Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASKEP KATARAK

Disusun Oleh :

MULYATI, S. Kep

INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA


TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kita
kesehatan, sehingga kelompok kami bisa menyelesaiakan makalah ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I dengan judul “Asuhan
Keperawatan Katarak”

Semoga ASKEP yang kami susun ini berguna dan bermanfaat bagi yang
membacanya , kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca.

Pangkalan Balai , Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan menyebabkan
kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas
serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Salah satu
penyebab kebutaan adalah katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan
melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah,
penglihatan ganda ketika mengemudi di malam hari , merupakan gejala katarak. Tetapi di
siang hari penderita justru  merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Begitu besarnya resiko masyarakat Indonesia  untuk menderita katarak memicu kita
dalam  upaya pencegahan. Dengan memperhatikan gaya hidup, lingkungan yang sehat dan
menghindari pemakaian bahan-bahan kimia yang dapat merusak akan membuat kita
terhindar dari berbagai jenis penyakit dalam stadium yang lebih berat yang akan
menyulitkan upaya penyembuhan.
Sehingga kami sebagai mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan
menanggulangi masalah katarak yakni dengan memberikan sebuah rangkuman makalah
tentang katarak sebagai bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.

1.2    RUMUSAN MASALAH


1.      Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Katarak ?

1.3    TUJUAN PENULISAN


A.    Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam melaksanakan proses asuhan
keperawatan pada klien dengan penyakit Katarak.

B.     Tujuan Khusus


a. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui definisi penyakit Katarak
b. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi  penyakit Katarak
c. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit Katarak
d. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit Katarak
e. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik dari penyakit
Katarak
f. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari penyakit Katarak
g. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang penyakit Katarak
h.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan penyakit Katarak
i.     Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan penyakit
       Katarak

1.4    MANFAAT PENULISAN


A.    Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan studi asuhan keperawatan Penyakit Katarak ini diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan dalam  peningkatan kualitas asuhan keperawatan serta perkembangan ilmu
praktek keperawatan.

B.     Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )


Diharapkan dengan adanya laporan studi kasus Penyakit Katarak ini, diharapkan dapat turut
serta dalam meningkatkan perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta
manajemen asuhan keperawatan dalam kasus ini.

C.     Bagi Institusi Layanan Pendidikan


Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa – mahasiswa dalam penguasaan materi
dan kasus Penyakit Katarak. Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit serta
manajemen dalam tatalaksana kasus ini sangat menjadi pertimbangan kemampuan
pencapaian kompetensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       DEFINISI

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan
Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. (Vaughan,2009)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Brunner &
Suddart,2001)
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi
keruh. (Sidarta Ilyas,2004)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul
lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat
tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

2.2       KLASIFIKASI

1.      Berdasarkan  Penyebabnya


1.1.         Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa atau trauma
tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan penyebab yang
sering. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada
kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam
struktur lensa.
1.2.         Katarak toksika
Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama baik secara sistemik maupun dalam
bentuk obat tetes mata dapat meneyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obat lain yang diduga
menyebabkan katarak antara lain : phenotiazine, chlorpromazine, obat tetes miotik kuat
seperti phospholine iodine.
1.3.         Katarak komplikata
Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraocular yang mempengaruhi
fisiologis lensa. Katarak biasanya berawal dari daerah subkapsular posterior dan akhirnya
mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit intraokuler yang sering berkaitan antara lain
uveitis kronik atau rekuren, glaucoma, retinitis pigmentosa dan ablation retinae. Katarak ini
biasanya unilateral. Katarak komplikata juga dapat disebabkan akibat gangguan sistemik
seperti diabetes mellitus, distrofi miotonik, dermatitis atopic, hipoparatiroidisme,
galaktosemia dan sindrom Lowe, Werner dan down.
2.      Berdasarkan Usia
2.1.         Katarak kongenital
Katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1 tahun
2.2.         Katarak juvenile
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
2.3.         Katarak senile
Katarak setelah usia 50 tahun (Ilyas,1999)

