Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TEORI POKOK BELAJAR DAN PROSES TAHAPAN BELAJAR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan


Dosen Pengampu: Dr.Aguswan Khotibul Umam

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Annisa Amalia Azzahra (1901030006)


2. Azizah Ayu Chairunnissa (1901031018)
3. Dea Cahyani Putri (1901031019)

KELAS B SEMESTER 2

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah Psikologi Pendidikan tentang “Proses Belajar dan Pembelajaran” ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih kepada Bapak Dr.Aguswan Khotibul Umam selaku dosen pengampu mata
kuliah Psikologi Pendidikan. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik. Kami
berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Metro, 10 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Masalah....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar.................................................................................9
B. Teori Pokok Belajar..............................................................................15
..............................................................................................................
C. Proses Tahapan Belajar........................................................................19
D. Aplikasi Teori Belajar Dalam Kurikulum dan Pembelajaran................24

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................28
..............................................................................................................
B. Saran.....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam


kehidup manusia. Dengan belajar, manusia dapat mengembangkan potensi–potensi
yang dimilikinya. Tanpa belajar, manusia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan
– kebutuhannya. Semua aktivitas keseharian membutuhkan ilmu yang hanya didapat
dengan belajar. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk membantu
manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi. Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini,
pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu
hambatannya adalah rendahnya mutu pendidikan di negara ini, sehingga dengan
adanya hambatan tersebut akan menjadikan sebuah tantangan bagi pengelola
pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik


dalam proses belajar sehingga meraka dapat memeperoleh tujuan belajar sesuai
dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi
individu anak karena mereka yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang
berbeda satu sama lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan
perbedaan–perbedaan individual anak tersebut, sehinggapembelajaran benar–benar
dapat meroboh kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham
menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil
anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian belajar ?
2. Apa saja teori pokok belajar ?
3. Bagaimana proses dan tahapan dalam belajar ?
4. Bagaimana aplikasi teori belajar dalam kurikulum dan pembelajaran ?
C. Tujuan Masalah
1. Memahami makna belajar
2. Memahami teori pokok belajar
3. Memahami proses dan tahapan belajar
4. Memahami aplikasi teori belajar dalam kurikulum dan pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar
Belajar dalam arti luas merupakan suatu proses yang memungkinkan
timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku baru yang bukan disebabkan oleh
kematangan dan sesuatu hal yang bersifat sementara sebagai hasil dari terbentuknya
respon utama. Belajar merupakan aktivitas, baik fisik maupun psikis yang
menghasilkan perubahan tingkah laku yang baru pada diri individu yang belajar
dalam bentuk kemampuan yang relatif konstan dan bukan disebabkan oleh
kematangan atau sesuatu yang bersifat sementara.
Perubahan kemampuan yang disebabkan oleh kematangan, pertumbuhan, dan
perkembangan seperti anak yang mampu berdiri dari duduknya atau perubahan fisik
yang disebabkan oleh kecelakaan tidak dapat dikategorikan sebagai hasil dari
perbuatan belajar meskipun perubahan itu berlangsung lama dan konstan. Menurut
Slameto bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
dari pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.1
Perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil dari perbuatan belajar terjadi
secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat
konstan, bertujuan atau terarah, serta mencakup seluruh aspek tingkah laku. Ciri-ciri
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari perbuatan belajar tersebut tampak dengan
jelas dalam berbagai pengertian belajar menurut pandangan para ahli pendidikan dan
psikologi yaitu :

1. Belajar menurut Pandangan B. F. Skinner

Belajar menurut Skinner adalah menciptakan kondisi peluang dengan


penguatan, sehingga individu akan bersungguh-sungguh dan lebih giat belajar
dengan adanya ganjaran dan pujian dari guru atas hasil belajarnya. Skinner
membuat perincian lebih jauh dengan membedakan adanya dua macam respons.
Pertama, respondent response, yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang-
perangsang tertentu yang disebut eliciting stimuli menimbulkan respons-respons

1
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, cet 3; Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995, h. 2.
yang secara relatif tetap, misalnya makanan yang menimbulkan keluarnya air liur.
Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respons
yang ditimbulkannya. Kedua, operant response, yaitu respons yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu yang disebut
reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang-perangsang tersebut
memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, seorang akan
menjadi lebih giat belajar apabila mendapat hadiah sehingga responsnya menjadi
lebih intensif atau kuat.2
Belajar menurut pandangan Skinner adalah kesempatan terjadinya peristiwa
yang menimbulkan respons belajar, baik konsekuensinya sebagai hadiah maupun
teguran atau hukuman. Dengan demikian, pemilihan stimulus yang deskriminatif
dan penggunaan penguatan dapat merangsang individu lebih giat belajar, sehingga
belajar merupakan hubungan antara stimulus dengan respons.

2. Belajar menurut Pandangan Robert M. Gagne


Gagne sebagai yang dikutip oleh Sagala memandang bahwa belajar adalah
perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus-
menerus yang bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar
terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan memengaruhi
individu sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi.

