Anda di halaman 1dari 4

Hati adalah organ sentral dalam metabolism di dalam tubuh.

Hati membentuk 2% dari


berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit atau sekitar 28% dari jantung agar
dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Hati melakukan berbagai proses
metabolit terhadapat konstituen – kontituen darah yang mengalir kepadanya sebagai produk
sisa atau zat gizi dan banyak aktivitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat
yang beredar dalam darah dan juga didalam cairan tubuh lainnnya. Fungsi dasar hati dapat
dibagi menjadi :
1) Fungsi vaskuler untuk menyimpan dan menyaring darah
2) Fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar metabolisme tubuh
3) Fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui
saluran empedu ke saluran pencernaan
Fungsi hati dapat diuraikan sebagai berikut
1. Vaskuler : penyimpanan dan filtrasi darah
2. Ekskresi :
- Membentuk empedu dan mengekskresikan ke usus
- Billirubun, kolestrol dan garam – garam empedu
- Logam berat dan zat warna BSP
3. Metabolit : karbohidrat, protein, lemak dan vitamin
4. Pertahanan tubuh :
- Deteksi bahan – bahan beracun, dengan ; konjugasi, reduksi, metilasi, asetilasi,
oksidasi dan hidroksilasi
- Sel – sel kuper
- Fagositosis
- Pembentukan antibody
Untuk uji fungsi ekskresi dikenal dengan kadar bilirubin serum, dibedakan bilirubin
total, bilirubin indirek, bilirubin direk, bilirubin urin, serta produk turunannya seperti
urobilinogen dan urobilin dalam urin,sterkobilinogen dan sterkobilin dalam tinja, serta kadar
asam empedu dalam serum. Bila ada gangguan fungsi ekskresi (terutama akibat hepatitis)
maka kadar bilirubin total serum meningkat terutama bilirubin direk, bilirubin urin mungkin
positif, sedangkan urobilinogen dan urobilin serta sterkobilinogen dan sterkobilinmungkin
menurun sampai tidakterdeteksi. Kadar serum empedu meningkat, lebih jelas pada pasca
makan (postprandial). (Deswinda Fadhilah Nuraini, 2014)
Billirubun merupakan hasil akhir pemecahan hem yang penting, sebagian besar 85 – 90% dan
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10 – 15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Billirubin juga terbentuk dari hasil perputaran hemoprotein hati dan dari destruksi
premature yang baru terbentuk dari sumsum tulang. Sebagian besar bilirubin dalam darah
normal terikat ke albumin, yaitu bentuk tidak larut atau tidak terkonjugsi yang dibebaskan
dari sel retikuloendotel sebelum dibersihkan oleh hati. Didalam plasma umumnya juga
terdapat sejumlah kecil bilirubin tekonjugasi yang larut air yang masuk ke dalam darah
karena kebocoran minor pada hepatosit dalam darah menjahui pembentukan dan ekskresi
empedu. Baik  jumlah total maupun proporsi relative fraksi bilirubin terkonjugasi dan tidak
terkonjugasi sangat bermanfaat dalam diagnosa ikterus dan penyakit hati. Bilirubin pasca
hepatik terkonjugasi bereaksi cepat pada berbagai uji yang sering digunakan karena kelarutan
inheren zat ini sehingga disebut zat yang bereaksi langsung; bilirubin tidak terkonjugasi harus
dicampur dengan alcohol atau zat pelarut yang lain sebelum dapat secara efisien bereaksi
dalam pemeriksaan sehingga disebut sebagai zat yang bereaksi secara tidak langsung.
Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin
indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlan
bilirubin direk dan indirek, sedangkan bilirubin total dan bilirubin direk diukur secara
terpisah dan perbedaan keduanya menghasilkan fraksi indirek. Billirubin tak terkonjugasi
berikatan kuat dengan albumin serum dan pada dasarnya tidak larut dalam air pada pH
fisiologis. Bentuk ini tidak dapat diekskresikan dalam urin walaupun kasar dalam darah
sangat tinggi. Secara normal, sejumlah billirubin tak terkonjugasi terdapat sebagai anion
bebas-albumin di dalam plasma. Fraksi plasma yang tak terikat dapat meningkat pada
penyakit hemolitik yang parah atau jika pada obat pengikat protein menggeser billirubin dari
albumin. Sebaliknya, billirubin terkonjugasi bersifat larut air, non toksik, dan hanya berikatan
secara lemah dengan albumin karena kalarutan lemah dan ikatannya yang lemah dengan
albumin, kelebihan billirubin terkonjugasi dalam plasma dapat dikeluarkan melalui urin.
