Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT

“PARENTERAL”

Oleh :

ANJELI KHAIRUNNISA
BP. 1701106

Kelas : 6B

Dosen : HENNI ROSAINI,S.Si,M.Farm

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFARM)

PADANG

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “SISTEM PENGHANTARAN OBAT PARENTERAL” ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Sistem Penghantaran Obat. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sistem Penghantaran Obat
Parenteral bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu HENNI ROSAINI,S.Si,

M.Farm yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah


pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 11 April 2020

Anjeli Khairunnisa

ii
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4


2.1 Defenisi dari sediaan parenteral.......................................................4
2.2 Sejarah dari sediaan parenteral.......................................................4
2.3 Pembagian dan cara penggunaan masing- masing sediaan
parenteral............................................................................................5
2.4 Syarat- syarat sediaan parenteral....................................................6
2.5 Bentuk sediaan parenteral konvensional.........................................6
2.6 Alasan dan tujuan pengembangan sediaan parenteral..................7
2.6.1 Alasan........................................................................................7
2.6.2 Tujuan.......................................................................................8
2.7 Bentuk sediaan parenteral yang dimodifikasi dan cara
penggunaannya..................................................................................8
2.7.1 INJEKSI....................................................................................8
a. Larutan................................................................................8
b. Dispersi koloid....................................................................8
c. Microparticles.....................................................................9
d. Released Erythrocytes........................................................9
2.7.2 IMPLANT.................................................................................9
2.7.3 INFUSION DEVICE................................................................9
a. Sistem pengiriman obat diaktifkan tekanan osmotic......9
b. Sistem pengiriman obat diaktifkan tekanan uap............9
c. Sistem pengiriman obat bertenaga baterai .....................9
2.8 Keuntungan dan kelemahan bentuk konvensional dan modifikasi
.............................................................................................................10
2.8.1 Keuntungan..............................................................................10
2.8.2 Kelemahan................................................................................10

BAB III PENUTUP..........................................................................................11


3.1 Kesimpulan.........................................................................................11
3.2 Saran....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sediaan parenteral merupakan salah bentuk sediaan farmasi yang


masih banyak digunakan, terutama digunakan di puskesmas dan rumah sakit.
Sediaan parenteral merupakan salah satu produk steril yakni sediaan dalam
bentuk terbagi bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup (Lachman &
Lieberman, 1994).

Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan
steril berupa  larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput
lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.

Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang
diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam
kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki
pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran
mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba
dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat
diterima.

Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian yaitu intravena,


intraspinal, intramuskuler, subkutis dan intradermal. Apabila injeksi diberikan
melalui rute intramuscular, seluruh obat akan berada di tempat itu. Dari
tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di sekitarnya secara
difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai utuk bahan obat ,
baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu
dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara
kimia. Bahkan bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat
diterima lewat intramuskuler, begitu juga pembawanya bukan hanya air
melainkan yang non air juga bisa. Hanya saja apabila berupa larutan air harus
diperhatikan pH larutan tersebut. 

1
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang
berarti disamping atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara
menyuntikkan obat di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau
membran mukosa. Karena rute ini disekitar daerah pertahanan yang sangat
tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan selaput/membran mukosa, maka kemurniaan
yang sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Yang dimaksud dengan
kemurnian yang tinggi itu antara lain harus steril.

Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume


kecil sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar,
yang biasa diberikan secara intravena. Produk parenteral, selain diusahakan
harus steril juga tidak boleh mengandung partikel yang memberikan reaksi
pada pemberian juga diusahakan tidak mengandung bahan pirogenik. Bebas
dari mikroba (steril) dapat dilakukan dengan cara sterilisasi dengan
pemanasan pada wadah akhir, namun harus diingat bahwa ada bahan yang
tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat dilakukan teknik aseptic.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa defenisi dari sediaan parenteral ?


2. Bagaimana sejarah dari sediaan parenteral ?
3. Apa saja pembagian dan cara penggunaan masing- masing sediaan
parenteral ?
4. Apa saja syarat- syarat sediaan parenteral ?
5. Apa saja bentuk sediaan parenteral konvensional ?
6. Apa alasan dan tujuan pengembangan sediaan parenteral ?
7. Apa saja bentuk sediaan parenteral yang dimodifikasi dan cara
penggunaannya ?
8. Apa saja keuntungan dan kelemahan bentuk konvensional dan modifikasi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui defenisi dari sediaan parenteral.
2. Mengetahui bagaimana sejarah dari sediaan parenteral.
3. Mengetahui pembagian dan cara penggunaan masing- masing sediaan
parenteral.
4. Mengetahui apa saja syarat- syarat sediaan parenteral.

