Anda di halaman 1dari 40

TEXTBOOK READING

STAHL’S ESSENTIAL PSYCHOPHARMACOLOGY[ CITATION


stahl \l 1033 ]
CHAPTER 11
DISORDER OF SLEEP AND WAKEFULNESS AND THEIR
TREATMENT
dr. I Putu Dharma Krisna Aji
mentored by: dr. Wayan Westa SpKJ(K)

Neurobiologi dari tidur dan terjaga


Spektrum dari arousal
Walaupun banyak ahli mendekati insomnia dan tidur dengan menekankan pada
perbedaan dari gangguan yang menyebabkan hal tersebut, beberapa
psikofarmakologis pragmatis memandang insomnia sebagai gejala penting yang
hadir pada kondisi sepanjang spektrum dari kurangnya arousal ke arousal yang
meningkat (gambar 11-1). Pada konsep ini, bangun, terjaga, kreatif, dan
penyelesaian masalah manusia memiliki keseimbangan antara terlalu banyak
arousal atau terlalu sedikit arousal. Saat arousal meningkat diatas normal saat
hari biasa, hal tersebut akan meningkatakan kewaspadaan (gambar 11-1). Tetapi
jika arousal meningkat saat malam hari, hal tersebut akan menyebabkan insomnia
(gambar 11-1, dan aktivasi berlebih dari otak pada sisi merah dan kanan dari
spektrum pada gambar 11-2). Dari perspektif terapi, insomnia dapat dikonsepkan
sebagai gangguan dari arousal yang berlebih saat malam hari, dengan pergerakan
hipnotik pasien dari terlalu banyak arousal ke tidur (gambar 11-2).
Di sisi lain, saat arousal hilang, gejala dapat muncul dari turunnya
perhatian ke bentuk yang lebih parah dari gangguan kognitif hingga pasien
mengalami kebutuhan tidur yang berlebih dengan serangan tidur (gambar 11-1,
dan hipoaktivasi dari otak pada warna biru pada sisi kiri dari spektrum pada
gambar 11-3). Dari perspektif terapi, tidur dapat dikonsepkan sebagai gangguan
dari kurangnya arousal pada siang hari, dengan agen yang membangunkan
menggerakkan pasien dari terlalu sedikit arousal hingga terbangun dengan
kewaspadaan normal (gambar 11-3).
Pada gambar 11-1 gangguan kognitif adalah produksi dari terlalu sedikit
dan terlalu banyak arousal, konsisten dengan perlunya neuron kortikal piramidal
yang secara optimal “dihidupkan”, dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit
aktivitas membuat meraka seperti bekerja diluar kenormalan. Tergambar juga
pada ambar 11-1 hingga 11-3 bahwa spektrum arousal terhubung dengan aksi dari
5 neurotransmiter (histamin, dopamin, norepineprin, serotonin, dan asetilkolin).
Terkadang sirkuit neurotransmiter disebut sebagai kelompok yang disebut
ascending reticular activating system, karena mereka dikenal bekerja bersama
meregulasi arousal. Sistem neurotransmiter ascending yang sama diputus pada
beberapa sisi oleh beberap agen yang menyebabkan sedasi. Aksi dari obat sedatif
pada neurotransmiter didiskusikan pada Bab 5 tentang antipsikotik dan
diilustrasikan pada gambar 5-38. Gambar 11-1 juga memperlihatkan arousal
berlebih dapat memperpanjang insomnia pada panik, halusinasi, dan gejala pada
psikosis (pada sisi paling kanan pada spektrum).

Gambar 11-1. Spektrum arousal dari tidur dan terbangun. Salah satu fase dari
arousal lebih rumit dari sekedar “terbangun” ataupun “tertidur”. Arousal hadir jika dalam
satu titik peralihan hidup (menyala), dengan beberapa fase dalam spektrum. Spektrum

2
tersebut dipengaruhi oleh lima neurotransmiter: histamin (HA), dopamin (DA),
norefineprin (NE), serotonin (5HT), dan asetilkolin (ACh). Saat terdapat keseimbangan
yang bagus antara terlalu berlebihan ataupun terlalu sedikit arousal, seseorang dapat
bangun, terjaga, berfungsi dengan baik. Seperti halnya jika peralihan condong kearah
kanan, maka hal tersebut akan mengakibatkan terjaga dan berkonsekuensi insomnia pada
malam hari. Arousal yang lebih jauh meningkatkan hal ini dapat menyebabkan gangguan
kognitif, panik, dan secara ekstrim mungkin juga halusinasi. Di sisi lain, jika arousal
hilang, individu dapat mengalami berkurangnya perhatian, gangguan kognisi, mengantuk,
dan tidur.

Gambar 11-2. Insomnia, arousal malam hari yang tinggi? Insomnia dikonsepkan
berhubungan dengan hiperarousal saat malam hari, digambarkan dengan otak yang
berwarna merah (overaktif). Agen yang menngurangi aktivasi otak seperti PAMs dari
reseptor GABAA (contohnya benzodiazepin, Z drugs), antagonis histamin 1, dan
antagonis serotonin 2A/2C, dapat mengalihkan status arousal dari hiperaktif ke tidur.

3
Gambar 11-3. Kebutuhan tidur berlebih saat siang hari. kebutuhan tidur berlebih saat
siang hari dapat dikonsepkan berhubungan dengan hiperarousal saat siang hari,
digambarkan dengan gambar otak yang berwarna biru (hipoaktif). Agen yang
meningkatkan aktivasi otak, seperti stimulan, modafinil, dan kafein, dapat mengubah
status arousal dari hipoaktif ke keadaan terjaga dengan keterjagaan yang normal.

Peralihan tidur/bangun
Telah didiskusikan bagaimana sistem neurotransmiter ascending dari batang otak
meregulasikan sistem arousal kortikal dengan cara yang halus seperti rheostat
pada sistem lampu atau tombol volume radio. Terdapat set sirkuit lain pada
hipotalamus yang meregulasikan tidur dan bangun secara tidak berlanjut, seperti
tombol on/off. Tidak mengherankan, sirkuit ini disebut tombol tidur/bangun
(gambar 11-4). Tombol “on” diketahui sebagai perangsang bangun dan terletak
diantara tuberomammilary nucleus (TMN) dari hipotalamus (gambar 11-4A).
Tombol “off” dikenal sebagia perangsang tidur dan terletak diantara nukleus
ventrolateral preoptic (VLPO) di hipotalamus (gambar 11-4B).
Dua set neuron lainnya terlihat pada gambar 11-4 sebagai regulator dari
tidur bangun: neuron yang mengandung orexin dari lateral hypotalamus (LAT)
dan neuron yang sensitif terhadap melatonin dari suprachiasmatic nucleus (SCN).

4
Hipotalamus lateral membantu menstabilkan dan merangsang kondisi terjaga
melalui peptida neurotransmiter yang dikenal dengan dua nama yang berbeda:
orexin dan hypocretin. Neuron hipotalamus lateral ini dan orexinnya tidak
ditemukan pada narkolepsi, terutama pada narkolepsi dengan katapleksi. Hipnotik
baru (antagonis orexin) memutus reseptor pada neurotransmiter ini dan
didiskusikan lebih lanjut pada bab ini. SCN adalah jam internal dari otak, atau
pacemaker, dan meregulasi masukan sikardian pada peralihan tidur/bangun pada
respon terhadap bagaimana hal tersebut diprogramkan oleh hormon seperti
melatonin dan oleh siklus terang/gelap. Ritme sirkardian dan SCN didiskusikan di
bab 7 pada antidepresan dan diilustrasikan pada gambar 7-39 sampai 7-42.
Dorongan bangun sirkardian diperlihatkan pada gambar 11-5 melewati
siklus 2 kali 24 jam. Terlihat juga pada gambar 11-5 siklus tidur ultradian (siklus
yang lebih cepat dari pada siang hari, terlihat siklus masuk dan keluar dari REM
dan tidur slow-wave beberapa kali saat malam hari). Homeostatik dorongan tidur,
terilustrasikan dengan baik pada gambar 11-5, meningkatkan dorongan untuk
tidur seperti saat siang hari, mungkin dikarenakan kelelahan, dan menghilang saat
malam dengan beristirahat. Neurotransmiter adenosin berhubungan dengan
dorongan hoemostatis, dan tampak berakumulasi seperti dorongan ini meningkat
saat siang hari, dan menghilang saat malam hari. Kafein saat ini diketahui sebagai
antagonis adenosin, dan hal tersebut dapat menjelaskan kemampuan dari kafein
untuk mendorong kondisi terjaga dan mengurangi kelelahan, yang disebut dengan
berlawanan dengan regulasi adenosin endogen dari dorongan tidur homeostatis.
Dua neurotransmiter kunci yang meregulasikan perubahan tidur/terjaga:
histamin dari TMN dan GABA dari VLPO. Sehingga, saat perubahan
tidur/bangun dimulai, pendorong kondisi terjaga TMS aktif dan histamin
dikeluarkan (gambar 11-4). Hal tersebut terjadi pada korteks untuk memfasilitasi
arousal, dan pada VLPO untuk menghalangi dorongan tidur. Saat siang hari
terlewati, dorongan sirkardian terjaga menghilang dan dorongan homeostatik tidur
meningkat (gambar 11-5); saat titik tertentu dicapai, dan pendorong tidur VLPO
dirangsang, perubahan tidur/terjaga dimatikan, dan GABA dikeluarkan di TMN
untuk menghalangi terjadinya kondisi terjaga (gambar 11-4).

