis di indonesia tidak terus
meningkat. Selain itu, diharapkan dinas kesehatan mampu menaggulangi kenaikan
penderita meningitis di indonesia ini.

Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini selanjutnya.

Selasa, 08 september 2020

Kelompok XII

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput otak (araknodia
dan piamater) yang di sebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur .Keluhan pertama
biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan pinggang.
Tengkuk menjadi kaku, yang disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor
tengkuk. Bila hebat, akan terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dengan kepala
tertengadah, punggung dalam sikap hiperekstensi, dan kesadaran menurun tanda
kernig serta brudzinsky positif(Arif Mansjoer, 2000)
Di negara – negara yang sedang berkembang, termasuk indonesia, penyakit
infeksi ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Salah
satunya adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan
menimbulkan purulen pada cairan otak, sehingga dinamakan meningitis purulenta.
Di samping angka kematiannya yang masih tinggi, banyak penderita yang
menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis
purulenta merupakan keadaan gawat darurat. Terapi yang diberikan bertujuan
memberantas penyakit infeksi disertai perawatan intensif suportif, untuk membantu
pasien melalui masa kriyis. Pemberian antibiotik yang cepat dan tepat, serta dengan
dosis yang sesuai, penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya
cacat. Oleh karena itu, petugas kesehatan khususnya perawat, wajib mengetahui
gejala – gejala dan tanda – tanda meningitis purulenta serta penatalaksanaannya.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi penyakit meningitis.
2. Untuk mengetahui Etiologi penyakit meningitis.
3. Untuk mengetahui Manifestasi klinik penyakit meningitis
4. Untuk mengetahui Patofisiologi penyakit meningitis
5. Untuk mengetahui Komplikasi penyakit meningitis.
6. Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit meningitis.
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang meningitis.

3
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan penyakit meningitis
9. Untuk mengetahui proses keperawatan pada pasien meningitis

BAB II
4
PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Otak

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam
rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat

2. Perkembangan Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah


tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal

a. Otak depan menjadi hemister serebri, korpus striatum, talamus serta


hipotalamus

b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus

c. Otak belakang, menjadi pons varol, mediula oblongata dan serebellum

3. Meingitis (Selaput Otak)

Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi


struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (Cairan
Serebro spinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan.
5
a. Duramater (lapisan sebelah luar)\

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan
duramater propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua
lapisan ini terpisah.

Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan


darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior,
terletak diantara kedua hemisfer otak.

b. Arakhnoid (Lapisan Tengah)

Merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan


piamater membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf sentral.

Medula spinalis terhenti setinggi dibawah Lumbal I – II terdapat


sebuah kantong berisi cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari medula
spinalis dapat dimanfaatkan untuk mengambil cairan otak yang disebut
lumbal.

c. Piamater ( Lapisan Sebelah Dalam)

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak,


piamater berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan
ikat yang disebut trabekel.

Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus


sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium,
memisahkan serebri dengan serebulum.

Diafragma sellae, lipatan berupa cincin dalam duramater dan menutupi


sela tursika sebuah lekukan pada tulang stenoid yang berisi hipofiser.

Sistem Ventrikel. Terdiri dari beberapa bagian rongga dalam otak yang
berhubungan satu sama lainnya ke dalam rongga itu, fleksus koroid
mengalirkan cairan (liquor serebro spinalis).

6
Fleksus koroid dibentuk oleh jaringan pembuluh darah kapiler otak
tepi, bagian paimater membelok kedalam ventrikel dan menyalurkan serebro
spinalis. Cairan serebro spinalis adalah hasil sekresi fleksus koroid. Cairan
ini bersifat alkali bening mirip plasma.

Sirkulasi Caitan Serebro Spinalis. Cairan ini disalurkan oleh fleksus


koroid kedalam ventrikel yang ada dalam otak, kemudaian cairan masuk ke
dalam kanalis sumsum tulang belakang adn ke dalam ruang subaraknoid
melalui ventrikularis.

Setelah melintasi ruangan seluruh otak dan sumsum tulang belakang


maka kembali ke sirkulasi melaluigranulasi arakhnoid pada sinus (sagitalis
superior).

4. Perjalanan Cairan-Cairan Serebro Spinalis.

Setelah meninggalkan ventrikel lateralis (ventrikel I dan II) cairan otak


dan sumsum tulang belakang menuju ventrikel III melalui foramen monroi dan
terus ke ventrikel IV melalui aquaduktus silvi cairan di alirkan ke bagian
medial foramen magendi selanjutnya ke sisterna magma dan ke kanalis
spinalis. Dari sisterna magma cairan akan membasahi bagian-bagian dari otak,
selanjutnya, cairan ini akan di absorpsi oleh vili-vili yang terdapat pada
arakhnoid, cairan ini jumlahnya tiodak tetap biasanya berkisar antara 80 – 200
cm mempunyai reaksi alkalis.

Fungsi cairan serebro spinalis :

a. Kelembaban otak dan medula spinalis.

b. Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan.

c. Melicinkan alat-alat dalam medula spinalis dan otak.