JENIS-JENIS KATARAK
1.      Katarak kongenital
-          Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sewaktu dalam kandungan, terbentuknya lensa adalah
minggu ke lima sampai ke delapan usia kehamilan. Pada masa ini belum terbentuk kapsul
pelindung, sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa. Seluruh lensa buram,
tampak abu-abu putih.
-          Penyebab katarak kongenital  :
b.      Mungkin herediter dengan atau tanpa penyakit mata atau penyakit sistemik lain.
c.       Infeksi teratogenik yang diderita ibu saat kehamilan seperti campak jerman, cacar air,
penyakit gondong, hepatitis dan poliomyelitis.
d.      Infeksi maternal selama masa kehamilan seperti pada infeksi toksoplasmosis
e.       Ibu hamil penderita diabetes melitus
f.       Kelainan genetik seperti Trisomi 21, galaktosemia dan sindrom Lowe
-          Katarak kongenital digolongkan menjadi 2 macam katarak :
a.       Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsuler dan katarak Polaris
b.      Katarak lentikuler termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau
nucleus lensa.
-          Jenis-jenis katarak kongenital :
1.         Katarak nuklear
2.         Katarak zonular
3.         Katarak bentuk kumparan
4.         Katarak polar anterior dan posterior
5.         Katarak piramidal
-          Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus
-          Tindakan pengobatan adalah operasi, operasi dilakukan bila refleks fundus tidak tampak,
biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih
muda. Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa,
ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi.
-          Pengobatan katarak kongenital tergantung pada :
a.       Katarak totak bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera setelah
katarak terlihat.
b.      Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera
sebelum terjadiny juling; bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak
dilakukan tindakan segera.
c.       Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah
sekali terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan
diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.
d.      Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat
dicoba dengan kacamata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai
dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya
mempunyai prognosis yang lebih baik.

2.      Katarak Rubela


-          Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus.
-          Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara
dan kekeruhan diluar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior atau total.
-          Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah
menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat masuk atau terjepit di dalam vesikel lensa
dan bertahan di dalam lensa sampai 3 tahun
3.         Katarak  Juvenil
-          Kekeruhannya halus dan bulat, umumnya timbul pada usia tigapuluhan
-          Katarak ini perkembangannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan.
-          Jika kekeruhan ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang disebut katarak
koronaria, apabila tipis dan kebiru-biruan disebut katarak serulea.
-          Biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
seperti katarak metabolik, distrofi miotonik, katarak traumatic dan katarak komplikata.

4.          Katarak Senil


-          Biasanya  timbul pada usia 50 tahun
-          Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yakni insipient, imatur, matur dan hiper matur
-          Pada stadium awal (katarak insipiens) mungkin ada celah-celah kekeruhan di bagian
perifer atau berbentuk baji (kuneiform). Keadaan ini bisa diperburuk dengan adanya
katarak nuklear yang merupakan lanjutan daripada sklerosis nuclear fisiologis. Dengan
berlanjutnya pertumbuhan katarak, tajam penglihatan menjadi terganggu (katarak imatur).
Katarak dikatakan matur bila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga fundus tidak dapat
dilihat lagi. Di antaranya ada stadium intemusen yaitu stadium membengkaknya lensa dan
edema lensa. Pada akhirnya katarak matur berubah menjadi stadium hipermatur, yaitu
korteksnya mencair sehingga intinya mengambang turun ke dasar kantong kapsul. Pada
stadium ini mungkin terjadi reaksi fakolitik dan glaukoma. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk menjadi
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih
berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni
-          Perbedaan katarak insipien, imatur , matur dan hipermatur
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(masuk) (air+masa lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + glaukoma
-          Katarak senile dibagi menjadi 2 jenis yakni
1.               Katarak kortikal
Kekeruhan korteks lensa perifer berbentuk ruji roda yang dipisahkan oleh celah-celah air.
Meningkatnya cairan yang masuk ke dalam lensa mengakibatkan terjadinya separasi
lamellar dan akhirnya terjadi kekeruhan korteks berwarna abu-abu putih yang tidak merata.
2.               Katarak nuklear
Kekeruhan inti embrional dan inti dewasa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan
posterior relative jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini bisa menyebabkan
terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak dekat tanpa
memakai kaca mata koreksi seperti seharusnya (second sight)
5.         Katarak Brunesen
-          Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada nukleus lensa,
juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang
berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.

6.         Katarak diabetes


-          Diakibatkan karena adanya penyakit diabetes mellitus.
-          Terbagi dalam 3 bentuk :
         Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat
kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila  dehidrasi lama akan terjadi
kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal
kembali
         Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada
kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular
         Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia
sama dengan katarak pasien nondiabetik.

