SATWA AKUATIK
TEORI DAN KONSEP
PEMANTAUAN KESEHATAN
POPULASI PENYU LAUT
KELOMPOK 1
KELAS D
1 2
Introduction Materi & Metode
You could describe the You could describe the
topic of the section here topic of the section here
3 4
Results Discussion
You could describe the You could describe the
topic of the section here topic of the section here
1
INTRODUCTION
Dewasa ini, semua jenis penyu Laut di Indonesia
dikategorikan terancam punah sehingga diberikan
status dilindungi oleh Negara. Pengelolaan konservasi
yang memadai mesti segera dilakukan. Namun
demikian, tanpa disertai dengan kecukupan
pengetahuan terhadap biologinya, desain strategi
pengelolaan konservasi penyu yang efektif tak
mungkin bisa dirumuskan. Desain pengelolaan
konservasi yang baik membutuhkan adanya
dukungan data yang valid dengan realibilitas tinggi.
DATA ESENSIAL DIMAKSUD MELIPUTI :
1 4
Kertas data (data Calipee meter atau
sheet) jangka sorong
2 3
Alat menulis (pulpen Gulungan dan pita
dan/atau pensil) meteran
ALAT DAN BAHAN UNTUK
MELAKUKAN PENGAMBILAN DATA
5 8
Alat pengambil
Alat penimbang
sampel jaringan
penyu dan telur
(biopsy punches, atau
penyu
pisau bedah)
6 7
Tali berukuran besar Label dan botol atau
(untuk mengikat dan tabung kecil untuk
menimbang penyu) menyimpan sampel
jaringan tubuh penyu
ALAT DAN BAHAN UNTUK
MELAKUKAN PENGAMBILAN DATA
9 12
Larutan pengawet Penanda logam
(preservative) untuk (metal tag) dan
sampel jaringan pemasangan
(applicator)
10 11
Slop tangan (hand Kapas dan tissue
gloves) untuk membersihkan
jaringan
ALAT DAN BAHAN UNTUK
MELAKUKAN PENGAMBILAN DATA
13 14
Ember atau Temperatur logger
containter untuk atau data logger
memindahkan telur untuk mengukur
penyu temperature sarang
telur penyu
LOKASI PENELURAN PENYU UMUNYA
TERPENCIL DAN SULIT DIAKSES
DENGAN DEMIKIAN HARUS MELENGKAPI DIRI DENGAN
PERALATAN DAN BAHAN UNTUK BERTAHAN HIDUP
1. Seberapa Panjang (proposi) pantai yang berpotensi sebagai habitat peneluran? (dapat
dikumpulkan setiap saat)
2. Lokasi mana saja dilingkup pantai yang diobservasi pernah dijumpai ada penyu bertelur?
(dikumpulkan saat musim bertelur)
3. Jenis penyu apa saja yang permah bertelur di pantai yang ditarget?
4. Kapan musim bertelurya?
5. Seberapa besar intensitas relatif bertelurnya penyu? (dikumpulkan saat musim bertelur)
6. Deerah manakah yang ideal dipergunakan sebagai lokasi indeks yang akan dipantau secara
intenstif? (dapat dikumpulkan setiap saat)
7. Apa saja yang berpotensi sebagai ancaman terhadap habitat, telur, tukik dan penyu dewasa?
8. Wilayah manakah yang paling berpotensi untuk ditetapkan sebagai fokus area pelaksanaan
aktivitas konservasi
9. Apa saja potensi aktivitas konservasi yang bisa dilakukan dan siapa saja yang berpotensi
dijadikan mitra? (dapat dikumpulkan setiap saat)
Sigi intensif
Diawali dengan partisi pantai yang ditetapkan sebagai pantai indeks kemudian pengamatan
dilakukan terum menerus pada pantai tempat bertelur untuk mengukur perkembangan jumlah
penyu. Pantai akan dibagi menjadi beberapa bagian dan yang digunakan untuk pemantauan
adalah yang relatif mudah diakses serta mencakup sebagian besar populasi penyu, minimal 20%.
Hal-hal yang akan diamati pada pelaksanaan sigi umumnya:
Penghitungan track kurang efektif pada lokasi berintensitas penyu tinggi karena sulit
menghapus track penyu dalam jumlah besar. Track juga akan terhapus oleh penyu lain apabila
aktifitas bertelur sedang sangat ramai. Cara terbaik adalah dengan menghitung langsung penyu
yang sedang bertelur.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil identifikasi:Kemampuan pemantau membedakan dan
mengidentifikasi track, jenis penyu yang mempengaruhi bentuk track, tekstur dan kepadatan
pasir mempengaruhi morfologi track sehingga mempersulit identifikasi serta curah hujan,
kecepatan angin dan kegiatan manusia dapat mempengaruhi ketahanan track dan dapat
mengganggu identifikasi.
Empat kategori track yang harus
diamati:
1. Track baru yang berakhir dengan peneluran.
2. Track baru namun tidak terjadi peneluran (false crawl)
3. Track lama (lebih dari sehari) yang berakhir dengan peneluran
4. Track lama (Lebih dari sehari) yang tidak berakhir dengan
peneluran.
Nb :
Lokasi penetasan telur hanya dilakukan jika sarang-sarang telur mengalami :
Berada di bawah garis pasang tinggi
Berada di wilayah yang berpeluang digali oleh penyu lain
Berada di wilayah berpeluang tinggi di ambil pencuri telur
Terancam predator
Berada di pasir dgn kandungan mikroba tinggi
Pemilihan Lokasi untuk Relokasi
Sarang Telur Penyu
Polusi Mikroba
Polusi
Polusi memiliki dampak yang besar baik
terhadap penyu ataupun makanan yang
dimakannya. Sebagai contoh, penelitian
terbaru mencurigai penyakit yang saat ini
membunuh banyak penyu (fibropapillomas)
memiliki kaitan dengan terjadinya polusi di
laut ataupun dekat pantai
(https://conserveturtles.org/information-sea-
turtles-threats-marine-pollution).
Jamur
Jamur terdapat dari telur penyu seperti Fusarium solani,
Pseudallescheria boydii, Fusarium oxysporum, dan beberapa
Aspergillus spp. (Phillot et al., 2001; Elshafie et al., 2007; Sarmiento
Ramirez et., 2010). Dari beberapa jenis jamur tersebut, Fusarium
falciforme dan Fusarium keratoplasticum adalah jenis yang paling
sering terdapat pada telur penyu (FSSC; O’Donnell et al., 2008).
Kedua spesies jamur patogenik ini bertanggungjawab pada
kejadian fusariosis pada telur penyu (STEF; Smyth et al., 2019), dan
merupakan agen yang diketahui menjangkit spesies lain seperti
manusia, hewa, dan tumbuhan (Hoh et al, 2020).
Pada fase infeksi akut, telur penyu yang mengalami fusariosis
berkembang dengan warna yang abnormal seperti kemerahan,
ungu, kuning, bintik biru pada bagian dalam dan luar permukaan
cangkang telur, dan berubah kehitaman pada fase infeksi kronis
yang menyelimuti hamper seluruh bagian telur (Hoh et al, 2020).
Sumber:
Hoh et al, 2020
Bakteri
Bakteri dapat masuk ke dalam telur dalam oviduct, dan mungkin saja
mengontaminasi cangkang telur saat telur melalui kloaka atau
dapat terkontaminasi saat telur berada dalam inkubasi. Banyak
bakteri yang teridentifikasi kecil (0.4 – 5.0 μm), batang gram
negative motil (Kreig & Holt, 1984) dengan flagella yang dapat
membuatnya masuk ke dalam telur. Penetrasi dari telur oleh
bakteri disebut kontaminasi secara horizontal dan hal ini sering
terjadi pada burung. Kelembaban dan kualitas telur merupakan
variable yang mungkin saja mendukung terjadi infeksi bakteri (Cox
et al, 2000).
Spesies bakteri yang teridentifikasi pada penelitian terbaru memiliki
hubungan dengan masalah kesehatan pada mamalia dan non-
mamalia seperti penyakit sistem pernapasan, infeksi saluran
pencernaan, sepsis dan inflamasi membran fetal (Kreig & Holt, 1984).
Data ini memberikan bukti bahwa bakteri lingkungan mungkin saja
terdapat pada penyu betina dewasa atau hadir pada pantai
peneluran dan memiliki potensi pathogen yang dapat memberikan
dampak pada kematian embrionik dari penyu (Craven et al. 2007).
Sumber:
KASUS DI PANTAI ALAS PURWO
• Temperatur sarang ditentukan oleh temperature pasir dan
ketersediaan panas metabolisme dari perkembangan embrio
(Ackerman, 1997).
• Pada pantai alas purwo temperature mencapai 36°C saat 2 minggu
terakhir masa inkubasi
• Pada tahun 2009 tidak terdapat sarang pada pantai bagian timur
namun terdapat banyak sarang pada pantai bagian barat yang
memiliki temperature lebih tinggi 2 °C
• Pada tahun 2010 tidak terdapat sarang pada pantai bagian barat
namun terdapat banyak sarang pada pantai bagian timur yang
memiliki temperature lebih tinggi 4 °C
• Pada tahun 2009 munculnya keberhasilan penetasan rata – rata
73.6% namun hanya 54.2% pada tahun 2010.
• Kemungkingan penyebab perbedaan tingkat mortalitas embrionik
pada tahun 2009 dan 2010 adalah karena perbedaan temperature
sarang.
Sumber: Maulany, et al., 2012
KASUS DI PANTAI ALAS PURWO
Maulany, RI., Booth, DT., Baxter, GS. 2012. Emergence Success and Sex Ratio of Natural and
Relocated Nests of Olive Ridley Turtles from Alas Purwo National Park, East Java,
Indonesia. Copeia. Vol.2012(4):738-747.
Ackerman, R. A. 1997. The nest environment and the embryonic development of sea turtles,
p. 83–106. In: The Biology of Sea Turtles. Vol. 1. P. L. Lutz and J. A. Musick (eds.). CRC Press,
Boca Raton, Florida.
Merchant-Larios, H., S. Ruiz-Ramirez, N. Moreno-Mendoza, and A. Marmolejo-Valencia. 1997.
Correlation among thermosensitive period, estradiol response, and gonad differentiation
in the sea turtle Lepidochelys olivacea. General and Comparative Endocrinology 107:373–
385.
A. Elshafie, S.N. Al-Bahry, A.Y. Alkindi, T. Ba-Omar, I. Mahmoud. 2007. Mycoflora and
Aflatoxins in Soil, Eggshells, and Failed eggs of Chelonia Mydas at Ras Al-Jinz, Oman.
Chelonian Conserv. Biol., 6 (2007), pp. 267 – 270.
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by Flaticon,
and infographics & images by Freepik.
THANKS