Anda di halaman 1dari 16

ILMU PENYAKIT BAKTERI DAN JAMUR

STREPTOCOCCOSIS PADA TERNAK BABI

Oleh :
KELAS D
1. Kartika Dewi Kusumawardhani (1609511063)
2. Melati Pusparini Waskitha (1609511079)
3. Vanesya Yulianti (1609511082)
4. I Putu Sandika Arta Guna (1609511110)
5. Ni Wayan Ayu Rukmini (1609511091)
6. I Wayan Mudiana (1809511008)
7. I Nyoman Surya Tri Hartaputera (1809511040)
8. I Wayan Chandra Dharmawan (1809511041)
9. Putu Adiya Pratama Arta Putra (1809511048)
10. Putu Intan Kusuma Wardani (1809511054)
11. Angel Novelyn Leanard (1809511078)
12. Dwi Arum Permatasari (1809511097)
13. Aviona (1809511098)
14. Ni Made Suksmadewi W (1809511099)
15. Nur Intan Wulan Yunita (1809511100)
16. I Made Surya Meganugraha (1809511101)
17. Muhammad Gus Shofi (1809511102)
18. Putu Raditya Kurnia Putra (1809511103)
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas paper yang berjudul “Streptococcosis pada Ternak Babi” ini dengan baik.

Penyusunan paper ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Penyakit
Bakteri dan Jamur. Penulis menyadari bahwa paper ini dapat terselesaikan karena
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Para dosen pengampu yang telah memberi pendahuluan mata kuliah Ilmu
Penyakit Bakteri dan Jamur serta telah memberi kepercayaan kepada
penulis untuk menyelesaikan paper ini.
2. Teman - teman yang telah memberi dorongan dan masukan demi
terselesaikannya paper ini.

Akhir kata tidak ada gading yang tidak retak. Begitu pula dengan paper ini,
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari berbagai pihak untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi agar paper ini
lebih baik lagi dan bermanfaat bagi orang banyak.

Denpasar, 09 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Streptococcosis .............................................................................3
2.2 Etiologi dari Penyakit Streptococcosis pada Ternak Babi ............................. 4
2.3 Epizootiologi dari Penyakit Streptococcosis pada Ternak Babi .....................4
2.4 Pengendalian Penyakit Streptococcosis pada Ternak Babi ............................ 6
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .........................................................................................................7
3.2 Saran ...............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8
LAMPIRAN ..........................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Babi merupakan salah satu komunitas ternak penghasil daging yang
memiliki potensial yang besar untuk dikembangkan karena mempunyai sifat-
sifat menguntungkan, diantaranya seperti: laju pertumbuhan yang cepat,
jumlah anak perkelahiran (litter size) yang tinggi, efisien dalam mengubah
pakan menjadi daging dan memiliki adaptasi yang tinggi terhadap makanan
dan lingkungan.
Keberadaan ternak babi tidak terlepas dari berbagai permasalahan.
Salah satu masalah yang menjadi faktor penghambat peternakan babi adalah
serangan penyakit. Seperti halnya ternak lain, babi rentan terhadap serangan
penyakit baik yang berasal dari bakteri, virus, parasit, maupun jamur. Beberapa
penyakit bakteri dapat menginfeksi ternak babi seperti Kolibasilosis,
Streptokokosis, dan Septichaemia Epizootica (SE). Kerentanan terhadap
penyakit ini sangat beragam tergantung dari umur ternak babi (Besung, 2009).
Streptococcosis pada babi disebabkan oleh Streptococcus equi subspecies
zooepidemicus (Str.zooepidemicus) dan Streptoccocus suis (Str.suis) tipe 2,
yang bersifat patogen, menyebabkan penyakit pada babi dengan gejala
meningitis, bronkopneumonia, artritis, dan kematian terutama pada babi muda.
Disamping menimbulkan kerugian pada babi, Streptoccocus suis juga dapat
menimbulkan penyakit meningitis pada manusia. Infeksi Streptoccocus suis
pada manusia tampak gejala-gejala antara lain demam tinggi, mual, dan
muntah-muntah (Salasia. et al, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan
masalah yang dapat ditarik antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan Steptococcosis?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit Streptococcosis pada ternak babi?

