Anda di halaman 1dari 46

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang

ditandani dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan

abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan

sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi

kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Yuliana,

2009).

Diabetes mellitus adalah suatu gangguan dari pankreas,

organ yang biasanya menghasilkan insulin. Penyakit diabetes

timbul karena pankreas tidak menghasilkan/terlalu sedikit

memproduksi insulin atau bila kerja insulin tidak normal. Insulin

adalah hormon yang dihasilkan pankreas, sebuah organ di

samping lambung. Hormon ini meletakkan dirinya pada reseptor –

reseptor yang ada pada dinding sel. Insulin bertugas membuka

reseptor pada dinding sel agar glukosa memasuki sel. Kemudian

sel – sel tersebut mengubah glukosa menjadi energi yang

diperlukan tubuh untuk melakukan akktivitas. Dengan kata lain,

insulin membantu menyalurkan gula ke dalam sel agar diubah

menjadi energi. Jika jumlah insulin tidak cukup, maka terjadi

7
8

penimbunan gula dalam darah sehingga menyebabkan diabetes

(Saptarini, 2014).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) (2017)

diabetes mellitus diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes tipe 1 terjadi karena adanya destruksi atau

kerusakan sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM

tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin

(defisiensi insulin absolut).

2. Diabetes mellitus tipe 2

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif atau

bertahap yang menjadi latar belakang terjadinya resistensi

insulin.

3. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana

intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan,

biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestaional

merupakan klasifikasi yang tidak jelas nyata sebagai diabetes.

4. Diabetes melitus tipe spesifik lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya sindrom

diabetes monogenik (seperti diabetes neonatal dan diabetes

awitan dewasa muda), penyakit eksokrin pankreas (seperti

cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia
9

(seperti penggunaan glukokortikoid, dalam pengibatan

HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

2.1.3 Etiologi

Penyebab penyakit diabetes mellitus tergantung pada jenis

diabetes yang diderita. Ada 2 jenis diabetes yang umum diderita

banyak orang yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.

Perbedaannya adalah jika diabetes tipe 1 karena masalah fungsi

organ pankreas tidak dapat menghasilkan insulin, sedangkan

diabetes tipe 2 karena masalah jumlah insulin yang kurang bukan

karena pankreas tidak bisa berfungsi dengan baik.

1. Penyebab diabetes tipe 1

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan

cukup insulin. Berikut adalah penyebab pankreas tidak dapat

menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe 1

1) Faktor keturunan atau genetika

Jika salah satu orang tua atau keduanya menderita diabetes,

maka anak akan berisiko terkena diabtes.

2) Autoimunitas

Yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis

selnya sendiri (yang ada dalam pankreas). Tubuh

kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena

sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel – sel yang

memproduksi insulin.
10

3) Virus atau zat kimia

Adanya virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan

pada kelompok – kelompok sel dalam pankreas tempat

insulin dibuat. Semakin banyak kelompok sel yang rusak,

semakin besar kemungkinan seseorang menderita diabetes.

2. Penyebab diabetes tipe 2

Terjadinya diabetes tipe 2 karena insulin yang dihasilkan

oleh pankreas tidak mencukupi untuk mengikat gula yang ada

dalam darah akibat pola makan atau gaya hidup yang tidak

sehat. Berikut adalah beberapa penyebab utama diabtes

mellitus tipe 2 :

1) Faktor keturunan, apabila orang tua atau adanya saudara

sekandung yang mengalaminya

2) Kurang berolahraga

3) Kegemukan atau obesitas, serta menumpuknya lemak dalam

tubuh.

4) Kurangnya aktivitas yang dapat berakibat lemak dalam

tubuh tidak terpakai sebagai energi

5) Usia yang semakin bertambah sehingga mengakibatkan

berkurangnya aktivitas

6) Gaya hidup yang tidak sehat

7) Pola makan, asupan nutrisi dalam makanan yang tidak

terkontrol dapat menimbulkan kegemukan atau obesitas dan

penumpukan lemak dalam tubuh. Selain itu, makanan yang


11

banyak mengandung gula seperti teh manis, minuman soda

dan makanan instan cepat saji adalah penyebab utama

penyakit diabetes.

8) Adanya virus dan bakteri human coxsackievirus B4 dan

rubella dapat menyebabkan kerusakan sel.

9) Adanya penyakit lain seperti hipertensi, dan kolesterol

tinggi.

10) Merokok dan sering stress, selain banyak merugikan

kesehatan lainnya juga menjadi salah satu penyebab

diabetes

11) Jarang terkena panas matahari yang merupakan sumber

vitamin D terbaik selain dari makanan. Vitamin D ini

membantu proses metabolisme tubuh termasuk dalam hal

glukosa.

Pada umumnya, penyebab diabetes mellitus tipe 2 karena

gaya hidup yang tidak sehat. Hal ini membuat metabolisme

dalam tubuh yang tidak sempurna sehingga membuat insulin

dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. Hormon inulin

dapat diserap oleh lemak yang ada dalam tubuh. Sehingga pola

makan dan gaya hidup yang tidak sehat bisa membuat tubuh

kekurangan insulin (Saptarini, 2014).

2.1.4 Komplikasi

Komplikasi Diabetes Mellitus digolongkan sebagai akut

atau kronik menurut Tarwoto (2012), yaitu :


12

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah :

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula

darah dibawah 60mg/dl, yang merupakan komplikasi

potensial tetap insulin atau obat hipoglikemik oral.

Penyebab hipoglikemi pada pasien yang sedang menerima

pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral antara

lain : regimen insulin yang tidak fisiologis, overdosis

insulin atau sulfonilurea, tidak makan, tidak

mengkonsumsi kudapan yang telah direncanakan, gerak

badan tanpa kompensasi makanan, penyakit ginjal stadium

akhir, penyakit hati stadium akhir, konsumsi alkohol

(Baradero, 2009).

b. Hiperglikemia Non-Ketonik

Hiperglikemia non-ketonik ditandai dengan

hiperglikemia berat non-ketonik atau ketonik dan asidosis

ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koa, koma

hiper osmolar hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi

berat tanpa keto asidosis disertai dengan menurunnya

kesadaran. Sindrom ini merupakan salah satu dari jenis

koma non-ketoasidosis (Boedisantoso, 2009).