Didalam urin normal harusnya tidak di temukan urobilin. Urobilin dalam urin bisa muncul di
karenakan oxidasi dari urobilinogen. urobilinogen urin dianggap mengalami penurunun kadar
jika kurang dari 0,1 E.U./dL. Meskipun penurunan urobilinogen urin tidak dapat dideteksi
dengan pemeriksaan urin, penurunan atau tidak adanya urobilinogen di urin penting sebagai
penanda adanya obstruski saluran empedu. Jika terdapat kerusakan sel hati yang ringan, kadar
urobilinogen urin akan meningkat walaupun kadar bilirubin serum tidak berubah. (Prof,
Manado, & Wowor, 2016)
Pemeriksaan analisa urin atau urinalisa dapat memberikan informasi yang cukup
signifikan dan mampu mendeteksi penyakit pada sistem urinarius baik yang disebabkan oleh
kelainan fungsi maupun kelainan sturktur anatomi ginjal. Berbagai pemeriksaan terhadap
bahan urin yang dilakukan secara berkelanjutan akan sangat berperan dalam pengobatan
klinik. Warna kuning pada urin disebabkan oleh urochrome yang sebanding dengan
metabolisme tubuh dan akan meningkat jika ada demam, kelaparan dan tirotoksikosis. Urin
yang pucat tipikal untuk berat jenis yang turun. Urin berwarna merah pada wanita perlu
dipikirkan adanya kontaminasi oleh menstruasi, hematuria oleh sel-sel eritrosit,
hemoglobinuria dan myoglobinuria. Bisa juga urin merah disebabkan oleh obat yang
diminum atau pewarna untuk pemeriksaan diagnostik seperti phenolsulfonphthalein untuk
menilai fungsi ginjal dimana urin yang alkalis akan berwarna merah. Pasien dengan
hemoglobin yang tidak stabil urin berwarna merah tetapi hemoglobin dan bilirubinnya
negatif. Urin berwarna kecoklatan umumnya disebabkan oleh bilirubin dan saat dikocok
menimbulkan busa berwarna kuning hal tersebut membedakannya dengan urin normal yang
pekat (konsentrat) dimana busa akan berwarna putih. Urin berwarna hitam oleh adanya
hemoglobin pada urin yang bersifat asam dan terbentuk methemoglobin. Urin umumnya
merupakan cairan yang jernih dan jika keruh belum tentu patologis. Urin keruh karena
presipitasi dari kristal, bahan amorf dan pada urin alkalis terjadi presipitasi dari phosphate,
ammonium urate dan karbonat yang akan terurai jika ditambahkan asam asetat. Urin keruh
juga oleh sel-sel dalam urin seperti sel leukosit atau pertumbuhan bakteri.
Unsur  –  unsur normal dalam urine misalnya adalah:
1. Urea yang lebih dari 25  –  30 gram dalam urin
2. Amonia, pada keadaan normal terdapat sedikit dalam urin segar
3. Kreatinin dan keratin, normalnya 20  –  26 mg/kg pada laki  –   laki, pada perempuan
14 –  22 mg/kg
4. Asam urat, adalah hasil akhir terpenting oksidasi purine dalam tubuh
5. Asam amino, hanya sedikit dalam urin
6. Klorida, terutama diekskresikan sebagai natrium klorida
7. Sulfur, berasal dari protein yang mengandung sulfur dari makanan
8. Fosfat di urin adalah gabungan dari natrium dan kalium fosfat
9. Oksalat dalam urin rendah
10. Mineral, natrium, kalsium, kalium dan magnesium ada sedikit dalam urin
11. Vitamin, hormone, dan enzim ditemukan dalam urin dengan jumlah kecil.
Unsur –  unsur abnormal dari urine:
1. Protein: proteinuria (albuminuria) yaitu adanya albumin dan globulin dalam urin
2. Glukosa: glukosaria tidak tetap dapat ditemukan setelah stress emosi, 15% kasus
glikosuria tidak karena diabetes
ATLM. 2017. http://www.atlm-edu.id/2017/02/pemeriksaan-urobilin-cara-schlesinger.html.
diakses pada tanggal 10 November 2018
Hurint, Yohana.
2015.https://www.academia.edu/20622614/LAPORAN_AKHIR_praktikum_KIMIA_K
LINIK_I. diakses pada tanggal 10 November 2018
Trisyanto, Nugroho. HUBUNGAN ANTARA KADAR BILIRUBIN SERUM DENGAN
BILIRUBINARIA.https://www.academia.edu/29515620/POLA_HUBUNGAN_ANTA
RA_KADAR_BILIRUBIN_SERUM_DENGAN_BILIRUBINURIA_oleh_Nugroho_Tri
syanto. diakses pada tanggal 10 November 2018
Deswinda Fadhilah Nuraini, E. P. (2014). [No Title]. British Journal of Psychiatry, 205(1),
76–77. https://doi.org/10.1192/bjp.205.1.76a. diakses pada tanggal 10 November 2018
Prof, R., Manado, R. D. K., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran bilirubin dan urobilinogen
urin pada pasien tuberkulosis paru, 4, 0–5. diakses pada tanggal 10 November 2018
Junitasari, Fitri. Urinalisa. https://www.academia.edu/9451620/makalah_urinalisis. diakses
pada tanggal 10 November 2018

Anda mungkin juga menyukai