2.3       ETIOLOGI
Katarak dapat terjadi akibat :
1.      Kelainan bawaan/ kongenital
2.      Proses penuaan
Prevalensi katarak pada individu berusia 65 – 74 tahun adalah sebanyak 50%, prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
3.      Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus, galaktosemi dan distrofi
miotonik.
4.      Genetik dan gangguan perkembangan
5.      Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
6.      Bahan toksik : kimia dan fisik
7.      Bermacam-macam penyakit mata seperti glaucoma, ablasi retina, uveitis dan retinitis
pigmentosa
8.      Keracunan beberapa jenis obat seperti eserin 0.25 – 0.5%, kortikosteroid ergot,
antikolinesterase topical
9.      Kelainan kaca mata minus yang dalam

2.4       PATOFISIOLOGI
            Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat nucleus, di
perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein pada
lensa mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi coklat kekuningan. Di sekitar 
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal
salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan silier ke sekitar daerah lensa
mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagolasi, sehingga mengakibatkan pandangan berkabut.Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang
mengakibatkan patahnya serabut lensa yang tegang sehingga mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu mempunyai peran dalam melindungi
lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan menurun dengan bertambahnya usia.
Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak antara lain
kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi.

2.5       Manifestasi Klinik


            Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung
pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
            Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
            Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1.    Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2.    Pemeriksaan iluminasi oblik
3.    Shadow test
4.    Oftalmoskopi direk
5.    Pemeriksaan sit lamp

2.6       Komplikasi
2.7       Pemeriksaan
1.         Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole
2.         Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3.         Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
4.         Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata
Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp
untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.
a.    Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit
kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus masih mudah diperoleh. Usia
penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.
b.   Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 – 6/30, tampak
nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus masih mudah diperoleh dan
paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
c.    Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 – 3/60, tampak
nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan
d.   Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus berwarna
kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai
e.    Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita
sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman,
katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
5.         Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan
6.         Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain
katarak
7.         Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi
katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi.

2.8       Penatalaksanaan
1.      Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh
2.      Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar
3.      Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca bedah dapat mempergunakan matanya
seperti sedia kala
4.      Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) dan Ekstraksi
Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).
5.      EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada EKIK
tidak akan terjasi katarak sekunder.kontraindikasi EKIK adalah pada pasien < 40 tahun
yang masih mepunyai ligament hialoidea kapsuler. Penyulit yang sering terjadi: astigmat,
glaucoma, uveitis, endoftalmus dan perdarahan.EKIK sekarang jarang dilakukan karena
tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.
6.      EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi
linier, aspirasi dan irigasi. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katark sekunder, yakni terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang
tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.
7.      Salah satu penemuan terbaru pada EKEK adalah Fakoemulsi. Cara ini memungkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrasound
frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang
kemudian diaspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinu. Dengan
teknik ini waktu penyembuhan menjadi lebih pendek dan penurunan insiden astigmatisme
pasca operasi.
8.      Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat katarak, pasien akan menggalami
penglihatan yang tidak jelas dan perlu lensa pengganti dan mata tidak dapat melihat dekat
atau berakomodasi. Karena itu pasien memerlukan sebuah lensa pengganti / koreksi.
Koreksi ini dapat dilakukan dengan metode : kaca mata apakia, lensa kontak atau implant
lensa intraokuler (IOL)
9.      Kaca mata apakia
Keuntungan : dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang dikeluarkan, kaca mata
merupakan alat penglihatan yang aman dan harga yang tidak terlalu mahal.
Kerugian : adanya perasaan asing sewaktu memakainya, kaca mata terlalu tebal dan berat,
benda akan terlihat melengkungg, terlihat benda lebih besar 30% dari ukuran
sesungguhnya, pada waktu melihat harus selalu menggerakkan kepala karena melihat
dengan bagian tengah lensa, akibatnya terjadi penyempitan lapang pandangan, serta
terdapat bagian yang tidak terlihat pada lapang pandangan 40-60%.
10.  Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, dengan pembesaran 5% - 10%,
tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada penurunan lapang pandang dan tak ada kesalahan
orientasi spasial.
Kelemahan tenik ini adalah penyimpanan yang selamanya harus bersih dan kalau bisa
steril, pemakaian sukar pada usia lanjut dan diperlukannya ketrampilan pasien dalam hal
memasang, melepaskan dan merawat lensa kontak secara bersih.
11.  IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata. Mampu
menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal, menghilangkan efekoptikal
lensa afakia yang menjengkelkan dan ketidakpraktisan lensa kontak .
Ada beberapa bentuk IOL :
g.      Lensa bilik mata yang ditempatkan di depan iris dengan kaki penyokongnya bersandar
pada sudut bilik mata
h.      Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak pada sudut bilik mata
i.        Lensa bilik mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa normal di belakang iris.

PEDOMAN DALAM PENATALAKSANAAN


1.         Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12, yaitu pemberian
kacamata dengan koreksi terbaik.
2.         Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk melakuklan aktivitas
yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi medis lain untuk operasi, pasien
dapat dilakukan operasi katarak.
3.         Tatalaksana katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah operasi katarak berupa
EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL dengan mempertimbangkan ketersediaan alat,
derajat kekeruhan katarak dan tingkat kemampuan ahli bedah.
4.         Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro,
dimana pasien dipersiapkan untuk implantasi IOL
5.         Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran biometri A-scan
6.         Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL dapat ditentukan
berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini dipakai pasien. IOL standar power
+20.00 dioptri, jika pasien menggunakan kacamata, power IOL standar dikurangi dengan
ukuran kaca mata. Misalnya pasien menggunakan kaca mata S -6.00 maka dapat diberikan
IOL power +14.00 dioptri.
7.         Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara berurutan)
sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan resiko pasca operasi (endoftalmitis) yang bisa
berdampak kebutaan.

B.     PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN


1. Sebelum pembedahan :
  Pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan kondisi kesehatan umum pasien
  Dilakukan pemeriksaan mata untuk mencegah penyulit pembedahan seperti adanya infeksi,
glaucoma serta penyakit mata lain yang dapat menimbulkan penyulit sewaktu pembedahan
2. Sesudah pembedahan :
a. Hal yang dianjurkan : memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan, memakai
penutup mata seperti yang dinasehatkan, tidak melakukan pekerjaan berat, tidak
membungkuk terlalu dalam.
b.      Hal yang tidak boleh dilakukan : menggosok mata, bungkuk terlalu dalam, membaca
berlebihan dari biasanya, mengejan keras sewaktu buang air besar, berbaring ke sisi mata
yang baru dibedah dan menggosok gigi pada minggu pertama.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  PENGKAJIAN
1.    Riwayat
Riwayat penyakit trauma : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit diabetes
mellitus, hipotiroid, uveitis, glaucoma.
a. Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.
b. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh, berkendaraan.
2.    Pengkajian umum
a. Usia.
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid.
3.    Pengkajian khusus mata
a. Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas putih) pada
lensa.
b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c. Penurunan tajam penglihatan (miopia).
d. Bilik mata depan menyempit.
e. Tanda glaucoma (akibat komplikasi).

B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra dan post
operasi) adalah :
1. Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO),
perdarahan, kehilangan vitreous.
4. Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
5. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,
pembatasan aktivitas pasca operasi.
6. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.

Intervensi :
Rencana tindakan yang mungkin dapat diterapkan pada klien dengan katarak meliputi :
Dx. 1
Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Tujuan               : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
melaporkan atau memeragakan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang
penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil Klien mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi    fungsi
penglihatan.
Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternative untuk meningkatkan
penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi     :
1.      Kaji ketajaman penglihatan klien.
R/ Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
2.      Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber rangsangan.
R/ Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatanya.
3.      Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :
-          Orientasikan klien terhadap ruang rawat.
-          Letakan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang lebih sehat.
-          Berikan pencahayaan cukup.
-          Letakan alat di tempat yang tepat.
-          Hindari cahaya menyilaukan.
-          Anjurkan penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat diterima: auditorik,
taktil.
R/ Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.

Dx. 2
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
Tujuan         : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam  tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil : - Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal.
-  Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi.
Intervensi     :
1.      Jelaskan gambaran kejadian pre dan paska operasi, manfaat operasi, dan sikap yang
harus dilakukan klien selama masa operasi.
R/ Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan ansietas.
2.      Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan.
R/ Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
3.      Berikan waktu untuk mengekspresikan perasaan.
R/ Berbagi perasaan membantu menurunkan tegangan.
4.      Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi secara langsung, tetapi
bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan kornea.
R/ Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk mengantisipasi
depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan memberikan harapan akan hasil operasi.
Dx. 3
Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO),
perdarahan, kehilangan vitreous.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi
cedera mata pasca operasi.
Kriteria hasil          : - Klien dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera.
- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera.
Intervensi   :
1.      Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.
R/ Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.
2.      Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan ajurkan untuk membatasi
pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan kepala berlebih.
R/ Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua jam paska operasi
atau satu malam jika ada komplikasi.
3.      Bantu aktifitas selama fase istirahat.
R/ Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.
4.      Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan cedera.
R/ Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan struktur mata
paska operasi:
-          Mengejan (valsalva maneuver)
-          Menggerakan kepala mendadak
-          Membungkuk terlalu lama
-          Batuk
5.      Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak setiap
6 jam pada awal operasi atau seperlunya.
R/ Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri mendadak,
hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata paska operasi.Apabila
pandangan melihat benda mengapung (floater) atau tempat gelap mungkin menujukan
ablasio retina.

