Anda di halaman 1dari 5

UTS EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

Nurul Izza Humaera Almisri


Hubungan Internasional -2
30800118045

1. Perbedaan perspektif ekonomi liberalisme dan ekonomi nasionalisme

Merkantilisme merupakan suatu kegiatan ekonomi politik dimana suatu negara lebih
memendtingkan perdagangan internasional demi mendapatkan keuntungan aset dan
mendapatkan modal sebanyak banyaknya. Perspektif ekonomi liberalism atau
merkantilisme memiliki peranan dalam negara sebagai intervensi dalam ekonomi untuk
mengalokasikan sumber daya. Dalam pandangannya, merkantilisme menjadikan Negara
sebagai aktor utama atau aktor pentingnya. Ekonomi liberalism dalam pandangan dunia
internasional, dia cenderung konfliktual karena negara-negara bersaing dalam pendirian
atau pemenuhan industri yang terlibat dalam konflik perdagangan sebagai hasil dari
kompetisi tersebut. Kemudian tujuan kebijakan ekonomi yang ingin dicapai ekonomi
liberalism atau merkantilisme ini adalah meningkatkan kekuatan negara-bangsa dalam
arena internasional.

Contoh penerapan merkantilisme di Uni Eropa adalah klarifikasi ulang beberapa


impor TI sehingga tidak lagi dicakup oleh ITA: menerapkan bea 14% pada LCD lebih besar
dari 19 inci dan berencara untuk mengizinkan bea pada set-top boc dengan fungsi
komunikasi serta pada beberapa jenis kamera digital. Selain itu di Korea menggunakan
penegakan antimonopoly yang berlebihan untuk merugikan perusahaan TI AS: memaksa
Microsoft mengembangkan dua versi berbeda dari perangkat lunak Windowsnya untuk
memberikan keunggulan kompetitif pada produsen media player dalam negeri.

Sedangkan Ekonomi liberal merupakan sebuah sistem dimana disebut juga dengan
sistem ekonomi pasar bebas atau sistem ekonomi laissez faire. Sistem ekonomi liberal juga
merupakan suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan sepenuhnya dalam
segala bidang perekonomian kepada masing-masing individu untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Ekonomi liberalisme menjadikan individu sebagai aktor
utamanya yang memiliki peranan dalam negara sebagai perspektif yang memperjuangkan
dan menegakkan hak kepemilikan untuk memfasilitasi pertukaran berbasis pasar. Perspektif
ekonomi liberalisme dalam pandangan dunia internasional bersifat harmonis sebab ekonomi
internasional menawarkan manfaat bagi seluruh negara. Caranya adalah menciptakan
karangka kerja politik yang memungkinkan negara untuk merealisasikan manfaat tersebut.
Serta itu tujuannya dalam kebijakan ekonomi yakni meningkatkan kesejahteraan sosial.

Contohnya Hampir seluruh kegiatan ekonomi di Amerika Serikat dilakukan oleh


pihak swasta dan kegiatannya pun tidak terbatas di wilayah Amerika Serikat saja. Tidak
sedikit perusahaan yang dimiliki oleh orang Amerika Serikat memiliki pabrik di negara lain.
Misalnya salah satu produsen telepon genggam milik Amerika Serikat yang memiliki pabrik
manufaktur atau perakitan di China. Hal ini disebabkan oleh harga tenaga kerja di China
yang lebih murah dibandingkan dengan harga tenaga kerja di Amerika Serikat, sehingga
lebih menguntungkan bagi produsen tersebut untuk melakukan kegiatan perakitan
produknya di China.

2. Menurut argumentasi infant industry, mengapa negara perlu memiliki kebijakan industri
untuk mendorong sektor industry tertentu?

Infant industry argument adalah adalah alasan ekonomi tentang perlunya


proteksionisme perdagangan. Inti dari argumen ini adalah bahwa industri baru memerlukan
perlindungan dari pesaing internasional sampai mereka menjadi dewasa, stabil, dan mampu
bersaing secara kompetitif. Argumen ini biasanya dipakai sebagai alasan untuk
membenarkan proteksi perdagangan demi melindungi kepentingan dalam negeri. Dalam hal
ini, pemerintah dapat memberlakukan tarif atau bea masuk untuk menghambat persaingan
asing. Infant industry atau secara harfiah diartikan sebagai industri bayi merujuk pada
industri yang masih dalam tahap awal dari siklus hidup industri. Industri ini baru berdiri dan
masih perlu waktu untuk mencapai matang. Industri tersebut biasanya dicirikan dengan
permintaan pasar yang belum terbentuk secara solid, produksi yang kurang efisien, belum
mencapai skala ekonomi, dan lebih rentan terhadap perusahaan tiba-tiba dari pasar. Oleh
karena itu, daya saing industri tersebut masih rendah dan belum memiliki pengalaman
secara efektif dengan industri luar negeri, yang mana seringkali lebih mapan.