B. KONSEP MEDIS

1. Definisi

7
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer & Bare, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh
salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok,
Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Muttaqin, 2008).

2. Etiologi
a. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
b. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
c. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
d. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
e. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
f. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan

8
3. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak, yaitu :
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa (Smeltzer & Bare,
2008).

4. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan
dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK.

9
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel
dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus (Price, 2006).

5. Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata (Muttaqin, 2008).

10
6. Pathway

Meningitis

Konsentrasi oksigen Membentuk serangan Mikroorganisme


dalam daran menurun tuberkolosius mengsekresi toksin
pnemouni kecil

Hipoksia, kekurangan Toksemia


oksigen Kompleks primer

Bronchitis Peningkatan
Suplai darah ke suhu
jantung kurang
Batuk 1
Hipertermi
Penurunan cardia
Sesak nafas
output

Ketidakefektifan
bersihkan jalan nafas

11
Tenakan darah Demam Kerusakan adrenal
menurun

Kejang Kolasps
Lemas pembuluh
darah

Intoleransi aktivitas Perforasi

Hiperfusi

Keringat berlebihan

Penurunan oksigen

Resiko defisif Penurunan oksigen


dalam darah
volume cairan

Resiko
ketidakefektifan
jaringan otak

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah

12
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa puasa, kadar
ureum, elektrolit . Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja . Disamping itu pada meningitis tuberkulosis
didapatkan juga peningkatan LED .
1) LED Normal 15 - 20 /jam
2) Hemoglobin normal 10-16 gr/dL
3) Leukosit normal 9000-12000/mm3
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto dada. Memungkinkan untuk mengetahui seberapa besar penyakit tersebut menjalar keseluruh tubuh
2) Foto kepala, bila mungkin CT scan. suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari
tulang tengkorak dan otak.

13
8. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
b. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder

9. Pencegahan

a. Pencegahan primer

1) Pola hidup sehat

2) Rutin berolahraga

3) Jaga jarak dengan orang yang terinfeksi

b. Pencegahan sekunder

1) Melakukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi tes darah dan pemeriksaan radiologi
14
c. Pencegahan tersier

1) Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat

10. Terapi komplementer

Meningitis harus diperlakukan dengan terapi medis konvensional,terutama antibiotik. Terapi komplementer dan alternatif sebaiknya
digunakan bersamaan dengan pengobatan konvensional. Beberapa suplemen dan herbal dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh
dan obat homeopativdapat membantuk meringankan gejala gejala yang menyertai meningitis.

a. Cakar (uncaria tementosa) ekstrak standar cat, 20mg 3 kali sehari, untuk peradangan dan stimulasi kekebalan tubuh.

b. Daun zaitun (olea europaea) ekstrak standar, 250-500mg 1-3 kali sehari, untuk aktivitas anti bakteri atau antijamur dan
kekebalan.

c. Homoeopati, meskipun beberapa studi telah meneliti efektivitas terapi homoeopati yang spesifik, homeopaths profesional dapat
meringankan gejala meningitis, disamping perawatan medis standar.

d. Terapi ozone, selain imunisasi, pencegahan penularan meningitis dapat dilakukan dengan ozone therapy baik dengan metode
saline atau apheresis. Ozone therapy selain membunuh bakteri, virus dan jamur ozone dapat merangsang dan meningkatkan
imunitas tubuh, memperbaiki sirkulasi jaringan, mempercepat epitelisasi jaringan dan merangsang generasi sel.

C. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata klien
b. Keluhan utama
15
c. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
d. Riwayat kesehatan sekarang
1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan
nadi berat, taikardi, disritmia.
3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, urgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia,
fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi,
kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau
kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.

16
7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
e. Riwayat psikososial
Respom emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untu menilai pasien terhadap penyakit yang
dideritanya.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kepala dan leher
3) Dada dan thoraks
4) Abdomen
5) Ekstremitas
6) Refleks

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan set point
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan otot umum sekunder
c. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan kejang
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema serebral / penyumbatan
e. Resiko defisit volume cairan b/d syok hispovolemik

17
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
1 Hipertermi Setelah tindakan keperawatan 1. Ukur suhu setiap jam - Menentukan intervensi
berhubungan selama 1 x 24 jam, lanjutan bila terjadi
dengan peningkatan diharapkan suhu tubuh perubahan
set point kembali normal. 2. Ajarkan orang tua untuk - Membantu pengeluaran panas
KH : memberikan kompres melalui konduksi
- T : 36,5 – 37,5 ̊ hangat
- Kulit tidak kemerahan 3. Dorong masukan cairan - Mengganti cairan tubuh yang
- Tidak terjadi kejang 1,5 – 2 liter dalam 24 hilang
jam - Mendeteksi kekurangan
4. Monitor balance cairan volume cairan
- Baju &selimut tebal dapat
5. Instruksikan pada menghambat proses
keluarga untuk tidak pengeluran padas dari tubuh
memakaikan baju melalui konduksi
&selimut tebal pada - Menurunkan panas dengan
klien. aksi sentralnya di hipotalamus