5
Gangguan yang dikarateristikan dengan peningkatan tidur saat siang hari
dapat dikonsepkan sebagai perubahan tidur/terjaga menjadi mati saat siang hari.
Terapi pendorong kondisi terjaga seperti modafinil diberikan saat saing hari untuk
menyeimbangkan kembali keadaan terjada dengan mendorong pengeluaran dari
histamin dari neuron TMN. Mekanisme pasti dari penguatan ini tidak diketahui,
tetapi saat ini dihipotesiskan berhubungan dengan bagian dari konsekuensi
turunan dari aksi obat yang mendorong kondisi terjaga pada neuron dopamin,
khususnya dengan menghalangi transporter dopamin.
Di sisi lain, gangguan yang dikarakteristikan dengan insomnia dapat
dikonsepkan sebagai perubahan tidur/terjaga saat malam hari. Insomnia dapat
diterapi dengan agen yang menguatkan aksi GABA, dan menghalangi pendorong
kondisi terjaga, atau dengan agen yang menghalangi aksi dari pengeluaran
histamin dari pendorong kondisi terjaga dan bekerja pada reseptor post sinap H1.
Gangguan yang dikarakteristikan dengan efek pada ritme sirkardian dapat
dikonsepkan sebagai “fase terlambat”, dengan pendorong kondisi terjaga dan
perubahan tidur/bangun dapat dinyalakan terlalu labat denan siklus normal 24
jam, atau “fase yang lebih tinggi”, dengan dorongan terjaga dan perubahan
tidur/bangun dinyalakan terlalu cepat dalam kondisi siklus normal 24 jam. Oleh
karena itu, individu dengan fase terhambat, termasuk pada beberapa pasien
depresi dan beberapa remaja normal, masih dapat mengalami perubahan
tidur/bangun yang mati saat waktunya bangun. Dengan memberikan cahaya pagi
pada individu dan melatonin malam hari dapat men set ulang jam sirkardian pada
SCN sehingga individu dapat bangun lebih cepat. Dengan memberikan individu
cahaya saat malam dan melatonin saat pagi hari dapat me reset SCN sehingga
perubahan tidur/bangun tetap “off” lebih lama, dan mengembalikan pasien ke
ritme normal.

6
Gambar 11-4. Peralihan tidur/ bangun. Hipotalamus adalah kunci yang mengontrol
tidur dan terbangung, dan secara spesifik adalah sirkuit yang meregulasi tidur/bangun
(contohnya peralihan menyala diset sedemikian rupa kearah kiri untuk tidur). Pengaturan
“off”, atau pendorong tidur, terletak di ventrolateral preoptoik nucleus (VLPO) dari
hipotalamus, saat “on” – pendorong kondisi terjaga- terletak di tuberomammilary nucleus
(TMN) dari hipotalamus. Dua kunci neurotransmiter yang meregulasi peralihan tidur/
bangun: histamin dari TMN dan GABA dari VLPO. (A) saat TMN aktifdan
neurotrasmiter GABAdikeluarkan ke TMN, promotor tidur dalam kondisi menyala dan

7
promotor terjaga dihentikan. Peralihan tidur/bangun juga diregulasi oleh neuron
orexin/hipokretin di lateral hipotalamus (LAT), yang menstabilkan kondisi terjaga, dan
oleh suprachiasmatic nucleus (SCN) dari hipotalamus, dimana jam internal tubuh dan
diaktivasi oleh melatonin, cahaya, dan aktivitas yang mendorong tidur atau terbangun.

Gambar 11-5. Proses regulasi tidur. Beberapa proses yang meregulasi tidur/terbangun
diperlihatkan di sini. Dorongan keterjagaan sirkardian adalah hasil dari masukan (cahaya,
melatonin, aktivitas) ke suprachiasmatic nucleus. Homeostatik dorongan tidur meningkat
dengan lebih panjang pada terjaga dan menurun saat tidur. Saat waktu berjalan, dorongan
terjaga sirkardian meningkat sampai titik tertentu tercapai dan VLPO yang terangsang
akan mengeluarkan GABA ke TMN dan menghalangi keterjagaan. Tidur itu sendiri
meliputi fase multipel yang hadri dalam kondisi klinis: proses ini dikenal dengan siklus
ultradian, dan digambarkan pada gambar paling atas di ilustrasi ini.

Histamin
Histamin adalah salah satu neurotransmiter yang meregulasi keadaan terjaga, dan
target utama dari beberapa obat yang menstimulus keadaan terjaga (melalui
turunan pengeluaran histamin) dan obat pendorng tidur (antihistamin). Histamin
diproduksi dari asam amino histidine, yang dimasukan kedalam neuron histamin
dan diubah menjadi histamin oleh enzim histidine decarboxylase (gamabr 11-6).
Kerja histamin dihentikan oleh dua enzim yang bekerja dalam satu rangkaian:
histamine N-methyl-transferase, yang mengubah histamin menjadi N-methyl-
histamine, dan MAO-B, yang mengubah N-methyl-histamine menjadi N-methyl-

8
indole-acetic acid (N-MIAA), sebuah substan tidak aktif. Enzim tambahan seperti
diamine oksidase dapat juga menghentikan aksi histamin diluar otak. Untuk
dicatat bahwa tidak ada pompa reuptake untuk histamin. Oleh karena itu, histamin
sepertinya menyebar luas dari sinapnya, seperti dopamin pada korteks prefrontal.
Ada beberapa jenis reseptor histamin (gambar 11-8 sampai 11-11).
Reseptor histamin 1 post sinap (H1) adalah yang paling terkenal (gambar 11-9A)
karena merupakan terget dari “antihistamin” (gambar 11-9B). saat histamin itu
sendiri bereaksi pada reseptor H1, hal tersebut mengaktifkan sistem G-protein-
linked second-messenger yang mengaktivasi phosphatidylinositol,dan faktor
transkripsi cFOS, dan menghasilkan kondisi terbangun, terjaga yang normal, dan
aksi prokognitif (gambar 11-9A). Saat reseptor H1 ini dihalangi pada otak, hal
tersebut akan berpengaruh terhadap aksi pendorong kondisi terbangun dari
histamin, dan akan menyebabkan sedasi, mengantuk, atau tidur (gambar 11-9B).
Reseptor histamin 2 (H2), terkenal dengan aksinya pada sekresi asam
lambung dan menjadi target dari beberapa obat anti ulkus, juga terdapat di otak
(gambar 11-10). Reseptor post sinap ini juga mengaktivasi sistem G-protein-
linked second-messenger dengan cAMP, phosphokinase A, dan produk gen
CREB. Fungsi dari reseptor H 2 pada otak tidak terhubung langsung dengan
kondisi terjaga.
Reseptor histamin ketiga yang ada pada otak dinamakan reseptor histamin
3 (H3) (gambar 11-8 dan 11-11). Sinap reseptor H3 merupakan presinap dan
berfungsi sebagai autoreseptor (gambar 11-11B). Jadi, jika histamin menempel
pada autoreseptor, hal tersebut akan menyebabkan pengeluaran histamin dari
presinap terhenti (gambar 11-1B). Satu novel pendekatan pada pendorong
keadaan terjaga terbaru dan obat pro-kognitif bekerja dengan menutup reseptor
ini, sehingga akan memfasilitasi pengeluaran dari histamin, memperbolehkan
histamin bereaksi pada reseptor H1 (gambar 11-11C). beberapa antagonis H3
masih dalam pengembangan.
Ada tipe reseptor histamin keempat, H4, tetapi hal tersebut tidak diketahui
fungsinya di otak. Pada akhirnya, histamin juga bekerja pada reseptor NMDA.
Menariknya, saat histamin menyebar dari sinapnya menuju sinap glutamat yang

9
mengandung NMDA, hal tersebut dapat bekerja sebagai sisi allosteric modulator
yang disebut sisi polyamine, untuk mengubah aksi dari glutamat pada reseptor
NMDA (gambar 11-8). Peran dan fungsi dari histamin pada hal ini belum banyak
diketahui.
Neuron histamin semuanya muncul dari area kecil di hipotalamus yang
dikenal dengan tuberomamilary nucleus (TMN), yang merupakan bagian dari
perubahan tidur/bangun yang diilutrasikkan pada gambar 11-4. Kemudian
histamin memainkan peran penting pada arousal, terjaga, dan tidur. TMN adalah
nukleus kecil bilateral yang menyediakan masukan histaminergik pada sebagian
besar regio dan pada tulang belakang (gambar 11-12).

