Anda di halaman 1dari 10

Perbandingan aliran tentang konsep iman dan kafir serta pelaku

dosa besar
Tugas Makalah
Pada Mata Kuliah Ilmu Kalam oleh Dosen Pengampu Dra. Halimah, SM., M.Ag

Oleh :

M Taqwa 11180340000086

Fajar Al Farouq 11180340000190

Mohammad Ghiffari A'lam 11180340000145

Sudrajaulloh 11180340000071

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kami, dengan memberi harapan supaya
makalah ini dapat bermanfaat berguna bagi para pembacanya .

Di dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari adanya banyak kekurangan serta
kesalahan yang terdapat didalam tulisan, sumber dan pengemasan materi. Maka kami
berharap supaya dapat memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga di kemudian
hari akan menjadi lebih baik.
Konsep Iman menurut Berbagai Aliran

1. Konsep Iman

Perkataan iman berasal dari bahasa Arab yang berarti tashdiq (membenarkan). Menurut
Hassan Hanafi, ada empat istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teologi muslim
dalam membicarakan konsep iman, yaitu:

1. Ma’rifah bi al-aql, (mengetahui dengan akal).


2. Amal, perbuatan baik atau patuh.
3. Iqrar, pengakuan secara lisan, dan
4. Tashdiq, membenarkan dengan hati, termasuk pula di dalamnya ma’rifah bi al-qalb
(mengetahui dengan hati).

Dan kemudian di dalam pembahasan ilmu tauhid/kalam, konsep iman ada beberapa
pendapat antara lain:

1. Iman adalah tashdiq di dalam hati akan wujud Allah dan keberadaan nabi atau rasul
Allah. Menurut konsep ini, iman dan kufur semata-mata urusan hati, bukan terlihat
dari luar. Jika seseorang sudah tashdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah,
ia sudah disebut beriman, sekalipun perbuatannya tidak sesuai dengan tuntunan ajaran
agama. Konsep Iman seperti ini dianut oleh mazhab Murjiah, sebagaian penganut
Jahmiah, dan sebagaian kecil Asy’ariah.
2. Iman adalah tashdiq di dalam hati dan di ikrarkan dengan lidah. Dengan kata lain,
seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan keberadaan
Allah dan mengikrarkan (mengucapkan) kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini
juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. Yang penting
tashdiq dan ikrar. Konsep iman seperti ini dianut oleh sebagian pengikut Maturidiah
3. Iman adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan
perbuatan, konsep ketiga ini mengaitkan perbuatan manusia dengan iman. Karena itu,
keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini dianut oleh
Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain.

Di samping masalah konsep iman, pembahasan di dalam ilmu tauhid/kalam juga menyangkut
masalah apakah iman.itu bisa bertambah atau berkurang atau tidak. Dalam hal ini ada dua
pendapat.

A. Iman tidak bisa bertambah atau berkurang.


B. Iman bisa bertambah atau berkurang. Ulama yang berpendapat seperti ini terbagi
pula kepada dua golongan:
a. Pendapat yang mengatakan bahwa yang bertambah atau berkurang itu adalah tashdiq
dan amal.
b. Pendapat yang mengatakan bahwa yang bertambah dalam iman itu hanya tashdiqnya.\
2. Aliran-Aliran Konsep Iman
A. Khawarij

Kaum Khawarij merupakan istilah bagi Pengikut Ali r.a yang keluar dari barisannya karena
tidak setuju dengan keputusan Perdamaian Ali r.a dengan Muawiyah bin Sufyan. Nama
Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama yang diberikan kepada mereka
yang keluar dari barisan ‘Ali Ibn Thalib. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa
pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100 dari surat Al-Nisa’, yang didalamnya
disebutkan: “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya”. Dengan demikian kaum
Khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung
halaman untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasulnya.

Iman Menurut Kaum Khawarij tidak hanya semata-mata percaya Kepada Allah swt, tetapi
juga beramal dengan menjalankan perintah Agama juga merupakan bagian dari Iman, Segala
hal yang berbau religius, terutama dalam bidang kekuasaan maka dia merupakan bagian dari
masalah keimanan.

B. Murji’ah

Kaum Murji’ah pada mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalankhilafah
yang membawa perpecahan di kalangan umat Islam setelah ‘Usman Ibn ‘Affan mati
terbunuh. Seperti telah dilihat, kau Khawarij, pada mulanya adalah penyokong ‘Ali, tetapi
kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena adanya perlawan ini, penyokong-penyokong
yang tetap setia padanya bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka
merupakan satu golongan lain dalam Islam yang dikenal dengan nama Syi’ah. Kefanatikan
golongan ini terhadap golongan ‘Ali bertambah keras, setelah ia sendiri mati terbunuh pula.
Kaum Khawarij dan Syi’ah, sungguhpun merupakan dua golongan yang bermusuhan, sama-
sama menentang kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif yang berlainan. Kalau
Khawarij menentang dinasti ini, kerena memandang mereka menyelewengkan dari merampas
kekuasaan dari ‘Ali dan keturunannya.1

Dari lapangan politik mereka segera pula berpindah ke lapangan teologi. Persoalan dosa
besar yang ditimbulkan kaum Khawarij, mau tidak mau menjadi nbahan perhatian dan
pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang
yang berbuat dosa besar, kaum Murji’ah menjatuhkan hukum mukmin bagi orang yang
serupa itu. Adapun soal dosa besar yang mereka buat, itu ditunda penyelesaiannya ke hari
perhitungan kelak. Argumentasi yang mereka majukan dalam hal ini ialah bahwa orang Islam
yang berdosa besar itu teteap mengakui, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi
Muhammad SAW adalah Rasul-Nya. Dengan kata lain orang serupa itu tetap mengucapkan
kedua syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang yang berdosa
besar menurut pendapat golongan ini, tetap mukmin dan bukan kafir2. Aliran Murji’ah
berpendapat, orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin. Adapun soal dosa besar yang
1
Moh. Rifa’i, Abdul Aziz, Pelajaran Ilmu Kalam, (Semarang: CV Wicaksana, 1994), hlm. 78

2
Rahman Refonga, Sejarah Pemikiran dalam Islam Theologi/Ilmu Kalam, (Jakarta: PT. Pustaka Setia, 1996),
hlm. 107.
mereka lakukan ditunda penyelesaiannya pada hari kiamat. Mereka berpendapat bahwa iman
hanya pengakuan dalam hati sehingga orang tidak menjadi kafir karena melakukan dosa
besar.

C. Mu’tazilah

Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan
Murji’ah. Menurut mereka iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan.
Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-
Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin. Tegasnya
iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima apa yang dikatakan orang lain, iman
mesti aktif karena akal mampu mengetahui kewajiban-kewajiban kepada Tuhan.

D. Asy’ariyah

Kaum Asy’ariyah – yang muncul sebagai reaksi terhadap kekerasan Mu’tazilah memaksakan
paham khalq al-Quran – banyak membicarakan persoalan iman dan kufur. Asy’ariyah
berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah dan amal. Manusia dapat
bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah dan amal. Manusia dapat mengetahui
kewajiban hanya melalui wahyu bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia
harus menerimanya sebagai suatu kebenaran. Oleh karena itu, iman bagi mereka adalah
tashdiq. Pendapat ini berbeda dengan kaum Khawarij dan Mu’tajilah tapi dekat dengan kaum
Jabariyah.

Asy'ariyah memandang iman itu adalah al-Tasdiq (pengakuan dan pembenaran) yang
merupakan unsur yang paling mendasar. Sebagaimana al-Asy’ariy mendefinisikan dengan
“al-Tasdīq billāh”. Adapun pernyataan dan perbuatan merupakan buah dari iman. Konsep
iman demikian ini adalah sejalan dengan paham kaum Asy'ariyah sendiri bahwa kewajiban
mengetahui Tuhan tidak dapat ditetapkan kecuali dengan informasi wahyu, untuk itu wahyu
harus diakui kebenarannya.