6. Kolaborasi pemberian
18
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
antipiretik sesuai dosis.
2 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan pasien - Mempengaruhi pilihan
berhubungan keperawatan selama 1 x 24 melakukan aktivitas intervensi
dengan Kelemahan jam, diharapkan dapat 2. Awasi TTV sesudah - Memberikan informasi dan
otot umum sekunder mempertahankan aktivitas , aktivitas catat respon perkembangan tingkat
dengan KH : terhadap tingkat aktivitas anak
- Melaporkan penigkatan aktivitas - Meningkatkan istirahat untuk
toleransi aktivitas 3. Berikan lingkungan menurunkan kebutuhan
- Menunjukan penurunan yang tenang dan pola oksigen
tanda fisiologis intoleransi bermain yang nyaman - Membantu bila perlu, harga
misal nadi dan pernafasan dan aman diri ditingkatkan bila pasien
normal 4. Berikan bantuan dalam melakukan sendiri
- Menunjukan perilaku aktivitas pasien bila
hidup sehat pasien tidak - Nutrisi yang tepat
memungkinkan untuk memperlancar sirkulasi darah
melakukan ke jaringan
5. Kolaborasi pemberian
nutrisi pasien

19
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi - Kecepatan biasanya
jalannafas keperawatan selama 1 x 24 kedalaman pernnafasan meningkat dan terjadi
berhubungan jam fungsi pernafasan dan ekspansi dada peningkatan kerja nafas
dengan kejang adekuat, dengan KH : 2. Auskultasi bunyi nafas - Bunyi nafas menurun atau
- Mendemostrasikan batuk dan catat adanya bunyi tidak ada jalan nafas
efektif dan suara nafas nafas adventisius seperti
yang bersih krekels dan mengi
- Menunjukan jalan nafas 3. Anjurkan pasien - Dapat meningkatkan pola
yang paten (klien tidak melakukan nafas dalam nafas
merasa tercekik,irama . - Memaksimalkan bernafas
nafas, frekuensi 4. Kolaborasi pemberian dengan meningkatkan
pernafasan dalam rentang tambahan oksigen . masukan oksigenasi .
noramal ) - Mengidentifikasi defisiensi &
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan pengobatan atau
dan mencegah faktor yang 5. Kolaborasi pemeriksaan respon terhadap terapi
dapat menhambat jalan darah lengkap
nafas
4. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital, kaji -Memberikan info tentang derajat
ketidakefektifan keperawatan selama 1 x 24 pengisian kapiler,warna atau keadekuatan perfusi
perfusi jaringan otak jam, diharapkan klien tidak kulit atau membra jaringan-jaringan membantu

20
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
berhubungan mengalami pendarahan, mukosa menentukan intervensi
dengan edema dengan KH :
serebral atau -Vasokontriksi penurunan
penyumbatan - Berkomunikasi dengan sirkulasi perifer kenyamanan
jelas 2. Catak keluhan rasa klian atau kebutuhan rasa
Sesuia dengan dingin, pertahankan hangat .
kemampuan suhu lingkungan dan -Perubahan menunjukan
- Tekanan sistol dan diastol tubuh hangat sesuai penurunan sirkulasi atau
dalam rentang yang indikasi. hipoksia
diharapkan 3. Kaji kulit untuk rasa
dingi, pucat, sianosis, -Dehidrasi tidak hanya
keterlambatan pengisian menyebabkan hipovolemia,
kapiler . tetapi juga meningkatkan
4. Pertahankan intake oklusi kapiler dan penurunan
cairan . perfusi ginjal
-Mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan atau
respon terhadap nyeri

5. Kolaborasi pemeriksaan
21
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
darah lengkap

5 Resiko defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda vital - Membantu mengidentifikasi
volume cairan keperawatan selama 1 x 24 setiap 3 jam fluktuasi cairan intralaskuler.
berhubungan jam, diharapkan tidak terjadi - Penurunan haluaran urin dan
dengan syok volume cairan dengan KH : balance cairandapat
hipovolemik - Input & output seimbang 2. Pantau balance cairan mengindikasikan dehidrasi
- Vital sign dalam batas N - Memenuhi kebutuhan cairan
- Tidak ada tanda pnesyok tubuh peroral
Akral hangat
3. Instrument pada
keluarga untuk - Menunjukkan kehilangan
meningkatkan asupan cairan berlebih
cairan 1,5-2,1 / 24 jam - Mencegah terjadinya syok
4. Observasi turgor kulit, hipovolemik
membrane mukosa.
5. Kolaborasi pemberian

22
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
cairan IV

23
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E.M.2000.Rencana asuhan keperawatan. Edisi 3 EGC : Jakarta

Amin Huda Nurarif , 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda .
Edisi 2 Jakarta: Media action

Drs. Syaifuddin, B. Ac, 2010. Anatomi Fisiologi. EGC:Jakarta

Media Aesculapius,2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke3 jilid ke2: Jakarta

A. Mansjoer, dkk, Kapita Selekta, Kedokteran. Jakarta:Media Aesculapius,2002. Edisi Ke2

Lynda Juall Carpenito, Buku Saku Diagnosa Keperawatan .Jakarta: ECG,2000

Sabri, M. Alisuf. 1993. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya.

24

Anda mungkin juga menyukai