Sebagai contoh, selama tahun 1980-an Brasil memberlakukan kontrol ketat terhadap
impor komputer asing dalam upaya membangun industri komputer dalam negeri. Alasan
utama dibalik infant industry argument adalah industri dalam sektor ekonomi yang sedang
berkembang dan yang baru muncul membutuhkan perlindungan terhadap persaingan
internasional untuk membangun diri mereka sendiri. Karena cenderung memiliki daya saing
rendah, oleh karena itu, industri tersebut memerlukan proteksi. Beberapa negara
berkembang mungkin memiliki memiliki keunggulan komparatif dalam hal perdagangan
produk berbasis sumber daya alam. Namun, produk semacam itu seringkali bernilai tambah
lebih rendah dibandingkan dengan industri seperti otomotif, industri alat berat atau
setidaknya industri hilir dari produk berbasis alam. Hasilnya, neraca pembayaran seringkali
berat sebelah dan oleh karena itu, mereka biasanya akan mendiversifikasi perekonomian ke
sektor-sektor yang memiliki nilai tambah lebih.

Untuk memacu diversifikasi ekonomi, mereka dapat mencoba mengembangkan


industri manufaktur hilir. Misalnya, untuk produk kelapa sawit adalah industri
oleokimia.Tetapi, pada tahap awal, mereka mungkin berjuang untuk bersaing dengan rival
asing, yang biasanya selangkah lebih maju dalam hal teknologi dan daya saing. Untuk
mendukung industri tersebut tumbuh, pemerintah dapat memberlakukan hambatan masuk
barang impor sehingga tidak membanjiri pasar domestik. Ini memberi industri baru tersebut
mencapai daya saing yang setidaknya setara dengan pemain asing. Seiring waktu, industri
baru akan menjadi lebih efisien dan mendapat manfaat dari skala ekonomi. Pada saat ini
tarif kemudian dapat dikurangi.
3. Menurut perspektif ekonomi liberalism, mengapa negara tidak perlu melakukan
kebijakan proteksionisme?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada perlunya kita memahami dulu apa itu
Kebijakan Proteksionisme dan Ekonomi liberal. Kebijakan proteksi adalah kebijakan
pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant
industry), dan melindungi perusahaan baru dari perusahaan-perusahaan besar yang dari
persaingan yang tidak adil, juga melindungi dari -persaingan barang-barang impor.

Industri-industri domestik yang baru berdiri biasanya memiliki struktur biaya yang
masih tinggi, sehingga sulit bersaing dengan industri asing yang memiliki struktur biaya
rendah (karena sudah memiliki skala ekonomi yang besar). Proteksi ini memberi
kesempatan kepada industri domestik untuk belajar lebih efisien dan memberi kesempatan
kepada tenaga kerjanya untuk memperoleh keterampilan. Kebijakan proteksi biasanya
bersifat sementara. Jika suatu saat industri domestik dirasakan sudah cukup besar dan
mampu bersaing dengan industri asing, maka proteksi akan dicabut.

Kemudian ekonomi liberalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang memberikan


kebebasan yang sebesar-besarnya bagi rakyatnya. Rakyat sebuah negara yang menganut
sistem ekonomi liberal bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Semua keputusan ekonomi berhak untuk ditentukan sendiri oleh
masing-masing individunya. Pelaksanaan sistem ekonomi liberal ini mengacu kepada
ekonomi pasar dan sangat menjunjung tinggi hak kepemilikan pribadi.

Mengapa Kebijakan Proteksi tidak di perbolehkan, padahal siapa saja melakukannya


dalam kehidupan yang liberal sekalipun. Mengapa mesti diancam-ancam dengan tindakan
retaliasi, padahal tindakan proteksi bersifat asasi untuk melindungi diri dari berbagai bentuk
ancaman. Bahkan dalam konstitusi negara kita sudah ditegaskan bahwa negara wajib
melindungi segenap bangsa dari berbagai ancaman yang mengancam kepentingan
nasional. Dalam ekonomi liberalism, kebijakan proteksi ini proteksi akan membuat
perdagangan dunia tidak bisa berkembang. Proteksi dari zaman ke zaman akan tetap ada
karena memang diperlukan. Liberalisasi adalah stigma politik ekonomi liberal yang
bertujuan agar setiap modal dapat dikapitalisasi oleh pemilik modal dimana saja, dan tidak
dihambat-hambat pergerakannya. Tapi kita lupa bahwa setelah modal tersebut masuk di
suatu negara, dan ditempatkan di satu atau lebih instrumen pasar, mereka pasti minta
perlindungan kepada pemerintah negara setempat supaya modal yang di tanamkannya
aman.