13

c. Hiperglikemia Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi

insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit

diabetes mellitus. Timbulnya KAD merupakan ancaman

kematian bagi penderita diabetes mellitus (Boedisantoso,

2009).

2. Komplikasi kronik

a. Mikronagiopati (kerusakan pada saraf-saraf perifer) pada

organ-organ yang mempunyai pembuluh darah kecil

seperti pada : retinopati dibetika (kerusakan saraf retina di

mata) sehingga mengakibatkan kebutaan, neuropati

diabetika (kerusakan saraf-saraf perifer) mengakibatkan

gangguan sensoris pada organ tubuh, dan nefropati

diabetika organ tubuh, dan nefropati diabetika

(kelainan/kerusakan pada ginjal) dapat mengakibatkan

gagal ginjal (Tarwoto, 2012).

b. Makrongiopati meliputi kelainan pada jantung dan

pembuluh darah seperti miokard infark maupun gangguan

fungsi jantung karena arteri sklerosis, penyakit vaskuler

perifer, gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke

(Tarwoto, 2012).

c. Gangren diabetika karena adanya neuropati dan terjadi

luka yang tidak sembuh-sembuh.

d. Disfungsi erektil diabetika.


14

2.2 Diabetes Mellitus Gangren

2.2.1 Definisi

Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi

kronik penyakit diabetes militus berupa luka terbuka pada

permukaan kulit yang dapat di sertai adanya kematian jaringan

setempat (Frykberb, 2015).

Gangren merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat

adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan

neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga

klien tidak merasakan adanya luka, luka terbuka dapat

berkembang menjadi infeksi di sebabkan oleh bakteri aerob

maupun anaerob (waspadji,2015).

Ulkus kaki pada klien diabetes militus yang telah berlanjut

menjadi pembusukan memiliki kemungkinan besar untuk di

amputasi (situmorang, 2016).

2.2.2 Klasifikasi

Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat

2 atau lebih tanda-tanda berikut : bengkak, indurasi, eritema

sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya pus (Bernard,

2014 ; Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam

a. infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam terbatas)

b. sedang (lebih dalam dan luas)

c. berat (disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik).

Termasuk dalam infeksi berat seperti gas gangren, selulitis


15

asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan

toksisitas sistemik atau instabilitas metabolik yang

mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk.,2010).

Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2011).

Grade 0 =Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi.

Grade 1 = Ulkus superfisial terlokalisir.

Grade 2 = Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen,

otot,sendi, belum mengenai tulang, tanpa selulitis

atau abses.

Grade 3 = Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering

komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis.

Grade 4 = Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V

Gangren seluruh kaki.

2.2.3 Etiologi

Menurut (Suriadi, 2015), penyebab dari luka diabetes antara

lain:

1. Diabetik neuropati

Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari

diabetes mellitus yang dapat menyebabkan terjadinya luka

diabetes. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan

kelemahan otot, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut

motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot,

deformitas (hammer toes, claw toes, kontraktur tendon

achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan


16

terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi

akibat rusakanya serabut mielin mengakibatkan penurunan

sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki.

Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi

simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan

terbentuknya fisura kulit dan edema kaki.Kerusakan serabut

motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya

artropati Charcot (Cahyono, 2015).

2. Pheripheral vasculardiseases

Pada pheripheral vascular disease ini terjadi karena adanya

arteriosklerosis dan ateoklerosis. Pada arteriosklerosis terjadi

penurunan elastisitas dinding arteri sedangkan pada

aterosklerosis terjadi akumulasi “plaques” pada dinding arteri

berupa; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit

dan kalsium. Faktor yang mengkontribusi antara lain perokok,

diabetes, hyperlipidemia danhipertensi.

3. Trauma

Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak

disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang

kecil atau trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu

yang sempit menyebabkan tekanan yang berkepanjangan dapat

menyebabkan ulserasi pada kaki.

4. Infeksi

Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes


17

mellitus, infeksi biasanya terdiri dari polimikroba.

Hiperglikemia merusak respon immunologi, hal ini

menyebabkan leukosit gagal melawan patogen yang masuk,

selain itu iskemia menyebabkan penurunan suplai darah yang

menyebabkan antibiotik juga efektif sampai pada luka.

2.2.4 Manifestasi Klinis

Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembulu

darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis

5P, yaitu:

1. Pain (Nyeri)

2. Paleness (kepucatan)

3. Paresthesia (Kesemutan)

4. Pulselessness (Denyut nadi hilang)

5. Paralysis (Lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis

menurut pola dari fontaine :

1. Stadium I : asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)

2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

3. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat

4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia

(ulkus) (Brunner & Suddart,2013)

2.2.5 Konsep Penyembuhan

Proses penyembuhan luka adalah proses restorasi alami

luka yang melibatkan sebuah proses yang kompleks, dinamis


18

dan terintegrasi pada sebuah jaringan karena adanya

kerusakan. Dalam kondisi normal proses tersebut dapat

dibagi menjadi 4 fase yaitu :

a. Fase Hemostasis dan Fase Inflamasi

Fase hemotasis adalah fase pertama dalam proses

penyembuhan luka, setiap kejadian luka akan melibatkan

kerusakan pembuluh darah yang harus dihentikan. Kadar

glukosa darah yang tinggi juga berpengaruh pada fungsi

enzim aldose reduktase yang berperan dalam konversi

jumlah glukosa yang tinggi menjadi sorbitol sehingga

menumpuk pada sel yang menyebabkan tekanan osmotik

mendorong air masuk ke dalam sel dan mengakibatkan

sel mengalami kerusakan. Penebalan membrane kapiler

yang disebabkan oleh tingginya kadar glukosa darah

menyebabkan peningkatan viskositas darah dan

berpengaruh pada penebalan membrane kapiler tempat

menempelnya eritrosit, rombosit dan leukosit pada lumen

pembuluh darah. Hal-hal tersebut dapat menjadi

penyebab gangguan dari fase inflamasi yang

memperburuk proses penyembuhan luka (Krents, 2000;

King, 2001; Syabariyah, 2015).

b. Fase proliferasi dan Fase Remodelling

Pada proses penyembuhan ulkus kaki diabetik juga

mengalami perubahan dan perbedaan dengan fase


19

proliferasi penyembuhan pada luka normal, pada luka

normal fase proliferasi berakhir dengan pembentukan

jaringan granulasi dan kontraktur yang sudah terjadi,

pembuluh darah yang baru menyediakan titik masuk ke

luka pada sel-sel seperti makrofag dan fibroblast. Pada

fase proliferasi ulkus kaki diabetik mengalami

pemanjangan fase yang menyebabkan terjadinya

pembentukan granulasi terlebih dahulu pada dasar luka,

granulasi akan mengisi celah yang kosong dan epitelisasi

akan menjadi bagian terakhir pada fase ini. Hal ini juga

disebabkan karena kekurangan oksigen pada jaringan,

oksigen berperan sebagai pemicu aktivitas dari makrofag.

Epitelisasi pada luka ini juga mengalami gangguan

migrasi dari keratinosit yang nantinya akan membentuk

lapisan luar pelindung atau stratum korneum sehingga

mengakibatkan kelembaban dari luka akan berkurang

yang membuat proses penyembuhan akan sangat lambat.

Karena terjadi gangguan pada tahap penyembuhan luka

maka luka menjadi kronis yang menyebabkan fase

proliferasi akan memanjang yang berakibat pada fase

remodeling berlangsung selama berbulan-bulan dan dapat

berlangsung hingga bertahun-tahun (Sinno & Prakash,

2013; Suriadi, 2015; Syabariyah, 2015).


20

2.2.6 Dampak Diabetes Melitus Gangren

Terdapat dampak fisik dan psikologis pada penderita gangren.

Perubahan Fisik menurut (Ribu dan Wahl, 2015)

1. Neuropati Diabetik

Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling

sering ditemukan pada pasien diabetes melitus. Neuropati

diabetik adalah gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat

dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini

meningkat bersamaan dengan lamanya menderita penyakit

diabetes melitus dan bertambahnya usia penderita.

2. Trauma

Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak

disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang

kecil atau trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu

yang sempit menyebabkan tekanan yang berkepanjangan

dapat menyebabkan ulserasi pada kaki.

3. Infeksi

Infeksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu superfisial dan lokal,

selulitis dan osteomyelitis. Infeksi akut pada penderita yang

belum mendapatkan antibiotik biasanya monomikrobial

sedangkan pasien dengan ulkus kronis, gangrene dan

osteomyelitis bersifat polimikrobial. Kuman yang paling

sering dijumpai pada infeksi ringan adalah Staphylococcus

Aereusdan streptococcal serta isolation of Methycillin-resstant


21

Staphyalococcus aereus (MRSA). Jika penderita sudah

mendapat antibiotik sebelumnya atau pada ulkus kronis,

biasanya dijumpai juga bakteri batang gram negatif

(Enterobactericeae, enterococcus, dan pseudomonas

aeruginosa).

4. Amputasi

Amputasi pada kaki merupakan pemotongan pada bagian atau

sebagian tungkai bawah penderita misalnya jari dan seterusnya

atau sebagian pedis atau sebagian tungkai bawah. Sebagian

besar amputasi pada kaki diabetik bermula dari ulkus pada

kulit. Bila dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang adekuat

akan dapat mengurangi kejadian tindakan amputasi.

Sedangkan perubahan psikologis penderita Diabetes Mellitus

gangren meliputi

1. Cemas

Penderita Diabetes Melitus dengan gangren mengalami

banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari perawatan luka

yang terus menerus sampai terjadinya amputasi. Perubahan

hidup yang mendadak membuat penderita mengalami

kecemasan (Shahab, 2006).

2. Stres

Karena sifat ulkus Diabetes Mellitus yang terkenal kronis,

sulit sembuh dan tingginya angka amputasi dapat memicu

timbulnya stressor pada penderita Diabetes Melitus. Hal ini


22

dapat memberikan beban pada kondisi biologis, misalnya

penyakit, infeksi, trauma fisik dengan kerusakan organ

biologis, malnutrisi, dan juga kondisi psikologis bahkan Stress

bisa memiliki konsekuensi secara fisik, emosional, intelektual,

sosial dan spiritual. (Lukaningsih, 2011).

3. Depresi

Diabetes milletus penyakit kronik yang tidak bisa sembuh

sempurna, perlu perawatan seumur hidup. Pada pasien yang

telah didiagnosa menderita Diabetes Melitus, timbul perasaan

yang tidak adekuat lagi, dapat berlebihan, timbul ketakutan,

mereka menuntut untuk dirawat orang lain dengan berlebihan,

dan sikap bermusuhan yang kemungkinan dapat terjadi. Hal

ini juga bisa berlanjut menjadi perasaan depresi pada

pasien. (Watkins, 2006).

4. Konsep Diri Negatif

Rasa percaya diri rendah, penilaian yang rendah dan

pandangan diri yang negatif terhadap diri sendri dan respon

dari orang lain terhadap tubuh individu tersebut yang

menyebabkan rasa terasingkan dan tidak di anggap (Kozier, et

al, 2010)

2.2.7 Penilaian Gangren

Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus

berkepanjangan, maka perlu mengetahui akar penyebabnya.

Untuk mendapatkan data ulkus secara menyeluruh yang akan


23

bermanfaat didalam perencanan pengobatan, perlu dilakukan

penilaian-penilaian ulkus meliputi : (Van Baal, 2014 ; Khanolkar

dkk.,2015).

1. Penilaian neuropati

Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi

tekanan dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g,

pemeriksaan sensasi vibrasi dengan garpu tala 128 Hz.

2. Penilaian struktur

Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti

penonjolan tulang di plantar pedis : claw toes, flat toe,

hammer toe, callus, hallux rigidus, charcot foot.

3. Penilaian vaskuler

Riwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan

otot, pemeriksaan pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri,

dilakukan secara sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila

ditemukan tanda infeksi, kaki teraba dingin, pucat, tidak ada

pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah ankle < 50 mmHg

(Ankle Brachial Index < 0,5), TcPO2 < 30mmHg, tekanan

darah jari < 30mmHg.

4. Penilaian ulkus

Pemeriksaan ulkus harus dilakukan secara cermat,teliti dan

sistematis. Inspeksi harus bisa menjawab pertanyaan, apakah

ulkusnya superfisial atau dalam, apakah mengenai tulang,

sehingga bisa ditetapkan derajat ulkus secara akurat.


24

2.3 Konsep Diri

2.3.1 Definisi

Konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri

sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik,

psikologis, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai.

Konsep diri juga berarti gambaran tentang dirinya sendiri dalam

bandingannya denganorang lain. Hurlock (dalam Gufron, 2015:

13).“

konsep diri terbentuk melalui pengalaman individu dalam

berhubungan dengan orang lain bukan faktor yang dibawa sejak

lahir”. Ketika berhubungan dengan orang lain, individu akan

memperoleh tanggapan. Tanggapan tersebut akan digunakan

individu sebagai acuan untuk menilai dan memahami dirinya.

(Leonard dan Supardi, 2014: 343).

Konsep diri sebagai suatu penilaian terhadap diri adalah

cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana

penerimaannya terhadap diri sendiri sebagaimana yang dirasakan,

diyakini, dan dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral,

keluarga, personal. Rahmat (dalam Gufron, 2015: 14).

2.3.2 Jenis-jenis Konsep Diri

Menurut William D. Brooks (dalam Rini, 2014) bahwa dalam

menilai dirinya seseorang ada yang menilai positif dan ada yang

menilai negative.
25

1. Konsep Diri Positif

“Konsep diri positif lebih berupa penerimaan terhadap diri

bukan berupa kebanggan yang besar tentang dirinya”

(Calhoun & Acocella, 2008: 73). Konsep diri positif

mengarah pada kerendahan hati bukan keangkuhan dan

keegoisan. Jadi orang yang memiliki konsep diri positif adalah

orang yang memiliki perasaan berupa penerimaan tentang

pdirinya. Ia dapat menerima berbagai fakta yang berkaitan

dengan dirinya dan menanggapi bahwa fakta-fakta yang ada

pada dirinya bukan merupakan ancaman baginya.

(Jalaluddin Rahmat, 2015: 104) menyampaikan tanda-tanda

orang yang memiliki konsep diri positif, antara lain sebagai

berikut.

a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.

b. Ia merasa setara dengan orang lain.

c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

d. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai

perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya

disetujui masyarakat.

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup

mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak

disenangi dan berusaha mengubahnya.


26

2. Konsep Diri Negatif

Menurut (Calhoun & Acocella, 2008: 73), konsep diri negatif

merupakan “perasaan yang negatif tentang dirinya”. Ia merasa

pribadinya tidak cukup baik dari pada orang lain. Hal ini

terjadi karena individu menghadapi informasi tentang dirinya

yang tidak dapat diterima dengan baik oleh dirinya. (Calhoun

& Acocella, 2008: 73) berpendapat, bahwa “konsep diri

negatif dapat mengakibatkan depresi atau kecemasan dan

kekecewaan emosional”. Menurut Wiliam D. Brooks dan

Philip Emmert (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2015: 103), ada

lima tanda seseorang yang mempunyai konsep diri negatif,

antara lain sebagai berikut.

a. Menganggap bahwa kritik sebagai alat untuk menjatuhkan

harga dirinya. Orang yang mempunyai konsep diri negatif

cenderung tidak menyukai dialog terbuka.

b. Responsif sekali terhadap pujian.

c. Bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia tidak sanggup

menyampaikan penghargaan dan mengakui kelebihan

orang lain.

d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa

tidak diperhatikan.

e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Misalnya ia tidak

mau bersiang dengan orang lain dalam hal prestasi.


27

2.3.3 Dampak Konsep Diri

1. Konsep Diri Positif

a. Berfikir positif

Berfikir positif akan menimbulkan keinginan yang positif,

dengan berfikir positif maka kita akan memiliki kekuatan

yang luar biasa dan membuat orang-orang akan suka

berada di sekitar kita serta dengan berfikir positif kita

dapat menemukan mana yang baik dan mana yang buruk

dalam hidup (Hariyono, 2010).

b. Kontrol Diri

Kontrol diri memiliki makna sebagai suatu kecakapan

individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan

lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan

mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi

dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan

sosialisasi (Calhoun dan Acocela, 2008).

c. Percaya Diri

Jika seseorang memiliki rasa percaya diri yang baik,

maka ia akan yakin pada dirinya sendiri dan juga pada

orang lain serta memiliki keinginan untuk mencoba hal-

hal positif di berbagai kesempatan (Asmani, 2011).


28

2. Konsep Diri Negatif

a. Berfikir Negatif

Konsep diri negatif cenderung membuat seseorang juga

berfikir negatif di karenakan pandangan yang kurang baik

yang di rasakan oleh dirinya sendiri maupun pandangan

dari orang lain.

b. Tidak percaya diri (Pesimis)

Rasa tidak percaya diri pada seseorang mebuat mereka

mempermalukan diri sediri dengan buruk, merasa diri

tidak berguna dan tidak berharga. (Kusmanto, 2009).

c. Cemas

Konsep diri yang negatif menyebabkan gangguan pada

persaan yang di tandai dengan perasaan kekhawatiran

yang mendalam dan berkelanjutan, ketakutan yang tidak

nyata sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang

sebenarnya tidak mengancam (Calhoun dan Acocella,

2015)

d. Stress

Persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan

yang terjadi dalam kesehatan fisik, spiritual, emosional,

seksual, kekeluargaan dan sosiokultural, dapat

menyebabkan stress (Perry & Potter, 2015).


29

e. Depresi

Konsep diri yang negatif menyebabkan seseorang merasa

tidak berdaya, rasa bersalah, tertekan, muram, trauma

psikis (Kartono,2010).

2.3.4 Tingkatan Konsep Diri

(Fits Robinson dalam Heidemans, 2009) menggambarkan

konsep diri dalam 3 tingkatan, antara lain:

1. Konsep diri tinggi

Apabila seseorang menilai dirinya dengan sangat baik,

memberikan prestasi yang tinggi dan tidak memiliki perasan

yang negatif terhadap komponen dirinya. Seseorang yang

memiliki konsep diri tinggi mereka akan slalu beranggapan

bahwa dirinya telah sesuai dengan harapan yang diinginkan.

2. Konsep diri cukup

Apabila seseorang memberikan penilaian terhadap dirinya

dengan penilaian yang baik namun dalam beberapa aspek

beranggapan bahwa belum memiliki rasa puas. Seperti

beranggapan bahwa penampilan diri kurang menarik, peran

yang tidak sesuai. Terkadang menolak terhadap kemampuan

personal, penurunan produktifitas, mudah tersinggung.

3. Konsep diri rendah

Apabila seseorang menilai terhadap dirinya sangat kurang /

rendah. Tidak pernah merasa puas terhadap dirinya dan


30

merasa bersalah dengan apa yang telah ada pada dirinya.

Beberapa tanda gejalanya mudah marah yang berlebihan,

2.3.5 Aspek-Aspek Konsep Diri

Fitts (dalam Hendriati Agustiani, 2006: 142) melengkapi

aspek konsep diri dengan membagi konsep diri menjadi 2

dimensi, yaitu sebagai berikut.

1. Dimensi Internal

Dimensi internal adalah penilaian yang dilakukan individu

untuk menilai dirinya berdasarkan dunia di dalam dirinya.

Dimensi internal dibagi menjadi tiga bentuk, yaitusebagai

berikut.

a. Diri identitas (identity self)

Diri identitas berkaitan dengan identitas diri individu itu

sendiri, misalnya gambaran tentang dirinya “siapa saya”.

Selain itu berkaitan dengan label yang diberikan kepada

diri oleh individu yang bersangkutan.

b. Diri pelaku (behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah

lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai apa

yang dilakukan oleh dirinya. Diri yang kuat ditunjukkan

dengan kesesuaian antara diri identitas dengan diri

pelakunya sehingga ia dapat menerima baik dari diri

identitas maupun diri pelakunya.


31

c. Diri penerimaan/ penilaian (judging self)

Diri penerimaan berkaitan dengan kepuasaan seseorang

akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima

dirinya. Jika individu mempunyai kepuasaan yang tinggi

pada dirinya, maka ia memiliki kesadaran diri yang

realistis, dan memfokuskan untuk mengembangkan

dirinya. Sebaliknya, jika seseorang tidak mempunyai

kepuasaan terhadap dirinya, maka ia akan mengalami

ketidakpercayaan diri dan menimbulkan rendahnya

harga diri.

2. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui

hubungannya dengan orang lain. Baik itu aktivitas sosial,

nilai-nilai yang dianut di dalam masyarakat, ataupun hal-

hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal menurut Fitts di

bagi menjadi lima bentuk, yaitu sebagai berikut.

a. Diri fisik (Psysical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang tentang

keadaannya secara fisik. Contohnya mengenai kesehatan

diri, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik atau

tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek,

gemuk atau kurus).


32

b. Diri etik-moral (moral-ethical self)

Diri etik-moral merupakan persepsi seseorang yang

didasarkan pada standar pertimbangan secara moral dan

etika. Hal ini berhubungan dengan Tuhan, kepuasaan

seseorang akan agamanya, dan nilai moral.

c. Diri pribadi (personal self)

Diri personal merupakan persepsi seseorang mengenai

keadaan pribadinya. Dalam hal ini menyangkut sejauh

mana individu merasa sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri keluarga (Family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri

dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dalam

hal ini, diri keluarga berkaitan dengan peran yang

dijalani sebagai anggota keluarga.

e. Diri Sosial (Sosial self)

Diri sosial merupakan penilaian individu terhadap

interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan

di sekitarnya.

2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

(Dalam Agusta, 2015) ada beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut

terdiri dari teori perkembangan, orang yang terpenting atau yang

terdekat (significant other), dan persepsi diri sendiri (self

perception).
33

1. Teori Perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, seiring berjalannya waktu

kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti

mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain.

Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang

terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan

eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau

pengenalan tubuh, nama panggilan, pengelaman budaya dan

hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang

dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri

dengan merealisasi potensi yang nyata.

2. Orang yang terpenting atau yang terdekat (significant other)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan

pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui

cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri

merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap

diri, pengaruh budaya dan sosialisasi.

3. Persepsi diri sendiri (self perception)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan

penilaiannya, serta persepsi individu terhadap

pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat

dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang

positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan

dasar dari perilaku individu.


34

Faktor-fator lain yang mempengaruhi konsep diri.

1. Usia

Semakin tua usia seseorang maka akan ankan mengalami

penurunan kondisi fisik dan keterbatasan dukungan sosial

khususnya dari pihak keluarga. Hal ini sangat mempengaruhi

aspek psikologis pada lansia hingga rentan terjadi gangguan

konsep diri (Suardiman, 2007).

2. Jenis Kelamin

Adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan wanita

menentukan peran masing-masing jenis kelamin. Perbedaan

tersebut di sebabkan karena wanita lebih memperhatikan

penampilanya dari pada laki-laki peran tersebut

menyebabkan dunia wanita hanya terbatas pada dunia

keluarga sehingga wanita slalu bersikap negatif terhadap

dirinya. Wanita juga kurang percaya diri apabila ia diminta

menunjukkan seluruh kemampuanya. Sementara itu laki-laki

dpat mengembangkan diri secara optimal, karena laki-laki

berkecimpung dalam kehidupan di luar rumah (Pudjijogyanti,

2012).

3. Pendidikan

Pengetahuan merupakan bagian dari suatu kajian yang lebih

luas dan diyakini sebagai pengalaman yang sangat berarti

bagi diri seseorang dalam proses pembentukan konsep

dirinya. seseorang yang telah mengikuti jenjang pendidikan


35

formal selama 9 tahun dinyatakan telah memiliki tingkat

pemahaman yang baik. Tingkat pendidikan yang memadai

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima dan

memahami suatu informasi tentang kesehatan (Maria, 2015).

2.3.7 Upaya Penanggulangan Konsep Diri

1. Pandangan positif

Menumbuhkan rasa percaya diri dan penilaian yang baik

pada diri sendri dapat menimbulkan konsep diri yang positif

dan menghindari konsep diri yang negatif.

2. Interaksi sosial

Penerimaan dan pandangan masyarakat sangat berpengaruh

terhadap konsep diri seseorang, jika pandangan atau penilaian

yang di berika buruk makan akan membentuk konsep diri

yang negatif, sebaliknya jika pandangan dan penilaian yang

di berikan baik maka akan membentuk konsep diri yang

positif.

3. Keluarga

Keluarga menjadi peran utama dalam pembentukan konsep

diri seseorang, dengan pemberian semangat dan motivasi

yang baik akan menjadikan seseorang memiliki penilaian

yang baik terhadap dirinya sendiri.

2.3.8 Pengukuran Konsep Diri


36

Dalam (Amaliah, 2012) instrumen dalam mengukur konsep

diri menggunakan Cecklist Tennesse Self Concept Scale (TSCS)

yang di kembangkan oleh William H Fist pada tahun 1965,

kemudian Tennesse Self Concept Scale (TSCS) di adaptasi oleh

Sri Rahayu Partosuwindo (Tim Peneliti Universitas Gajah Mada

Yogyakarta) pada tahun 1979. Tennesse Self Concept Scale

(TSCS) merupakan konsep diri individu secara umum berada

dalam usia 12 tahun ke atas. Alat ukur Tennesse Self Concept

Scale (TSCS) ini menghasilkan skor total untuk konsep diri tetapi

berupa skor-skor yang menggambarkan dua aspek yaitu dimensi

internal dan eksternal. Dimensi internal terdiri atas 3 bagian dan

eksternal terdiri dari lima bagian.

Tennesse Self Concept Scale (TSCS) di susun berdasarkan

sejumlah deskripsi diri yang di kumpulkan dari balester (1953

dalam amaliah). Engel (1956 dalam amaliah 2012) dan Tylor

(1953 dalam amaliah 2012). Serta deskripsi diri yang di tulis oleh

para pasien dan non pasien. Setelah di kumpulkan dan di teliti,

item-item diklasifikasikan berdasarkan apa yang di lihat

seseorang pada dirinya ketika ia menuliskan gambaran dirinya.

Item-item yang di kumpulkan ini berjumlah 90 pertanyaan yang

terdiri dari pertanyaan positif dan negatif. (Fits 1965 dalam

amaliah, 2012). Menambahkan 10 pertanyaan untuk mengukur

keterbukaan seseorang dalam menjawab pertanyaan skala konsep

diri ini. Dengan demikian dalam Tennesse Self Concept Scale


37

(TSCS) berjumlah 100 item. Setiap pertanyaan memiliki

kemungkinan jawaban berupa skala angka 1 sampai 5. Angka 1

brarti pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan

keadaan diri subyek sedangkan 5 brarti pertanyaan tersebut

sesuai dalam menggambarkan diri subyek. Dari 90 item, 45 item

favorable dan 45 item lain unfavorable.

2.4 Depresi

2.4.1 Definisi Depresi

Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang

ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya

akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga

berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari

(National Institute of Mental Health, 2010).

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang

ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan

minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau

nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi

(World Health Organization, 2016).

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu

makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus

asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2015).


38

Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa

depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih,

merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-

tanda retardasi psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik

diri dan terdapat gangguan fisiologis seperti insomnia dan

anoreksia (Kaplan, 2015).

2.4.2 Klasifikasi Depresi

Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:

1. Gangguan depresi mayor

Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan

dari nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan

aktivitas, kekurangan energi, perasaan bersalah, dan pikiran

untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2 minggu

(Kaplan, et al, 2010).

Adanya beberapa tingkatan depresi menurut (Kusumanto,2010)

di antaranya:

a. Depresi Ringan,

Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses

pikir komunikasi sosial dan rasa tidak nyaman.

b. Depresi Sedang

1) Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis

2) Proses fikir : perasaan sempit, berfikir lambat, kurang

komunikasi verbal komunikasi non verbal meningkat.


39

3) Pola komunikasi : bicara lambat, kurang komunikasi

verbal, komunikasi non verbal meningkat.

4) Partisipasi sosial : menarik diri tidak mau melakukan

kegiatan, mudah tersinggung.

c. Depresi Berat

1) Gangguan afek : pandangan kosong, perasaan hampa,

murung, inisiatif berkurang

2) Gangguan proses pikir

3) Sensasi somatik dan aktifitas motorik : diam dalam

waktu lama, tiba-tiba hiper aktif, kurang merawat diri,

tidak mau makan dan minum, menarik diri, tidak

peduli dengan lingkungan.

2. Gangguan Dysthmic

Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama).

Gejala- gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan

depresi mayor yaitu selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia

bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan depresi

mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat

berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute

of Mental Health, 2010).

3. Gangguan depresi psikotik

Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala,

seperti: halusinasi dan delusi (National Institute of Mental

Health, 2010).
40

4. Gangguan depresi musiman

Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan

menghilang pada musi semi dan musim panas (National

Institute of Mental Health, 2010).

2.4.3 Etiologi Depresi

(Kaplan & Saddock,, 2010) menyatakan bahwa sebab

depresi dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: aspek

biologi,aspek genetik, aspek psikologi dan aspek lingkungan

sosial.

1. Aspek Biologi

Penyebabnya adalah gangguan neurotransmiter di otak dan

gangguan hormonal. Neurotransmiter antara lain noradrenalin

dopamine dan histamine. Dopamin dan nonepinefrin.

Keduanya berasal dari asam amino tirsin yang terdapat pada

sirkulasi darah. Pada neurondopaminergik, tirosin diubah

menjadi dopamine melalui 2 tahap: perubahan tirosin menjadi

DOPA oleh tirosin hidroksilase (TyrOH). DOPA tersebut akan

diubah lagi menjadi dopamin (DA) oleh enzim dopamin beta

hidroksilase (DBH-OH).

2. Aspek Genetik

Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood,

akan tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang

sangat kompleks, didukung dengan penelitian-penelitian


41

sebagai berikut: Dari penelitian keluarga secara berulang

ditemukan bahwa sanak keluarga turunan pertama dari

penderita gangguan bipolar I berkemungkinan 8-18 kali lebih

besar dari sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol

untuk menderita gangguan bipoler I dan 2-10 kali lebih

mungkin untuk menderita gangguan depresi berat. Sanak

keluarga turunan pertama dari seorang penderita berat

berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar daripada sanak

keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita

gangguan bipoler I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita

depresi berat.

3. Aspek Psikologi

Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang

secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi.

Semua manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam

keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian dependen- oral,

obsesif kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko

yang lebih besar untuk mengalami depresi dari pada tipe

kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya dengan

menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan

mengeksternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti

hubungan gangguan kepribadian tertentu dengan gangguan

bipoler I pada kemudian hari. Tetapi gangguan distimik dan


42

gangguan siklotimik berhubungan dengan perkembangan

gangguan bipoler I di kemudian harinya.

4. Aspek Lingkungan sosial.

Berdasarkan penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi

mengis pada pasien yang terkena depresi suatu

rasapengendalian dan penguasaan lingkungan.

2.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Depresi

1. Faktor Usia

Semakin bertambahnya usia hususnya pada lansia semaki bisa

menerima kondisi penyakitnya hal tersebut disebabkan karena

adanya dukungan keluarga yang baik bagi para lansia, dimana

dukungan keluarga sangat penting bagi lansia seperti

dukungan emosional, dukungan psikologis, dukungan sosial

sehinggan penekaan terhadap stress yang akan berkembang

menjadi depresi (Widya A, 2018)

2. Jenis Kelamin

Depresi umumnya lebih sering menyerang pada perempuan.

Perempuan lebih sering terpajan dengan stressor lingkungan

dan batas ambangnya lebih rendah jika dibandingkan laki-laki.

Depresi pada perempuan juga berkaitan dengan ketidak

seimbangan hormon sehingga perempuan berada pada resiko


43

yang lebih besar gangguan depresi dan kecemasan pada usia

lebih awal dari pada laki-laki (Christina W, dkk. 2016).

3. Pekerjaan

Bekerja merupakan bentuk perilaku hidup aktif yang dapat

mencegah terjadinya depresi. Pekerjaan yang dimiliki

penderita perlu disesuaikan dengan kemampuan fisik dan

psikisnya.Aktivitas sebagai bentuk upaya nyata untuk

mencegah depresi (Pei dan Hui, 2009).

4. Pendidikan

semakin tinggi pengetahuan seseorang akan semakin luas

wawasan yang dimiliki. Tingkat pengetahuan yang baik

mengenai depresi akan membantu individu dalam menekan

gejala depresi yang muncul (Christina W, dkk. 2016).

5. Lama Menderita

Penderita diabetes mellitus gangren yang baru dan cepat

mendatkan penanganan akan mengurangi terjdinya kecacatan

sehingga dapat menghindari terjadinya depresi (Christina W,

dkk. 2016).

2.4.5 Tingkatan Depresi

Menurut PPDGJ-III (Ma’rifatul lilik, 2011) tingkatan

depresi ada 3 berdasarkan gejala-gejalanya yaitu :


44

1. Ringan

a. Kehilangan minat dan kegembiraan.

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya

keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah

kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

c. Proses berfikirnya menjadi lambat dan gangguan

memori juga disertai disorentasi ringan.

d. Harga diri rendah dan kehilangan rasa percaya diri.

e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-

kurangnya 2 minggu.

2. Sedang

a. Kehilangan minat kegembiraan.

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya

keaadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah

kerja sedikit saaja) dan menurunynya aktivitas.

c. Proses berfikirnya menjadi lambat dan gangguan

memori juga disertai disorentasi ringan.

d. Harga diri rendah dan kehilangan rasa percaya diri.

e. Perasaan bersalah dan merasa tidak berguna.

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

g. Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum sekitar

2 minggu.
45

h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan

sosial pekerjaan dan urusan rumah tangga.

3. Berat

a. Mood depresif.

b. Kehilangan minat dan kegembiraan.

c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya

keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah

kerja sedikit saja saja) dan menurunnya aktivitas.

d. Proses berpikirnya menjadi lambat dan gangguan

memori juga disertai disorentasi ringan.

e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

g. Perbuatan yang membahayakan diri sendiri atau bunuh

diri.

h. Tidur terganggu.

i. Disertai waham.

j. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2

minggu.

2.4.6 Pencegahan Depresi

1. Pencegahan primer

a. Mendidik klien dan keluarga tentang terapi menggunakan

strategi-strategi interaktif, seperti mengungkapkan

kenangan dan tinjauan hidup yang ditekankan pada


46

peristiwa hidup yang menyenangkan serta kontribusi dan

pencapaian yang positif.

b. Rujuk kekolompok pendukung setempat.

c. Memastikan tingkat ketepatan dan tingkat asuhan yang

paling tidak membatasi klien dengan membuat rujukan

kerumah perawatan.

d. Mengkondisikan modifikasi lingkungan misalnya, jalur

landas, pencahayaan yang adekuat guna mempertahankan

tingkat kemandirian.

e. Membantu mereka menghindari depresi dengan

mengarahkan kembali minat-minat mereka.

f. Mendorong aktivitas-aktivitas dan hubungan baru yang

penuh makna.

g. Mendukung jaringan sosial mereka.

2. Pencegahan Sekunder

a. Meninjau ulang tanda dan gejala daari trial depresif dan

passtikan melalui wawancara langsung dengan klien apa

gejala-gejala yang dialami, berapa lama gejala itu sudah

berlangsung, dari apakah gejala-gejala tersebut pernah

terjadi sebelumnya. Hal yang sangat penting untuk

diperhatikan adalah lingkungan yang jelas atau kehilangan.

b. Jika dicurigai depresi, perawat atau tim kesehatan harus

melakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang

standart dan dapat dipercaya serta valid.


47

c. Memberikan rasa aman dan nyaman dengan mendukung

dan mendorong klien untuk mencoba hal-hal baru dengan

menganjurkan interaksi dan keterlibatan yang menambah

makna dan tujuan hidup.

d. Memvalidasi arti klien sebagai manusia dengan cara ia

perlukan.

e. Perawat atau tim kesehatan harus mendorong partisipasi

klien depresi dalam perawatan diri dan aktivitas-aktivitas

lain serta meningkatkan konsep dirinya dengan

memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan

sesuatu (sekallipun kecil) dan melakukannya dengan

benar.

f. Mengkomunikasikan perhatian.

g. Memberikan informasi tentang depresi.

h. Memodifikasi lingkungan fisik dan sosial.

3. Pencegahan Tersier

a. Mendorong ingatan atau tinjauan hidup dan oleh sebab itu

membantu penyelesaian masalh-masalah lama dan

meningkatkan identifikasi dengan pencepaian dimasa lalu.

b. Mengajarkan tentang penatalaksanaan kesehatan dan stres

menstimulasi rasa dan perbaikan respon terhadap

lingkungan.

c. Membantu memenuhi kebutuhan akan mencintai dan

dicintai (Mickey Stanley dan Patricia Goutlett, 2010).


48

2.4.7 Upaya Penanggulangan Depresi

1. Farmakologi

Ada beberapa obat anti depresan yaitu :

a. Lithium

Lithium adalah obat yang digunakan untuk mengobati

gangguan bipolar.

b. MAOIs (Monoamine oxidase inhibitors).

Obat ini menghalangi aktivitas monoamine axidase, enzim

yang Menghancurkan monoamine neurotransmithers

morepinephrine, serotinin dan dopamine.

c. Trisiklik

Obat ini meningkatkan aktivitas neurotransmiter

monoamine, norepinephrine dan serotinin dengan

menghambat reuptake kedalam neuron.Pilihan pengobatan

anti depresan trisiklik mencakup amitriptilin dengan dosis

50-250 mg/hari, imipramin dengan dosis 30-300 mg/hari.

d. SSRI (Selective serotonin reuptake inhibitors)

Obat ini hanya menghambat reuptake serotonin namun

tidak menghalangi neurotransmiter lain. Pengobatan

dengan SSRI meliputi jenis fluoxetin dengan dosis 20-60

mg/hari, sertralin dengan dosis 50-200 mg/hari.

2. Non Farmakologi
49

Ada beberapa penanggulangan depresi secara non farmakologis

antara lain:

a. Pendekatan CBT (Cognitive Behavior Therapy)

1) Mengurangi kecemasan saat berada dalam keadaan

benar-benar rilek.

2) Menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan tidak

rasional yang mengganggu saat dalam keadan

bimbang.

3) Mengubah pikiran-pikiran negatif dengan pikiran

positif.

b. Menjadi asertif adalah mengurangi stres dan komunikasi

yang lebih baik.

c. Memberikan dukungan sosial.

d. Berolahraga.

e. Mengatur pola makan (Namora Lumongga, 2009).

2.4.8 Cara Pengukuran Depresi

Tingkat depresi adalah penilaian dari berat ringanya setres

yang di alamai seseorang. Tingkatan setres ini di ukur dengan

menggunakan Dpression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) oleh

Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression

Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri dari 42 item. DASS

adalah seperangkat skala subyektif yang di bentuk untuk

mengukur status emosional negatif dan depresi, kecemasan dan

stres. DASS 42 di bentuk tidak hanya untu mengukur secara


50

konvesional mengenai status emosional, tetapi untuk proses lebih

lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang

berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan

biasanya di gambarkn sebagai stres. DASS dapat di gunakan baik

itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, rigan,

sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The

Depression Anxiety Stress Scale42 (DASS 42) terdiri dari 42 item,

mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologi, dan prilaku.

Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29

normal; 30-59 ringan; 60-89 sedang; 90-119 berat; >120 sangat

berat (Lovibond & Lovibond, 1995).

Selain itu, ada juga skala-skala lain yang bisa di gunakan

sperti Perceived Stres Scale (PSS) atau profile Mood States

(POMS) alat-alat ini di gunakan sebagai instrumen untuk

mendeteksi stres dan tahap stres dan bukanya sebagai alat untuk

mndiagnosa (Cohen, 1983).

2.5 Hubungan konsep diri dengan tingkat depresi pada penderita Diabetes

Melitus Gangren

Perubahan konsep diri pada penderita Diabetes Mellitus di akibatkan

karena adanya luka yang dialami oleh penderita diabetes pada area kaki

dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis kulit, sampai luka

dengan ketebalan penuh (full thickness), yang dapat meluas kejaringan lain

seperti tendon, tulang dan persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa


51

penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan infeksi atau gangrene.

(Fernando, et al., 2014; Frykberg, et al., 2006; Rowe, 2015; Yotsu, et al.,

2014). Penyakit kronis sering mengganggu peran yang dapat mengganggu

harga diri seseorang, seperti diabetik dan pembedahan dapat menurunkan

perasaan nilai diri, hal tersebut dapat menganggu kemampuan adaptasi

seseorang sehingga kegagalan dalam beradaptasi sering menyebabkan

perubahan konsep diri. (Perry & Potter, 2015).

Perubahan pada konsep diri penderita dapat menimbulkan pandangan yang

positif dan negatif terhadap diri mereka. Individu yang memiliki kosep diri

positif akan mengembangan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri, dan

kemampuan untuk melihat dirinya sendiri secara realistis yang kemudian

individu dapat menilai hubungan dengan orang lain secara tepat dan hal ini

akan menimbulkan penyesuaian sosial yang baik. Sebaliknya bila konsep diri

negatif, individu akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah

diri, merasa ragu dan kurang percaya diri, hal tersebut dapat menumbuhkan

penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk. (Hurlock, 2008 dalam Elvina,

2011). Perubahan konsep diri tersebut membuat penderita Diabetes Mellitus

manunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya adalah

marah, merasa tidak berguna, pemisahan diri dari pergaulan, cepat

tersinggung, ketergantungan, pemberontakan, depresi akibat kecemasan yang

meningkat. (Basuki, 2010). Depresi yang muncul di sebabkan karena kondisi

kesehatan penderita yang tidak menentu di warnai dengan kesembuhan dan

kekambuhan, kemungkinan juga karena terjadinya kemunduran fisik.

(Miller,2010). Depresi yang di alami penderita Diabetes Mellitus Gangren


52

dapat memberikan dampak yaitu berupa timbul perasaan tidak adekuat,

memunculkan perasaan yang berlebihan, timbul ketakutan dan menuntut

perawatan diri yang berlebih ( Watkins, 2006).

Anda mungkin juga menyukai