Anda di halaman 1dari 44

BAB I

Pendahuluan
1.1   Latar Belakang
Penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa dikatakan hanya
menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-
daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau
melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan. Pada mayoritas pasien,
penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan
sendi. Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas
luka merupakan komplikasi yang umum. Setelah 5 -10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan
akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus,
yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
Beban Penyakit Selama periode 1990 an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang
terdapat hanya di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha yang
gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004.
Sebelumnya, penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan pada umumnya didapati pada
suku ? suku didalam masyarakat. India kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia dengan
sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India bebas dari penyakit ini
sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence + No sero positive cases among < 5 children.
Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan dari 8 dari 30 provinsi. 95 % dari keseluruhan
jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya dilaporkan dari empat provinsi :Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-
tahun terakhir, terutama disebabkan oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan pada
dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan
memperkuat program ini.
Di Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemic di 6 dari 13 distrik. Data yang dapat dipercaya tidak
terdapat di negara ini. Pendekatan yang terpadu sedang direncanakan, dengan mengkombinasikan
pemberantasan penyakit kaki gajah dan frambusia, serta pengontrolan cacing tanah. Sinergi program semacam
ini merupakan pendekatan utama yang harus didukung.
Frambusia dapat diberantas karena penyakit ini dapat dideteksi dengan mudah oleh petugas kesehatan di klinik-
klinik serta dapat disembuhkan dengan satu kali penyuntikan penisilin aksi lama. Secara geografis, penyakit ini
hanya terbatas pada sebuah daerah yang terpencil dan terlokalisir di tempat tersebut. Memperkenalkan
pemberantasan frambusia dapat menjadi pintu masuk untuk pemberian penanganan kesehatan primer ke dalam
populasi yang termarjinalkan secara social dan terisolasi secara geografis.
Secara histories, penggunaan strategi yang meliputi pendeteksian kasus secara aktif dan penanganan tepat
waktu dari kedua kasus ini serta kontak dengan keluarga penderita terbukti dapat memberantas penyakit ini.
Pada akhirnya, pemberantasan frambusia dapat menurunkan angka kemiskinan dan memberdayakan
masyarakat tradisional sehingga Negara-negara mampu mencapai Millenium Development Goals (MDGs) atau
paling tidak mampu menyediakan akses ke kondisi kesehatan dan sanitasi pada tingkat dasar. Berdasarkan
argument-argument ini, WHO telah mendeklarasikan bahwa pemberantasan frambusia merupakan prioritas
untuk daerah Asia Tenggara, dan hal ini dapat diwujudkan.
Untuk menjalankan misi pemberantasan penyakit ini, WHO telah mempersiapkan kerangka kerja Regional
Strategic Plan dan sebuah draft dokumen pendukung untuk mobilitas sumber daya. Regional Strategic Plan
2006 -2010 telah diselesaikan dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Bali, Indonesia pada bulan Juli 2006
dan kerangka kerja National Strategic Plan untuk Indonesia dan Timor Leste telah dibuat.Dengan
pendeklarasian pemberantasan frambusia di India, Indonesia dan Timor Leste diharapkan meningkatkan upaya-
upaya untuk memberantas penyakit frambusia. Kedua negara ini akan membutuhkan dukungan sumber daya
dan teknis untuk memberantas penyakit frambusia sebelum tahun 2010.
Strategi-strategi untuk mencapai pemberantasan penyakit ini meliputi pendeteksian kasus secara aktif di daerah-
daerah yang terjangkiti penyakit ini ; pengobatan yang tepat, serta pemberian penisilin dosis tunggal ; pelatihan
tenaga medis di daerah - daerah yang terjangkiti mengenai diagnosa, penanganan, pencegahan, dan
pengontrolan penyakit ini ; advokasi dan kampanye IEC guna menciptakan kesadaran masyarakat dan
dukungan administrative, program pemantauan regular, dan peningkatan kerja sama.
Guna mencapai tujuan pemberantasan ini, kedua negara ini membutuhkan komitmen politik dan dukungan
kebijaksanaan, pengerahan sumber daya yang memadai, dan peningkatan dukungan teknis untuk memperkuat
program ini, serta pelaksanaan strategi dan yang berkesinambungan dan dinamis.

BAB II

FRAMBUSIA

2.1. Pengertian
Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termaksud penyakit menular venerik, yang
disebabkan oleh Treponema  palidum subs. pertinue dengan gejala utama pada kulit dan tulang.
Penyakit framboesia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris
disebut Yaws, ada juga yang disebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di
zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan
penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora
Patheken”. Framboesia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat
akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya
fasilitas kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat
tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa
dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita..

2.2. Epidemiologi
Endemis epidemiologi penyakit ini terdapat di daerah beriklim panas di Asia Tenggara dan Selatan,
termaksud Indonesia dan suku-suku terasing diAustralia bagian utara, Afrika serta Amerika Latin.
Pada tahun 1957, Frambusia di Indonesia tercatat sebanyak 1.369.082 penderita dan pada tahun 1976
pernah dinyatakan bebas dari Frambusia, tetapi kenyataan di tempat-tempat yang terpencil dan jauh
dari kota-kota besar masih sering ditemukan.
Frambusia terutama menyerang anak-anak yang tinggal di daerah tropis di pedesaan yang panas,
lembab, ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada laki-laki. Prevalensi
frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin
secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga menekan peningkatan kasus frambusia,
namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat
dengan penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India dan
Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia selalu
berubah sesuai dengan perubahan iklim. Di daerah endemik frambusia prevalensi infeksi meningkat
selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949
meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah
Timur Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995
dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi
kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi   pencapaian target
secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000
penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus  per 100.000 penduduk di Wilayah
Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong
frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka
dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai
banyak kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur,
Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu
faktor host  (manusia), agent (vector)dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu
pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan. (Depkes,  2004).

2.3. Penyebab
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies
pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui
hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan
kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca
panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya
fasilitas kesehatan umum yang memadai.

Penularan  penyakit  frambusia  dapat  terjadi  secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005),
yaitu :
         Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini
dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada
kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga
terjadi  dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.
          Penularan secara tidak langsung ( indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga,
tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit
(selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit
melalui luka tersebut.  Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat
mengalami 2 kemungkinan:
a         Infeksi effective.  Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang
biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi
jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang
yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
b         Infeksi ineffective. Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat
berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit.
Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen
dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit
frambusia (Depkes, 2005).

Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :


1.       Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan
penjamu.
2.       Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di
kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
3.       Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit,
otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda
stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan
persendian.
4.       Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh
penjamu.
5.       Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan yang
lainnya.
6.       Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di
dalam sang penjamu.
Jenis klasifikasi penyakit framboesia yaitu penyakit menular melalui :
1.    Dapat menular melalui air yaitu terbukti dengan banyaknya para penderita penyakit Framboesia di
daerah yang sanitasi air dan lingkungannya tidak terjaga atau kotor yang dapat memungkinkan Agen
untuk berkembang biak dan menulari Penjamu.
2.    Dapat menular melalui kulit yaitu dengan melakukan kontak langsung penderita yang dimana si Agen
berkembang biak di si penderita.