Gambar 11-6. Histamin di produksi. Histidin (HIS), sebuah prekursor dari histamin,
diambil kembali ke dalam nervus terminal histamin menggunakan transporter histidin dan
diubah menjadi histamin oleh enzim histidin dekarboxilase (HDC). Setelah sintesa,
histamin dipaketkan ke dalam vesikel sinap dan disimpan disana sampai siap untuk
digunakan.

10
Gambar 11-7. Aksi dari histamin dihentikan. Histamin dapat dihancukan secara
intraselular oelh dua enzim. Histamin N-methyl-transferase (histamin NMT) yang
mengubah histamin menjadi N-methyl-histamin, kemudian diubah oleh MOA-B ke
substans tak aktif N-methyl-indolenacetic acid (N-MIAA).

Gambar 11-8. Reseptor histamin. diperlihatkan disini reseptor histamin meregulasi


neurotransmisinya. Reseptor histamin 1 dan 2 merupakan post sinap, sedangkan histamin

11
3 merupakan presinap autoreseptor. Juga terdapat sisi ikatan histamin pada reseptor
NMDA yang dapat berfungsi sebagai PAMs.

Gambar 11-9. Reseptor histamin 1. (A) Saat histamin menempel pada reseptor
postsinap histamin 1, hal tersebut akan mengaktivasi G-protein-linked second-messenger
system yang mengaktivasi phosphatidil inositol dan faktor transkripsi cFOS. Hasil ini
terlihat pada keterjagaan normal. (B) Antagonis histamin 1 menghalangi aktivasi dari hal
tersebut dan akan menyebabkan mengantuk.

12
Gambar 11-10. Reseptor histamin 2. Reseptor histamin 2 hadir dalam tubuh dan otak.
Saat histamin menempel pada post sinap histamin 2, hal tersebut akan mengaktivasi G-
protein-linked second messenger system dari reseptor histamin 2 di otak tetapi tidak
berefek langsung terhadap kondisi terjaga.

Gambar 11-11. Reseptor histamin 3. Reseptor histamin 3 adalah presinap autoreseptor


(A) yang artinya saat histamin menempel pada reseptor ini, preseinap akan berhenti

13
memproduksi histamin. (B) Antagonis pada reseptor ini akan menyebabkan peningkatan
keterjagaan dan kognisi.

Gambar 11-12. Proyeksi histamin dari hipotalamus. Histamin di otak diproduksi


sendiri oleh sel di tuberomammilary nucleus (TMN) dari hipotalamus (Hy). Dari TMN,
neuron histaminergik diproyeksikan ke berbagai bagian otak termasuk prefrontal cortex
(PFC), basal forbrain (BF), striatum (S) dan nucleus acumbens (NA), amygdala (A) dan
hipocampus (H), brain neurotransmiter centers (NT), dan spinal cord (SC).

Insomnia dan hipotik


Apakah insomnia?
Insomnia memiliki banyak akibat, termasuk gangguan tidur dan gangguan
psikiatri. Insomnia dapat juga berkontribusi pada onset, eksaserbasi, atau relaps
dari beberapa gangguan psikiati dan terhubung dengan berbagai disfungsi pada
beberapa penyakit medis. Insomnia primer dapat merupakan kondisi dengan
terlalu banyak arousal pada malam dan siang hari, dan hal tersebut dapat
merupakan bentuk dari insomnia dimana pasien tidak mengantuk saat siang hari
walaupun tidur sedikit di malam hari. insomnia primer dapat menjadi gejala
ataupun berkembang menjadi episode depresi mayor awal. Oleh karena itu,
apakah insomnia merupakan gejala atau gangguan? Jawabannya bisa keduanya.
Terapi kronis untuk insomnia kronis
Konsep mayor tentang insomnia baru-baru ini sedang dibahas oleh para ahli,
dengan konsensus baru yang terbentuk bahwa insomnia dapat secara kronis dan

14
perlu diterapi secara kronis. Hal tersebut hadir dari persepsi para ahli di masa
lampau, bahwa insomnia diterapi dengan menyerang penyebab dasar dari hal
tersebut dan “gejala yang tampak” tidak diterapi secara kronis menggunakan
terapi hipnotik. Panduan lama yang merekomendasikan hipnotik jangka cepat
utnuk insomnia merupakan produk dari konsen keamanan dari hipnotik yang
pertama kali teridentifikasi saat era barbiturat dan era benzodiazepin.
Masalah lain yang berhubungan dengan pemakaian jangka panjang dari
hipnotik dengan menggunakan obat dimana waktu paruh tidak ideal digunakan
sebagai hipnotik (gambar 11-13A, B, C). Hal tersebut, beberapa agen digunakan
sebagai hipnotik di masa lalu memiliki masa paruh yang sangat panjang (gambar
11-13A dan B). Hal ini dapat menyebabkan akumulasi obat dan fraktur dari jatuh,
khususnya pada orang tua, saat agen tersebut dipakai setiap malam (gambar 11-
13A). Masa paruh yang panjang juga dapat menyebabkan efek sedasi dan masalah
ingatan di hari berikutnya yang diakibatkan oleh residual dari obat (gambar 11-
13A dan B). Agen lain yang dipakai sebagai hipnotik dengan masa paruh yang
terlalu singkat, dan efek tersebut dapat hilang saat waktunya bangun, dapat
menyebabkan tidur yang berkurang dan bangun di saat malam hari, seperti halnya
gelisah dan tidur terganggu pada beberapa pasien (gambar 11-13C). Walupun
demikian baru-baru ini diketahui hipnotik yang diberikan paling sering pada
penggunaan kronis dibandingkan mengoptimalkan target masa paruh onset cepat,
dan level obat dalam plasma darah diatas konsentrasi minimal yang efektif, tetapi
haya sampai waktu untuk bangun (gambar 11-13D). Mungkin tidak ada area
terapi psikofarmaka yang secara kritis tergantung dari level obat di plasma, dan
juga farmakokinetik di obat, seperti kegunaannya sebagai hipnotik. Fakta ini
mungking berhubungan dengan sifat alami dari sistem arousal dan perubahan
tidur/bangun, yang membutuhkan kerja farmakologi sampai derajat yang cukup
untuk mencapai titik kritis dari perubahan “off” untuk mempersilahkan tidur,
tetapi hanya saat malam.
Alasan lain untuk restriksi jangka cepat pada hipnotik benzodiazepin
(gambar 11-14) di masa lampau yang harus dilakukan terhadap efek jangka
panjang, termasuk berkurangnya efek dari dosis sebelumnya (toleran) dan efek

15
putus zat, termasuk rebound insomnia (gambar 11-15A). Investigasi terkini
memperlihatkan bahwa beberapa hipnotik benzodiazepin mungkin tidak memiliki
masalah ini (gambar 11-15B). hal tersebut termasuk GABA A positive allosteric
modulator (PAMs), terkadang disebut dengan “obat Z” (karena mereka semua
dimulai dengan huruf Z; zaleplon, zolpidem, zopiclone) (gambar 11-16). Mungkin
studi terabik dengan jangka waktu lama telah dilakukan dengan eszopiclone,
dimana hal tersebut memperlihatkan sedikit atau tidak ada toleransi, dependensi,
atau putus obat dengan penggunaan dalam beberapa bulan (gambar 11-15B). Hal
ini mungkin juga terjadi pada zolpidem, zolpidem CR, dan agen melatonergik
ramelteon, sama seperti pemakaian “off-label” untuk sedatif antidepresan
trazodone, dimana tidak ada restriksi dalam penggunaan kronis. Untuk alasan ini,
saat ini dikenal bahwa insomnia kronik mungkin membutuhkan terapi kronik
dengan hipnotik tertentu.

