Anda di halaman 1dari 3

Stigmatisasi dan Beban Ganda Pasien Covid-19

Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia hingga saat ini masih menyisakan berbagai
tantangan yang harus segera dicarikan jalan keluar. Menurut Dirjen Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Achmad Yurianto,
setidaknya terdapat enam tantangan dalam penanganan Covid-19 di Indonesia : (i) pelaksanaan
penyelidikan epidemiologi kasus dan contact tracing yang belum maksimal; (ii) kapasitas
laboratorium dan rumah sakit di seluruh Indonesia masih belum merata; (iii) kapasitas rumah
sakit rujukan penangan Covid-19 di seluruh Indonesia, baik dari sumberdaya manusia, sarana
prasarana, serta logistik penunjang tatalaksana pasien Covid-19 masih belum merata; (iv) muncul
ketakutan, penolakan, dan stigma dari masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dini ke fasilitas
pelayanan kesehatan bila bergejala; (v) kesadaran masyarakat untuk melaksanakan protokol
kesehatan sehari-hari masih kurang; dan (vi) vaksin Covid-19 yang sampai saat ini masih dalam
tahap pengembangan.
Meski demikian, apabila menilik perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia kita patut
bersyukur. Ditengah semakin meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 belakangan ini,
ternyata jumlah pasien yang sembuh juga semakin meningkat. Hingga tanggal 21 September
2020, data kawalcovid19.id menunjukkan total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai
248.852 kasus. Jumlah kasus baru meningkat 4.176 kasus apabila dibandingkan hari sebelumnya
yang tercatat 244.676 kasus. Total pasien yang sembuh sebanyak 180.797 orang, meningkat
3.470 orang jika dibandingkan sehari sebelumnya.
Perkembangan yang terjadi tersebut berpengaruh terhadap capaian tingkat kematian dan
kesembuhan pasien Covid-19 di Indonesia. Masih merujuk sumber data yang sama, tingkat
kematian pasien Covid-19 terus mengalami penurunan dari 8,09% pada 19 Maret 2020 menjadi
3,89%. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya capaian persentase kesembuhan pasien
Covid-19. Apabila pada tanggal 19 Maret 2020 tingkat kesembuhan pasien Covid-19 masih
sebesar 4,85%, maka enam bulan berselang tingkat kesembuhan meningkat menjadi 72,65%.

Stigmatisasi Pasien Covid-19 di Masyarakat


Selain berjuang melawan keganasan Covid-19 yang tengah bersarang di tubuh, pasien
acapkali juga harus menanggung beban ganda yaitu berjuang melawan stigma negatif dari
masyarakat. Tidak jarang pasien Covid-19 dan keluarganya harus mendapat perlakuan yang
dikriminatif dari masyarakat. Meski tidak semua pasien mengalami diskriminasi, namun
masyarakat umumnya melihat pasien Covid-19 dan keluarganya secara negatif. Para pasien
Covid-19 dan keluarganya bahkan harus dihindari, bahkan dalam beberapa kasus sampai
dikucilkan. Covid-19 oleh sebagian besar masyarakat masih dipandang sebagai sebuah aib.
Semakin membaiknya tingkat kesembuhan pasien Covid-19 tidak menjadikan selesainya
permasalahan bagi para pasien dan keluarganya. Meskipun mereka sudah dinyatakan sembuh,
tidak serta merta stigma tersebut langsung hilang. Dalam beberapa kasus, pasien Covid-19 yang
sudah dinyatakan sembuh masih mengalami diskriminasi di masyarakat.
Apa yang dialami salah satu pasien Covid-19 di salah satu wilayah di Jawa Timur
menjadi pelajaran berharga, betapa stigma dampaknya tidak kalah mengerikan dibanding Covid-
19. Manakala pasien tersebut sudah menjalani isolasi di salah satu fasilitas kesehatan yang
disediakan pemerintah, dan dinyatakan sembuh, ternyata pasien tetap tidak diterima oleh
lingkungannya. Pasca kembali dari pengobatan, masyarakat cenderung menghindari pasien
bahkan cenderung dikucilkan. Padahal sebelumnya pasien merupakan salah satu warga yang
sangat dikenal baik oleh warga. Kondisi yang demikian menjadikannya semakin tertekan
sehingga memutuskan pindah ke daerah lain. Bahkan ketika ada seseorang yang hendak membeli
rumah tinggalnya yang lama, warga sekitar cenderung resisten dengan memberikan informasi
bahwa pemilik rumah tersebut adalah pasien Covid-19.
Tidak terbayang jika pasien Covid-19 yang mengalami stigma negatif adalah salah satu
warga negara yang kurang beruntung. Mereka yang menggantungkan hidup pada sektor informal
dengan besaran pendapatan tergantung transaksi masyarakat sekitarnya. Beban tentu menjadi
semakin berat ketika stigma negatif sebagai pasien Covid-19 masih melekat pada dirinya.