Pendek kata ,kebijakan proteksi pada dasarnya seperti halnya tindakan


menyediakan payung sebelum hujan, dan tindakan semacam ini wajar dilakukan untuk
meminimalisasi risiko. Proteksi semacam lindung nilai sifatnya lebih permanen selama
investasinya terus dijalankan. Dalam era globalisasi dan liberalisasi, kebijakan yang bersifat
protektif justru sangat ketat dilakukan di pasar finansial dan pasar modal untuk melindungi
nilai uang dan nilai investasi yang dilakukan pemodal. Oleh sebab itu, kita jangan terkecoh
dengan paham liberalisasi yang kini sudah mendunia.
4. Bagaimana bantahan perspektif kritis terhadap ide dan praktik neoliberalisme yang
selama ini melekat dalam sistem ekonomi internasional? Kemudian, bagaimana kritik
mereka terhadap krisis finansial Asia tahun 1997 dan krisis finansial global 2008?

Neoliberalisme yang sering dipertukarkan dengan fundamentalisme pasar (market


fundamentalism) menjadi kata yang populer saat ini. Menjelaskannya tidak mudah, tetapi
kalau ada kata lain yang bisa dipakai untuk menggantikannya, agar mudah dipahami
secepat kilat, maka pilihannya mungkin jatuh pada kata ‘kemerdekaan’ atau ‘kebebasan’
(freedom). Dalam bukunya ‘A Brief History of Neoliberalism,’ David Harvey (2005),
mengatakan, neoliberalisme adalah paham yang menekankan jaminan terhadap
kemerdekaan dan kebebasan individu melalui pasar bebas, perdagangan bebas, dan
penghormatan terhadap sistem kepemilikan pribadi. Ini merupakan kombinasi antara
liberalisme, paham yang menekankan kemerdekaan dan kebebasan individu, dan doktrin
pasar bebas dalam tradisi ekonomi neo-klasik. Para pendukungnya menempatkan
idealisme politik tentang martabat manusia dan kemerdekaan individu, sebagai ‘nilai sentral
peradaban.’ Mereka menganggap, nilai-nilai itu menghadapi ancaman bukan saja oleh
fasisme, komunisme, dan kediktatoran, tetapi oleh segala bentuk campur tangan negara
yang memakai idealisme kolektif untuk menekan kebebasan individu. Neoliberalisme
mengagung-agungkan pasar di atas segala-galanya. Karena, pasar dipandang memiliki
cara, mekanisme, dan kesucian sendiri untuk mengurusi dirinya secara spontan. Jauh-jauh
hari, sejarawan ekonomi Karl Polanyi (2001[asli, 1944]), menamakan pandangan ini untuk
kemudian dikritiknya, yakni pasar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri (self-
regulating market), tanpa atau peranan negara sekecil-kecilnya (minimal state).

Pandangan radikal ini memperoleh kritik keras. Para pengkritik menganggap


penempatan pasar sebagai sesuatu yang terisolasi dari kekuasaan politik, kurang lebih
hanya mimpi belaka. Polanyi dalam bukunya The Great Transformation menyebutkan
embeddedness di mana ekonomi bukan dunia yang otonom, tetapi secara historis
tersubordinatkan ke dalam politik dan sosial. Ponyali menolak self-regulating yang
mengharuskan masyarakat tunduk kepada logika pasar. Dia menentang fundamentalis
pasar, karena dianggapnya hanya ilusi. Apa yang disebut self-regulating market, dengan
menendang negara keluar dari ekonomi, seperti dijanjikan penyanjung neoliberal, hanya
utopia.

Jejak ekonomi Neoliberalisme di Indonesia dapat ditelusuri ketika Indonesia mulai


memasuki era Pemerintahan Orde Baru sejak Maret 1966. Ketika kebijakan Orde Baru
(Orba) lebih berpihak pada Barat. Adapun dampaknya adalah bobroknya lembaga
keuangan dan masuknya Indonesia ke dalam jerat utang (debt trap). Konsekuensi
berikutnya dari sistem pasar bebas adalah adanya liberalisasi di pasar uang yang berbasis
bunga. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membuka
semua tabir kerapuhan perbankan konvensional yang berbasis pada sistem bunga. Akibat
krisis itu 16 bank dilikuidasi Pemerintah. 51 bank lainnya dibekukan pada 1 November 1997,
dan 13 bank diambil-alih (BTO). Untuk merestrukturisasi bank-bank konvensional yang
selama ini menjadi sumber darah bagi perputaran roda perekonomian nasional hingga
Desember 2000 Pemerintah sudah mengeluarkan tidak kurang dari Rp 659 triliun.

Anda mungkin juga menyukai