Pandangan Gagne di atas menunjukkan bahwa belajar adalah adanya stimulus


yang secara bersamaan dengan isi ingatan memengaruhi perubahan tingkah laku
dari waktu ke waktu. Karena itu, belajar dipengaruhi oleh faktor internal berupa isi
ingatan dan faktor ekternal berupa stimulus yang bersumber dari luar diri individu
yang belajar.

Gagne membagi segala sesuatu yang dipelajari individu yang disebut the
domains of learning itu menjadi lima kategori. Pertama, keterampilan motoris
(motor skill), yaitu koordinasi dari berbagai gerakan badan. Kesua, informasi
verbal, yaitu menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, dan menggambar.
Ketiga, kemampuan intelektual, yaitu menggunakan simbol-simbol dalam
mengadakan interaksi dengan dunia luar. Keempat, strategi kognitif, yaitu belajar
2
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, cet 17; Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 271
mengingat dan berpikir memerlukan organisasi keterampilan yang internal
(internal organized skill). Kelima, sikap, yaitu sikap belajar yang penting dalam
proses belajar.

Berdasarkan uraian di atas, Gagne memandang bahwa belajar dipengaruhi


oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar diri individu belajar yang saling
berintekasi, sehingga kondisi eksternal berupa stimulus dari lingkungan belajar dan
kondisi internal yang berupa keadaan internal dan proses kognitif individu yang
saling berinteraksi dalam memperoleh hasil belajar yang dikategorikan sebagai
keterampilan motoris (motorik skill), informasi verbal, kemampuan intelektual,
strategi kognitif, dan sikap.

3. Belajar menurut Pandangan Jean Piaget

Piaget adalah seorang psikolog yang fokus mempelajari berpikir pada anak-
anak sebab ia yakin dengan cara berpikir anak-anak akan dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan epistemologi. Piaget berpendapat bahwa ada dua proses
yang terjadi dalam pekembangan kognitif anak, yaitu proses assimilations dan
proses accommodations.

Proses assimilations, yaitu menyesuaikan atau mencocokkan informasi yang


baru diperoleh dengan informasi yang telah diketahui sebelumnya dan
mengubahnya bila perlu. Adapun proses accommodations, yaitu menyusun dan
membangun kembali atau mengubah informasi yang telah diketahui sebelumnya
sehingga informasi yang baru dapat disesuaikan dengan lebih baik.

Piaget mengembangkan teori kognitif tersebut dalam konteks teori


keseimbangan yang disebut accomodation. Teori ini memberi penjelasan bahwa
struktur fungsi kognitif dalam berubah kalau individu berhadapan dengan hal-hal
baru yang tidak dapat diorganisasikan ke dalam struktur yang telah ada
(association). Akomodasi menurut Piaget adalah hasil dari yang ditambahkan dan
diciptakan oleh lingkungan dan pengamatan yang tidak sesuai dengan apa yang
diketahui dan dipikirkan.

Piaget menjelaskan tiga cara bagi anak untuk sampai pada cara mengetahui
sesuatu, yaitu melalui interaksi sosial, melalui pengetahuan fisik, dan melalui
logico-mathematical.
Jelaslah bahwa Piaget memandang belajar sebagai suatu proses asimilasi dan
akomodasi dari hasil assosiasi dengan lingkungan dan pengamatan yang tidak
sesuai antara informasi baru yang diperoleh dengan informasi yang telah diketahui
sebelumnya.

4. Belajar menurut Pandangan Carl R. Rogers

Rogers menitikberatkan pada segi pengajaran dibanding siswa yang belajar


dalam praktik pendidikan yang ditandai dengan peran guru yang dominan dan
siswa hanya menghafalkan pelajaran dengan alasan bahwa pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran adalah:

(1) manusia memiliki kekuatan wajar untuk belajar sehingga siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak berarti

(2) siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya

(3) pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide


baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa

(4) belajar yang bermakna bagi masyarakat modern berarti belajar tentang proses-
proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerjasama dengan
melakukan pengubahan diri secara terus menerus

(5) belajar yang optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi secara bertanggung
jawab dalam proses pembelajaran

(6) belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi bila siswa mengevaluasi
dirinya sendiri

(7) belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-
sungguh.

Belajar dalam pandangan Rogers di atas pada dasarnya bertumpu pada prinsip
kebebasan dan perbedaan individu dalam pendidikan. Dengan demikian, peserta
didik akan lebih mengenal dirinya, menerima diri sebagaimana adanya, dan
akhirnya merasa bebas memilih dan berbuat menurut individualitasnya dengan
penuh tanggung jawab.
5. Belajar menurut Pandangan Benjamin S. Bloom

Penelitian yang dilakukan oleh Bloom dalam mengamati kecerdasan anak


pada rentang waktu tertentu menemukan bahwa pengukuran kecerdasan anak pada
usia 15 tahun merupakan hasil pengembangan dari anak usia dini. Bloom
mengembangkan taksonomi dari tujuan pendidikan dengan menyusun pengalaman-
pengalaman dan pertanyaan-pertanyaan secara bertingkat dari recall sampai pada
terapannya dengan suatu keyakinan bahwa anak dapat menguasai tugas-tugas yang
dihadapkan kepada mereka di sekolah, tetapi mengakui adanya anak yang yang
membutuhkan waktu lebih lama dan bimbingan yang lebih intensif dibanding
teman seusianya.