Gambar 11-13. Waktu paruh dari hipnotik. Waktu paruh dari hipotik memiliki efek
pada toleransi dan profil efisasi. (A) hipnotik dengan waktu paruh yang sangat panjang

16
(lebih panjang dari 24 jam: contohnya, fluraepam dan quazepam) dapat menyebabkan
akumulasi obat dengan penggunaan kronis. Hal tersebut akan menyebabkan hendaya
yang berasosiasi dengan peningkatan resiko jatuh, khusunya pada orang tua. (B) hipnotik
dengan waktu paruh sedang (15-30 jam: estazolam, temazepam, sebagian besar
antidepresan trisiklik, mirtazapine, olanzapine) mungkin tidak hilang sampai individu
tersebut perlu dibangunkan, dan mungkin hal tersebut akan menyebabkan efek hangover
(sedasi, masalah memori). (C) hipnotik dengan waktu paruh yang sangat pendek (1-3
jam: triazolam, zaleplon, zolpidem, melatonin, ramalteon) dapat hilang sebelum individu
tersebut perlu dibangunkan dan hal tersebut akan menyebabkan hilangnya pemeliharaan
tidur. (D) hipnotik dengan waktu paruh pendek tetapi tidak terlalu pendek (kira-kira
6jam:solpidem CR dan mungkin dosis rendah dari trazodone atau doxepine) dapat
menimbulkan onset cepat dari aksi dan level plasma diatas konsentrasi minimal yang
efektif hanya untuk durasi dari tidur malam yang normal.

Gambar 11-14. Benxo-hipnotik.

Hipnotik benzodiazepin
Ada paling tidak 5 benzodiazepin yang disetujui secara spesifik untuk insomnia di
Amerika Serikat (gambar 11-14), walaupun berbeda di beberapa negara lainnya.
Variasi benzodiazepin berkembang untuk menterapi gangguan cemas yang sering
digunakan untuk menterapi insomnia. Karena benzodiazepin tidak mempunyai
waktu paruh yang ideal untuk beberapa pasien (gambar 11-13A, B, dan C), dan
dapat menyebabkan masalah jangka panjang (gambar 11-15A), mereka secara
umum dikenal dengan agen lini kedua sebagai hipnotik. Walaupun demikian, saat
agen lini pertama gagal bekerja, benzodiazepin tetap mempunyai tempat dalam

17
terapi insomnia, khususnya untuk insomnia yang berhubungan dengan gangguan
medis dan psikiatri.
GABAA positive allosteric modulator (PAMs) sebagai hipnotik
Hipnotik ini bekerja pada reseptor GABAA untuk menguatkan aksi dari GABA
dengan menempel pada posisi berbeda dengan GABA yang menempel pada
reseptor tersebut. Benzodiazapine diklasifikasikan sebagai GABA A PAMs.
Hipnotik barbiturat merupakan salah satu tipe GABAA PAMs. Walaupun
demikian tidak semua GABAA PAMs sama, karena mereka mempunyai
perbedaan penting dalam fungsinya dimana variasi obat menempel pada reseptor
GABAA, dengan berefek pada keamanan dan keuntungan dari variasi kelas dari
GABAA PAMs.
GABAA PAMs zaleplon, zolpidem, zopiclone (gambar 11-16) hadir untuk
menempel dengan reseptor GABAA dengan caranya yang tidak menyebabkan
toleransi yang tinggi terhadap kerja terapetiknya, ketergantungan, atau putus zat
dikarenakan tidak memakai dalam terapi jangka panjang. Di sisi lain,
benzodiazepin (gambar 11-14) menempel dengan cara mengubah konformasi dari
reseptor GABAA seperti toleransi secara umum berkembang, khususnya untuk
beberapa pasien dan beberapa benzodiazepin. Lebih jauh lahi, untuk beberapa Z
drugs, terdapat spesifisitas untuk subunit α1 pada reseptor GABAA (gambar 11-
16). Subtipe reseptor GABAA diperkenalkan pada Bab 9 dan diilustrasikan pada
gambar 9-21. Terdapat 6 subtipe berbeda dari reseptor subunit α GABA A, dan
benzodiazepin menempel 4 dari 6 subunit tersebut (α1, α2, α3, α5) (gambar 11-14),
seperti halnya zopiclone dan eszopiclone (gambar 11-16). Subtipe α 1 dikenal
membuat sedasi dan karena itu menjadi target dari setiap hipnotik GABA A PAMs
yang efektif. Subtipe α1 juga berhubungan dengan sedasi siang hari, aksi anti
kejang, dan kemungkinan amnesia. Adaptasi terhadap reseptor ini dengan terapi
hipnotik jangka panjang diperkirakan dapat menyebabkan toleran dan putus zat.
Subtipe reseptor α2 dan α3 berhubungan dengan dengan anticemas, relaksasi otot,
dan aksi potensiasi alkohol. Akhirnya, subtipe α5, yang terbanyak adalah di
hipokampus, mungkin berhubungan dengan kognisi dan fungsi lainnya. Zaleplon
dan zolidem bekerja di selektif α1 (gambar 11-16). Fungsi signifikan dari

18
selektifitas belum terbukti, tetapi mungkin berkontribusi kepada resiko rendah
dari tolerasni dan ketergantungan dari agen ini.
Modifikasi dari dua Z drugs, zolpidem dan zopiclone, tersedia untuk
penggunaan klinis. Untuk zolpidem, formula controlled release yang dikenal
dengan zolpidem CR (gambar 11-16) memperpanjang durasi dari aksi zolpidem
pengeluaran jangkan menengah dari sekitar 2-4 jam (gambar 11-13B) ke durasi
yang lebih dioptimalkan 6-8 jam, meningkatkan pemeliharan tidur (gambar 11-
13D). Formulasi dosis alternatif dari zolpidem untuk pemberian sublingual
dengan onset cepat dan diberikan pada fraksi dari waktu malam biasa juga
tersedia untuk pemberian tengah malam pada pasien yang mempuya insomnia tipe
middle. Untuk zoliclone, penggabungan dari zoplicone R dan S, ada pengenalan
dari enantiomer S, eszopiclone (gambar 11-16). Secara klinis berbeda dan
bermakna anatar enantiomer aktif sedangkan racemic mixture diperdebatkan.

19
Gambar 11-15. Efek jangka panjang dari hipnotik. (A) jangka pendek, benodiazepine
dapat berguna untuk mengatasi insomnia. Dengan penggunaan jangka panjang,
benzodiazepin dapat menyebabkan toleransi dan jika diputus, akan menyebabkan putus
zat dan gejala rebound insomnia. (B) PAMs pada reseptor GABA A berguna untuk
insomnia pada penggunaan singkat, dan untuk penggunaan jangka panjang sepertinya
tidak menyebabkan toleransi atau efek putus zat.

Insomnia psikiatri dan GABAA PAMs


Dengan beberapa cara, pengenalan Z drugs telah berkontribusi pada
pengkonsepan ulang dari terapi insomnia kronis. Hal tersebut mengoptimalkan
aksi durasi farmakokinetik (gambar 11-13D) bersamaan dengan studi yang
memperlihatkan keamanan pada penggunaan jangka panjang tanpa insiden yang
tinggi dalam toleransi dan ketergatungan (gambar 11-15B) telah membuka jalan
bagi terapi insomnia kronis. Walaupun demikian, sebagian besar studi dari
hipnotik adalah pada insomnia primer, bukan pada insomnia yang berhubungan
dengan gangguan psikiatri, mengarah ke panduan jelas yang lebih sedikit dari
bagaimana menggunakan hipnotik untuk menterapi insomnia pada kondisi seperti
depresi, gangguan cemas, bipolar, dll.
Peneliti baru-baru ini memulai mengarahkan penggunaan yang sesuai,
termasuk penggunaan jangka panjang dari hipnotik untuk berbeagai gangguan
psikiatri. Contohnya, studi baru memperlihatkan bahwa hipnotik dapat
menguatkan rating remisi pada pasien dengan depresi mayor yang memiliki
insomnia dan pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh yang memiliki
insomnia (gambar 11-17). Tidak hanya pada gejala insomnia meningkat seperti
diperkirakan pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh atau depresi mayor
diterapi dengan eszoplicone yang ditambahkan pada SSRI, tetapi juga pada gejala
lain cemas dan depresi, yang mengarah ke angka remisi yang lebih tinggi (gambar
11-17). Obat Z drugs dan hipnotik lain dapat memperbaiki insomnia dan dapat
membantu menghentikan depresi atau cemas dengan mekanisme yang saat ini
tidak terlalu diketahui. Hal tersebut mungkin berdasar pada insomnia sebagai
gejala residual tersering dari terapi depresi dan cemas. Hal tersebut membuat
pendekatan intuitif untuk menggunakan hipnotik sebagai agen tambahan pada
terapi lini pertama untuk depresi atau cemas, dan jika diperlukan dapat digunakan

20
sebagai hipnotik kronis untuk mengeliminasi gejala dari insomnia pada kondisi
ini.

