Kelompok 2 :
1. Fransiska Disa Desiana ( 1753052009 )
2. Miranda Putri ( 1713052041 )
3. Sindika Dwi Putri ( 1713052001 )
4. Yuli Hasanah ( 1713052021 )
5. M. Akbar A.Sanusi Al Hanif ( 1753052003 )
Segala Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat
menyelesaikan makalah kelompok berjudul “Realitas” dengan tepat waktu.
Pada awalnya terdapat beberapa kesulitan dan hambatan yang kami dapat
dalam penulisan makalah ini, namun berkat kehendak Tuhan Yang Maha Esa dan
bantuan dari berbagai pihak akhirnya kami mampu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran Mikro Konseling. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca yang membutuhkannya.
Kami sangat sadar bahwa didalam makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan kekurangan baik dari kuantitas maupun kualitas. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada semua
pihak yang telah membacanya. Atas kritik dan saran para pembaca kami ucapkan
terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 13
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang penuh dengan masalah. Tiada seorang pun
hidup di dunia ini tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun orang
lain. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap
permasalahan hidupnya. Manusia yang mampu menyesuaikan diri dengan realitas
yang ada dan memiliki identitas adalah manusia yang dapat berkembang dengan
baik dan sehat. Untuk membantu manusia keluar dari masalahnya dan
memperoleh identitas diperlukan suatu terapi.
Di balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas
keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar
psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan
untuk merasakan bahwa Ia berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
1.3 Tujuan
1. Pembaca menjadi paham apa asumsi dasar manusia realitas
2. Pembaca mengetahui dan memahami karakteristik konseli dan konselor
3. Pembaca mengetahui tujuan dari konseling realitas
1
4. Pembaca mengetahui dan memahami prosedur dan teknik konseling
realitas
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berkualitas dengan baik maka individu harus berhubugan dengan orang lain; yakni
orang-orang yang dekat dengan kita dan nyaman bila didekatnya. Ada dua pokok
inti dalam konseling realitas yang dijadikan sebagai titik tolak kegiatn pada
konseling Realitas dalam menganalisis masalah-masalah klein, antara lain :
1. Right : adalah kebenaran dari tingkah laku seseorang dengan standar norma
yang berlaku baik itu norma agama, hukum, dan lain-lain.
2. Reality : adalah kenyataan, yaitu individu bertingkah laku sesuai dengan
kenyataan yang ada.
3. Responbility : adalah bertanggung jawab, yaitu tingkah laku dalam
memenuhi kebutuhan dengan menggunakan cara yang tidak merugikan
orang lain.
Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu
para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang
mencangkup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk
merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring
lain”.
4
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu
“kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas
keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas.
Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa
mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa
mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah
laku.
Konselor realita menekankan pada pentingnya pilihan dan tangung jawab individu
dalam berperilaku. Karena individu memilih apa yang ia lakukan berarti bahwa
individu tersebut hendaknya bertangung jawab terhadap perilaku yang dipilihnya.
Untuk itu konselor hendaknya membantu individu menyadari adanya fakta bahwa
individu tersebut bertangung jawab terhadap apa yang dilakukanya.
Konselor realita berupaya menjadi dirinya sendiri dalam proses konseling. Untuk
itu, ia dapat mengunakan hubungan untuk mengajar para konseli bagaima
berinteraksi dengan orang lain dalam hidup mereka. Transferensi merupakan cara
konselor dan konseli menghindar untuk menjadi diri mereka sendiri dan memiliki
apa yang dikerjakan saat ini. Hal tersebut tidak realistis bagi konselor untuk
menjadi orang lain dan bukan menjadi dirinya sendiri.
5
3) Penekanan konseling pada saat sekarang
Beberapa konseli datang ke konseling yakin bahwa masalahnya berawal dari masa
lalu dan mereka harus merevisi masa lalu tersebut agar mereka dapat terbantu
melalui konseling. Glasser menyakini bahwa kita adalah produk dari masa lalu
tetapi kita bukan korban masa lalu kecuali kita memilih untuk menjadi korban
masa lalu tersebut. Glasser tidak menyetujui pandangan bahwa kita harus
memahami dan merevisi masa lalu agar dapat berfungsi dengan baik saat ini.
Menurutnya, kesalahan apapun yang dibuat pada masa lalu tidaklah berhubungan
dengan masa sekarang. Kita dapat memuaskan kebutuhan kita pada saat sekarang.