Dx. 4
Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam     nyeri
berkurang, hilang dan terkontrol.
Kriteria hasil          : - Klien mendemonstrasikan tehnik penurunan nyeri.
- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi   :
1.      Kaji derajat nyeri setiap hari.
R/ Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah operasi dan
berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena peningkatan TIO 2-3 hari paska
operasi.Nyeri mendadak menunjukan peningkatan TIO massif.
2.      Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera saat terjadi
peningkatan nyeri mendadak.
R/ Meningkatkan kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan dukungan
psikologis.
3.      Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat memprovokasi
nyeri.
R/ Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-tiba,
membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.
4.      Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
R/ Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.
5.      Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgesic topical atau sistemik.
R/ Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.

Dx. 5
Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan
aktivitas pasca operasi.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil          : - Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan
diri.
-       Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap.
Intervensi   :
1.      Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase paska
operasi.
R/ Klien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam pertama paska operasi atau
12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total diperlukan bagi klien.
2.      Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
R/ Memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3.      Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri.
R/  Upaya melibatkan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan bertahap dengan
berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tidak memicu peningkatan TIO dan
menyebabkan cedera mata. Kontrol klinis dilakukan dengan menggunakan indicator nyeri
mata pada saat melakukan aktivitas.Umumnya 24 jam paska operasi, individu boleh
melakukan aktivitas perawatan diri.

Dx. 6
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perawatan
rumah berjalan efektif.
Kriteria hasil          : - Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan rumah
(lanjutan) yang diperlukan.
-   Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam melakukan perawatan.

Intervensi   :
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
R/ Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan di rumah.
2.      Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan dihindari (minimal untuk 1 minggu) untuk
mencegah komplikasi post operasi.
R/ Aktivitas yang diperbolehkan :
-          Menonton televise, membaca tetapi jangan terlalu lama.
-          Mengerjakan aktivitas biasa (ringan dan sedang).
-          Mandi waslap, selanjutnya dengan bak mandi atau pancuran (dengan bantuan).
-          Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi, condongkan kepala sedikit
kebelakang saat mencuci rambut.
-          Tidur dengan perisai atau pelindung mata logam pada malam hari, mengenakan
kacamata pada siang hari.
-          Aktivitas dengan duduk.
-          Mengenakan kaca mata hitam untuk kenyamanan.
-          Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
R/  Aktivitas yang dihindari :
-          Tidur pada sisi yang sakit.
-          Menggosok mata, menekan kelopak mata.
-          Mengejan saat defekasi.
-          Memakai sabun mendekati mata.
-          Mengangkat benda lebih dari 7 kg.
-          Melakukan hubungan seks.
-          Mengendarai kendaraan.
-          Batuk, bersin, muntah.
-          Menundukan kepala sampai bawah pinggang.
3.      Terangkan berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.
R/ Kondisi yang harus segera dilaporkan :
-          Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala menetap.
-          Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
-          Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari
mata.
-          Nyeri dahi mendadak.
-          Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang
penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau bintik didepan mata, kalau di sekitar sumber
cahaya.
4.      Terangkan cara penggunaan obat-obatan.
R/ Klien mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
5.      Berikan kesempatan bertanya.
R/ Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta hal-hal
yang mungkin belum dipahami.
6.      Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.
R/ Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan hospitalisasi.
7.      Identifikasi kesiapan keluarga dala perawatan diri klien paska hospitalisasi.
R/ Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan, pembagian
peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan kesehatan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun.
menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai
derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif
biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

B. Saran
Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia,jadi
untuk mencegah terjadinya penyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang
sehat seperti tidak mengkonsumsi alcohol dan minum minuman keras yang dapat memicu
timbulnya katarak.dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak
untuk menjaga kesehatan mata.
DAFTAR PUSTAKA

Vaughan et al. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta. EGC


Ilyas Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta. CV.Sagung Seto
Brunner et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta. EGC
Hollwich Fritz. 1993. Opthalmology. Jakarta. Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai