Anda di halaman 1dari 8

Penatalaksanaan

Farmakologi Sirosi Hati


Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Hipertensi Portal
Hipertensi Portal HVPG> 5 Profilaksis Preprimer pada varises
mmHg Tidak ada bukti untuk non-selective β blockers
Menyebabkan pengobatan secara khusus
Perubahan gaya hidup / statin / antikoagulan?

Hipertensi Portal
>10 mmHg Profilaksis Primer pada perdarahan
Secara klinis Endoskopi ligasi : Pengulangan hingga
yang signifikan penghancuran terhadap varises
Non-selective β blockers: Bertujuan untuk
mengurangi HVPG ≥20% atau ≤12 mmHg atau
dengan dosis maksimum (denyut jantung>50 bpm
Varices dan tekanan darah sistolik>90 mmHg) (Jika
menggunakan carvedilol 6,25-12,5 mg/hari)
>12 mmHg Pengobatan Perdarahan Akut
Peningkatan resiko Dekompensasi/ Transfusi dengan target haemoglobin 70–90
Karsinoma Hepatoseluler g/L Obat vasoaktif intravena dan endoskopi
Variceal ligasi dalam waktu 12 jam Antibiotik spektrum
meningkatkan resiko
bleeding luas selama 5 hari Mempertimbangkan TIPS
Perdarahan varises pada keadaan darurat jika Child-Pugh C atau B
dengan perdarahan aktif

Profilaksis Sekunder pada Perdarahan

Kombinasi endoskopi ligasi dengan non-


selective β blockers Mempertimbangkan
TIPS/kegagalan pada transplatasi hati
a) Profilaksis primer
Strategi yang efektif dalam profilaksis primer pada pasien sirosis dengan hipertensi portal adalah
dengan pemberian propanolol, nadolol, dan terapi endoskopi terutama ligasi (BL).

b) Profilaksis Sekunder
Setelah mencapai hari ke lima setelah perdarahan tanpa komplikasi, diberikan profilaksis sekunder
dengan kombinasi NSBBs dan mengulang EBL sampai varises sembuh (Bosch and Sauerbruch, 2016).

Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Asites


Secara oral spironolakton dan furosemid diberikan sebagai dosis awal tunggal dalam regimen diuretik
yang normal, dimulai dengan 100 mg spironolakton dan 40 mg furosemid. Spironolakton
direkomendasikan, tetapi efek samping hiperkalemia dan waktu paruh yang panjang membatasi
penggunaanya sebagai agen tunggal. Dosis harian maksimum yang disarankan 400 mg spironolakton
dan 160 mg Furosemid (Tsochatzis et al., 2014).
Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
(a) Terapi albumin
Albumin 1,5 g/kg diberikan pada hari pertama, dan 1 g/kg diberikan pada hari ketiga. Dalam penelitian
keuntungan dari albumin yaitu memiliki kadar bilirubin serum di atas 4 mg/dL, serum kreatinin di atas 1 mg/dL,
dan konsentrasi nitrogen urea darah (BUN) di atas 30 mg/dL.

(b) Terpai Antibiotik


Empiris Pasien dengan spontaneous bacterial peritonitis (SBP) harus menerima terapi antibiotik spektrum luas
yang digunakan sebagai perlindungan terhadap bakteri seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, dan
Streptococcus pneumonia. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan empiris 26 spontaneus
bacterial peritonitis (SBP) yaitu seperti cefotaxime, cefonicid, ceftizoxime, ceftriaxone, ceftazidime, dan
amoksisilin-asam klavulanat. Pengobatan spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dapat diberikan cefotaxime 2 g
setiap 8 jam, atau sefalosporin generasi ketiga yang sama selama 5 hari. Ofloxacin 400 mg peroral setiap 12 jam
selama 8 hari, setara dengan cefotaxime dengan rute intravena. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dengan
episode yang bertahan lama harus menerima profilaksis antibiotik jangka panjang yaitu dengan pemberian
norfloxacim 400 mg atau double kekuatan trimetoprimsulfametoksazol (Wells et al., 2015).
Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Ensefalopati Hepatik
(a) Terapi Laktulosa
Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan ensefalopati hepatik (EH). Laktulosa mempunyai
sifat laksatif, menyebabkan penurunan sintesis uptake ammonia dengan menurunkan pH kolon dan juga
mengurangi uptake glutamin (Hasan, 2014).
Dosis laktulosa yang diberikan adalah (2x15-30 ml) sehari, dan dapat diberikan selama 3 hingga 6 bulan.
Penggunaan laktulosa akan menyebabkan terjadinya penurunan persepsi rasa dan kembung. Selain itu,
penggunaan laktulosa secara berlebihan akan memperparah episode ensefalopati hepatik (EH), karena akan
memunculkan faktor presipitasi lainnya yaitu dehidrasi dan hiponatremia (Zhan and Strammel, 2012).

(b) Terapi Antibiotik


Atibiotik dapat menurunkan produksi ammonia dengan menekan pertumbuhan bakteri yang
bertanggungjawab menghasilkan ammonia, sebagai salah satu faktor presipitasi ensefalopati hepatik. Selain
itu, antibiotik juga memiliki efek anti-inflamasi dan down regulation aktivitas glutaminase. Antibiotik yang
menjadi pilihan saat ini adalah 27 rifaximin, berspektrum luas, dan dapat diserap secara minimal (Perrazo et al.,
2012).
Dosis rifaximin yang diberikan adalah (2x550 mg) dengan lama pengobatan selama 3-6 bulan. Rifaximin dipilih
menggantikan antibiotik yang sudah digunakan pada pengobatan ensefalopati hepatik (EH) sebelumnya yaitu
neomycin, metronidazole, paranomycin, dan vancomycin oral karena rifaximin mempunyai efek samping yang
lebih sedikit jika dibandingkan antibiotik lainnya (Frederick, 2011).
(c) Terapi L-Ornithine L-Aspartate (LOLA)
L-Ornithine L-Aspartate (LOLA) merupakan garam stabil tersusun atas dua asam amino bekerja sebagai substrat
yang berperan dalam perubahan ammonia menjadi urea dan glutamine. L-Ornithine L-Aspartate LOLA
meningkatkan metabolisme ammonia di hati dan otot, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan ammonia
di dalam darah. Selain itu, L-Ornithine L-Aspartate (LOLA) juga dapat mengurangi edema serebri pada pasien
dengan ensefalopati hepatik (EH) (Riggio et al., 2010). Penggunaan L-Ornithine L-Aspartate (LOLA) 20 g/hari
secara intravena dapat memperbaiki kadar ammonia dan ensefalopati hepatik yang ada.
Daftar Pustaka

Hasan, I., and Araminta A, P. 2014. Ensefalopati Hepatik : Apa, Bagaimana, dan Mengapa.
Medicines. 27 ( 3 ) : 1 – 8.
Zhan, Tianzuo., Stremmel, Wolfgang. 2012. The Diagnosis and Treatment of Minimal
Hepatic Encephalopathy. Deutsches Arzteblatt International: 109(10):180-7.
Perazzo JC, Tallis S, Delfante A, Souto PA, Lemberg A, Eizayaga FX, et al. Hepatic
encephalopathy: An approach to its multiple pathophysiological features. World J
Hepatol. 2012;4(3):50-65.
Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,. Pharmacotherapy Handbook,
Ninth Edit., McGraw-Hill Education. Companies, Inggris.
Bosch, J., Sauerbruch, T., Esophageal Varices: Stage-dependent Treatment Algorithm.
Hepatology. p.1-3.
Tsochatzis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver cirrhosis. Lancet. 2014; 383 (9930): 1749-1761

Anda mungkin juga menyukai