Gambar 11-6. Positive allosteric modulator (PAMs) GABAA


Beberapa PAMs GABAA, atau Z drugs ditampilkan disini. Ini termasuk racemic
zoplicone, eszoplicone, zaleplon, zolpidem, dan zolpidem CR adalah selektif reseptor
GABAA yang mengandung unit α1, walaupun demikian, tidak diketahui apakah zopiclone
atau eszoplicone mempunyai selektifitas yang sama seperti ini.

Gambar 11-17. Insomnia adalah gejala residual dari gangguan psikiatri, termasuk di
dalamnya depresi dan gangguan cemas menyeluruh. Penemuan terbaru menyarankan
bahwa tingkat remisi meningkat pada depresi dan cemas dengan insomnia saat hipnotik
juga diberikan pada lini pertama terapi, dan hal tersebut tidak hanya perbaikan gejala
insomnia, tetapi juga perbaikan gejala lainnya.

Hipnotik melatonergik

21
Melatonin adalah neurotransmiter yang disekresi oleh pineal gland, dan bekerja
khususnya pada suprachiasmatic nucleus (SCN) untuk meregulasi ritme
sirkardian. Melatonin itu sendirim seperti reseptor selektif melatonin agonis
seperti ramelteon atau tasimelteon (gambar 11-18), mempunyai aksi yang
menyerupai perubahan ritme sirkardian pada individu tanpa depresi tetapi
memiliki fase memanjang (beberapa remaja normal) atau fase yang lebih tinggi
(pada beberapa orang tua normal), atau pada mereka yang mengalami jet lag dari
perjalanan. Juga diketahui bahwa melatonin dan reseptor selektif agonis melatonin
(gambar 11-18) merupakan hipnotik efektif untuk onset tidur.
Melatonin bekerja pada tiga sisi yang berbeda, tidak hanya reseptor
melatonin 1 (MT1) dam melatonin 2 (MT2), tetapi juga pada sisi ketiga yang
sering disebut dengan sisi melatonin 3, yang saat ini dikenal dengan enzim NRH:
quinone oxidoreductase 2, dan mungkin tidak termasuk di dalam fisiologi tidur
(gambar 11-18). Inhibisi yang dimediasi pada MT1 dari neuron SCN dapat
membantu dorongan tidur dengan menurunkan aksi dari pendorong terjaga dari
jam sirkardian atau “peace marker” yang fungsinya disini, mungkin melemahkan
sinyal terjaga, mempersilhakan sinyal tidur untuk mendominasi dan mendorong
untuk tidur. Fase perubahan dan efek ritme sirkardian pada siklus normal
tidur/bangun diperkirakan secara primer dimediasi oleh reseptor MT2 yang
membawa sinyal ini ke SNC.
Ramalteon adalah agonis MT1/MT2 yang dijual untuk insomnia, dan
tasimelteon, agonis MT1/MT2, masih dalam tahap pengembangan. Agen ini
meningkatkan onset tidur, terkadang lebih baik digunakan untuk beberapa hari
sekali penggunaan, tetapi dapat dapat mempengaruhi tidur alami pada subjek yang
terkena insomnia inisial.

22
Gambar 11-18. Agen melatonergik. Melatonin endogen disekresikan oleh pienal gland
dan bekerja terutama pada suprachiasmatic nucleus untuk meregulasi ritme sirkardian.
Ada tiga tipe reseptor untuk melatonin: melatonin 1 dan 2 (MT1 dan MT2), dimana
keduanya berperan dalam tidur, dan melatonin 3 yang tidak berpengaruh terhadap tidur.
Terdapat beberapa agen berbeda yang berfungsi pada reseptor melatonin itu sendiri,
tersedia di pasar, berperan pada MT 1, MT2, dan MT3. Ramalteon dan tasimelteon adalah
agonis MT1 dan MT2 dan tampak memfasilitasi tidur tetapi tidak dalam pemeliharaan
tidur. Agomelatine tidak hanya pada agonis reseptor MT 1 dan MT2, tetapi juga sebagai
antagonis 5HT2C dan 5HT2B dan hal tersebut tersedia sebagai antidepresan di eropa.

Hipnotik serotonergik
Salah satu agen hipnotik yang paling populer diantara psikofarmakologis adalah
antidepresan trazodone. Antidepresan sedatif dengan waktu paruh hanya sekitar 6-
8 jam ini telah dikenal sejak lama oleh klinisi dengan efektifitas tinggi sebagai
hipnotik saat diberikan dengan dosis rendah dibandingkan dengan dosis anti
depresannya, dan diberikan hanya sekali saat malam hari. Faktanya, walaupun
trazodone tidak pernah secara resmi diakui sebagai hipnotik, atau dipasarkan
sebagai hipnotik, hal ini tetap sering diresepkan sebagai hipnotik.
Bagaimana cara trazodone bekerja? Pada Bab 7, mekanisme trazodone
sebagai antidepresan telah diilustrasikan pada gambar 7047 samapi 7-50. Sudah
jelas kerja trazodone sebagai antidepresan bekerja tidak hanya sebagai antagonis

23
poten 5HT2A, tetapi juga pada fungsinya pada reuptake serotonin. Pada dosis
tersebut, trazodone cukup sedatif karena antihistamin H1 dan antagonis α1.
Dengan trial and error, jika tidak dengan kebetulan, klinisi menemukan
bahwa waktu paruh trazodone merupakan keuntungan saat obat ini diberikan
sebagai hipnotik karena efek sedatifnya saat siang hari, yang merupakan bukti saat
diberikan dengan dosis dua kali sehari untuk depresi, dapat secara hebat
dihilangkan dengan memberikan agen dengan waktu paruh rendah ini pada malam
hari dan dengan menurunkan dosisnya. Walaupun demikian, jika dilakukan
dengan cara tersebut, trazodone kehilangan kemampuan blokade reseptor reuptake
serotonin dan aksi antidepresannya, saat di lain sisi kemampuan antagonis α1 ,

H1 ,dan 5HT2A tetap bertahan.


Antagonis histamin H1 sebagai hipnotik
Telah diketahui secara luas bahwa antihistamin merupakan sedatif. Karena
antihistamin telah digunakan secara luas selama beberapa tahun, ada salah
pengertian yang sering terjadi bahwa properti seperti agen klasik seperti
dipenhidramin dapat digunakan dengan semua properti antihistamin. Hal tersebut
termasuk ide bahwa antihistamin mempunyai sisi antikolinergik seperti mata
kabur, kostipasi, masalah memori, dan mulut kering; yang menyebabkan efek
mengambang pada keesokan harinya saat digunkan sebagai hipnotik pada malam
hari; ada perkembangan toleransi pada aksi hipnotik tersebut; menyebabkan
peningkatan berat badan.
Saat ini terlihat bahwa ide tentang antihistamin muncul dari fakta bahwa
sebagian besar agen dengan properti antihistamin poten, dari dipenhidramin,
sampai antidepresan trisiklik, mirtazapine, quetiapine, dan masih banyak lagi,
tidak selektif untuk reseptor H1 pada dosis terapetik normal, dan efek yang terjadi
yang mirip dengan efek dari properti antihistamin H1, mungkin saja disebabkan
oleh properti reseptor lainnya, dan bukan disebabkan oleh antihistamin H 1.
Khususnya, dipenhidramin dan banyak agen lainnya yang diklasifikasikan sebagai
antihistamin juga dapat sebagai antagonis poten pada reseptor muskarinik (gambar
11-19), jadi itu tidak secara luas dimungkinkan untuk memisahkan kerja
antihistamin seperti agen tersebut dari aksi antimuskariniknya pada penggunaan

24
klinis. Hal lain yang sama adalah pada sebagian besar antidepresan trisiklik, yang
memiliki antimuskarinik dan properti blokade α1-adrenergik, yang mendukung
kerja dari antihistamin tersebut.
Beberapa penemuan menarik dimulai dari investigasi klinis dari selektif
agonis H1 sebagai hipnotik. Prototipe dari pendekatan ini adalah pada dosis kecil
dari antidepresan trisiklik doxepin (gambar 11-20). Karena afinitas yang sangat
tinggi dari doxepin pada reseptor H1, hal tersebut memungkinkan membuat obat
tersebut menjadi selektif antagonis H1 hanya dengan menurunkan dosisnya
(gambar 11-20). Agen ini merupakan selektif pada dosis kecil dan hal tersebut
digunakan pada ligan PET ke label reseptor selektif H1 CNS. Pada fraksi dosis
kecil yang diperlukan kerja antidepresan, doxepin dapat mengatasi reseptor H 1
CNS yang cukup (contohnya, pada dosis 1-6 mg doxepin dapat menjadi hipnotik
dibandingkan dengan dosis 150-300 mg yang berfungsi sebagai antidepresan)
(gambar 11-20). Lebih jauh lagi, doxepin sebenarnya adalah gabungan dari dua
bentuk kimia, salah satunya (dan metabolit aktifnya) memiliki waktu paruh lebih
singkat (8-15 jam) dibandingkan yang lainnya, dimana memiliki antidepresan
trisiklik tradsional dengan waktu paruh 24 jam. Secara fungsi, gabungan dari dua
agen ini berarti bahwa pemberian malam hari dapat menghasilkan residual plasma
di pagi hari dibandingkan dengan trisikli dengan waktu paruh 24 jam, yang mana
mengurangi efek bawaan pada siang hari.
Walaupun tidak mencengankan bahwa dosis sangat kecil dari doxepin
dimana selektif reseptor antagonis H1 merupakan hipnotik yang efektif, tes klinis
terdahulu membuktikan bahwa pemberian jangka panjang dari doxepine
mengaibatkan induksi tidur dengan cepat dengan tidur sepanjang malam yang
terjaga tetapi tanpa efek bawaan pada hari berikutnya, perkembangan toleransi
pada keuntungan hipnotiknya, atau peningkatan berat badan. Eliminasi adrenergik
α1 dan blokade muskarinik dapat menjelaskan sedikitnya efek samping
antikolinergik, dan kurangnya perkembangn toleransi pada aksi hipnotiknya.
Walaupun agen dengan antagonis H1 dapat menyebabkan peningkatan berat
badan, selektif antagonis H1 tanpa antagonis 5HT2c tidak berasosiasi dengan
peningkatan berat badan. Mekanisme ini didiskusikan lebih lanjut di Bab 5

25
Gambar 11-19. Dipenhidramin. Dipenhidramin adalah antagonis histamin 1 yang
sering digunakan sebagai agen hipnotik. Walaupn demikian agen ini tidak selektif untuk
reseptor histamin 1 dan oleh karena itu obat ini memiliki efek samping. Khusunya,
dipenhidramin adalah antagonis reseptor muscarinik 1 yang akan menyebabkan efek
anticolinergik (mata kabur, kostipasi, gangguan memori, dan mulur kering).

Gambar 11-20. Doxepine. Doxepin adalah antidepresan trisiklik (TCA) yang pada dosis
besar (150-300mg/hari) akan menghalangi reuptake serotonin dan norephineprine dan
sebagai antagonis dari histamin 1, muskarinik 1, dan reseptor α 1 adrenergik. Pada dosis
kecil (1-6mg/hari), doxepin adalah selektif antagonis histamin 1 dan karena itu dapat
digunakan sebagai hipnotik.

26
Agonis dopamin dan ligan α2δ untuk insomnia berasosiasi dengan restless leg
syndrome (RLS)
Penyebab tersering dari insomnia entah itu insomnia primer ataupun sekunder
pada gangguan psikiatri adalah insomnia sekunder terhadap restless legs
syndrome (RLS) (gambar 11-1). Daripada menggunakan hipnotik tradisional
untuk insomnia sekunder pada RLS, terapi lini pertama dengan agonis dopamin
seperti ropinirole atau pramipexole, dan lini kedua adalah ligan α 2δ seperti
gabapentin atau pregabalin (gambar 11-1)
Terapi perilaku pada insomnia
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah kebersihan tidur (sleep hygiene), atau
pendekatan cognitive behavioral, sebagai terapi tambahan pada insomnia dengan
segala penyebab, dan terapi lini pertama untuk insomnia primer, yang dapat
efektif dalam beberapa pasien dengan berbagai tipe insomnia.
Siapa peduli dengan slow-wave sleep?
Fungsi jelas dari fase 3 dan 4 dari tidur (delta atau slow-wave sleep) masih dalam
penelitian yang aktif. Tidak semua pasien dengan insomnia mengalami defisiensi
slow-wave sleep, dan tidak semua pasien dengan defisiensi slow-wave sleep
menngalami insomnia. Walaupun demikian, beberapa observasi klinis empiris
menyarankan bahwa defisiensi dari slow-wave sleep dapat berkontribusi pada rasa
kurang tidur, dan kelelahan siang hari. Pasien dengan gangguan nyeri dan
defisiensi slow-wave sleep dapat mengalami peningkatan pengalaman nyeri saat
siang hari; pasien dengan depresi dan defisiensi slow-wave sleep dapat
meningkatkan gejala kelelahan, apatis, dan disfungsi kognitif. Lalu, cukupnya
penguatan slow-wave sleep terlihat sesuatu yang penting, tetapi seberapa banyak
jumlah yang dikatakan cukup dan bagaimanakah implikasi dari terlalu sedikit
slow-wave sleep masih belum jelas.
Beberapa agen seperti serotonergik antidepresan (SSRI, SNRI, stimulan,
dan anti depresan stimulan seperti NDRI) semua dapat berpengaruh terhadap
slow-wave sleep, dan jumlah agen yang dapat meningkatkan slow-wave sleep
masih sedikit diketahui. Hal tersebut termasuk ligan α2δ (gabapentin dan
pregabalin), Reuptake GABA inhibitor tiagabine, dan 5HT2A/2C antagonis

27
termasuk trazodone dan GBH (GABAB-enhancing agnet hydroxybutirate, yang
lebih dikenal dengan sodium oxybate). Penambahan terapi kelelahan dan nyeri
dengan peningkatan slow-wave sleep terkadang dapat mengurangi gejala ini.
Antagonis orexin sebagai novel hipnotik
Neuron orexin terletak secara eksklusif pada area khusus hipotalamus (area
hipotalamus lateral, area prefornikal, dan hipotalamus posterior) gambar 11-21).
Neuron orexin membuat neurotransmiter orexin A dan orexin B, dimana hal
tersebut dikeluarkan dari proyeksi neuronal diseluruh otak, khususnya pada
transmiter monoamine pusat di batang otak (gambar 11-21). Aksi post sinap dari
orexin dimediasi oleh dua reseptor yang disebut orexin 1 dan orexin 2 (gambar
11-22). Neurotransmiter orexin A berinteraksi dengan reseptor 1 dan 2 tetapi
orexin B berinteraksi hanya dengan reseptor orexin 2 (gambar 11-22). Untuk
dicatat bahwa reseptor orexin 1 secara khusus diekspresikan secara tinggi di locus
coerolus di batang otak, pusat dari neuron noradrenalin; reseptor orexin 2
diekspresikan kuat di TMN (tuberomammilary nucleus), sisi dari neuron histamin.
Dipercaya bahwa efek dari neuron orexin dimediasi oleh ativasi dari neuorn
histaminergik TMN yang mengekspresikan reseptro orexin 2. Singkatnya reseptor
orexin 2 memainkan peranan penting, dengan reseptor orexin 1 memainkan
peranan tambahan dalam regulasi tidur/bangun. Orexin memediasi perilaku
terjaga, hal tersebut juga meregulasi perilaku pengumpan dan penghargaan,
mungkin secara khusus melalui reseptor orexin tipe 1.
Kurangnya orexin berasosiasi dengan narkolepsi. Blokade farmakologis
pada reseptor orexin telah diketahui tidak hanya sebagi novel hipnotik, tetapi juga
pada penurunan berat badan dan terapi penyalahgunaan zat. Secara spesifik,
reseptor dual orexin antagonis (DORAs) untuk kedua reseptor orexin 1 dan 2, dan
antagonis reseptor orexin tunggal (SORA 1s dan SORA 2s), selektif untuk
reseptor orexin 1 dan orexin 2, telah dikembangkan secara intensif. DORAs
seperti almorexant, SB-649868, dan suvorexant (juga dikenal dengan MK-4305)
memiliki bukti pendahuluan dari efisasi pada terapi insomnia, dan beberapa
kelebihan pada uji coba klinis, secara khusus suvorexant. DORAs lain termasuk
MK-6096, DORA 1, DORA 5, dan DORA 22, aksi tunggal SORAs dapat

28
berkembang dengan agen SORA1 membuktikan bahwa tidak secara khusus
digunakan untuk menterapi insomnia, tetapi dengan uji coba pendahuluan yang
menjanjikan menghasilkan agen SORA2.
Untuk dicatat, lokalisasi dari reseptor orexin 1 dan 2, berpasangan dengan
kurangnya efek preklinis dari beberapa antagonis orexin 1 pada tidur, menunjukan
bahwa efek pendorong terjaga pada orexin dimediasi terutama oleh reseptor
orexin 1 atau kombinasi dari reseptor orexin 1 dan 2 (gambar 11-24). Kemudian,
hipnotik yang mentargetkan reseptor DORAs atau reseptor orexin SORA 2.
Pentargetan reseptor orexin 1 SORA1s sedang dalam perkembangan sebagai salah
satu terapi yang mungkin untuk mengurangi craving pada obat atau makanan.
Sampai saat ini, suvorexan DORA hadir untuk meningkatan inisiasi dan
mempertahankan dari tidur pada subjek manusia, tanpa adanya efek samping
seperti benzodiazepin atau hipnotik Z drugs, yang dinamakan kurangnya
ketergantunganm putus zat, rebound, cara jalan yang tidak seimbang, jatuh, tidak
sadar, amnesia, atau depresi nafas (gambar 11-23 dan 11-24). Lebih jauh secara
teori kemungkinan DORAs dapat menyebabkan narkolepsi yang reversibel
dengan halusinasi hipnogogik, sleep paralysis, dan katapleksi belum diteliti. Ini
muncul bahwa akut, jarak singkat, dan blokade sementara yang intermiten dari
reseptor orexin dapat ditoleransi secara baik tanpa induksi dari sindrom yang
mirip narkolepsi.

29
Gambar 11-21. Proyeksi orexin dari hipotalamus. Neurotransmiter orexin (juga
disebut dengan hipocretin) dibuat di sel yang terletak di hipotalamus, khususnya pada
lateral hypothalamic area (LHA) dan perifornical dan posterior hypothamalus (PH).
Orexin A dan B yang diproduksi akan dikeluarkan pada area otak yang bervariasi,
termasuk neurotransmiter monoamine pusat di hypotalamic tuberomammilary nucleus
(TMN: untuk histamin) dan pada batang otak seperti ventral tegmental area (VTA: untuk
dopamin), locus coeruleus (LC:untuk norepinephrine), pedunculopontine tegmental dan
laterodorsal tegmental nuclei (PPT/LDT; untuk asetilkoline) dan raphe nucleus (untuk
serotonin).

30
Gambar 11-22. Reseptor orexin. Neurotransmisi orexin dimediasi oleh dua tipe post
sinap G-protein-coupled resceptor, orexin 1 (Ox1R) dan orexin 2 (Ox2R). Orexin A
memungkinkan berinteraksi dengan Ox1R dan Ox2R, walaupun orexin B menempel
secara selektif pada Ox2R. Ikatan dari orexin A ke reseptor Ox1R mendorong
peningkatan kalsium intraselular sperti aktivsai dari pertukaran sodium/kalsium.
Pengikatan dari orexin A dan B pada Ox2R mendorong peningkatan ekspresi reseptor
NMDA sama halnya dengan inaktivasi dari G-protein-regulated inward rectifyng
potassium channel (GIRK). Ox1R ditemkuakn secara khusus diproduksi tinggi di locus
coerolus, dimana Ox2R diekspresikan tinggi di histaminergik tuberomammilary nucleus
(TMN)

Gambar 11-23. Antagonis reseptor orexin. Beberapa antagonis reseptor orexin sedang
dalam tahap uji coba sebagai hipnotik. Antagonis tunggal dari reseptor orexin (SORAs)
bekerja secara selektif pada reseptor orexin 1 (SORA1) atau reseptor orexin 2 (SORA2).
Antagonis dual orexin (DORAs) yang berikatan dengan reseptor orexin 1 dan orexin 2
juga masih diteliti.

31
Gambar 11-24. Blokade reseptor orexin. Blokade reseptor orexin dengan SORAs dan
DORAs dihipotesiskan mengawali blokade dari efek eksitatori dari neurotransmiter
orexin, yang akhirnya akan mendorong kondisi tidur.

Kebutuhan tidur berlebih saat siang hari (hipersomnia) dan agen


yang mendorong kondisi terjaga
Apakah kebutuhan tidur berlebih itu?
Mengantuk (kebutuhan tidur berlebih / sleepiness) adalah terminologi yang
terkadang digunakan sebagai sinonim untuk hipersomnia. Berikut akan
didiskusikan tentang gejala dari kebutuhan tidur berlebih saat siang hari,
penyebabnyam dan tentu saja terapinya dengan 3 agen pendorong terjaga: kafein,
modafinil, dan stimulant. Penyebab tersering dari sleepiness adalah kebutuhan
untuk tidur, dan terapinya adalah tidur itu sendiri, bukan obat. Penyebab lain dari
kebutuhan tidur berlebih saat siang hari adalah variasi dari gangguan tidur,
gangguan psikiatri, pengobatan, dan penyakit medis. Walaupun lingkungan sosial
terkadang tidak menghargai tidur dan bisa berimplikasi bahwa hanya pengecut

32
yang mengalami mengantuk, merupakan hal yang jelas bahwa kebutuhan tidur
berlebih saat siang hari merupakan hal yang tidak sederhana, dengan fakta bahwa
hal tersebut bisa saja berubah menjadi kondisi yang letal. Untuk itu, kehilangan
tidur yang menyebabkan penurunan performa ekuivalen dengan intoksikasi
alkohol dan, bukan merupakan hal yang mencengankan, kecelakan lalu lintas dan
kematian. Untuk itu, sleepiness merupakan hal yang penting untuk didiagnosa
walaupun pasien jarang mengeluh saat mereka memiliki hal tersebut. Penilaian
yang komprehensif dari pasien dengan sleepiness memerlukan informasi
tambahan yang didapatkan dari pasangan pasien, khususnya pasangan tidur
pasien. kondisi tersering dapat dievaluasi oleh pasien dan pasangan pasien, tetapi
terkadang ditambah dengan alat subjektif untuk menilai seperti Epworth
Sleepiness Scale, seperti halnya evaluasi objektif dari sleepiness seperti overnight
poysomnograms.
Apa yang salah dengan mengantuk?
Pasien dengan kebutuhan tidur berlebih saat siang hari memiliki masalah dengan
fungsi kognitif. Contohnya, saat pasien dengan narkolepsi atau kebutuhan tidur
berlebih mencoba untuk melakukan tes kognitif, dengan usaha yang besar mereka
terkadang dapat mengaktifkan dorsolateral prefrontal cortex (DLPFC) secara
normal, tetapi tidak bisa mempertahankan hal tersebut, tetapi saat orang dengan
narkolepsi menggunakan stimulan atau modafinil mereka dapat mempertahankan
kognitif tanpa adanya penurunan. Ringkas kata, perbaikan tersebut dihasilkan dari
mengoptimalkan dan meningkatkan aksi dari dopamin di DLPFC.
Mekanisme kerja dari agen pendorong terjaga
Modafinil
Obat ini terbukti sebagai agen pendorong terjaga yang mekanisme molekular
pastinya masih diperdebatkan. Diketahui bahwa untuk mengaktivasi relatif dari
selektif neuron pada pendorong terjaga TMN dan hipotalamus lateral, dan hal ini
memulai pengeluaran dari histamin dan orexin. Walaupun demikian, aktivasi dari
hipotalamus lateral dan pengeluaran orexin bukan merupakan kehadiran yang
dibutuhkan pada pada aksi modafinil, sejak modafinil tetap mendorong keadaan
terjaga pada pasien yang kehilangan neuron orexin hipotalamus pada narkolepsi.