2.4. Tanda dan gejala


gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :
      Stadium I : Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau dalam
kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma pada port d’ entre yang berbentuk seperti buah arbei,
permukaan basah, lembab , tidak bernanah, sembuh spontan tanpa meninggalkan bekas, kadang-
kadang disertai peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian kemudian, papula-
papula menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi intinial berlangsung beberapa minggu dan
beberapa bulan kemudian sembuh. Lesi ini sering ditemukan disekitar rongga mulut, di dubur dan
vagina, dan  mirip  kandilomatalata pada sipilis. Gejala ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut,
walaupun terkadang dengan pigmentasi. selain itu terdapat semacam papiloma pada tapak tangan
atau kaki, dan biasanya lembab. Gejala pada kulit dapat berupa macula, macula papulosa, papula,
mikropapula, nodula, tanpa menunjukan kerusakan struktur pada lapisan epidermis serta tidak
bereksudasi. Bentuk lesi primer ini adalah bentuk yang menular.
      Stadium II atau masa peralihan : pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum
pertinue. Treponema positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah
stadium I. Pada stadium ini frambusia tidak menular dengan bermacam-macam bentuk gambaran
klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan sendi sering  mengenai jari-jari dan tulang
ekstermitas, yang dapat mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi ganggosa, yaitu suatu
kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum
nasi  dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung, gondou ( suatu bentuk ostitis hipertofi ),
meskipun jarang dijumpai. Kelainan sendi, hidrartosis, serta junksta artikular nodular ( nodula subkutan,
mudah bergerak, kenyal, multiple), biasanya ditemukan di pergelangan kaki dekat kaput fibulae, daerah
akral atau plantar dan palmar.
      Stadium III : Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam atau
bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk keloid dan kontraktur.
Bila terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada tulang. Kerusakan
sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.

1.    Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup kemungkinan si
penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
2.    Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Framboesia adalah dari 2 sampai 3 minggu
3.    Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
4.    Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang, sehingga mengalami
kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika disertai infeksi (borok).
5.    Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan yaitu :
a      Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena
dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 %  dari penderita
b      Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh.
c      Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan menimbulkan cacat kepada si
penderita.

2.5. Patofisiologi
Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak langsung dengan
penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya menyerang kulit dan tulang.
Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu, setelah itu akan
muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang
basah,  lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit
kepala, nyeri tulang  dan persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan menyerang dan merusak
kulit, otot, serta persendian. Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang
ektermitas yang menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk
nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-
gambaran hilangnya hilangya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang
meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.
Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
      pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
       secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit;
      latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
      tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ;
Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).
Frambusia

            Kontak
langsung                                                kontak tak langsung

Treponema pallidum sub spesies pertenue

Infeksi

Kulit                                                       tulang & persendian

 
                                                           (Jari-jari dan tulang ektermitas)

Lesi                                    

                                       Atrofi kuku          deformasi gangosa       atrofi


tulang

         Papula
 
                                                         Kerusakan tulang hidung     kecacatan

         ulkus-ulkus                                                    &
septum nasi
               

                              keloid                                               Hilangnya bentuk
hidung

                           

Kemiskinan
Sanitas              lingkungan Kurang                          air bersih

      Frambusia

Treponema Palidum Sub Pernetue

         Infeksi

Kulit                                                                Tulang
& sendi

                   Lesi intinial                                 Atrofi Kuku       Kerusakan      Atrofi


Tlg
              ( Rongga mulut, dubur dan
vagina )                                   tulang       

              Kecacatan

            Papiloma                                           Paltum      tulang hidung         tibia

             (Tapak tangan & kaki ) 

                                                                                                    Deformasi
Ganggosa                                

Mikropula

Hilangnya tulang hidung               

               Nodular

Junskta Artikular           Hyperkeratosis
        nodular

                 Guma/ulkus-ulkus nodulen      

                          Keloid
2.6. Pemeriksaan Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan treponema, VDRL, TPHA, dan pada
keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan patologi. Mikroskop pandangan gelap, pada fase dini,
diperlukan untuk pemeriksaan treponema. Dapat pula diaplikasikan pengecatan giemsa, Ziel-Nelson
atauu tinta Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut  Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop
lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA ( Flourescent Antibody) dari eksudat yang
berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL
(venereal disease research laboratory ), RPR (rapid plasma reagin) reaktif pada stadium awal penyakit
menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang spesifik, dalam
beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test
serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS ( fluorescent trepanomal antibody – absorbed ), MHA-TP
(microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum ) biasanya tetap reaktif seumur hidup.

2.7. Pengobatan
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2 juta uunit
anak-anak. Hingga saat ini , penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka yang peka dapat
diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr / hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama adalah
benzatin  penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian
tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah
sebagai berikut :
      Bila sero positif  >50%  atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka seluruh penduduk
diberikan pengobatan.
      Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka penderita, kontak, dan
seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan
      Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2% maka penderita,
kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan
      Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan  seluruh murid dalam kelas yang
sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:

Pilihan utama
Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama
pemberian
< 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis Tunggal
≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal
Alternatif
< 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari
dosis
8-15 tahun Tetra atau erit. 250mg,4×1 hri Oral 15 hari
>8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari
dosis
Dewasa 100mg 2×1 hari Oral 15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang
alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui
atau anak dibawah umur 8 tahun

2.8. Diagnosa Keperawatan
  Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi
  Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun.
  Gangguan mobilisasi b/d kecacatan
  Gangguan citra tubuh  b/d perubahan postur tubuh
  Ansietas b/d perubahan kesehatan.
  Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit

Tabel Asuhan keperawatan Klien dengan Frambusia

Perencanaan keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan
Intervensi Rasional

1      Kerusakan integritas kulit


         Tujuan: untuk        Kaji kulit setiap hari. Catat        Menentukan garis dasar
b/d adanya lesi memelihara integritas warna, turgor, sirkulasi, dan dimana terjadi perubahan pada
kulit/mencapai sensasi. Amati perubahan lesi status
penyembuhan tepat        Pertahankan hygiene kulit.

waktu Misalnya dengan membasuh        Masase meningkatkan


dan mengeringkannya dengan sirkulasi kulit dan menambah
hati-hati dan melakukan kenyamanan
masase dengan menggunakan
lotion atau krim
       Gunting kuku secara teratur
       Kuku yang panjang/kasar
menimbulkan resiko kerusakan
       Kolaborasi pemberian obat kulit
topical atau sistemik
       Digunakan pada perawatan
       Kolaborasi pemberian salep lesi kulit
antibiotik untuk melindungi lesi
       Melindungi area dari
kontaminasi bakteri dan
meningkatkan penyembuhan
2   Gangguan mobilisasi b/d     Mobilisasi fisik      Kaji ketidakmampuan       Dengan mengetahui derajat
kecacatan terpenuhi, bergerak klien yang ketidakmampuan bergerak
diakibatkan oleh prosedur klien dan persepsi klien
pengobatan dan catat terhadap immobilisasi akan
persepsi klien terhadap dapat menemukan aktivitas
immobilisasi. mana saja yang perlu
. dilakukan.
      Tingkatkan ambulasi klien       Dengan ambulasi demikian
seperti mengajarkan klien dapat mengenal dan
menggunakan tongkat dan menggunakan alat-alat yang
kursi roda. perlu digunakan oleh klien
dan juga untuk memenuhi
      Ganti posisi klien setiap 3 – aktivitas klien
4 jam secara periodic       Pergantian posisi setiap 3 –
4 jam dapat mencegah
      Bantu klien mengganti posisi terjadinya kontraktur.
dari tidur ke duduk dan turun       Membantu klien untuk
dari tempat tidur. meningkatkan kemampuan
dalam duduk dan turun dari
tempat tidur.
3    Gangguan citra tubuh b/d   Pasien dapat        Kaji adanya gangguan pada        Gangguan citra diri akan
perubahan postur tubuh mengembangkan citra diri pasien (menghindari menyertai setiap penyakit atau
peningkatan kontak mata, ucapan yang keadaan byata bagi pasien.
penerimaan diri merendahkan diri sendiri, Kesan seseorang terhadap
ekspresi perasaan muak pada dirinya sendiri akan
kondisi kulit berpengaruh pada dirinya
       Berikan kesempatan untuk sendiri
pasien mengungkapkan.        Pasien membutuhkan