2
5. Mengetahui macam- macam bentuk sediaan parenteral konvensional.
6. Mengetahui apa alasan dan tujuan pengembangan sediaan parenteral.
7. Mengetahui apa saja bentuk sediaan parenteral yang dimodifikasi dan cara
penggunaannya.
8. Mengetahui apa saja keuntungan dan kelemahan bentuk konvensional dan
modifikasi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Obat Parenteral

Obat parenteral adalah obat yang diberikan dengan memasukan obat


tertentu ke dalam jaringan tubuh dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir atau menembus satu atau lebih lapisan
kulit atau membran mukosa menggunakan alat suntik (Depkes RI 1994).

2.2 Sejarah Sediaan Parenteral

Tahun 1616, William Harvey, seorang dokter dan ahli fisiologis Inggris
mendeskripsikan tentang sirkulasi darah dalam tubuh manusia. Harvey
berkeyakinan bahwa kematian akibat gigitan ular beracun terjadi krn racun
daibsorpsi melalui vena dan disirkulasikan ke tubuh. Tahun 1665, Sir
Christoper Wren berhasil menidurkan anjing dengan cara menyuntikkan
opium ke dalam (melalui) vena kaki belakang dengan bantuan jarum (dari
bulu angsa) yang disambungkan pada kantong kemih (bladder) hewan.
Prosedur ini selanjutnya dicobakan pula ke manusia. Tahun 1836, Lafarque,
seorang ahli bedah Peracis merobek kulit dengan piasau bedah kecil yang
telah direndam dalam larutan morfin untuk pengobatan neuralgia. Tahun
1853, Gabriel Pravaz, seorang ahli bedah dari Pereancis memperkenalkan alat
suntik berpepncebur (plunger). Bentuk alat suntik ini banyak digunakan.
Tahun 1860, Pengobatan secara subkutan telah dipraktekkan walaupun
dengan jumlah obat yang masih terbatas. Tahun 1880, dokter mempraktekkan
secara luas pembuatan larutan injeksi dari tablet triturasi pada saat akan
disuntikkan. Tahun 1890-an pustaka bidang kedokteran mengemukakan
pentingnya mensterilkan, baik alat suntik maupun larutan obat. Dengan
kemajuan berupa penemuan saringan (filter) bakteri, maka secara bertahap hal
ini memberikan kontribusi pada perkembangan pengobatan secara parenteral.
Lalu, Stanislaus Limausin, seorang farmasis Perancis mengembangkan
kontener untuk penyimpanan larutan steril, dan menamakannya ampoule
(ampul). Kontener gelas tersebut mempunyai leher panjang yang ujungnya
terbuka. Abad ke 20, Ehrlich berhasil mensintesis arsfenamin dan hal ini
secara dramatis memacu perkembangan terapi parenteral. Reaksi piretik
(kenaikan suhu tubuh) berlanjut dan terkait dengan pemberian obat secara
4
parenteral. Tahun 1911, Florence Seibert membuktikan bahwa sumber rekasi
piretik berasal dari air yang digunakan untuk pembuatan larutan, Karena air
tidak di destilasi dan disimpan secara biak serta engandung pirogen yang
merupakan hasil metabolism mikroorganisme. Zat ini yang merupakan
penyebab reaksi demam pada pasien yang menerima injeksi secara parenteral.
Tahun 1923, Kausch menggagas injeksi glukosa secara intravena. Sesudah
ditemukan air bebas pirogen baru digunakan secara luas untuk pembuatan
larutan isotonis dan sebagai sumber kalori. Tahun, 1926, monografi resmi
pertama dari larutan injeksi tampil dalam monografi National Formulary V
(NF V) Amerika dengan judul “ampuls”.

2.3 Pembagian dan cara pemberian masing- masing

Pembagian berdasarkan rute yaitu :

1. Rute Transdermal (ID)

Rute transdermal obat disuntukkan pada lapisan superfisial kulit.


Melalui rute ini, volume larutan yang disuntikkan biasanya dalam jumlah
kecil, hanya 0,1 mL untuk sekali pakai. Biasanya cara ini dicadangkan
untuk pengujian diagnostika dan dalam jumlah terbatas untuk vaksin.

2. Rute Subkutan (Sc)

Injeksi volume kecil dilakukan pada jaringan longgar di bawah kulit,


biasanya pada permukaan terluar dari lengan datau paha.

3. Rute Intramuskular (IM)

Intramuskular artinya diantara jaringan otot. Cara ini kecepatan


absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan
langsung pada serabut otot yang letaknya dibawah lapisan subkutis.
Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume injeksi 1 samapi
3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga kecil,
biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½ inci.

4. Rute Intravena (IV)

5
Penyuntikan langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk
mendapatkan efek segera. Volume pemberian dapat dimulai Dari 1 ml
hingga 100 ml, bahkan untuk infus dapat lebih besar dari 100 ml.