Taksonomi tujuan-tujuan yang disusun Bloom disebut taxonomi bloom yang


terdiri atas tiga kawasan (domain), yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan
domain psikomotor. Domain-domain tersebut merupakan kemampuan-kemampuan
yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan.

Domain kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan


yang terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang
paling sederhana sampai yang paling kompleks, yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analysis, sintesis, dan penilaian. Domain afektif mencakup
kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal
yang meliputi lima macam kemampuan emosional secara hierarkis, yaitu
kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan karakterisasi
diri. Domain psikomotor merupakan kemampuan-kemampuan motorik dalam
menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan yang terdiri atas gerakan refleks,
gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan jasmani, gerakan-gerakan
terlatih, dan komunikasi nondiskursif.

Belajar dalam pandangan Bloom pada dasarnya adalah perubahan kualitas


kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidup
peserta didik, baik sebagai pribadi dan anggota masyarakat maupun sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

6. Belajar menurut Pandangan Jerume S. Bruner


Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-
kategori yang saling berkaitan sedemikian rupa hingga setiap individu mempunyai
model yang unik tentang alam dan pengembangan suatu sistem pengodean
(coding). Sesuai dengan model ini, belajar baru dapat terjadi dengan mengubah
model yang terjadi melalui pengubahan kategori-kategori, menghubungkan
kategori-kategori dengan suatu cara baru, atau dengan menambahkan kategori-
kategori baru.

Pendidikan menurut Brunner merupakan usaha yang kompleks untuk


menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya, dan menyesuaikan
anggotanya dengan cara mereka mengetahui kebutuhan kebudayaan. Pandangan
Bruner tentang belajar dapat diuraikan sebagai pendekatan kategorisasi. Semua
interaksi individu dengan alam akan senantiasa melibatkan kategori-kategori yang
dibutuhkan untuk memfungsikan manusia. Kategorisasi menyederhanakan
kekompleksitas dalam lingkungan individu.

Mengacu pada uraian tentang belajar menurut pandangan para ahli pendidikan
dan psikologi di atas, secara singkat dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
aktivitas psiko dan fisik yang menghasilkan perubahan atas pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang relatif bersifat konstan. Meskipun para ahli sepakat bahwa
inti dari perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku, tetapi terdapat
bermacam-macam cara untuk mendapatkan perubahan itu. Setiap perbuatan belajar
mempunyai ciri masing-masing sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli.
B. Teori Pokok Belajar

1. Connectionisme (Koneksionisme)
Teori ini di cetuskan oleh Edward L Thorndike, yang dihasilkan dari
eksperimennya pada tahun 1890 pada seekor kucing untuk mengetahui fenomena
belajar. Dari eksperimen yang dilakukan itu maka muncullah teori belajar yang
menurutnya belajar adalah hasil hubungan antara stimulus dan respon, yang dikenal
dengan S-R Bond Theory. Menurutnya dari berbagai situasi yang diberikan seekor
hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk
bergantung pada kekuatan koneksi atu ikatan antara situasi dan respon tertentu.
Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun
tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu
stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya
belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu teori
Thorndike ini disebut juga dengan teori asosiasi.3

2. Classical Conditioning (Pembiasan Klasik)


Teori ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang di lakukan oleh Ivan
Pavlov (1849-1936), seorang ilmuan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah
Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya Classical Conditioning adalah sebuah prosedur
penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya
refleks tersebut.
Dalam eksperimennya, Pahlov menggunakan anjing untuk mengetahui
hubungan-hubungan antara conditioned response (CR), Conditionet stimulus (CS),
unconditioned response (UCR), dan unconditioned stimulus (UCS). CS adalah
rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang di pelajari, sedangkan respon
yang di pelajari itu di sebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan
respon yang tidak di pelajari, dan respons yang tidak di pelajari itu disebut UCR.
Agar lebih jelas pada halaman berikut ini penyusun gambarkan proses
terjadinya hubungan antara stimulus dan respons tersebut baik yang unconditioned
(secara alami) maupun yang conditioned (buatan/yang dibiaskan).4
3. Operant Conditioning ( Pembiasan Perilaku Respons).
3
M. Mochlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran,
(Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan KaliJaga, 2012), hlm.53-54
4
Ibid, M. Mochlis, Hlm. 53-54
Operant Conditioning ( Pembiasan Perilaku Respons) adalah yang teori belajar
di ciptakan oleh B.F. Skinner. Dalam teori ini, Skinner menganggap reward atau
reinforcement sebagai faktor terpenting dalam belajar. Skinner membagi dua jenis
respons dalam proses belajar mengajar, yaitu:

a. Respondents: respon yang terjadi karenastimulus khusus, misalnya Pavlov


b. Operant: respon yang terjadi karena adanya situasi acak

Reinforcement didefinisikan sebagai sebuah konsekuen yang menguatkan


tingkah laku (frekuensi tingkah laku). Keefektifan sebuah Reinforcement dalam
proses belajar perlu di tunjukkan. Karena kita dapat mengasumsikan sebuah
konsekuen sebuah Reinforcement sampai terbukti bahwa konsekuen tersebut dapat
menguatkan perilaku misalnya permin pada umumnya dapat menjadi Reinforcement
bagi perilaku anak kecil, tetapi ketika ia beranjak dewasa permen bukan lagi sesuatu
hal yang menyenangkan, bahkan beberapa anak kecil juga tidak pernah menukai
permen.kadang ada seorang guru memberikan permen kepada anak didiknya agar
bersikap tenang saat pelajaran berlangsung, tetapi sang murid tidak mengerjakan
tugas yang di berikan kepadanya.

Dalam hal ini , guru telah melakukan kesalahan dalam menggunakan


Reinforcement sehingga hadiah yang di berikan kepada siswa tidak dapat
menguatkan perilaku siswa yang di harapkan. Tidak semua hadiah yang diberikan
kepada seseorang dapat menjadi Reinforcement bagi perilaku yang di inginkan. Oleh
karena itu perlu kita ketahui dan memahami jenis-jenis Reinforcement yang disukai
atau di perlukan oleh orang yang akan diberikan Reinforcement.

Dari segi jenisnya Reinforcement, dibagi menjadi dua kategori yaitu,


Reinforcement primer adalah Reinforcement kebutuhan dasar manusia, seperti
makanan, air, keamanan, kehangatan dal lain sebagainya. Sedangkan Reinforcement
sekunder adalah Reinforcement yang di sosialisasikan dengan Reinforcement
primer.

Dari segi bentuknya Reinforcement dibagi menjadi dua yaitu, Reinforcement


positif dan Reinforcement negative. Reinforcement positif adalh konsekuen yang di
berikan untuk menguatkan atau meningkatkan perilaku seperti hadiah, pujian dan
lain sebagainya. sedangakan Reinforcement negative adalah menarik diri dari situasi
yang tidak menyenangkan untuk menguatkan tingkah laku misalnya, guru yang
membebaskan muridnya dari membersihkan kamar mandi jika murid dapat
menyelesaikan tugas menyelesaikan tugas rumahnya. Jika membersihkan kamar
mandiadalah tugas yang tidak menyenangkan, maka membebaskan seorang murid
dari tugas tersebut adalah sebuah Reinforcement tingkah laku.5

4. Contiguous Conditioning (Pembiasan Asosiasi Dekat).

Teori belajar Contiguous Conditioning (Pembiasan Asosiasi Dekat) adalah


sebuah teori belajar yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan
kedekatan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan. Contiguous
Conditioning sering di sebut sebagai teori belajar istimewa dalam arti penting
sederhana dan efesien, karena di dalamnya hanya terdapat satu prinsip, yaitu
kontiguitas (contiguity) yang berarti kedekatan asosiasi antar stimulus-respon.

Menurut teori ini, apa yang sesunggunya di pelajari orang, misalnya seorang
siswa, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau
stimulus. Artinya, setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali untuk
selamanya atau sama sekali tak terjadi (Raber, 1989:153)

Dalam kenyataan sehari-hari, memang acapkali terjadi peristiwa belajar


dengan Contiguous Conditioning sederhana seperti: mengasosiasikan 2 + 2 dengan
4; mengasosisikan kewajiban di bulan ramadhan dengan berpuasa; dan
mengasosiasikan 17 Agustus dengan hari kemerdekaan RI. Belajar dengan
kontiguitas sederhana seperti asosiasi-asosiasi tersebut dapat terjadi misalnya dengan
menyajikan stimulus-stimulus berikut ini:

Dua tambah dua sama dengan……

Kewajiban di bulan ramadhan adalah ….

Tanggal 17 Agustus adalah …..

Namun demikian, perlu dicatat bahwa teori belajar Contiguous Conditioning


sebagai salah satu cabang mazhab behaviorisme itu dapat diterima begitu saja

5
M. Mochlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran,
(Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), Hlm 57-59
terutama mengingat kecenderungannya yang serba mekanisme dan otomatis seperti
robot atau mesin.6

5. Cognitive Theory (Teori Kognitif).

Teori psikologi kogniti fadalah bagian terpenting dari sains kognitif yang
telah member kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar.
Sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas: psikologi kognitif,
ilmu-ilmu computer, linguistic, intelegensi buatan, matematika, epistimologi, dan
psikologi syaraf.

Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal,


mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang
tampak tak dapat di ukur dan di terangkan tanpa melibatkan proses mental yaitu:
motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

Keyakinan principal yang dianut oleh para behavioral adalah peranan


“refleks”, yakni reaksi jasmaniah yang tidak memerlukan kesadaran mental. Apapun
yang dilakukan manusia, termasuk kegiatan belajar adalah kegiatan refleks belaka.
Dalam perspektif psikologi kognitif, peristiwa yang di gambarkan oleh peristiwa
seperti tadi adalah na’if.7

6. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) adalah sebuah teori belajar yang
muncul belakangan dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.berbeda dengan
penganut behaviorisme lainnya. Tokoh yang mempopuerkan teori ini adalah Albert
Bandura, yang berpandangan bahwa tidak hanya merupakan refleks otomatis atau
stimulus (S-R) Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagaihasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.

Ada dua prinsip teori pembelajaran ini, yaitu peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih mementingkan

6
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Hlm 101-102
7
Ibid, Muhibbin Syah, hlm.103
conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku social mana yang perlu dilakukan.8

C. Proses dan Fase Belajar

1) Pengertian Proses Belajar

Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti
“berjalan ke depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan
yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses
adalah: Any change in any object or organism, particulary a behaioral or
psychological change (Proses adalah suatu perubahan khususnya yang
menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam psikologi
belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya
beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber,
1988).

Jika kita perhatikan ungkapan any change in any object or organism dalam
definisi Chaplin di atas dan kata-kata “cara-cara atau langkah-langkah” (manners
or operations) dalam definisi Reber tadi, istilah “tahapan perubahan” dapat kita
pakai sebagai padanan kata proses. Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai
tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam
diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif alam arti berorientasi ke arah yang
lebih maju daripada keadaan sebelumnya.

Dapat disimpulkan bahwa proses belajar adalah suatu aktifitas psikis


ataupun mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan setumpuk perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Setiap jenis belajar mengandung suatu proses belajar tersendiri yang


memiliki kekhususan tersendiri, namun semua jenis belajar ini meliputi suatu
prses belajar yang menunjukkan gejala-gejala ang terdapat pada semua proses
belajar.

8
M. Mochlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran,
(Yogyakarta:SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), Hlm 61
2) Fase-fase dalam Proses Pembelajaran

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa belajar merupakan peristiwa


internal atau dalam diri individu yang belajar. Untuk memperjelas keterangan
tentang proses belajar akan digambarkan tentang fase-fasenya.

Adapun fase-fase belajar yang dikemukakan oleh Robert Gagne ada 8 fase,
yaitu:

a) Motivation

Motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai


penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Guru merupakan
factor yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut
dengan cara memenuhi kebutuhan siswa.Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan
untuk diterima dan dicintai, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan untuk
merealisasikan diri.

b) Apprehencion

Adalah suatu tahapan pada diri siswa untuk memberikan perhatian pada
bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional bila belajar akan
terjadi, dimana dalam fase ini seseorang memperhatikan stimulus tertentu
kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian
ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa ditafsirkan
sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan
diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa
memperhatikan apa yang akan diucapkan.

c) Acquistion

Fase perolehan adalah suatu tahapan pada diri siswa untuk


memperhatikan informasi yang relevan, maka siswa telah siap menerima
pelajaran. pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan
yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi
yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase
ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi
lama.

d) Retention

Adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan


dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan
informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka
panjang, hal ini terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek
(practice), elaborasi dan lain-lain.

Fase ini berhubungan langsung dengan ingatan, sedangkan ingatan sendiri ada
2 macam, yaitu :

1. Memori jangka pendek, yakni jenis memori yang menyimpan informasi


untuk diproses dalam jangka waktu yang cukup panjang.

2. Memori jangka panjang, berarti suatu informasi disimpan secara permanen.


Maka organisasi, makna, dan konteks adalah merupakan elemen penting
dalam memori jangka panjang.

e) Recall and retrieval

Adalah Fase pemanggilan dimaksudkan bahwa informasi dalam


memori jangka panjang dapat hilang sehingga bagian penting dari belajar
adalah belajar untuk memperoleh hubungan dari apa yang telah kita pelajari
untuk memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Fase mengingat
kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori ini,
kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan
hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu
informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan
baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga
lebih mudah dipanggil.
f) Generalisation

Adalah penerapan tahapan ataufase transfer informasi, pada situasi-


situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta
mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.

g) Performance

Adalah fase penampilan adalah suatu tahapan pada diri siswa untuk
memperlihatkan kemampuan mereka bahwa siswa dapat belajar dari sesuatu
melalui penampilan yang tampak, seperti mempelajari struktur kalimat dalam
bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar.

h) Feedback

Adalah suatu tahapan pada diri guru untuk memberikan umpan balik
kepada siwa sebagai perwujudan bahwa siswa telah mengerti atau belum
mengerti tentang apa yang diajarkan.

Menurut Jerome S. Brunner, salah seorang penentang teori S-R Bond, dalam proses
pembelajaran siswa menempuh tiga fase, yaitu:

1. Fase Informasi ( Tahap Penerimaan Materi )

Dalam fase informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah
keterangan mengenai materi yan sedang dipelajar. Diantara informasi yan diperoleh itu
ada yang sama sekali baru dan berdiri sendiri ada pula yang berfungsi menambah,
memperluas, dan memperdaln pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.

2. Fase Transformasi ( Tahap Pengubahan Materi )

Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu di analisis, diubah, atau
ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada
gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Bagi siswa pemula, fase ini
akan berlangsung lebih mudah apabila disertai dengan bimbingan anda selaku guru yang
diharapkan kompeten dalam mentransfer strategi kognitif yan tepat untuk melakukan
pembeljaran materi pelajaran tertentu.

3. Fase Evaluasi

Dalam fase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh manakah
pengetahuan ( informasi yng telah di transformasikan tadi ) dapat dimanfaatkan untuk
memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut Arno F Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of learning, setiap proses
belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu: 1) acquisition(tahap
perolehan/penerimaan informasi); 2) storage(tahap penyimpanan informasi); 3)
retrieval(tahap mendapatkan kembali informasi).

Pada tingkatan acquisition seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan
melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru.
Pada tahap ini terjadi pila asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam
keseluruhan perilakunya. Proses acquisitiondalam belajar merupakan tahap paling
mendasar. Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap
berikutnya.

Pada tingkatan storage seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses
penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia proleh ketika menjalani proses
acquitision. Peristiwa ini sudah tentu melibatkan fungsi short term dan long term memori.

Pada tingkatan retrieval seorang siwa akan mengaktifkan kembai fungsi-fungsi sistem
memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses
retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan
memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol,
pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atau stimulus yang sedang dihadapi.

D. Aplikasi teori belajar dalam kurikulum dan pembelajaran

Perubahan sistem nilai dan pola kehidupan sebagai dampak laju


perkembangan IPTEK dan proses globalisasi, secara tidak langsung menuntut
prasyarat kemampuan manusia untuk memperoleh peluang partisipasi di dalamnya.
Dalam konteks keterbukaan dunia, manusia akan hidup dalam masyarakat mega
kompetisi yang terus mnerus mengejar kualitas dan keunggulan 9. Masyarakat masa
depan menuntut bercirikan kreatif kritis, fleksibel, terbuka, inovatif, tangkas
(“dexterity”), kompetitif, terhadap masalah, menguasai informasi, mampu bekerja
dalam “team work” lintas bidang, dan mampu beradaptasi terhadap perubahan10.

Tidak memadai lagi untuk menyiapkan sumber daya manusia abat mega
kompetisi. Model pembelajaran yang menekankan proses deduksi, proses tranfer
pengetahuan oleh guru kepada siswa tidak mampu menjangkau kecepatan perubahan
yang terjadi adalah indikasi dan ketidakmampuan model pembelajaran yang
menekankan proses tranfer pengetahuan dalam memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja
yang berkembang.

Dalam kerangka mempersiapkan abad 21 yang hidup dalam nuansa


masyarakat pengetahuan dan mega kompetisi dengan gelombang perubahan yang
sedemikian cepat, dibutuhkan tidak hanya bersifat deduktif tetapi juga induktif. Model
pembelajaran yang dibutuhkan tidak hanya bersifat umum yang “transferable” tetapi
harus lebih bersifat “situation spesific”, tidak hanya penguasaan materi bersifat
individual tetapi harus lebih “soccially shared performance”, tidak hanya
menghasilkan kemampuan berpikir yang terpisah (tollless thought”).

Tetapi harus lebih pada penggunaan peralatan kognitif (“cognitive tools”), dan
tidak hanya mengembangkan berpikir simbolik abstrak tetapi harus lebih pada
perolehan pengalaman langsung dalam interaksinya dengan objek dan situasi riil di
lapangan11. Model pembelajaran yang perlu dikembangkan dan diimplementasikan
pada semua tingkat pendidikan, adalah model pembelajaran dengan paradigma baru,
yaitu yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah,
berkembangkannya “sense of enquairy” dan kemampuan berpikir kreatif 12. Suatu
model pembelajaran yang kondusif bagi berkembangnya kemampuan dasar untuk -
“basic learning tools” yang memungkinkan individu untuk berkembang dan mencipta
diri seoptimal mungkin.