Dengarkan dengan cara yang pengalaman didengarkan dan


terbuka dan tidak menghakimi dipahami. Mendukung upaya
untuk mengekspresikan pasien untuk memperbaiki citra
berduka atau ansietas tentang diri
perubahan citra tubuh
       Bersikap realistis selama

pengobatan, pada penyuluhan


kesehatan        Meningkatkan kepercayaan
dan mengadakan hubungan
antara pasien dengan perawat
       Meningkatkan perilaku positif
       Jangan memberikan keyakinan
dan memberikan kesempatan
yang salah
untuk menyusun tujuan dan
rencana untuk masa depan
berdasarkan realita
       Mempertahankan pola

komunikasi dan memberikan


dukungan terus-menerus pada
       Dorong interaksi keluarga dan
pasien dan keluarga
dengan rehabilitasi
4      Resiko terjadi infeksi b/d   Mencapai        Ukur tanda-tanda vital        Memberikan informasi data
kerusakan pada kulit, penyembuhan tepat termasuk suhu dasar. Peningkatan suhu
pertahanan tubuh waktu, tanpa secara berulang-ulang dari
menurun komplikasi demam yang terjadi untuk
menunjukkan pada tubuh
bereaksi pada proses infeksi
yang baru.
       Tekankan pentingnya tekhnik        Mencegah kontaminasi silang,

mencuci tangan yang baik menurunkan resikoinfeksi


untuk semua individu yang
kontak dengan pasien
       Mencegah terpajan pada
       Gunakan sapu tangan, masker
organism infeksius
dan tekhnik aseptic selama
perawatan dan berikan pakaian
yang steril atau baru
       Untuk mengetahui perubahan
       Observasi lesi secara periodic
respon terhadap terapi
       Berikan lingkungan yang
       Mengurangi pathogen pada
bersih dan berventilasi baik.
system integument dan
Periksa pengunjung atau staf
mengurangi kemungkinan
terhadap tanda infeksi dan
pasien mengalami infeksi
pertahankan kewaspadaan
nosokomial.
sesuai indikasi
       Membunuh atau mencegah
       Kolaborasi pemberian preparat
pertumbuhan mikroorganisme
antibiotic dengan dokter
penyebab infeksi
5      Ansietas b/d perubahan   Pasien dapat        Berikan penjelasan yang        Pengetahuan diharapkan
kesehatan menunjukkan sering dan informasi tentang menurunkan ketakutan dan
penurunan ansietas prosedur perawatan ansietas, dan memperjelas
sehingga dapat kesalahan konsep dan
menerima perubahan meningkatkan kerja sama
       Libatkan pasien atau orang
status kesehatannnya        Meningkatkan rasa control dan
yang terdekat dalam proses
dengan cara sehat kerja sama, menurunkan
pengambilan keputusan perasaan tak berdaya atau
       Kaji status mental terhadap putus asa
penyakit        Pada awalnya pasien dapat

menggunakan penyangkalan
untuk meurunkan dan
menyaring informasi secara
       Berikan orientasi konstan dan
keseluruhan.
konsisten        Membantu pasien tetap

berhubungan dengan
       Dorong pasien untuk bicara
lingkungan dan realitas.
tentang penyakitnya        Pasien perlu membicarakan

apa yang terjadi terus-menerus


untuk membantu beberapa
       Jelaskan pada pasien apa
rasa terhadap situasi apa yang
yang terjadi. Berikan
menakutkan
kesempatan untuk bertanya
       Pernyataan kompensasi
dan berikan jawaban terbuka
menujukkan realitas situasi
atau jujur
yang dapat membantu pasien
atau orang yang terdekat
       Identifikasi metode koping atau menerima realita dan mulai
penangan siuasi stress menerima apa yang terjadi
sebelumnya        perilaku masa lalu yang

       Dorong keluarga dan orang berhasil dapat digunakan untuk


yang terdekat untuk membantu situasi saat ini
mengunjungi dan        mempertahankan kontak

mendiskusikan yang terjadi dengan realitas keluarga,


pada keluarga. Mengingatkan membuat rasa kedekatan dan
pasien kejadian masa lalu dan kesinambunga hidup.
akan dating
       Kolaborasi sedative ringan
       Obat ansietas diperlukan
sesuai indikasi
untuk periode singkat sampai
pasien lebih stabil secara psikis
6  Kurang pengetahuan b/d   Pasien mendapatkan        Tentukan apakah pasien        Memberikan data dasar untuk
kurang informasi terhadap informasi yang mengetahui tentang kondisi mengembangkan rencana
perawatan kulit adekuat tentang dirinya penyuluhan
perawatan kulit        Pantau agar pasien        Pasien harus memiliki

mendapatkan informasi yang perasaan bahwa ada sesuatu


benar, memperbaiki kesalahan yang dapat di perbuat
persepsi informasi
       Berikan informasi yang spesifik        Informasi tertulis dapat

dalam bentuk tulisan. membantu mengingatkan


       Jelaskan penatalaksanaan pasien
minum obat: dosis, frekuensi,        Meningkatkan partisipasi

tindakan, dan perlunya terapi pasien, memahami aturan


dalam jangka waktu lama terapi dan mencegah putus
       Dorong pasien agar mendapat obat
status nutrisi yang sehat
       Penampakkan kulit
mencerminkan kesehatan
umum seseorang. Perubahan
kulit dapat menandakan  status
nutrisi yang abnormal. Nutrisi
       Tekankan perlunya atau yang optimal meningkatkan
pentingnya mengevaluasi regenerasi jaringan dan
perawatan atau rehabilitasi penyembuhan umum
kesehatan
       Dukungan jangka panjang

dengan evaluasi ulang


continue dan perubahan terapi
dibutuhkan untuk
penyembuhan optimal
 BERANDA
 DAFTAR ISI
 INFO KONTAK
 PROFIL BLOG
Search

Akatsuki Ners Blogshare


Share Your Create - Knowledge - Your Think - Movie Lovers

 HOME
 BUSINESS»
 DOWNLOADS»
 PARENT CATEGORY»
 FEATURED
 HEALTH»
 UNCATEGORIZED
Askep Klien Dengan Frambusia
Senin, Februari 07, 2011  Kulkel  No comments
1. Pengertian
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub
spesiespertenue  (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama
didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang
dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk,
kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai. 

 Frambusia Stadium 2
2. Insiden dan Epidemologi
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika,
Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150 juta
penderita. Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun
waktu tahun 1954 – 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastic dari
jumlah penderita penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat
kurangnya fasilitas kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini,
diperkirakan sebanyak 100 juta anak-anak beresiko terkena frambusia.

Masih adalah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di daerah kantong-
kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan
adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya
frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas
kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut. 

Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat
krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000
sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia.
Pemerintah pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa
frambusia sudah harus dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control
Project Simplified) dan “Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”.
Namun, kenyataannya sampai saat ini frambusia masih ditemukan. Hal ini bisa disebabkan
oleh karena metode, organisasi, manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan
pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan
pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya frambusia di suatu wilayah
sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan tidak tersentuhnya
daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah.

3. Etiologi
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan
seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak – anak berusia di bawah 15
tahun. Penyakit ini terutama menyerang kulit dan tulang serta banyak didapati pada
masyarakat miskin, pedesaan dan marjinal di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika
Selatan, dimana kepadatan penduduk, kekurangan persediaan air, dan keadaan sanitasi serta
kebersihan yang buruk terdapat di mana – mana. 
 
Jadi, penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa
dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat
kesukuan yang terdapat di daerah – daerah terpencil yang sulit dijangkau. Bisa dikatakan
bahwa “penyakit frambusia bermula dimana jalan berakhir”.

4. Manifestasi Klinis
Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil (papiloma)
pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lesi kemudian menyebar membentuk lesi yang
khas berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut
dari penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat
menimbulkan kecacatan 10-20 persen dari penderita yang tidak diobati akan cacat.
Penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak
kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia,
tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga
mengenai otot dan persendian.

5. Patofisiologi
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau
melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan.  Pada mayoritas pasien,
penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan
sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas
luka merupakan komplikasi yang umum. Setelah 5 – 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima
pengobatan akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta
jaringan halus, yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
 
6. . Cara Penularan Frambusia 
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005), yaitu :

1) Penularan secara langsung (direct contact) . 


Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi
jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita
bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan
antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.

2) Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .


Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini
sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka,
Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. 
 
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan: 
a) Infeksi effective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam
tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang
masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap
penyakit frambusia.

b) Infeksi ineffective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan
kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema
pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat
infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005).
Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan penularan secara tidak
langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).

7. Stadium Frambusia
Frambusia umumnya menyerang anak-anak berusia dibawah 15 tahun. Rata-rata terjadi
antara usia 6 – 10 tahun. Jenis kelamin tertentu tidak terkait dengan penyakit ini.
Terdapat 3 stadium frambusia yang dikenal, yakni :

1. Stadium Primer.

Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu), lesi primer atau induk frambusia
berkembang pada sisi yang terkena penularan berupa gigitan, goresan dan gesekan dengan
kulit yang terkena frambusia. Umumnya terjadi di daerah anggota gerak (lengan dan kaki).
Lesi berwarna kemerahan, tidak nyeri dan kadang-kadang gatal-gatal berbentol/kutil (papul).
Papul-papul tersebut akan meluas dengan diameter 1-5 cm untuk kemudian menjadi ulkus
(luka terbuka) dengan dasar berwarna kemerahan seperti buah berry. Lesi-lesi satelit bisa
bersatu membentuk plak. Karena jumlah treponema yang banyak, maka lesi tersebut sangat
menular. Pembesaran kelenjar limfa, demam serta rasa nyeri merupakan tanda dari stadium
ini. Induk frambusia akan pecah dalam 2-9 bulan yang meninggalkan bekas dengan bagian
tengah yang bersifat hipopigmentasi.

1. Stadium Sekunder.

Sekitar 6-16 minggu setelah stadium primer. Lesi kulit atau lesi anakan yang menyerupai lesi
induk tapi berukuran lebih kecil yang biasanya ditemukan dipermukaan tubuh dan sebagian
di rongga mulut atau hidung. Lesi anakan ini akan meluas, membentuk ulkus dan
menghasilkan cairan-cairan fibrin yang berisi treponema, yang kemudia mengering menjadi
krusta. Cairan tersebut menarik lalat-lalat untuk hinggap dan kemudian menyebarkannya ke
orang lain. Kadang-kadang bentuk serupa infeksi jamur dapat terlihat. Kondisi ini
diakibatkan proses penyembuhan inti dari papiloma atau gabungan dari lesi yang membentuk
bundaran. Lesi di aksila atau di lipat paha menyerupai condylomatalata. Papil-papil di telapak
kaki berberntuk tipis, hiperkeratosis yang akan menjadi erosi. Rasa nyeri menandai stadium
ini.

1. Stadium Tersier.

Pada stadium ini, sekitar 10% kasus setelah 5-15 tahun akan kembali kambuh, yang ditandai
dengan lesi kulit yang destruktif, lesi pada tulang dengan kemungkinan terkenanya jaringan
saraf dan penglihatan penderita. Bertambahnya ukuran, tidak nyeri, perkembangan nodul-
nodul dibawah kulit dengan penampakan nanah nekrosis dan ulkus. Ulkus tersebut terinfeksi
karena rusaknya struktur kulit dibawahnya. Bentuk hiperkeratosis dan keratoderma pada
telapak tangan dan kaki sangat jelas terlihat. Stadium ini dapat menyerang tulang dan
persendian. Infeksi tulang (osteitis) yang terutama menyerang tulang kaki dan tangan. Infeksi
ini apabila tidak terkendali akan menyebabkan hancurnya struktur tulang, dan berakhir
dengan kecacatan dan kelumpuhan.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau
pemeriksaan mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test
serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin)
reaktif pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang
spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test
serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed), MHA-TP (microhemag-glutination
assay for antibody to t. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.

9. Pencegahan
Frambusia bila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit kronik, yang bisa kambuh dan
menumbulkan gejala pada kulit, tulang dan persendian. Pada 10% kasus pasien stadium
tersier, terjadi lesi kulit yang destruktif dan memburuk menjadi lesi pada tulang dan
persendian. Kemungkinan kambuh dapat terjadi lebih dari 5 tahun setelah terkena infeksi
pertama.
Strategi Pemberantasan frambusia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
¯ Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan
penderita.
¯ Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan
dilakukan pencarian kontak.
¯ Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
¯ Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta
penyediaan sabun untuk mandi.
 
10. Pengobatan
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan
dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran
pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut : 
1) Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.

2) Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15
tahun atau kurang diberikan pengobatan

3) Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2% maka penderita, kontak serumah dan
kontak erat diberikan pengobatan 

4) Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid dalam kelas yang sama. Dosis dan cara
pengobatan sbb: Tabel 1. Dosis dan cara pengobatan frambusia Pilihan utama Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama
pemberian < 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis Tunggal ≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal
Alternatif < 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari 8-15 tahun Tetra atau erit. 250mg,4x1 hri Oral 15 hari
>8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari 
Dewasa 100mg 2x1 hari Oral 15 hari 
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin
tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan Penyehatan
Lingkungan, 2007)
  

Sumber Referensi : 
- http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/penyakit-frambusia-patek-yaws.html
- http://www.indosiar.com/ragam/59632/frambusia-yaws-penyakit-yang-mudah-diberantas
- http://drhandri.wordpress.com/2008/01/07/frambusia-penyakit-yang-hampir-punah
kumpulan tugasku
Jumat, 02 Mei 2014

frambusia
BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Ada dua penyakit kulit yang perlu diwaspadai karena sering diabaikan yaitu
Kusta dan Frambusia. Kusta dan frambusia merupakan penyakit kulit menular dan
menahun yang mudah disembuhkan apabila ditemukan secara dini. Bila ditemukan
sedini mungkin dan diobati dengan baik maka dapat mencegah penderita dari
kecacatan tetap dan sembuh dalam waktu 6 bulan. Oleh karena itu, peran serta
masyarakat sangat penting dalam menemukan penderita dan melaporkan ke
Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia
terjadi di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik,
sebanyak 25 – 150 juta penderita. Setelah WHO memprakarsai kampanye
pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun 1954 – 1963, para peneliti
menemukan terjadinya penurunan yang drastik dari jumlah penderita penyakit ini.
Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas
kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini, diperkirakan
sebanyak 100 juta anak-anak beresiko terkena frambusia.
Masih adakah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di
daerah kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31
provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti
bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya frambusia di wilayah mereka tidak
ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas kegiatan surveilans
frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia
dan pada saat krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari
semua provinsi. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap
tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah pada Pelita III (pertengahan
pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus dapat
dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan
“Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, oleh karena
metode, organisasi, manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan
pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh oleh
pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya
frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang
kurang memadai dan tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan
sarana dan prasarana wilayah.