Walaupun demikian konseling realita tidak menolak sepenuhnya masa lalu. Jika
konseli ingin bicara tentang keberhasilan masa lalunya atau hubungan yang baik
pada masa lalu, konselor akan mendengarkan karena hal tersebut mungkin diulang
pada masa sekarang. Konselor akan mengunakan waktu hanya secukupnya bagi
kegagalan masa lalu konseli untuk menyakinkan para konseli bahwa konselor
tidak menolajk mereka.
6
2.4 Tujuan Konseling
7
yang dikemukakan Rogers. Keterlibatan yang dicapai konselor dapat menjadi
fungsi kebebasan, tanggung jawab dan otonomi pada klien.
Konseling realitas berfokus pada perilaku tidak pada perasaan dan sikap.
Hal ini menurut Glasser karena perilaku dapat diubah dan dapat dengan mudah
dikendalikan jika dibandingkan dengan perasaan atau sikap. Konselor dapat
meminta klien untuk “merasa yang lebih baik”. Melakukan yang lebih baik pada
akhinya akan dapat merasakan yang lebih baik. Antara perasaan (feeling) dengan
perilaku pada dasarnya memiliki hubungan.
Konseling realitas memandang tidak perlu melihat masa lau klien. Masa
lalu tidak dapat diubah dan membuat klien tidak bertanggung jawab terhadap
pengalaman-pengalaman yang irrasional di masa lalunya, hal ini sejalan dengan
tujuan konseling Glasser ada tiga tahap, yaitu membantu klien (1) melihat
perilakunya (yang terakhir) adalah yang tidak realistik (2) menolak perilaku klien
yang tidak bertanggung jawab (3) mengajarkan cara yang terbaik menemukan
kebutuhan dalam dunia riil.
4. Pertimbangan Nilai
5. Pentingnya Perencanaan
8
mencapai hal ini konselor bertugas membantu klien untuk memperoleh
pengalaman berhasil pada tingkat-tingkat yang sulit secara progresif.
6. Komitmen
Adakalanya rencana yang telah disusun dan telah ada komitmen klien
untuk melaksanakan, tetapi tidak dapat dilaksanakan atau mengalami kegagalan.
Ketika klien melaporkan alasan-alasan kegagalan ini, sebaliknya konselor
menolak menerima alasan-alasan kegagalan ini, sebaliknya konselor menolak
menerima dalih atau alasan-alasan yang dikemukakan klien. Justru saat itu
konselor perlu membuat rencana dan membuat komitmen baru untuk melasanakan
upaya lebih lanjut. Konselor tidak perlu menanyakan alasan-alasan mengapa tidak
dilaksanakan atau mengapa kegagalan itu terjadi. Yang lebih penting bagi
konselor adalah mena-nyakan apa rencana lebih lanjut dan kapan mulai
melaksanannya.
8. Menghilangkan Hukuman
9
Peranan Konselor dalam Konseling realitas didasarkan pada antisipasi
bahwa klien menganggap sebagai orang yang bertanggung jawab ini akan
membantu klien untuk mencapainya sendiri. Konslor dapat memberikan
dorongan, dengan jalan memuji klien ketikan melakukannya jika klien tidak
melakukannya.
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Dalam
membantu klien dalam menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa
menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
10
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien
2. Menggunakan humor
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun
4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi
tindakan
5. Bertindak sebagai model dan guru
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk
mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis;
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang
lebih efektif.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konseling realita (reality counseling atau reality therapy) dikembangkan
oleh William Glasser pada tahun 1960-an sebagai reaksi penolakan terhadap
konsep-konsep dalam konseling psikoanalisa. Glasser memandang Psikoanalisa
sebagai suatu model perlakuan yang kurang memuaskan, kurang efektif, dan oleh
karena itu ia termotivasi untuk memodifikasi konsep-konsep psikoanalisa dan
mengembangkan pemikirannya sendiri berdasarkan pengalaman hidup dan
pengalaman klinisnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi. 2010. Refika Aditama
Hansen, James C. Richard R. Stevic, dan Richard W. Warner, Jr. 1982.
Counseling: Theory and Process. Boston; allyn and Bacon. Inc.
Prayitno. 1998. Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Pujosuwartno, Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta
: Menara mas Offset.
13