Landasan pengembangan desain pembelajaran mengacu pada tuntutan


perubahan orientasi pembelajaran sebagai implikasi dari gelombang perubahan dalam
segala dimensi kehidupan manusia, landasan pengembangan desain pembelajaran
9
Tilaar, H. A. R. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21. (Magelang: Tera
Indonesia). Hlm 53
10
Semiawan, Conny R 1998. Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal
Mungkin. (Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud) Hlm 10
11
Semiawan, Conny R. Dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. (Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia).
Hlm 10-11
12
De Vito, Creative Wellsprings for ScienceTeaching. (West Laffayette, Indiana: Crveative Venture). Hlm 120
juga tidak luput dari pergeseran. Teori belajar behavionturisme yang telah sekian lama
menjadi pijakan dalam pengembangan desain pembelajaran, kini sudah tidak cukup
memadai. Dengan masuknya teori belajar kognitif yang didukung oleh humanistik
pun nampaknya juga belum mampu menjangkau tuntutan perubahan tersebut. Teori
belajar behaviorisme memandang bahwa belajar sebagai perubahan perilaku yang
terjadi sebagai rangkaian stimulus respon, artinya proses memberikan respon tertentu
kepada stimulus yang datang dari luar. Proses ini terjadi oleh unsur dorongan dari
dalam (drive), stimulus yang merangsang timbulnya respon, respon berupa reaksi
terhadap rangsang yang teramati, dan adanya unsur penguat bagi timbulnya respon
serupa. Tekanan dari teori ini adalah pada akibat atau efek dari suatu penguatan
(reinforcement), latihan (praktek), dan motivasi eksternal. Pendidik atau guru yang
menggunakan kerangka behavioristik dalam desain pembelajaran, menyusun
materi/bahan menjadi bagian-bagian kecil yang dinyatakan dalam bentuk
kemampuan/keterampilan tertentu. Bagian-bagian ini kemudian disusun secara
hirarkhis dari yang sederhana sampai yang sangat kompleks, dengan mengandaikan
bahwa mendengarkan penjelasan guru dan turut terlibat dalam suatu pengalaman akan
memberikan pengaruh pada perubahan perilaku atau hasil belajar tertentu. Dalam
kontek belajar behaviorisme siswa dipandang sebagai subjek yang pasif, butuh
motivasi dari luar, dan dipengaruhi oleh penguatan. Oleh karenanya guru perlu
mengembangkan suatu desain pembelajaran yang terstruktur dengan menentukan
bagaimana siswa dapat dimotivasi, dirangsang, dan dievaluasi. Kemajuan belajar
siswa diukur dengan hasil yang dapat diamati. Berbeda dengan behaviorisme, teori
belajar kognitivisme memandang bahwa belajar bukan sekedar pembentukan tingkah
laku yang diperoleh karena pengulangan hubungan stimulus respon diserta penguatan-
penguatan, tetapi lebih merupakan fungsi pengalaman-pengalaman perseptual dan
proses kognisi yang mencakup ingatan, retensi, lupa, pengolahan informasi, dan
sebagainya13.

Proses belajar di dalamnya mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan


menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang diperoleh dari pengalaman-
pengalaman sebelumnya sehingga terjadi perubahan perilaku. Dengan demikian
belajar terjadi secara internal, hasil belajar berupa perubahan struktur kognitif yang
menekankan pada pemahaman atas fakta, dan perlunya pemahaman terhadap apa

13
Ibid. De Vito. Hlm 120
yang sekarang dihadapi dengan apa yang pernah dihadapi sebelumnya. Implikasi teori
belajar kognitivisme dalam pengembangan desain pembelajaran adalah bahwa:

1. Siswa akan lebih mudah mengingat dan memahami suatu pelajaran jika pelajaran
itu disusun berdasarkan pola dan logika tertentu. Materi/bahan pelajaran disusun dari
yang sederhana menuju yang rumit dan kompleks.

2. Belajar dengan pemahaman lebih baik daripada hafalan, sesuatu yang baru harus
memiliki kesesuaian dengan struktur kognitif sebelunya. Pembelajaran dirancang
untuk dapat menunjukkan keterkaitan antara apa yang akan dipelajari siswa dengan
apa yang telah diketahui/dikuasai sebelumnya.

3. Program pembelajaran dirancang bagi terjadinya proses umpan balik, sehingga


siswa dapat mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai dan kegagalan yang
dialami.