B.  RUMUSAN MASALAH
         Apa yang di maksud dengan frambusia?
         Bagaimana epidemiologi dari penyakit frambusia?
         Bagaimana etilogi penyakit frambusia?
         Bagaimana manifestasi klinis  frambusia?
         Bagaimana upaya pencegahan frambusia?
         Bagaimana pengobatan frambusia

C.  TUJUAN
         Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian frambusia
         Agar mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari penyakit frambusia.
         Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi frambusia
         Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis frambusia
         Agar mahasiswa dapat mengetahui upaya pencegahan frambusia
         Agar mahasiswa dapat mengetahui pengobatan frambusia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN FRAMBOESIA
Framboesia atau Patek ( kamus kedokteran ). Penyakit framboesia atau
patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris
disebut Yaws, ada juga yang menyebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa
disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya
sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah
masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”.
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema
penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang
dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan
kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan
karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya
jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum
yang memadai.
Framboesia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk,
kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum
yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang
penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini
merupakan hal biasa dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit
pada penderita..

B. EPIDEMIOLOGI FRAMBUSIA
Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan
kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan
1960-an sehingga menekan peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia
mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan
penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia,
India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New
Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985
sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis
dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk
di daerah kabupaten dan propinsi, strategi   pencapaian target secara nasional
Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per
100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus  per
100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan
Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya
tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka
dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi
yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan
sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT.
Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor host(manusia),
agent (vector)  dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host
yaitu  pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan.
1.      Agent
Penyebab penyakit frambusia adalahTreponema pallidum, subspesies pertenue
dari spirochaeta. Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
a.    Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di
dalam jaringan penjamu.
b.    Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya
benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa
nanah.
c.    Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan
menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat
seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai
dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
d.    Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit
dalam tubuh penjamu.
e.    Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu
dengan yang lainnya.
f.    Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak
antibody yang ada di dalam sang penjamu.
2.      Host
Manusia dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular
penyakit ini. Ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada
laki-laki.
3.      Environment
Lingkungan Fisik:
Di daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab. Di daerah endemik
frambusia prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO
(2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD,
Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar
Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan
Papua.

Lingkungan social ekonomi:


Kepadatan penduduk, kurangnya persediaan air bersih, dan keadaan
sanitasi serta kebersihan yang buruk, baik perorangan maupun pemukiman.
Kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan
kulit penderita penyakit Framboesia.
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada
anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dialami karena sifatnya
yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita.

C.PENYEBAB ATAU ETIOLOGI PENYAKIT FRAMBOESIA


Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema
penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual pada
umumnya menyerang anak – anak berusia di bawah 15 tahun., yang dapat mudah
tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan
karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya
jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum
yang memadai.
Jadi, penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan
dan hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum
termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah – daerah terpencil
yang sulit dijangkau. Bisa dikatakan bahwa “penyakit frambusia bermula dimana
jalan berakhir”.

Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :


1)    Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di
dalam jaringan penjamu.
2)   Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya
benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa
nanah.
3)   Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan
menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat
seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai
dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
4)   Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit
dalam tubuh penjamu.
5)   Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang
satu dengan yang lainnya.
6)   Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak
antibody yang ada di dalam sang penjamu.

D.  FAKTOR RESIKO
1. Distribusi
Terutama menyerang anak-anak yang tinggal didaerah tropis di pedesaan
yang panas, lembab, lebih sering ditemukan pada laki-laki. Prevalensi frambusia
secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan
penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an, namun penyakit
frambusia muncul lagi di sebagian besar daerah katulistiwa dan afrika barat
dengan penyebaran fokus-fokus infeksi tetap di daerah Amerika latin, kepulauan
Karibia, India, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan.
2. Determinan
Faktor penyebab penyakit Framboesia adalah Treponema pallidum sub
spesies pertenue. Namun bukan hanya Agen saja tetapi lingkungan si penjamu
juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit Framboesia seperti sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyrakat akan kebersihan diri,
kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk, kurangnya
fasilitas kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan kulit
penderita penyakit Framboesia.

E.    PATOFISIOLOGI FRAMBUSIA
Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena
kontak langsung dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema
palidum ini biasanya menyerang kulit dan tulang.
Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan
penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk
seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang basah,  lembab, tidak bernanah
dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala,
nyeri tulang  dan persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan menyerang
dan merusak kulit, otot, serta persendian.
Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang
ektermitas yang menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu
kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang
hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung.
Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan parut dapat
membentuk keloid dan kontraktur.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan
melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui
benturan, gigitan, maupun pengelupasan.  Pada mayoritas pasien, penyakit
frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi
tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia hilang
dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan
komplikasi yang umum. Setelah 5 – 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak
menerima pengobatan akan mengalami lesi yang merusak yang mampu
mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus, yang akan
mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
a.    pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri
frambusia;
b.    secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit;
c.    latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
d.    tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan,
F.  JENIS KLASIFIKASI
Jenis klasifikasi penyakit framboesia yaitu penyakit menular melalui :
1)    Dapat menular melalui air yaitu terbukti dengan banyaknya para penderita
penyakit Framboesia di daerah yang sanitasi air dan lingkungannya tidak terjaga
atau kotor yang dapat memungkinkan Agen untuk berkembang biak dan menulari
Penjamu.
2)   Dapat menular melalui kulit yaitu dengan melakukan kontak langsung penderita
yang dimana si Agen berkembang biak di si penderita.

G.  RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT


Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit
berupa kutil (papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini
tidak sakit dan bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lesi
kemudian menyebar membentuk lesi yang khas berbentuk buah frambus
(raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut dari penyakit ini
berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan akan
mengakibatkan disabilitas dimana sekitar 10-20 persen dari penderita yang tidak
diobati akan cacat seumur hidup dan menimbulkan stigma social, yang tentunya
akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, hal inilah kemudian menjadi
tantangan bagi seorang publich health dalam mencegah timbulnya penyakit
tersebut dan memperpanjang masa hidup seseorang.

H.   MANIFESTASI KLINIS FRAMBUSIA


Gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :
a)     Stadium I :
Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau
dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma pada port d’ entre yang
berbentuk seperti buah arbei, permukaan basah, lembab , tidak bernanah,
sembuh spontan tanpa meninggalkan bekas, kadang-kadang disertai peningkatan
suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian kemudian, papula-papula
menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi intinial berlangsung beberapa
minggu dan beberapa bulan kemudian sembuh. Lesi ini sering ditemukan disekitar
rongga mulut, di dubur dan vagina, dan  mirip  kandilomatalata pada sipilis. Gejala
ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut, walaupun terkadang dengan pigmentasi.
selain itu terdapat semacam papiloma pada tapak tangan atau kaki, dan biasanya
lembab. Gejala pada kulit dapat berupa macula, macula papulosa, papula,
mikropapula, nodula, tanpa menunjukan kerusakan struktur pada lapisan
epidermis serta tidak bereksudasi. Bentuk lesi primer ini adalah bentuk yang
menular.
b)     Stadium II atau masa peralihan :
Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum pertinue.
Treponema positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan
setelah stadium I. Pada stadium ini frambusia tidak menular dengan bermacam-
macam bentuk gambaran klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan
sendi sering  mengenai jari-jari dan tulang ekstermitas, yang dapat
mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi ganggosa, yaitu suatu kelainan
berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan
septum nasi  dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung, gondou ( suatu
bentuk ostitis hipertofi ), meskipun jarang dijumpai. Kelainan sendi, hidrartosis,
serta junksta artikular nodular ( nodula subkutan, mudah bergerak, kenyal,
multiple), biasanya ditemukan di pergelangan kaki dekat kaput fibulae, daerah
akral atau plantar dan palmar.

c)     Stadium III :
Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam
atau bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat
membentuk keloid dan kontraktur. Bila terjadi infeksi pada tulang dapat
mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada tulang. Kerusakan sering terjadi
pada palatum, tulang hidung, tibia.
Manifestasi klinis frambusia juga dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :
a)      Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak
menutup kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
b)      Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Frambusia adalah dari 2 sampai 3 minggu
c)      Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan
permukaan basah tanpa nanah.
d)     Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan
tulang, sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering,
kecuali jika disertai infeksi (borok).
e)      Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga
kemungkinan, yaitu:
1.         Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di
daerah yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 %  dari penderita.
2.        Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam
tubuh.
3.        Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan
menimbulkan cacat kepada si penderita.

I.  RESERVOIR DAN CARA PENULARAN


1. Reservoir
Manusia dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular
penyakit ini.
2. Cara Penularan
Prinsipnya berdasarkan kontak langsung dengan eksudat pada lesi awal dari
kulit orang yang terkena infeksi. Penularan tidak langsung melalui kontaminasi
akibat menggaruk, barang-barang yang kontak dengan kulit dan mungkin juga
melalui lalat yang hinggap pada luka terbuka, namun hal ini belum pasti. Suhu juga
mempengaruhi morfologi, distribusi dan tingkat infeksi dari lesi awal.

Cara Penularan Frambusia


Penularan  penyakit  frambusia  dapat  terjadi  secara langsung maupun tidak
langsung (Depkes,2005), yaitu :
a.       Penularan secara langsung (direct contact).
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari
penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular
(mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita
bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga
terjadi  dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput
lendir.
b.      Penularan secara tidak langsung (indirect  contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan
benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara
jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema
pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka
tersebut.  Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema
partenue dapat mengalami 2 kemungkinan:
1.      Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit
berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala
penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk
ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat
infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
2.      Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak
dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-
gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jikaTreponema pertenue yang
masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang
yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia
(Depkes, 2005). Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara
langsung sedangkan penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi (FKUI,
1988).
         Masa Inkubasi
Dari 2 hingga 3 minggu
         Masa Penularan
Masa penularan bervariasi dan dapat memanjang yang muncul secara intermiten
selama beberapa tahun barupa lesi basah. Bakteri penyebab infeksi biasanya
sudah tidak ditemukan pada lesi destruktif stadium akhir.
         Kerentanan dan Kekebalan
Tidak ada bukti adanya kekebalan alamiah atau adanya kekebalan pada ras
tertentu. Infeksi menyebabkan timbulnya kekebalan terhadap reinfeksi dan
dapat melindungi orang tersebut terhadap infeksi dari kuman golongan
treponema lain yang patogen.

J.  DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan treponema,
VDRL, TPHA, dan pada keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan patologi.
Mikroskop pandangan gelap, pada fase dini, diperlukan untuk pemeriksaan
treponema. Dapat pula diaplikasikan pengecatan giemsa, Ziel-Nelson atauu tinta
Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut  Noordhoek, et al, (1990) Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik
langsung FA dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test
serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (Venereal Disease Research
Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal penyakit
menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi
yang spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus
reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya
FTA-ABS (Fluorescent Trepanomal Antibody – Absorbed), MHA-TP
(Microhemagglutination assay for antibody to T. pallidum) biasanya tetap reaktif
seumur hidup.
Dan dapat dilakukan dengan 3 metode dalam Epidemiologi yaitu :
1      Anamnese
2     Tanda (Sign)
3     Tes (Uji/Pemeriksaan)

K. UPAYA PENCEGAHAN
a. Upaya Pencegahan (tahap Prepatogenesis)
Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada pada
saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut sulit
ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama
lainnya hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non
venereal lainnya.
1.     Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada factor penyebab,
lingkungan serta factor penjamu.
a.    Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi
penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha
antara lain : desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk
menghilangkan mikro-organisme penyebab penyakit, penyemprotan/insektisida
dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumebr penularan maupun
memutuskan rantai penularan, disamping karantina dan isolasi yang juga dalam
rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu usaha untuk mengurangi atau
menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui pengobatan penderita
serta pemusnahan sumber yang ada, serta mengurangi atau menghindari perilaku
yang dapat meningkatkan resiko perorangan dan masyarakat.
b.    Mengatasi atau modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti
peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta bentuk
pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti
pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta peningkatan lingkungan
sosial seperti kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan kehidupan
sosial masayarakat.
c.     Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi perbaikan status gizi, status
kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta
berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis,
persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh factor keturunan, dan
peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan kualitas gizi, serta olahraga
kesehatan.

2. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)


Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita (masa tunas).
Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk
mencegah timbulnya wabah, serta untuk segera mencegah proses penyakit untuk
lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan usaha
surveillance penyakit tertentu, pemeriksaan berjala serta pemeriksaan kelompok
tertentu ( calon pegawai, ABRI, Mahasiswa, dan lain sebagainya), penyaringan
(screening) untuk penyakit tertentu secara umum dalam masyarakat, serta
pengobatan dan perawatan yang efektif.
b. Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai berada
pada proses prepatogenesis Framboesia.

3. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)


Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit Framboesia dengan
tujuan mencegah jangan sampai cacat atau kelainan permanen, mencegah
bertambah parahnya penyakit tersebut atau mencegah kematian akibat penyakit
tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah proses penyakit lebih lanjut agar
jangan terjadi komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
akibat samping dari penyembuhan penyakit Framboesia. Rehabilitasi adalah usaha
pengembalian funsi fisik, psikologis, sosial seoptimal mungkin yang meliputi
rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental atau psikologis serta
rehabilitasi sosial.
a. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Masyarakat (tahap Patogenesis)
1. Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis
tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas
3B (lihat laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis
venereal & non venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap
jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap
kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi
penanggulangan pada periode selanjutnya.
2. Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3. Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4. Karantina: Tidak perlu
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak
dengan penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan
gejala aktif diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi
rendah, obati semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta
setiap orang yang kontak dengan sumber infeksi.
7. Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala
aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G
(Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
b. Upaya Penanggulan Wabah (Tahap Pasca Patogenesis)
Dengan melakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan
prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah: 
1. Pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan.
2. Pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok
masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif.
3. Melakukan survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai
bagian integral dari pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.

J. Program Pemberantasan
Strategi Pemberantasan framboesia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk
menemukan penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan
kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air
bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.

9. Cara – cara pemberantasan


A. Upaya pencegahan: Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik
yang ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit
tersebutsulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit
treponematosisi satu sama lainnya hanya didasarkan pada gambaran
epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non
venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk
memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang
baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk
mengurangi angka kejadian.
2) Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam
upaya pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik diwilayah
tersebut;
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif
atau laten. Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan
terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala
aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang
berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-
anak untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang
menyebabkan penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat
melakukan diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana
kampanye pemberantasan di masyarakat (lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya
fasilitas diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian
yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala
lanjut.

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya


1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis
tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas
3B (lihat laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis
venereal & non venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap
jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap
kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi
penanggulangan pada periode selanjutnya.

2) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak
dengan penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan
gejala aktif diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi
rendah, obati semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta
setiap orang yang kontak dengan sumber infeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala
aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G
(Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
C. Upaya penanggulangan wabah:
 Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan
prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah:
1)    pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan;
2)   pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok
masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3)
lakukan survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.

D. Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi
potensi ini tetap ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas
sanitasi yang memadai.

E. Tindakan Internasional:
Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya reinfeksi yang sedang
melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk
menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap
penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan
(lihat sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO.

Komplikasi
Tanpa pengobatan, sekitar 10% dari individu yang terkena mengembangkan
menodai dan melumpuhkan komplikasi setelah lima tahun karena penyakit ini
dapat menyebabkan kerusakan berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat
menyebabkan kelainan bentuk rahang kaki, hidung, langit-langit dan bagian atas.

L PENGOBATAN FRAMBUSIA
Pengobatan framboesia dilakukan dengan memberikan antibiotika.
Antibiotika golongan penicillin merupakan obat pilihan pertama. Bila penderita
alergi terhadap penicillin, dapat diberikan antibiotika tetrasiklin, eritromisin
atau doksisiklin.
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa
dan untuk 1,2 juta unit untuk anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat
pilihian, tetapi bagi mereka yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau
eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, bahwa pilihan pengobatan utama
adalah benzatin  penisilin, dan pengobatan alternatif dapat dilakukan dengan
pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin.

Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai


berikut :
a)        Bila sero positif  >50%  atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka
seluruh penduduk diberikan pengobatan.
b)       Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan.
c)        Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2%
maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
d)        Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan  seluruh murid
dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:

Tabel 1. Dosis dan cara pengobatan frambusia

Pilihan utama

Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama


pemberian

< 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis Tunggal

≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal

Alternatif

< 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari


dosis

8-15 tahun Tetra atau 250mg,4×1 hri Oral 15 hari


erit.

>8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari


dosis

Dewasa 100mg 2×1 hari Oral 15 hari

Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita


frambusia yang alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada
ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun

(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen


Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan, 2007)

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Ø  Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi
Ø  Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun.
Ø  Gangguan mobilisasi b/d kecacatan
Ø  Gangguan citra tubuh  b/d perubahan postur tubuh
Ø  Ansietas b/d perubahan kesehatan.
Ø  Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit

     ASUHAN KEPERAWATAN


Tabel 2. Asuhan keperawatan Klien dengan Frambusia

No Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Tujuan
. Keperawatan Intervensi Rasional
1 Kerusakan Untuk memelihara Kaji kulit setiap hari.  Menentukan garis dasar
Integritas Kulit b/d integritas Catat warna, turgor, dimana terjadi
Adanya Lesi kulit/mencapai sirkulasi, dan sensasi. perubahan pada status
penyembuhan Amati perubahan lesi
tepat waktu  Pertahankan hygiene  Masase meningkatkan
kulit. Misalnya dengan sirkulasi kulit dan
membasuh dan menambah kenyamanan
mengeringkannya
dengan hati-hati dan
melakukan masase
dengan menggunakan
 Kuku yang panjang /
lotion atau krim
kasar menimbulkan
  Gunting kuku secara
resiko kerusakan kulit
teratur
 Digunakan pada
perawatan lesi kulit
 Kolaborasi pemberian
obat topical atau
 Melindungi area dari
sistemik
kontaminasi bakteri dan
 Kolaborasi pemberian
meningkatkan
salep antibiotik untuk
penyembuhan
melindungi lesi
2 Gangguan Mobilisasi Mobilisasi fisik  Kaji ketidakmampuan  Dengan mengetahui
b/d Kecacatan terpenuhi, bergerak klien yang derajat
diakibatkan oleh ketidakmampuan
prosedur pengobatan bergerak klien dan
dan catat persepsi klien persepsi klien terhadap
terhadap immobilisasi. immobilisasi akan dapat
menemukan aktivitas
mana saja yang perlu
 Tingkatkan ambulasi dilakukan.
klien seperti  Dengan ambulasi
mengajarkan demikian klien dapat
menggunakan tongkat mengenal dan
dan kursi roda. menggunakan alat-alat
yang perlu digunakan
oleh klien dan juga
 Ganti posisi klien setiap untuk memenuhi
3 – 4 jam secara aktivitas klien
periodic.  Pergantian posisi setiap
3 – 4 jam dapat
 Bantu klien mengganti
mencegah terjadinya
posisi dari tidur ke
kontraktur.
duduk dan turun dari
 Membantu klien untuk
tempat tidur.
meningkatkan
kemampuan dalam
duduk dan turun dari
tempat tidur.

3 Gangguan Citra Pasien dapat  Kaji adanya gangguan  Gangguan citra diri akan
Tubuh b/d mengembangkan pada citra diri pasien menyertai setiap
Perubahan Postur peningkatan (menghindari kontak penyakit atau keadaan
Tubuh penerimaan diri mata, ucapan yang byata bagi pasien.
merendahkan diri Kesan seseorang
sendiri, ekspresi terhadap dirinya
perasaan muak pada sendiri akan
kondisi kulit berpengaruh pada
 Berikan kesempatan dirinya sendiri
untuk pasien  Pasien membutuhkan
mengungkapkan. pengalaman
Dengarkan dengan cara didengarkan dan
yang terbuka dan tidak dipahami. Mendukung
menghakimi untuk upaya pasien untuk
mengekspresikan memperbaiki citra diri
berduka atau ansietas
tentang perubahan
citra tubuh
 Bersikap realistis
selama pengobatan,
 Meningkatkan
pada penyuluhan
kepercayaan dan
kesehatan
mengadakan hubungan
antara pasien dengan
 Jangan memberikan
perawat
keyakinan yang salah
 Meningkatkan perilaku
positif dan memberikan
kesempatan untuk
menyusun tujuan dan
rencana untuk masa
depan berdasarkan
 Dorong interaksi
realita
keluarga dan dengan
 Mempertahankan pola
rehabilitasi
komunikasi dan
memberikan dukungan
terus-menerus pada
pasien dan keluarga
4   Resiko Terjadi ·  Mencapai  Ukur tanda-tanda vital  Memberikan informasi
Infeksi b/d penyembuhan termasuk suhu data dasar. Peningkatan
Kerusakan Pada tepat waktu, suhu secara berulang-
Kulit, Pertahanan tanpa komplikasi ulang dari demam yang
Tubuh Menurun terjadi untuk
menunjukkan pada
tubuh bereaksi pada
proses infeksi yang
baru.
 Tekankan pentingnya  Mencegah kontaminasi
tekhnik mencuci tangan silang, menurunkan
yang baik untuk semua resikoinfeksi
individu yang kontak
dengan pasien
 Gunakan sapu tangan,  Mencegah terpajan
masker dan tekhnik pada organism infeksius
aseptic selama
perawatan dan berikan
pakaian yang steril atau
 Untuk mengetahui
baru
perubahan respon
 Observasi lesi secara
terhadap terapi
periodic
 Mengurangi pathogen
pada system
 Berikan lingkungan yang
integument dan
bersih dan berventilasi
mengurangi
baik. Periksa
kemungkinan pasien
pengunjung atau staf
mengalami infeksi
terhadap tanda infeksi
nosocomial
dan pertahankan 
kewaspadaan sesuai
indikasi  Membunuh atau
 Kolaborasi pemberian mencegah pertumbuhan
preparat antibiotic mikroorganisme
dengan dokter penyebab infeksi
5 ·        Ansietas b/d Pasien dapat  Berikan penjelasan yang Pengetahuan diharapkan
Perubahan menunjukkan sering dan informasi menurunkan ketakutan
Kesehatan penurunan tentang prosedur dan ansietas, dan
ansietas sehingga perawatan memperjelas kesalahan
dapat menerima konsep dan
perubahan status meningkatkan kerja
kesehatannnya sama
dengan cara  Meningkatkan rasa
 Libatkan pasien atau
sehat control dan kerja sama,
orang yang terdekat
menurunkan perasaan
dalam proses
tak berdaya atau putus
pengambilan keputusan
asa
 Kaji status mental
 Pada awalnya pasien
terhadap penyakit
dapat menggunakan
penyangkalan untuk
meurunkan dan
menyaring informasi
 Berikan orientasi secara keseluruhan
konstan dan konsisten  Membantu pasien tetap
berhubungan dengan
lingkungan dan realitas
 Dorong pasien untuk  Pasien perlu
bicara tentang membicarakan apa yang
penyakitnya terjadi terus-menerus
untuk membantu
beberapa rasa terhadap
situasi apa yang
 Jelaskan pada pasien menakutkan
apa yang  Pernyataan kompensasi
terjadi.Berikan menujukkan realitas
kesempatan untuk situasi yang dapat
bertanya dan berikan membantu pasien atau
jawaban terbuka atau orang yang terdekat
jujur menerima realita dan
mulai menerima apa
yang terjadi
 Identifikasi metode  Perilaku masa lalu yang
koping atau penangan berhasil dapat
siuasi stress digunakan untuk
sebelumnya membantu situasi saat
ini
 Dorong keluarga dan  Mempertahankan kontak
orang yang terdekat dengan realitas
untuk mengunjungi dan keluarga, membuat rasa
mendiskusikan yang kedekatan dan
terjadi pada keluarga. kesinambunga hidup
Mengingatkan pasien
kejadian masa lalu dan
akan dating

 Kolaborasi sedative
 Obat ansietas
ringan sesuai indikasi
diperlukan untuk
periode singkat sampai
pasien lebih stabil
secara psikis
6 · Kurang Pasien  Tentukan apakah pasien  Memberikan data dasar
Pengetahuan b/d mendapatkan mengetahui tentang untuk mengembangkan
Kurang Informasi informasi yang kondisi dirinya rencana penyuluhan
Terhadap adekuat tentang  Pantau agar pasien  Pasien harus memiliki
Perawatan Kulit perawatan kulit mendapatkan informasi perasaan bahwa ada
yang benar, sesuatu yang dapat
memperbaiki kesalahan diperbuat
persepsi informasi
 Berikan informasi yang
spesifik dalam bentuk  Informasi tertulis
tulisan dapat membantu
 Jelaskan mengingatkan pasien
penatalaksanaan minum   Meningkatkan
obat: dosis, frekuensi, partisipasi pasien,
tindakan, dan perlunya memahami aturan
terapi dalam jangka terapi dan mencegah
waktu lama putus obat
 Dorong pasien agar
mendapat status nutrisi
 Penampakkan kulit
yang sehat
mencerminkan
kesehatan umum
seseorang. Perubahan
kulit dapat menandakan 
status nutrisi yang
abnormal. Nutrisi yang
optimal meningkatkan
regenerasi jaringan dan
penyembuhan umum
 Tekankan perlunya atau
kesehatan
pentingnya
 Dukungan jangka
mengevaluasi perawatan
panjang dengan evaluasi
atau rehabilitasi
ulang continue dan
perubahan terapi
dibutuhkan untuk
penyembuhan optimal

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan
olehTreponema pallidum  sub spesies pertenue  (merupakan saudara dari
Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan
seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit
penderita dengan kulit sehat.
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit
menular bukan seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak-anak
berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit
berupa kutil (papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini
tidak sakit dan bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan
melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui
benturan, gigitan, maupun pengelupasan. 
Penyakit fambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak dan
saraf dan tidak ada frambusia kongenital, namun daerah endemis pada musim
hujan penderita baru akan bertambah. Gejala klinis terdiri atas 3 stadium
pertama pada tungkai bawah sebagai tempat yang mudah trauma; masa tunas
berkisar antara 3-6 minggu.
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema
partenue dapat mengalami 2 kemungkinan yaitu Infeksi effective dan Infeksi
ineffective. Terdapat 3 stadium Frambusia yang dikenal, yakni : Stadium Primer,
Stadium Sekunder, dan Stadium Tersier.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung
FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau
sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (venereal
disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin). Test serologis
trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed),
MHA-TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum).
Pilihan pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang
sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian Tetrasiklin,
Doxicicline, dan Eritromisin.
Pencegahan dan Pemberantasan penyakit Frambusia dapat dilakukan
dengan cara yaitu : Upaya Pencegahan; Pengawasan Penderita, Kontak, dan
Lingkungan Sekitarnya; dan Upaya Penanggulangan Wabah.
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada penyakit Frambusia adalah
Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan
pada kulit, pertahanan tubuh menurun, Gangguan mobilisasi b/d kecacatan,
Gangguan citra tubuh  b/d perubahan postur tubuh, Ansietas b/d perubahan
kesehatan, dan Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan
kulit.

B. SARAN
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit
Frambusia. Hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus Frambusia di
lingkungannya, agar dapat melakukan tindakan lebih awal pada klien dengan
Frambusia. Selain itu, rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Frambusia
sangat penting dipelajari mahasiswa agar dapat membuat rencana asuhan
keperawatan tentang Frambusia dan merawat klien jika berhadapan langsung
pada klien dengan Frambusia.
Berikut ini ada beberapa hal penting dalam strategi pemberantasan
Penyakit Frambusia yang terdiri dari 4 hal pokok, yaitu :
1.         Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk
menemukan penderita.
2.         Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan
kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3.         Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
4.         Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana
air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi. 
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Eradikasi Frambusia. 2007. Departemen Kesehatan RI, Dirjen


Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan.
Solution, Heroes. 2010. Penyakit Frambusia/Patek/Yaws.
Syahreza, Lissa. 2011. Frambosia.
http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/penyakit-frambusia-
patek-yaws.html
http://ichynurse.blogspot.com/2012/01/askep-frambusia.html
http://petrus88.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-frambusia.html

Anda mungkin juga menyukai