5. Rute Peritoneal

Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara


cepat diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara
intraspinal, im,sc, dan intradermal.

6. Rute Intratekal
Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal
atau ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah
yang berkenaan langsung pada SSP.

2.4 Syarat- syarat sediaan parenteral

1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan
pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan
sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antara bahn
obat dengan material dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman.
5. Bebas Pirogen.
6. Isotonis, yaitu tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis cairan
tubuh. Di luar isotonis disebut paratonis, meliputi: hipotonis dan hipertonis.
7. Isohidris, yaitu pH larutan sama dengan pH darah. Kalau bisa pH sama
dengan pH darah, tapi tidak selalu, tergantung pada stabilitas obat.
8. Bebas partikel melayang
2.5 Bentuk sediaan parenteral konvensional
Beberapa sediaan parenteral konvensional terbagi dalam 5 kategori umum
(Lecvhuk, 1992) :
1. Infus
Infus adalah produk parenteral yang digunakan untuk injeksi ke dalam
pembuluh darah vena melalui intravena. Infus dikemas dalam wadah Large
Volume Parenteral (LVP) plastic atau gelas yang cocok untuk intravena.
6
Sistem infus menyediakan kecepatan aliran cairan yang terus menerus dan
teratur. Infus bias diberikan dengan atau tanpa bahan tambahan.
2. Suntikan
Obat suntik atau Small Volume Parenteral (SVP) digunakan untuk pemberian
parenteral. Farmasis rumah sakit biasa terkait dalam penyediaan SVP,
distribusi dan mengontrol produk komersial yang tersedia di rumah sakit dan
penggunaannya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan intravena
admixtures.
3. Sediaan Mata
Sediaan mata termasuk larutan atau suspensi steril yang ditujukan untuk
tetesan topical pada mata atau salep untuk diaplikasikan di area mata.
4. Larutan Dialisis dan Irigasi
Produk larutan dialisis dan irigasi harus memenuhi semua syarat standar infus.
Pencampuran sediaan irigasi biasanya dengan antibiotik, kadang- kadang
dilakukan dibagian farmasis.
5. Larutan untuk terapi inhalasi
Sediaan ini digunakan menggunakan respirator atau alat terapi respiratori
lainnya untuk terapi saluran pernafasan.

2.6 Alasan dan tujuan pengembangan sediaan parenteral


2.6.1 Alasan
1. Kadar obat sampai ke target. Jumlah obat yang sampai ke jaringan target
sesuai dengan jumlah yang diinginkan untuk terapi.
2. Parameter farmakologi. Meliputi waktu paruh, C maks., onset.
3. Jaminan dosis dan kepatuhan. Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan
4. Efek biologis. Efek biologis tidak dapat dicapai karena obat tidak bisa
dipakai secara oral. Contoh: amphoterin B (absorbsi jelek) dan insulin
(rusak oleh asam lambung).
5. Altrenatif rute, jika tidak bisa lewat oral.
6. Dikehendaki  efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi toksik
sistemik. Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk
pengobatan leukimia.
7. Kondisi pasien. Untuk pasien-pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif,
atau tidak bisa dikontrol

7
8. Inbalance (cairan badan dan elektrolit). Contoh: muntah berak serius,
sehingga kekurangan elektrolit yang penting dan segera harus
dikembalikan.
9. Efek lokal yang diinginkan. Contoh: anestesi local.

2.6.2 Tujuan

1.  Mempercepat reaksi obat dalam tubuh untuk mempercepat proses


penyembuhan.
2.  Melaksanakan uji coba obat
3.  Melaksanakan tindakan diagnostic
4. Untuk menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat,khususnya untuk
penderita rawat jalan.
5. Untuk pemberian obat pada penderita yang tidak sadarkan diri.
6. Untuk memperbaiki dengan cepat cairan tubuh atau ketidakseimbangan
elektrolit atau untuk mensuplai kebutuhan nutrisi.
2.7 Bentuk sediaan parenteral yang dimodifikasi dan cara penggunaannya
2.7.1 INJEKSI
a. Larutan
Dapat dimodifikasi dengan meningkatkan viskositas menggunakan MC,
CMC, atau PVT.
b. Dispersi koloid
1. Liposom
Liposom dibentuk oleh perakitan sendiri molekul fosfolipid dalam
lingkungan berair.
2. Niosom
Niosom adalah vesikel surfaktan non ionik yang diperoleh dari
hidrasi surfaktan nonionik sintetis dari alkil atau dialkil poligliserol
eter, dengan atau tanpa penggabungan kolesterol atau lipid lainnya.
3. Polimerik
Polimerik adalah inti nanosized/ dari kopolimer blok amfifilik yang
cocok untuk pengiriman agen hidrofobik dan amfifilik.
4. Nanopartikel
a. Nanosuspension

8
Nanosuspensi adalah dispersi koloid submikron partikel obat yang
diproduksi dengan metode yang sesuai dan distabilkan oleh
surfaktan.
b. Nanoemulsion/ microemulsion
Nanoemulsi/ mikroemulsi adalah dispersi dispersi cair dan air
minyak yang dibuat homogen, transparan (atau tembus cahaya)
dan stabil secara termodinamik dengan penambahan sejumlah
besar surfaktan dan co- surfaktan.
c. Partikel nanolipid padat
d. Nanostructured lipid carriers (NLC)
Nanostructured lipid carriers (NLC) adalah minyak yang dimuat
solid- lipid nanopartikel.
e. Lipid drug conjugate (LDC) nanoparticles
c. Microparticles
1. Mikrosfer
Mikrosfer adalah bubuk mengalir bebas yang terdiri dari partikel
berbentuk bola dengan ukuran idealnya kurang dari 125 mikron.
2. Mikrokapsul
d. Released Erythrocytes
2.7.2 IMPLANT
2.7.3 INFUSION DEVICE
a. Sistem pengiriman obat diaktifkan tekanan osmotic
1. ALZET pompa osmotic
2. Implan infus DUROS
Implan osmotik DUROS adalah silinder titanium miniatur yang non
biodegradable yang dimasukkan untuk memungkinkan terapi spesifik
sistemik atau jaringan untuk obat- obatan molekul kecil, peptida,
protein, DNA dan makromolekul bioaktif lainnya.
b. Sistem pengiriman obat diaktifkan tekanan uap
Prinsip perangkat ini bahwa pada suhu tertentu, cairan dalam
kesetimbangan dengan fase uapnya memberikan tekanan konstan yang
tidak tergantung pada volume penutup.
c. Sistem pengiriman obat bertenaga baterai

9
System ini dapat deprogram untuk mengirimkan obat pada tingkat yang
di inginkan.
2.8 Keuntungan dan kelemahan bentuk konvensional dan modifikasi
2.8.1 Keuntungan
1. Respon fisiologis segera.
2. Untuk obat yang tidak efektif jika diberikan secara oral karena obat
mudah rusak akibat sekresi lambung.
3. Dapat digunakan sebagai pengobatan pada pasien yang tidak sadar.
4. Bila dikehendaki efek lokal.
5. Koreksi gangguan kesetimbangan cairan elektrolit (dengan infus).

2.8.2 Kelemahan
1. Pemberian obat harus oleh personal terlatih.
2. Pemberian obat perlu waktu yang lebih lama.
3. Pemberian obat perlu teknik aseptis.
4. Dapat menimbulkan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan.
5. Sukar menghilangkan efek fisiologis jika obat sudah berada di dalam
sirkulasi sistemik.
6. Harga lebih mahal.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Obat parenteral adalah obat yang diberikan dengan memasukan obat


tertentu ke dalam jaringan tubuh dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir atau menembus satu atau lebih lapisan kulit
atau membran mukosa menggunakan alat suntik. Sediaan parenteral dapat
diberikan melalui beberapa rute seperti IV, IM, SC, ID, dll. Obat parenteral
konvensional berupa infus, injeksi, sediaan mata, larutan dialisis dan irigasi, dan
larutan untuk terapi inhalasi. Obat parenteral juga sudah tersedia dalam bentuk
modifikasi, seperti nanopartikel, mikrokapsul, NLC, dan lainnya.

3.2 Saran

1. Semakin banyak penelitian mengenai sediaan parenteral.

2. Semakin dikembangkan lagi sediaan parenteral, yang dimodifikasi dengan


teknologi yang semakin modern.

3. Banyak dilakukan modifikasi yang dapat mengurangi efek- efek yang tidak di
inginkan sehingga di peroleh produk yang aman.

11
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1984. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Halaman 9, 31, 902.

Fradita,N.F., dkk. 2017. Uji Kesesuaian Aseptic Dispensing Berdasarkan Pedoman


Dasar Dispensing Sediaan Steril Departemen Kesehatan RI di ICU dan NICU
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Pharmaceutical Journal of Indonesia. 3(1):
33-38. Malang: Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya.

Kalyani, M. et al. 2013. Parenteral Controlled Drug Delivery System. International


Journal of Research in Pharmaceutical and Nano Sciences. P 572- 580. ISSN:
2319 – 9563. Narasaraopet, Guntur, Andhra Pradesh, India.

Lachman, L., & Lieberman, H. A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.

Levchuk, J. W. 1992. Parenteral Products in Hospital and Home Care Pharmacy


Practice. Pharmaceutical Dosage Forms : Parenteral Medications. Vol. 1. 2nd
editions. P.249-282. New York: Marcel Dekker.

12

Anda mungkin juga menyukai