4. Desain pembelajaran yang memperhatikan perbedan individual, terutama dari


aspek kognisi siswa di samping aspek-aspek kepribadian yang lainnya. Sesuai dengan
paradigma baru pembelajaran yaitu bahwa siswa bukan lagi sebagai objek
pembelajaran, individu yang belum dewasa, belum memiliki pengetahuan dan
keterampilan, yang pasif menerima apa yang diprogramkan guru. Tetapi siswa adalah
subjek yang harus dipandang sebagai individu yang sedang tumbuh berkembang ke
arah kematangan, penuh dengan potensi, dan memiliki dorongan untuk
mengembangkan mencipta diri dalam wujud dorongan untuk belajar mengetahui,
belajar berpikir, belajar melakukan sesuatu, dan belajar menjadi dirinya. Untuk ini
desain pembelajaran yang dikembangkan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, berkembangkannya “sense of enquairy”
dan kemampuan berpikir kreatif.14. Suatu model pembelajaran yang kondusif bagi
berkembangnya kemampuan dasar untuk - “basic learning tools” yang memungkinkan
individu untuk berkembang dan mencipta diri seoptimal mungkin. Berkenaan dengan
itu landasan pengembangan desain pembelajaran untuk ke depan perlu disesuaikan
dengan tuntutan perubahan paradigama pembelajaran tersebut. Landasan teori belajar
behaviorisme dan kognitivisme nampaknya mulai perlu dipertimbangkan dan lebih
mengarah pada teori belajar konstrutivisme. Kaum konstruktivis memandang belajar
sebagai proses aktif mengkonstruksi arti atau makna dari suatu objek apakah itu teks,
14
Ibid. De Vito. Hlm 120
dialog, atau pengalaman fisik tertentu15. Belajar merupakan proses asimilasi dan
konstruksi hubungan antara pengalaman atau materi yang sedang dipelajari dengan
pengertian yang sudah dimiliki seseorang sebelumnya. Poses belajar menurut teori
konstruktivisme dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Siswa akan lebih mudah mengingat dan memahami suatu pelajaran jika pelajaran
itu disusun berdasarkan pola dan logika tertentu. Materi/bahan pelajaran disusun dari
yang sederhana menuju yang rumit dan kompleks.

2. Belajar dengan pemahaman lebih baik daripada hafalan, sesuatu yang baru harus
memiliki kesesuaian dengan struktur kognitif sebelunya. Pembelajaran dirancang
untuk dapat menunjukkan keterkaitan antara apa yang akan dipelajari siswa dengan
apa yang telah diketahui/dikuasai sebelumnya.

3. Program pembelajaran dirancang bagi terjadinya proses umpan balik, sehingga


siswa dapat mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai dan kegagalan yang dialami
berikut sumber-sumber kegagalanya.

4. Perubahan paradigma aktivitas pembelajaran bagi terwujudnya aktivitas


pembelajaran dikelas melalui siswa aktif. Keaktivan siswa dalam proses pembelejaran
dicirikan oleh dua aktivitas, yaitu aktif dalam berpikir – “minds on” dan aktif berbuat
– “hands on”16. Kedua bentuk aktivitas saling terkait. Aktivitas yang dilakukan siswa
dalam pembelajaran merupakan hasil dari keterlibatan berpikirnya terhadap objek
belajar, sedangkan pengalaman dari melakukan aktivitas tertentu diolah dalam
kerangka berpikir dan struktur pengetahuan yang dimiliki untuk kemudaian
membangun suatu pengetahuan baru. Dengan demikian siswamengembangkan
pemahaman atau mengubah pemahaman sebelumnya menjadi lebih baik, dan dari
pemahaman baru ini melalui proses pengolahan dan refleksi lebih lanjut
memungkinkan bagi lahirnya tindakan lain sebagai manifestasi dari keingintahuannya.
Proses siswa aktif dalam pemebelajaran merupakan proses yang terus berkembang
tiada henti. Agar siswa dapat aktif terlibat dalam proses pembelajaran diperlukan
adanya proses pembiasaan.

BAB III

15
Suparno, Paul dkk 2002. Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. (Yogyakarta: Kanisius) Hlm 61
16
Ibid. Suparno, Paul dkk Hlm 42
PENUTUP

A. Kesimpulan

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku ataupun potensi
perilaku sebagai dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Ciri-ciri belajar yaitu yang
memenuhi 9 unsur-unsur pokok yaitu ; Perilaku (Siswa yang bertindak belajar), Tujuan
(Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup), Proses (Internal pada diri pembelajar),
Tempat (Sembarang tempat), Lama waktu (Sepanjang hayat), Syarat terjadi (Motivasi
belajar kuat), ukuran keberhasilan (Dapat memecahkan masalah), Faedah (Mempertinggi
martabat pribadi) hasil. ( Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring).

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi


proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran dan tabiat, serta
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik
agar dapat belajar dengan baik.

B. Saran

Untuk membuat pendidikan ini berjalan lebih baik lagi, para siswa harus
meningkatkan belajarnya dan aktif ketika pelajaran berlangsung. Dan bagi seorang guru
harus menggunakan metode pengajaran yang lebih baik lagi, ketika pembelajaran
berlangsung. Yang membuat siswa merasa senang di kelas dan menggugah selera siswa
untuk lebih rajin dalam belajar baik dalam kelas maupun nanti ketika di rumah. Untuk itu
cara pengajarannya pun harus yang menarik agar tidak membuat jenuh.
DAFTAR PUSTAKA

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, cet 3; Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, cet 17; Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Suparno, Paul dkk 2002. Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. (Yogyakarta: Kanisius)
M. Mochlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran, (Yogyakarta:
SUKA-Press UIN Sunan KaliJaga, 2012
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Anda mungkin juga menyukai