33
Aktivasi dari TMN dan neuron hipotalamus lateral mungkin secara sekunder
dihasilkan dari efek modafinil pada neuron dopamin.
Titik ikatan modafinil mungkin pada transporter dopamin (DAT) (gambar
11-25). Walaupun modafinil adalah inhibitor DAT yang lemah, konsentrasi dari
obat didapat setelah dosis oral lumayan tinggi, dan cukup untuk aksi substansial
pada DAT. Faktanya, farmakologi dari modafinil menyarankan bahwa obat ini
bereaksi melalui keluaran lambat pada level plasma, level plasma menetap pada 6-
8 jam, dan penempatan yang tidak lengkap pada DAT, semua properti yang
mungkin ideal untuk menguatkan aktivitas tonik dopamin untuk mendorong
kondisi terjaga (gambar 11-25) daripada aktivitas phasic dopamin yang
mendorong penguatan dan abuse. Sekali dopamin yang dikeluarkan diaktivasi
oleh modafinil, dan korteks ter arousal, hal tersebut dapat memulai turunan
pengeluaran histamin dari TMN dan selanjutnya aktivasi dari hipotalaus lateral
dengan pengeluaran orexin untuk menstabilkan kondisi terjaga. Hal sama juga
terjadi setelah pemberian stimulan amphetamine dan methylphenidate.
Agen pendorong keadaan terjaga terbaru adalah enantiomer R atau
modafinil, yang disebut armodafinil (Nuvigil). Armodafinil memiliki waktu lama
untuk mencapai l=level puncak, waktu paruh yang lebih panjang, dan plasma obat
yang lebih tinggi, dan level plasma obat yang lebi tinggi 6-14 jam setelah
pemberian oral. Properti farmakokinetik secara teori dapat meningkatkan aktivasi
dari pembakaran phasic dopamin, memungkinkan mengeliminasi kebutuhan dosis
harian sekunder, seperti yang sering terjadi pada modfinil racemic.

34
Gambar 11-25. Modafinil. Mekanisme pasti dari modafinil belum terlalu diketahui. Hal
ini deknal dapat menempel pada DAT dan bukti tersebut masih belum terlalu kuat.
Modafinil memiliki afinitas yang rendah terhadap DAT yang menyisakan beberapa
pertanyaan apakah ikatan tersebut relevan; walaupun demikian, karena level plasma dari
modafinil tinggi, hal tersebut dapat mengkompensasi rendahnya afinitas lemah tersebut.
dipercaya bahwa peningkatan dopamin sinap dikarenakan blokade dari DAT tersebut,
mendorong meingkatnya pembakaran tonik dan efek turunan dari neurotransmiter
termasuk keadaan terjaga, seperti orexin/hipokretin.

Stimulan
Dua prinsip dari stimulan yang digunakan sebagai agen promotor terjaga adalah
methylpenidate dan amphetamine, khususnya d-amphetamine. Beberapa bentuk
dari stimulan ini saat ini tersedia dan dibahas secara detail pada Bab 12 pada
ADHD dan Bab 14. Amphetamine diketahui sebagai inhibitor kompetitif dari
DAT dan juga sebagai penghasil dopamin dan inhibitor dari vesicular monoamine
transporter (VMAT) di celah presinap terminal. Methylphenidate juga diketahui
sebagai inhibitor DAT yang bekerja tidak seperti antidepresan NDRI. Mekanisme
dari methylphenidate didiskusikan secara detail pada Bab 12. Pada dosis yang
dipakai untuk sleepiness dan ADHD, digunakan dosis yang lebih kecil

35
dibandingkan dengan dosis adiksi zat, agen amphetamine dan methylphenidate
juga memblok NET. Pada prinsipnya, stimulan dapat menterapi sleepiness atau
ADHD dengan meningkatkan ketersediaan dopamin dan norephineprine.
Kafein
kafein merupakan obat yang tersedia dimanapun, dan terkenal dalam berbeagai
jenis minuman, tetapi bagaimanakah hal tersebut bekerja? Kafein bekerja lewat
kemampuannya sebagai inhibitor enzim phophodiesterase, yang muncul bereaksi
sebagai antagonis dari neurotransmiter endogen yang disebut purine, dan salah
satu yang penting dari hal tersebut adalah adenosin, pada reseptor purine (gambar
11-26). Reseptor purine tertentu secara fungsional berpasangan dengan dengan
reseptor dopamin, dimana aksi dari reseptor dopamindi D2 (gambar 11-26A)
bersifat antagonis saat adenosin menempel pada reseptornya (gambar 11-26B).
tidak mengherankan, saat antagonis adenosin seperti kafein hadir, hal tersebut
scara tidak langsung mendorong aksi dari dopamin (gambar 11026C).

36
Gambar 11-26. Kafein. Kafein adalah antagonis reseptor purine, dan secara khusus
merupakan reseptor adenosin. (A) reseptor ini berfungsi dengan berpasangan pada
reseptor dopamin postsinap khusus, dan dopamin berikatan sehingga menimbulkan efek
(B) Saat adenosin menempel pada respetornya, hal tersebut akan menyebabkan
berkurangnya sensitivitas dari reseptor D2. (C) antagonis dari reseptro adenosin oleh
kafein akan menghalangi adenosin, yang akhirnya kan meningkatkan aksi dari
dopaminergik.

GHB
Gamma-hydroxybutyrate atau GHB juga diketahui sebagai oxybate dan Xyrem.
Agen ini diakui sebagai terapi peningkatan kebutuhan tidur saat siang hari dengan
narkolepsi, sama halnya dengan katapleksi. Hal ini hadir untuk mendorong
kondisi terjaga dengan aksinya pada slow-wave sleep saat malam hari, membuat
pasien lebih beristirahat saat malam dan akan lebih terjaga saat siang. Karena
potensi penyalahgunaan dan sejarah yang rumit, perederan obat ini sangat
dikontrol dan diregulasi dengan ketat di bawah farmasi pusat di Amerika Serikat.
Hal ini dilabelkan sebagai “date rape” oelh media, dan biasanya digunakan
bersamaan dengan alkohol untuk kegunaan ini. karena obat ini dapat
meningkatkan slow wave release dan growth hormone dan menemani slow-wave
sleep, obat ini digunakan juga secara salah (abused) oleh atlet untuk
meningkatkan performa khususnya pada tahun 1980 saat obat ini dijual bebas di
toko makanan. GBH digunakan oleh negara-negara eropa untuk terapi alkohol.

37
Karena dikehatui meningkatkan slow-wave sleep, GBH dikembangkan sebagai
terapi narkolepsi dan katapleksi. Obat ini terkadang juga digunakan sebagai terapi
fibromyalgia.
GBH merupakan produk alami yang ada di otak, dengan reseptor GBH
sendiri di tempat ia bereaksi (gambar 11-27). GBH dibentuk dari neurotransmiter
GABA dan bereaksi juga pada reseptor GABAB sebagai parsial agonis

Gambar 11-27. Sodium oxybate


Gamma-hydroxybutyrate (GBH, juga dikenal dengan sodium oxibate), adalah bentuk dari
neurotransmiter GABA dan bekerja sebagai parsial agonis dari reseptor GABA B. Hal ini
diakui dalam penggunaannya untuk katapleksi dan kebutuhan tidur berlebih, dan juga
untuk meningkatan slow-wave sleep.

38
Ringkasan
Neurobiologi dari terjaga berhubungan dengan sistem arousal yang menggunakan
lima neurotransmiter, yaitu histamin, dopamin, norepineprin, asetilkolin, dan
serotonin sebagai komponen dari asecnding reticular activating system. Tidur dan
terjaga juga diregulasikan oleh perubahan tidur/bangun hipotalamus, dimana
neuron pendorong keadaan terjaga di tuberomammilary nucleus yang
menggunakan histamin sebagai neurotransmiter, dan neuron pendorng tidur di
ventrolateral preoptic nucleus yang menggunakan GABA sebagai
neurotransmiter orexin A dan B. Sintetis, metabolisme, reseptor, dan jalur bagi
neurotransmiter histamin dibahas dalam Bab ini, sebagaimana jalur bagi neuron
orexin dan distribusi dari reseptor tersebut. insomnia juga dijelaskan secara
singkat, sebagaimana mekanisme aksi dari beberapa hipnotik, dari benzodiazepin
ke Z drugs yang terkenal dengan yang bekerja pada positiv alosteric modulator
atau PAMs untuk reseptor GABAA. Hipnotik lain termasuk trazodone, hipnotik
melatonergik, dan histamin, termasuk dua novel antagonis reseptor orexin
(DORAs) yang masih dalam tahap uji coba klinis.
Kebutuhan tidur berlebih juga dibahas secara singkat, sebagaimana
mekanisme dari kerja obat yang mendorong kondisi terjaga modafinil, kafein, dan
stimulan. Aksi dari GBH ditambah dengan beberapa nvel obat tidur dan
pendorong terjaga pada pengembangan klinis juga dibahas disini.

39
DAFTAR PUSTAKA
x
1. Stahl SM. Stahl's Essential Psychopharmacology. 4th ed. New York:
Cambridge University Press; 2013.
x

40

Anda mungkin juga menyukai