1
2

3. Bagaimana epizootiologi dari penyakit Streptococcosis pada ternak


babi?
4. Bagaimana langkah-langkah pencegahan, pengendalian,
pemberantasan, dan pengobatan dari penyakit Streptococcosis pada
ternak babi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang Steptococcosis.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari penyakit Streptococcosis pada
ternak babi.
3. Untuk mengetahui tentang epizootiologi dari penyakit Streptococcosis
pada ternak babi.
4. Untuk mengetahui tentang langkah-langkah pencegahan,
pengendalian, pemberantasan, dan pengobatan dari penyakit
Streptococcosis pada ternak babi.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan paper ini adalah mahasiswa dapat
mengetahui tentang penyakit Streptococcosis pada ternak babi. Selain itu
mahasiswa ataupun masyarakat peternak kalangan umum dapat meningkatkan
pengetahuannya sehingga terciptanya lingkungan maupun peternakan yang
bebas dari penyakit, khususnya penyakit Streptococcosis pada ternak babi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Streptococcosis
Streptococcosis adalah nama umum untuk berbagai penyakit yang
disebabkan oleh sekelompok bakteri yang disebut Streptococcus.
Streptococcosis pada babi dalam hal ini dibatasi hanya pada penyakit yang
disebabkan oleh Streptococcus sp. yang ditandai dengan adanya poliartritis,
septikemia dan meningitis. Penyakit ini menimbulkan kerugian berupa
kematian, baik pada anak babi maupun babi dewasa, biaya pengobatan yang
tinggi dan bersifat zoonotik. Pada manusia, Streptococcus suis dapat
menimbulkan septikemia, meningitis dan endokarditis.
Streptococci adalah bakteri coccoid, dengan koloni kecil, colourless,
nonmotil, gram positif, bersifat pathogen, katalase negatif yang muncul secara
tunggal, berpasangan, atau dalam rantai pendek ketika diamati pada preparat..
Streptococci menyebabkan penyakit pada babi dengan gejala meningitis,
b r o n k o p n e u m on i a , a r t r i t i s , d a n k e m at i a n terutama pada babi muda
(Wisselink et al., 2000; Gottschalk dan Segura, 2000). Bakteri S. suis dapat
ditemukan pada saluran pernafasan bagian atas, terutama pada tonsil dan
rongga hidung, organ genitalia dan saluran pencernaan. Bakteri S. suis terdiri dari 35
serotipe (Higgins dan Gottschalk, 2006), dengan serotipe-2 yang paling virulen
dan bersifat zoonosis . sebagai spesies yang paling ganas yang sering dikaitkan dengan
babi yang sakit dan sering menyebabkan infeksi oportunistik orang dewasa yang
melakukan kontak pekerjaan dengan karkas babi atau produk yang terkait dengan babi.
(Higgins dan Gottschalk, 1990; Wertheim et al., 2009; Feng et al., 2014)
Dua pertiga pasien yang terinfeksi Streptoccocus suis mengalami
perkembangan sindrom meningitis dimana terjadi ketulian dan disfungsi
vestibular. Meskipun tingkat fatalitas kasus meningitis yang disebabkan oleh
S.suis lebih rendah dibandingkan agen lain, tingkat neurologis dan gejala lain
yang ditemukan pada pasien yang selamat dari meningitis S.suis lebih tinggi.
Sebagian besar kasus terkonsentrasi di wilayah Afrika dan Asia Tenggara.
(Raynakorn, et al., 2018).

3
4

2.2 Etiologi Dari Penyakit Streptococcosis Pada Ternak Babi


Penyebab streptococcosis pada babi adalah Streptococcus equi subspecies
zooepidemicus (Str.zooepidemicus) dan Streptoccocus suis (Str.suis) tipe 2.
Str.zooepidemicus termasuk dalam grup Lancefiled’s C, sedangkan Str.suis
termasuk dalam grup Lancefield’s D.
Str.zooepidemicus dan Str.suis tumbuh subur pada media agar darah dalam
waktu 24 jam, dan membentuk koloni sangat mucoid, bening kekuningan,
cemerlang, namun cepat berubah menjadi kasar dan memproduksi zona
haemolitika. Str.zooepidemicus membentuk zona hemolitika beta, sedangkan
Str.suis membentuk zona hemolitika alfa. Di bawah mikroskop cahaya terlihat
berbentuk kokus dan berantai, bersifat gram positif. Uji katalase dan oksidase,
negative untuk kedua Streptococcus. Dari usapan organ terinfeksi secara
mikroskopis terlihat morfologi seperti diplokokus dan kadang sendiri
(monokokus). Bakteri ini tidak tumbuh pada media agar Mac Conkey.
Str.zooepidemicus memfermentasi maltose, sukrosa, glukosa, laktosa dan
sorbitol, namun tidak mampu memecah trehalosa, mannitol, rafinosa, inulin,
esculin, xylosa, arabinosa dan dulsitol. Sedangkan Str.sui dapat ditemukan pada
tonsil dan lubang hidung babi sakit maupun sehat (carrier).
Secara umum bakteri Streptococcus sp. Mati pada suhu 56℃ dalam waktu
30 menit. Dengan desinfektan yang biasa dipergunakan, bakteri ini akan mati,
tetapi dapat hidup beberapa bulan dalam debu di dalam Gedung yang tidak
dibersihkan dengan desinfektan.
2.3 Epizootiologi Dari Penyakit Streptococcosis Pada Ternak Babi
1. Gejala Klinis
Streptococcosis yang disebabkan oleh Str.zooepidemicus maupun
Str.suis tipe 2 mempunyai gejala klinis serupa. Gejala yang menonjol
adalah kebengkakan pada sendi kaki depan mupun belakang.
Kebengkakan ini umumnya bersifat tunggal, tetapi dapat pula lebih dari
satu kaki yang terserang. Suhu rektal babi meningkat dan tidak mau
makan. Kemerahan pada kulit sering terlihat baik pada babi putih
maupun hitam, diikuti dengan gejala syaraf, ingusan dan ngorok.
5

Beberapa kasus memperlihatkan gejala konstipasi. Batuk darah kadang


ditemukan beberapa saat sebelum hewan mati. Apabila babi dapat
melampaui masa akut, terlihat gejala kelumpuhan, dan kaki Nampak
diseret sewaktu berjalan.
2. Patologi
Kondisi umum babi biasanya masih bagus. Darah segar sering
terlihat pada mulut dan hidung. Kulit hiperemik. Sendi kaki
membengkak; bila dibuka terlihat cairan radang bening kekuningan dan
erosi pada kedua ujung tuluang yang membentuk sendi. Kelenjar limfe
membengkak, mengalami edema dan berwarna merah kehitaman.
Pembengkakan juga ditemukan pada limpa.
Pada usus ditemukan enteritis kataralis. Dalam rongga perut sering
ditemukan peritonitis dan timbunan cairan asites. Paru mengalami
edema dan perdarahan ptekhi multifocal, bronkopneumonia atau
pleuropneumonia berfibrin. Pada endocardium dan epicardium kadang
terlihat perdarahan ptekhi, serta pericarditis juga sering ditemukan.
Ginjal mengalam kongesti, mukosa vesika urinaria mengalami
perdarahan ptekhi. Perubahan lain yang sering ditemukan adalah
kongesti pada otak dan peradangan selapu otak (meningitis).
3. Diagnosa
Diagnosa Streptococcosis pada babi secara klinis tidak mudah
dilakukan karena banyak kemiripannya dengan penyakit lain, untuk itu
isolasi dan identifikasi penyebabnya mutlak diperlukan.
4. Diagnosa Banding
Gejala klinis berupa kemerahan pada kulit dapat dikelirukan dengan
hog cholera maupun erysipelas pada babi. Suara ngoroko yang kadang
terjadi dapat dikelirukan dengan Pasteurellosis pada babi.
5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Pengambilan specimen untuk pemeriksaan laboratorium sebaiknya
dilakukan segera setelah hewan mati. Untuk keperluan isolasi bakteri
penyebab, specimen yang diambil adalah hati, jantung, paru, limpa,
6

ginjal, kelenjar limfe dan otak. Specimen tersebut dikirimkan dalam


keadan segar dingin atau dimasukkan ke dalam transport media. Untuk
pemeriksaan patologis, specimen berupa jaringan seperti tersebut di atas
dimasukkan ke dalam formalin 10%. Selain jaringan tersebut di atas,
untuk pemeriksaan bakteriologis dapat juga dikirim cairan sendi
maupun cairan asites, dalam keadaan dingin atau beku.
2.4 Pengendalian Penyakit Streptococcosis Pada Ternak Babi
A. Pengobatan
Streptococcus suis sensitif terhadap berbagai antibiotik, termasuk
penisilin dan cephalosporin. Untuk kasus yang ringan, biasanya digunakan
monoterapi dengan penisilin atau ceftriazone. Dalam kasus yang lebih berat,
biasanya diberikan beberapa antibiotik. Pengobatan yang paling efektif
adalah dengan preparat penisilin. Disamping itu oxytetracyclin dan
kanamycin juga cukup efektif untuk pengobatan streptococcosis pada babi.
B. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk streptococcosis. Beberapa
percobaan yang penah dilakukan mengungkapkan bahwa antibodi yang
ditimbulkan oleh vaksin streptoccus tidak berlangsung lama. Oleh karena
itu pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang,
tempat pakan dan minuman. Pemberian pakan berasal dari limbah hewan
sakit harus dihindari.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Streptococcosis adalah nama umum untuk berbagai penyakit yang disebabkan
oleh sekelompok bakteri yang disebut Streptococcus. Streptococci adalah bakteri
coccoid, dengan koloni kecil, colourless, nonmotil, gram positif, bersifat pathogen,
katalase negatif yang muncul secara tunggal, berpasangan, atau dalam rantai pendek
ketika diamati pada preparat. Streptococcosis pada babi disebabkan oleh
Streptococcus equi subspecies zooepidemicus (Str.zooepidemicus) dan
Streptoccocus suis (Str.suis).
3.2 Saran
Diharapkan paper ini dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan
mengenai streptoccosis.

7
DAFTAR PUSTAKA

Anonym 2011. The Merck Veterinary Manual 11th Edition, Merek & CO, Inc
Rahway, New Jersey, USA.
Anonym 2004. Bovine Medicine Disease and Husbandary of Cattle 2nd Edition.
Anrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG Ed. Blackwell Science Ltd.
Blackwell Publishing Company Australia.
Besung, I. N. K. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit pada Anak Babi yang
Menderita Colibacillosis. Majalah Ilmiah Peternakan, 12(3).
Dartini N L, Soeharsono, E I G A., Dibia N, Suendra, N, Suka, N. dan Suparta, N
1994. Karakteristik Streptococcus sp. yang Diisolasi dari Letupan Penyakit
pada Babi dan Kera di Propinsi Bali. Makalah pada Seminar Kongres PDHI
ke XII di Surabaya, 21-24 Nopember 1994.
Direktur Kesehatan hewan 2002. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat
Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen
Pertanian RI, Jakarta Indonesia.
Feng, Y., Huimin Z., Zuowei W., Shiua W., Min C., Dan H., Changjun W. 2014.
Streptococcus suis infection: An emerging/reemerging challenge of
bacterial infectious diseases?. Virulance . Vol 5 (4) : 477 – 497.
Mwaniki, C G, Robertson’s ID, dan Hampson D J 1992. Streptococcus suis type 2:
Result of Field Studies in Western Australia. Australian Association of Pig
Veterinarians. Adelaide Proceedings 1992, hal.:73-77.
Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd Edition. Iowa State University
Press Ames.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC dan Maghire D
2002. Veterinary Microbiology and Mibrobial Disease. Blackwell Science
Ltd. Blacwell Publishing company Australia.
Radostids OM dan DC Blood 1989. Veterinary Medicina A Text Book of The
Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th Edition. Bailiere
Tindall. London England.

8
9

Rayanakorn A., Bey-Hing G., Leran-Han L., Tahir M. K., Surasak S. 2018. Risk
factors for Streptococcus suis infection: A systematic review and meta-
analysis. Sci Rep 8, 13358 (2018). https://doi.org/10.1038/s41598-018-
31598-w
Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine. Mosby An Affiliate of Elsevier
Science, St Louis London Philadelphia Sydney Toronto.
Salasia, S. I. O., Artdita, C. A., Slipranata, M., & Artanto, S. 2015. Diagnosis
Infeksi Streptococcus suis serotipe-2 pada Babi Secara Serologi dengan
Muramidase Released Protein (SEROLOGICALLY DIAGNOSE OF
STREPTOCOCCUS SUIS SEROTYPE-2 INFECTION IN PIGS BASED
ON MURAMIDASE RELEASED PROTEIN). Jurnal Veteriner, 16(4),
489-496.
Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi
Veteriner: Farmakodinamik dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit
(Integumentum) Penyakit – penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
LAMPIRAN

1.A. Bagaimana cara anda mendiagnosa penyakit koliseptikemia pada


unggas? Jelaskan secara sistematis dan lengkap dengan contoh patotipe
yang virulen.

Diagnosa penyakit koliseptikemia :


1. Melalui gejala klinis : Diagnosa ini dilihat melalui gejala klinisnya. Gejala
klinis yang teramati pada ayam terinfeksi koliseptikemia adalah depresi,
anoreksia, bulu-bulu kasar, sayap tergantung, kelemahan, dan nafsu makan
menurun . Perubahan patologi anatomi yang dapat dilihat berupa
perihepatitis, peritonitis dan perikarditis dengan tingkat keparahan yang
bervariasi. Penyakit koliseptikemia dapat dimanifestasikan dalam bentuk
kelainan organ, seperti: airsacculitis, omfalitis, septikemia, enteritis,
coligranuloma, pericarditis, salphingitis, panopthalmitis,
arthritis/synovitis. Namun diagnosa melalui gejala klinis tidak mudah
karena manifestasinya mirip dengan penyakit sepsis akut lain seperti
salmonellosis, pasteurellosis, dan staphylococcosis sehingga perlu diagnosa
banding.
2. Isolasi dan Identifikasi agen penyebab : Sampel organ/feses ayam yang sakit
dengan gejala koliseptikemia diisolasi secara aseptis dan diinokulasikan
secara strik ke dalam media EMBA (Eosin Methylen Blue Agar). Media
yang telah diinokulasi kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ̊C.
Koloni Coliform dicirikan dengan koloni berwarna merah muda merah,
berbentuk mukoid dan koloni berwarna hijau metalik dianggap sebagai
praduga E. coli. Koloni yang tumbuh dan diduga sebagai E. coli kemudian
dilakukan tes IMVIC (Sulfide Indol Motility (SIM), Methyl Red, Voges
Proskauer, Citrate) dengan menggunakan media Tryptone Broth untuk Uji
Indol, MR-VP Medium untuk uji Methyl Red dan Voges Prokauer, Simon
Citrate Medium untuk uji penggunaan sitrat sebagai satu-satunya sumber
karbon, dilanjutkan dengan uji pewarnaan Gram.

10
11

Bakteri positif E. coli pada tes IMVIC ditandai dengan perubahan warna
SIM (Sulfit = (-), Indol = merah/(+), Motility = warna putih bentuk seperti
paku payung /(+), Methyl Red = merah/(+) dan Voges Proskauer = putih/(-
), Simon citrate = hijau/(-)) dan dari hasil pewarnaan Gram, tampak berupa
Gram negative (merah).
Contoh patotipe yang virulen :
Strain E. coli patogen yang sering menyerang unggas adalah O2:K1, O1:K1,
dan O78:K80. Strain e. coli yang patogen umumnya adalah :
1. Enterotoxigenic E. coli (ETEC) : produksi toksin dan mengadakan
perlekatan pada vili usus.
2. Enteropatogenic E. coli (EPEC) : perlekatan pada epitel usus yang
tidak bervili.
3. Enteroinvasive E. coli (EIEC) : menginvasi ke jaringan atau organ
penderita.
4. Enterohemoragic E. coli (EHEC) : menghemolisa darah.
12

1.B. Apa yang saudara ketahui tentang pullorum desease dan bagimana cara
melakukan screening tes terhadap penyakit tersebut pada industry ternak
unggas yang diduga terinfeksi

Pullorum atau berak kapur merupakan penyakit yang disebabkan oleh


bakteri Salmonella pullorum dan bakteri batang gram negatif. Pullorum
merupakan penyakit menular pada ayam yang dikenal dengan nama berak putih
atau berak kapur (Bacilary White Diarrhea). Penyakit ini menimbulkan
mortalitas yang sangat tinggi pada anak ayam umur 1-10 hari dan memiliki
masa inkubasi 7 hari. Selain ayam, penyakit ini juga menyerang unggas lain
seperti kalkun, puyuh, merpati, beberapa burung liar dan bakteri ini mampu
bertahan ditanah selama 1 tahun. Di Indonesia penyakit pullorum merupakan
penyakit menular yang sering ditemui. Meskipun segala umur ayam bisa
terserang pullorum tapi angka kematian tertinggi terjadi pada anak ayam yang
baru menetas. Angka morbiditas pada anak ayam sering mencapai lebih dari
40% sedangkan angka mortalitas atau angka kematian dapat mencapai 85%.
Penularan penyakit pullorum dapat terjadi secara vertikal dan horizontal.
Penularan pullorum secara vertikal dapat melalui penularan dari induk kepada
anak melalui telur sedangkan penularan pullorum secara horizontal dapat dibagi
menjadi dua yaitu : 1.) Penularan dengan cara kontak langsung melalui unggas
secara klinis sakit dan unggas carrier yang telah sembuh; 2.) Penularan secara
tidak langsung dapat melalui kontak dengan peralatan, kandang, litter, dan
pegawai kandang yang terkontaminasi.
Gejala klinis yang dapat terlihat pada unggas yang mengalami pullorum
diantaranya : nafsu makan menurun dan lemas, feses (kotoran) kotoran
berwarna putih seperti kapur, kotorannya menempel di sekitar dubur berwarna
putih dan kloaka akan menjadi putih karena feses yang telah kering. Temuan
klinis lainnya yang dapat ditemukan yaitu jengger berwarna keabuan, mata
menutup, sayap menggantung dan kusam serta lumpuh karena arthritis dan
bergerombol.
Tes skrining untuk Penyakit Pullorum biasanya dilakukan pada sampel
darah atau serum yang dikumpulkan dari unggas yang sehat dari luar. Tes untuk
13

Penyakit Pullorum dapat dilakukan di lapangan menggunakan Rapid Whole


Blood Test (RWBT) atau dapat dilakukan di laboratorium yang akrab dengan
pengujian Pullorum. Burung dengan hasil RWBT positif harus memiliki sampel
yang dikirim untuk pengujian konfirmasi.

Anda mungkin juga menyukai