Stock of Knowledge Masyarakat dan Stigmatisasi


Stigmatisasi yang terjadi pada pasien Covid-19 tentu tidak serta merta menjadikan
masyarakat sebagai pihak yang dipersalahkan. Sebagaimana diketahui bersama, Covid-19
menjadi sebuah hal baru yang sampai saat ini juga sedang dipelajari oleh banyak pihak dan
banyak negara. Sebagai sebuah hal yang baru, maka masyarakat masih belum memiliki stock of
knowledge yang memadai untuk bereaksi terhadap Covid-19.
Minimnya stock of knowledge yang dimiliki masyarakat saat ini menjadikan stigma
negatif mudah terkonstruksi. Beragamnya tingkat pengetahuan dan lingkup interaksi sosial yang
ada dimasyarakat menjadikan stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 semakin tumbuh subur.
Kondisi ini semakin diperparah oleh minimnya informasi yang benar dan valid yang beredar di
masyarakat mengenai Covid-19.
Memperbesar kapasitas stock of knowledge masyarakat dengan demikian sangat
diperlukan guna mencegah dan menangani stigmatisasi terhadap pasien Covid-19. Berbagai
informasi yang berkaitan dengan Covid-19 harus tersampaikan kepada masyarakat secara masif
dan proporsional. Hingga saat ini, informasi yang paling sering disampaikan kepada masyarakat
adalah yang berkaitan dengan upaya pencegahan maupun penanganan Covid-19. Padahal
terdapat salah satu aspek yang tidak kalah penting adalah informasi mengenai pasien yang telah
menjalani perawatan dan telah dinyatakan sembuh.
Memperhatikan data pasien sembuh yang semakin meningkat, maka permasalahan terkait
dengan penerimaan masyarakat terhadap mereka menjadi sangat penting juga. Manakala stigma
negatif terhadap pasien Covid-19 –khususnya yang telah menjalani perawatan dan dinyatakan
sembuh– masih melekat kuat di masyarakat, maka seiring dengan jumlah pasien sembuh yang
semakin banyak maka tidak menutup kemungkinan permasalahan sosial akan muncul.

Kolaborasi Pemerintah dan Penyintas Covid-19


Pemerintah memiliki peranan sangat penting guna memperbesar kapasitas stock of
knowledge masyarakat tentang Covid-19. Dalam hal ini tidak hanya yang berkaitan dengan
upaya pencegahan dan penanganan, tetapi juga stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 yang telah
menjalani perawatan dan dinyatakan sembuh. Harapannya masyarakat memiliki pengetahuan
yang benar mengenai Covid-19 dan penderitanya. Dengan demikian masyarakat tidak hanya
dapat hidup berdampingan dengan Covid-19, tetapi juga dapat menghilangkan kerenggangan
sosial yang akibat stigmatisasi.
Upaya tersebut tentu akan menemui banyak tantangan manakala dilakukan oleh
pemerintah sendirian. Pemerintah, baik pusat maupun daerah perlu menggandeng berbagai pihak
guna memenuhi harapan tersebut. Salah satu pihak yang perlu diajak berkolaborasi adalah para
penyintas Covid-19 yaitu mereka yang pernah terpapar Covid-19 dan telah dinyatakan sembuh.
Setidaknya terdapat dua keuntungan yang dapat diperoleh manakala penyintas Covid-19
dilibatkan dapat upaya memperbesar kapasitas stock of knowledge masyarakat. Pertama, para
penyintas Covid-19 tentu mempunyai stock of knowledge yang lebih baik dibandingkan dengan
masyarakat pada umumnya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pengalaman berhadapan
langsung dengan Covid-19 sekaligus stigmatisasi yang menerpanya. Pengalaman inilah yang
penting untuk dibagikan kepada masyarakat. Kedua, dengan melibatkan para penyintas Covid-19
dalam mengedukasi masyarakat, secara tidak langsung menghapus stigma yang sempat melekat.
Mereka yang sebelumnya merasakan diskriminasi di masyarakat, ketika berbagi pengalaman
dengan masyarakat maka akan merasa kembali menjadi bagian dari masyarakat.

Epilog
Permasalahan pandemi Covid-19 ternyata tidak berhenti ketika pasien yang terpapar telah
dinyatakan sembuh. Stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 tidak hanya melekat ketika mereka
terpapar, bahkan ketika telah dinyatakan sembuh acapkali pasien dan keluarganya masih
menyandang stigma negatif dari masyarakat. Semua pihak perlu bergandengan tangan untuk
menghilangkan stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 maupun keluarganya. Pemerintah perlu
mengambil peran dengan memfasilitasi para penyintas Covid-19 untuk dapat berbagi
pengalaman dan pengetahuan tentang Covid-19 kepada masyarakat. Dengan demikian
stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 sedikit demi sedikit dapat terkikis.

Munari Kustanto

Merupakan ASN di lingkungan Pemerintah


Kabupaten Sidoarjo. Saat ini penulis tercatat
sebagai Peneliti Muda pada Bappeda
Kabupaten Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai