IMUNISASI
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas mengenai Imunisasi
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita sekalian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................................i
I. PENDAHULUAN ....................................................................................................1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Melalui PPI sejak tahun 1980 imunisasi rutin
dilakukan dan dikembangkan sampai sekarang dengan pemberian tujuh jenis
vaksin yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B (HB), TT dan DT (Depkes,
2005).
Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya
Universal Child Immunization (UCI). Pencapaian UCI merupakan gambaran
cakupan imunisasi pada bayi (0-11 bulan) secara nasional hingga ke tingkat
pedesaan. WHO dan UNICEF menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah
90% di tingkat nasional dan 80% di semua kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia
telah mencapai target UCI, dimana paling sedikit 80% bayi di setiap desa telah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebelum berumur satu tahun (Depkes,
2005).
Persentase desa/kelurahan UCI di Indonesia, selama 6 tahun terakhir
belum menunjukkan perkembangan yang bermakna. Pencapaian tertinggi terjadi
pada tahun 2005 yaitu sebesar 76,23%. Capaian tahun 2009 hanya sebesar 69,76%
desa/kelurahan UCI di Indonesia, lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar
74,02%. Angka tersebut juga masih di bawah target UCI tahun 2009 sebesar 98%
dan standar pelayanan minimal yang menetapkan target 100% desa/kelurahan UCI
pada tahun 2010 untuk setiap kabupaten/kota (Profil Kesehatan Indonesia, 2009).
Indonesia telah menginvestasikan hampir US$100 juta di Indonesia
kampanye dengan tujuan mencapai cakupan 95%. Fase pertama di 2017 adalah
kesuksesan besar dengan berkhir 35 juta anak-anak di vaksinasi di pulau utama
Jawa. Dengan cakupan mendekati 100% kasus campak turun tajam (WHO, 2018).
Menargetkan 32 juta anak di 28 provinsi, fase kedua dari kampanye, yang
diluncurkan pada tahun 2008. Agustus, 2008, telah dirusak oleh tantangan. Baru –
baru ini wabah polio yang diturunkan dari vaksin di Papua Nugini telah
mewajibkan bundling vaksin polio oral dengan MR di sebelah Papua,
memberikan tantangan logistic tambahan di provinsi paling terpencil di Indonesia.
Gempa bumi di Lombok pada Agustus 2018 dan Tsunami di Sulawesi September
2018, berkontribusi pada interupsi local. Dan di minggu – minggu awal kampanye
2018, beberapa kelompok – kelompok muslim penting menarik dukungan
mengarah ke suspense di lusinan kabupaten (Pronyk, 2019).
2
Kampanye, awalnya direncanakan selama 2 bulan telah dua kali
diperpanjang untuk mencapai cakrawala 5 bulan target 95%. Pembukaan kembali
khususnya lambat di pulau konservatif dan berpenduduk padat Sumatera, rumah
bagi dua pertiga dari yang tidak divaksinasi anak – anak, dengan cakupan
serendah 10% di satu provinsi. Saat kampanye berakhir, hampir 10 juta anak –
anak tetap tidak diimunisasi. Ada kekhawatiran tentang potensi kejatuhan untuk
imunisasi rutin, yang akan mengacaukan pengurangan anak Indonesia yang
mengesankan kematian (Pronyk et al, 2019).
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1 Imunisasi Pasif
4
Imunitas pasif dapat diperoleh melalui antibody dari ibu atau dari
globulin gama homolog yang dikumpulkan. Beberapa serum mengandung
titer tinggi antibody terhadap patogen spesifik dan digunakan pada terapi atau
dalam usaha pencegahan terhadap berbagai penyakit (Karnen & Iris, 2014)
5
Echo) dalam ASI telah dibuktikan .Antibodi terhadap patogen
nonalimentari seperti antitoksin tetanus,difteri dan hemolisin anti-
streptokok telah pula ditemukan dalam kolostrum..Limfosit yang
tuberculin sensitif dapat juga ditransfer kebayi melalui
kolostrum,tetapi peranan nya dalam transfer CMI belum diketahui.
(Karnen& Iris, 2014)
6
terpajan dengan bahan yang berbahaya terhadapnya dan
sebagai regimen jangka panjang pada penderita dengan
defisiensi antibodi. Jenis imunitas diperoleh sgera setelah
suntikan,tetapi hanya berlangsung selama masa hidup antibodi
in vivo yang sekitar 3 minggu untuk kebanyakan bentuk
proteksi oleh Ig. Imunisasi pasif dapat berupa tindakan
profilaktik atau teraupetik,tetapi sedikit kurang berhasil sebagai
terapi.Tergantung dari isi dan kemurnian antisera ,preparat
dapat disebut globulin imun atau globulin imun spesifik.
(Karnen & Iris, 2014)
2. Immune Serum Globulin spesifik
Adaptive Immunity adalah merupakan sistem pertahanan
tibuh lapis kedua, jika innate immunity tidak mampu
mengeliminasi agen penyakit. Hal ini terjadi jika fagosit tidak
mengenali agen infeksius sebab hanya sedikit reseptor yang
cocok untuk agen infeksius atau agen tidak bertindak sebagai
faktor antigen terlarut (solube antigen) yang aktif. Jika hal ini
terus menerus, maka akan diperlukan molekul spesifik yang
akan berikatan langsung dengan antigen infeksius yang dikenal
dengan antibodi dan selanjutnya akan terjadi proses fagotosis
Sistem Imun ini disebut Spesifik karena : dilakukan hanya
oleh sel darah putih Limfosit, membentuk kekebalan tubuh,
dipicu oleh antigen (senyawa asing) sehingga terjadi
pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik untuk
antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang
diperantarai sel dan antibodi.
Plasma atau serum yang diperoleh dari donor yang dipilih
sesudah imunisasi atau booster atau konvalen dari suatu
penyakit.
7
Hepatitis B merupakan penyakit inflamasi dan
nekrosis dari sel-sel hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B. HBIG yang diperoleh dari pool plasma
manusia yang menunjukkan titer tinggi antibody HBsAg.
HBIG juga dapat diberikan pada masa perinatal kepada
anak yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi virus
hepatitis B,para tenaga medis yang tertusuk jarum
terinfeksi atau pada mereka setelah kontak dengan
seseorang hepatitis B yang HBsAg positif .(WHO, 2002)
8
hepatosit. Hepatitis B envelope antigen (HBeAg)
merupakan antigen yang lebih dekat hubungannya
dengan nukleokapsid VHB. Antigen ini bersirkulasi
sebagai protein yang larut di serum. Antigen ini timbul
bersamaan atau segera setelah HBsAg, dan hilang
bebebrapa minggu sebelum HBsAg hilang. Antigen ini
ditemukan pada infeksi akut dan pada beberapa karier
kronis (Mandal & Wilkins, 2006).
9
Gambar 5. Respon imun terhadap virus hepatitis B
(Sumber: Ganem et al., 2004)
b. ISG Hepatitis A
Faktor risiko Hepatitis A dapat ditinjau dari 3
penyebab, antara lain; 1) Faktor penyebab (host), 2)
Faktor pejamu (host), 3) Faktor lingkungan
(environment). Faktor penyebab Hepatitis A adalah
virus Hepatitis A. Faktor pejamu dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan
pekerjaan, penggunaan sumber air minum yang tidak
terlindung, cara mendapatkan makanan dan minuman,
perilaku hidup bersih dan sehat, cuci tangan dengan air
dan sabun dan perilaku penyi mpangan seksual/
homoseksual. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh
iklim/ musim/ waktu periksa, sanitasi lingkungan,
kepemilikan kamar mandi dan jamban, pengelolaan air
limbah, adanya tempat sampah, jumlah tempat makan/
pedagang kaki lima/ warung dan kepadatan penduduk
Penanganan hepatitis A ini dapat diberikan ISG
Hepatitis A sebagai proteksi sebelum dan sesudah
pajanan.Juga diberikan untuk mencegah hepatitis A
10
pada mereka yang akan mengunjungi negara dengan
prevalensi hepatitis A tinggi.
Imunitas secara pasif diperoleh dengan memberikan
imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma
donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapat
vaksin. Kekebalan ini tidak akan berlangsung lama
karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Pencegahan ini
dapat digunakan segera pada mereka yang telah terpapar
kontak atau sebelum kontak (pada wisatawan yang ingin
pergi ke daerah endemis).
Pemberian dengan menggunakan HB-Ig (Human
Normal Imunoglobulin), dosis yang dianjurkan adalah
0,02 mL/kg BB, diberikan dalam kurun waktu tidak
lebih dari satu minggu setelah kontak, dan berlaku untuk
2 bulan
c. ISG Campak
ISG dapat diberikan sebelum vaksinasi dengan virus
campak yang dilemahkan kepada anak-anak yang
imunodefisien.
Imunisasi campak akan merangsang respon imun
humoral maupun seluler. Oleh karena kekebalan seluler
sukar diukur dan dinilai maka respon imun pasca
imunisasi biasanya ditentukan dengan mengukur respon
imun humoral. Antibodi yang terbentuk pasca imunisasi
campak adalah sama seperti infeksi alami, mula-mula
IgM dalam serum yang meningkat antara 3-4 minggu,
setelah minggu ke-6, IgM ini sulit dideteksi lagi.
Selanjutnya IgG yang meningkat, setelah 2-4 bulan
menurun sampai 6 bulan kemudian menetap untuk
waktu yang lama (Markowitz, 1994; Redd, 1999). IgG
campak ini akan meningkat lagi bila mengalami kontak
campak berulang atau mengalami natural booster atau
11
dengan kata lain akan terbentuk respon imun sekunder
(Markowitz, 1994; Redd, 1999).
d. Human Rabies Immune Globulin
HRIG yang diperoleh dari serum manusia yang hiper
imun terhdap rabies. HRIG digunakan untuk mengobati
para penderita dengan anjing gila.HRIG dapat diberikan
bersaaman dengan imunisasi aktif oleh karena antibody
dibentuk lambat.Karena tiidak tersedianya serum asal
manusia ,kadang diberikan serum asal kuda.
e. Human Varicella – Zoster Immune Globulin
HVIG dipilih oleh karena mengandung antibodi dengan
titer tinggi terhadap virus varisela – zoster .Produk ini
digunakan sebagai profilaksis pada anak imunodefisien
untuk mencegah terjangkit varisela,tetapi tidak
menguntungkan untuk digunakan pada penderita dengan
varisela aktif atau herpes zoster. Produk ini digunakan
sebagai profilaksis pada anak imunodefisien untuk
mencegah terjangkit varisela,tetapi tidak
menguntungkan untuk digunakan pada penderita dengan
varisela aktif atau herpes zoster.
f. Antisera terhadap virus Sitomegalo
Antisera terhadap virus Sitomegalo di berikan secara
rutin kepada mereka yang mendapat transplan sumsum
tulang untuk mengurangi reaktivasi virus bila diberikan
obat imunosupresif dalam usaha mengurangi
kemungkinan penolakan tandur.
g. Antibodi Rhogam
Antibodi Rhhogam terhadap antingen RhD,diberikan
dalam usaha mencegah imunisasi oleh eritrosit fetal
yang Rh+,.Rho (D) Immune globulin (RhoGAM) adalah
preparat asal manusia,diberikan kepada wanita Resus
12
negative dalam 72 jam sesudah melahirkan,keguguran
atau absorsi dengan bayi /janin Resus postif.
h. Tetanus Immune Globulin
TIG adalah antitoksin yang diberikan sebagai proteksi
pasif setelah menderita luka.Biasanya diberikan IM
dengan Toksoid tetapi pada lengan yang
seblaiknya.oksoid tetapi pada lengan yang seblaiknya.
i. Vaccinia Immune Globulin
VIG yang diberikan kepada penderita dengan eksim
atau imunokompromais yang terpajan dengan vaksinia
dan pada anggota tentara.
(Karnen & Iris, 2014)
13
Gambar 1 : Contoh vaksin
Terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin bakteri dan vaksin virus. Vaksin
bakteri atau respons imun antibacterial meliputi lisis melalui antibody dan
komplemen, opsonisasi, fagositosis yang diaktifkan dengan eliminasi bakteri
di hati,limpa dan sel-sel dari system fagosit makrofag. Yang berperan pada
opsonin dan fagositosis bakteri negative-Gram adalah IgG dan IgM saja atau
komplemen C3b. Vaksin virus atau respons antivirus adalah kompleks, pleh
karena ada beberapa factor yang berperan seperti tempat virus masuk
tubuh,tempat virus melekat pada sel, induksi interferon, respons antibody dan
CMI. Virus influenza yang menginfeksi epitel pernapasan dan berkembang
intraseluler dapat menyebar ke sel epitel berdekatan. Respon imun yang bai
harus mencakup efek antibody pada permukaan epitel (Karnen & Iris, 2014).
14
vaksin yang berhasil. Antigen harus dengan cepat dapat dibaca, preparat
harus stabil dalam penyimpanan, harga murah, mudah pemberian dan
tentunya aman (Karnen & Iris, 2014).
15
dapat terjadi reaksi arthus. Pemberian vaksin ulang (booster)
sebaiknya mengikuti anjuran sesuai hasil uji klinis (Hidayat,
2005).
16
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Imunitas pasif dapat dibedakan menjadi dua yaitu imunisasi pasif
alami dan buatan. Imunisasi pasif alami adalah kekebalan yang diperoleh
bukan dari tubuhnya sendiri sedangkan imunisasi pasif buatan adalah
kekebalan yang diperoleh dari antibodi yang sudah jadi dan terlarut dalam
serum.
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,
masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah
diolah yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan
spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi.
Vaksinasi bertujuan untuk memberikan imunitas yang efektif.
Sejumlah kondisi harus dipenuhi untuk memperoleh vaksin yang berhasil.
Antigen harus dengan cepat dapat dibaca, preparat harus stabil dalam
penyimpanan, harga murah, mudah pemberian dan tentunya aman.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
WHO, 2018. Distribution of Measles Case by Country and by Month.
19