E. Maturidiyah

Al-Maturidi menegaskan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan semata,
tanpa diimani pula oleh kalbu. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan
iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai
di situ. Menurutnya, tashdiq, seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah.
Tashdiq hasil dari ma’rifah ini didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan
wahyu. iman adalah tashdiq yang berdasarkan ma’rifah. Meskipun demikian, ma’rifah
menurutnya sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor penyebab kehadiran iman.

KONSEP KUFUR DAN DOSA BESAR


Para Mutakallimin selalu mengaitkan persoalan iman ini dengan kufur. Persoalan-
persoalan kufur timbul dalam sejarah bermula dari tuduhan kufurnya perbuatan sahabat-
sahabat yang menerima arbitrasi sebagai penyelesaian perang Siffin.
hukum dengan al-Quran, tetapi juga orang yang melakukan dosa besar, iaitu
murtakib al-kabair sehingga melahirkan perbezaan pendapat tentang murtakib al-kabair
ini,23 apakah masih tetap mukmin atau sudah kafir, iaitu terkeluar dari Islam?
Bagaimanakah kedudukan mereka di dunia dan di akhirat? Apakah orang yang
melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka atau adakah kemungkinan keluar dari
neraka dan masuk syurga?
Sebelum menjawab persoalan-persoalan tersebut, perlu dinyatakan, apakah faktor
yang termasuk dalam dosa besar. Ada hadis-hadis yang mengatakan bahawa dosa besar
selain syirik ialah:
a. Zina
b. Sihir
c. Membunuh manusia tanpa sebab yang dibolehkan Allah
d. Memakan harta anak yatim piatu
e. Riba
f. Meninggalkan medan perang
g. Memfitnah perempuan yang baik-baik.24

Menurut majoriti pemuka Khawarij, berpendapat bahawa semua dosa besar adalah
kufur, orang yang melakukan dosa besar itu dihukum kafir dan kekal di dalam neraka. 25
Pendapat ini diutarakan oleh golongan cabang al-Muhakkimah yang paling awal dalam
Khawarij.
Khawarij cabang Azariqah pula pergi lebih jauh ekstrim dari golongan pertama.
Mereka menghukum sebagai syirik bagi orang yang melakukan dosa besar. Di dalam
Islam syirik lebih besar dari kufur,26 bahkan lebih jauh dari itu bagi golongan Azariqah
menyatakan bahawa yang menjadi musyrik bukan hanya orang Islam yang melakukan dosa
besar sahaja, tetapi juga semua orang Islam yang tidak sefahaman dengan mereka.
Berlainan dengan Khawarij cabang Ibadiah, mereka tidak sependapat dengan Azariqah,
menurut mereka orang yang tidak masuk golongan mereka bukanlah musyrik dan
bukanlah pula mukmin, paling berat ia boleh dikatakan kafir. Mereka membahagikan
golongan kafir ini kepada dua golongan:-
a. Kafir al-Ni’mah
Ialah orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Tuhan.
b. Kafir al-Millah
Ialah orang yang keluar dari agama.

Bagi golongan Ibadiah, orang yang melakukan dosa besar termasuk dalam erti yang
pertama, iaitu mereka masih tetap muwahhidun, sah syahadatnya,27 boleh nikah dan
waris mewarisi, bahkan yang terpenting haram darah mereka, ertinya tidak diperangi. 28
Nampaknya pendapat Ibadiah ini lebih sederhana dari Azariqah. Bagi Azariqah, orang
yang tidak masuk golongan mereka boleh diperangi, kerana bukan daerah Islam tetapi
adalah dar al-harb atau dar al-kufr, darah mereka adalah halal. Yang dianggap dar al-
Islam bagi mereka hanyalah orang yang termasuk wilayah atau golongan mereka
sahaja.29
Menurut al-Bazdawi, konsep Khawarij mengatakan bahawa orang yang meninggal
dunia dalam keadaan berdosa besar dan berdosa kecil yang tidak bertaubat akan kekal
dalam neraka.30

KONSEP IMAN DAN KUFUR: PERBANDINGAN PERSPEKTIF ANTARA ALIRAN


TEOLOGI 71

Bagi kaum Murjiah secara umumnya berpendapat bahawa soal kufur dan tidak
kufur adalah lebih baik ditunda sahaja sampai ke Hari Pengadilan Tuhan di akhirat
kelak,31 sebab itu, kaum Murjiah tetap menganggap sahabat-sahabat yang terlibat dengan
arbitrase adalah orang-orang yang dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar.
Tetapi ada juga di kalangan cabang puak Murjiah yang mempersoalkan tentang soal kufur
seperti Muhammad Ibn Karran. Menurutnya, orang-orang yang tidak mengucap dua
kalimah syahadah, serta orang yang mendustakan dan mengingkari adanya Allah dengan
perkataan bukan dengan perbuatan adalah kafir.32
Argumentasi Murjiah, ialah bahawa orang Islam yang melakukan dosa besar masih
mengucap dua kalimah syahadah dan Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya, 33 orang seperti
ini masih mukmin bukan kafir atau musyrik. Dalam dunia ini ia tetap dianggap mukmin
bukan kafir. Soal di akhirat diserahkan kepada keputusan Tuhan, kalau dosa besar
diampunkan, ia segera masuk syurga, kalau tidak akan masuk neraka untuk waktu yang
sesuai dengan dosa yang dilakukan dan kemudian masuk syurga.34
Pendapat tentang kufur berikutnya, ialah dari aliran Mu’tazilah. Pendapat Mu’tazilah
tentang murtakib al-kabair ini, ialah sebagai bukan kafir dan bukan pula mukmin. Konsep
Mu’tazilah disebut manzilah bain manzilataian atau posisi antara dua posisi.35 Di akhirat
kelak orang yang melakukan dosa besar itu tidak akan dimasukkan ke dalam syurga dan
tidak pula dimasukkan ke dalam neraka yang dahsyat, seperti orang kafir, tetapi
dimasukkan ke dalam neraka yang paling ringan.36

Di dalam dunia ini, orang yang melakukan dosa besar itu bukanlah mukmin dan
bukan pula kafir, tetapi fasiq, tidak boleh disebut mukmin, walaupun dalam dirinya ada
iman, kerana pengakuan dan ucapan dua kalimah syahadahnya, dan tidak pula disebut kufur,
walaupun ‘amal perbuatan dianggap dosa, kerana ia tidak mem- pengaruhi imannya.37
Timbul lagi satu pertanyaan, “Siapakah yang disebut kafir oleh aliran Mu’tazilah?”
Menurut majoriti Mu’tazilah, orang yang tidak patuh terhadap yang wajib dan yang sunat
disebut ma’asi. Ma’asi terbahagi kepada dua, iaitu pertama, ma’asi kecil dan kedua ma’asi
yang besar. Ma’asi yang besar dinamakan kufur. Ma’asi yang besar, yang membawa kepada
kufur ada tiga, iaitu:

a. Seseorang yang menyamakan Allah dengan makhluk.


b. Seseorang yang menganggap Allah tidak adil atau zalim
c.
c. Seseorang yang menolak eksistensi Nabi Muhammad yang menurut
nas telah disepakati kaum muslimin.38

Kalau patuh dan taat terhadap yang wajib dan sunat disebut iman, ini bukan bererti
kalau tidak melakukan yang wajib dan sunat langsung menjadi kufur. Menurut Hisyam al-
Fathi, salah seorang pemuka Mu’tazilah, menyebut keadaan seperti itu dengan contoh
tentang orang yang melaksanakan salat dan berzakat. Menunaikan salat dan zakat disebut
realisasi iman, maka orang yang melakukan keduanya disebut mukmin, tetapi kalau salat
dan zakat tidak ditunaikan, orang tersebut tidak boleh pula disebut kafir. Untuk orang
yang tidak melaksanakan yang wajib seperti salat dan zakat serta lainnya diistilahkan
sebagai fasiq sahaja.39
Sedangkan pendapat Ibad Ibn Sulaiman, dari kalangan pemuka Mu’tazilah juga,
agak sederhana dari pendapat terdahulu, ia berpendapat iman adalah kepatuhan kepada
yang wajib bukan sunat. Seseorang yang tidak beriman kepada Allah disebut kafir millah,
iaitu kafir agama.40
Dari pendapat pemuka Mu’tazilah, dapat disimpulkan bahawa kufur adalah tidak
mengucap dua kalimah syahadah dengan iringan keyakinan penuh; dan fusuq adalah
perbuatan dosa besar, serta iman adalah pengakuan dengan hati yang dinyatakan dengan
lisan dan melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi dosa besar.
Menurut al-Asy’ari sendiri, iman ialah pengakuan dalam hati tentang ke-Esaan
Allah dan tentang kebenaran Rasul-Rasul serta segala apa yang mereka bawa,41
mengucapkannya dengan lidah dan mengerjakan rukun-rukun Islam merupakan cabang
iman. Dengan demikian, untuk menjadi mukmin, cukup dengan pengakuan dalam
hati tentang dua kalimah syahadah serta membenarkan apa yang dibawa oleh Rasul.42
Dengan itu, tentulah yang disebut kufur ialah orang yang tidak membuat pengakuan
atau membenarkan tentang ke-Esaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul serta segala
yang mereka bawa.
Menurut Asy’ariyyah seorang muslim yang berdosa besar jika meninggal dunia
tanpa bertaubat, nasibnya terserah kepada ketentuan Tuhan, mungkin orang itu diampuni
Allah kerana rahmat dan kasih sayang-Nya. Ada kemungkinan juga tidak akan diampuni
Allah dosa-dosanya dan akan diazab sesuai dengan dosa-dosa yang dibuatnya dan
kemudian baharu ia dimasukkan ke dalam syurga, kerana ia tidak mungkin akan kekal
tinggal dalam neraka
.
KONSEP IMAN DAN KUFUR: PERBANDINGAN PERSPEKTIF ANTARA ALIRAN
TEOLOGI 73

Ringkasan dari huraian ini dapat disimpulkan menurut Asy’ariyyah orang-orang


yang berdosa besar bukanlah kafir, dan tidak akan kekal dalam neraka. Orang demikian
adalah mukmin dan akhirnya akan masuk syurga.
Selanjutnya bagi Maturidiyyah, orang yang berdosa kecil, dosa-dosa kecilnya
akan dihapus oleh kebaikan salat dan kewajipan-kewajipan lain yang dijalankan.
Pendapat ini didasarkan kepada firman Allah surah Hud, 11: 114:44
Maksudnya:
Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian
permulaan daripada malam. Sesungguhnya, perbuatan-perbuatan yang baik itu
mengahapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang jahat. Itulah peringatan bagi orang- orang
yang ingat.

Dengan demikian, dosa-dosa besar, apa lagi dosa-dosa kecil tidak membuat
seseorang menjadi kafir dan tidak membuat seseorang keluar dari iman.
Dari sini dapat disimpulkan bahawa pendapat Maturidiyyah mengenai hukum atau
status orang yang berdosa besar sama dengan kumpulan Asy’ariyyah, iaitu bukan kafir
tetapi tetap mukmin. Pendapat ini tentulah bertentangan dengan konsep Mu’tazilah dan
Khawarij. Bagi Mu’tazilah bukan kafir dan bukan pula mukmin tetapi al-manzilah bain al-
manzilataian dengan status fasiq, sedangkan bagi Khawarij, orang yang berdosa besar
adalah kafir.

C. Konsep Pelaku Dosa Besar

Dosa dibagi menjadi dua, dosa besar dan dosa kecil. Dosa besar adalah setiap perbuatan
dosa / pelanggaran yang terdapat hadd (hukuman) di dunia atau terdapat janji Allah dengan
ancaman neraka atau laknat atau kemurkaan. Dan diantara contoh bentuk perilaku dosa besar
adalah sesuai hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah :

‫ يا‬:‫ قالوا‬،))‫ ((اجتنبوا السبع الموبقات‬:‫ قال‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ أن رسول هللا‬- ‫ رضي هللا عنه‬- ‫عن أبي هريرة‬
،‫ وأكل مال اليتيم‬،‫ وأكل الربا‬،‫ وقتل النفس التي حرم هللا إال بالحق‬،‫ والسحر‬،‫ ((الشرك باهلل‬:‫ وما هن؟ قال‬،‫رسول هللا‬
‫ وقذف المحصنات المؤمنات الغافالت))؛ متفق عليه‬،‫والتولي يوم الزحف‬

Adapun dosa kecil adalah setiap perbuatan dosa/pelanggaran yang tidak ada hadd nya
didunia atau ancaman khusus dari Allah di akhirat.Dan diantara perbuatan dosa kecil
dijelaskan sesuai hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ;

ُ ‫الزنا ُم ْد ِر‬
‫ك‬ ِ ‫َصيبُه من‬ ِ ‫ « ُكتب على ابن آدم ن‬:‫ قال‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ أن النبي‬-‫رضي هللا عنه‬- ‫عن أبي هريرة‬
‫ والرِّجل ِزناها‬،‫طش‬ ْ َ‫ واليَ ُد ِزناها الب‬،‫ واللسان ِزناه الكالم‬،‫ واألُذنان ِزناهما االستماع‬،‫ العينان ِزناهما النَظر‬:‫ذلك ال َم َحالة‬
¤‫صدِّق ذلك الفَرْ ج أو يُك ِّذبُه‬
َ ُ‫ وي‬،‫ والقلب يَ ْه َوى ويتمنى‬،‫ال ُخطَا‬

Dan berikut perbedaan pandangan para aliran teologi dalam menilai pelaku dosa besar :

1. Murjiah : Aliran ini berpendapat bahwa maksiat tidak membahayakan bagi orang yang
beriman, sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat bagi orang yang
kafir.
2. Mu’tazilah : Aliran ini berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak mukmin dan tidak
pula kafir, akan tetapi dia berada diantara dua tempat (manzilatain) apabila dia keluar
dari dunia (meninggal) tidak bertaubat maka dia akan kekal di neraka.
3. Maturidiyah : Mereka berpandangan , bahwa pelaku dosa besar tidak dinyatakan kafir ,
akan tetapi dia tetap menjadi seorang mu’min dengan keimanan nya dan orang yang di
cap fasik dengan kemaksiatan nya.Jika Allah berkehendak,Ia akan mengampuni nya,
jikta tidak Allah akan mengazab nya sebanyak dengan dosa yang ia perbuat dan tidak
akan kekal di neraka.
4. Asy’ariyah : Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak dianggap kafir, karena
masih beriman.Akan tetapi jika ia berpandangan bahwa dosa besar adalah merupakan
suatu hal yang diperbolehkan dan tidak meyakini keharaman nya maka dia dipandang
kafir.Adapun balasan pelaku dosa besar di akhirat tergantung kebijakan Tuhan Yang
Maha Bijaksana.
5. Khawarij : Aliran ini lebih keras dalam hal ini. Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa
besar adalah kafir dan kekal di neraka.3

Daftar Pustaka
Moh. Rifa’i, Abdul Aziz. 1994 , Pelajaran Ilmu Kalam, Semarang: CV Wicaksana.

Rahman Refonga. 1996 , Sejarah Pemikiran dalam Islam Theologi/Ilmu Kalam, Jakarta: PT.
Pustaka Setia.

Shalih Fauzan. 2009 , Ilm Al Tauhid , Ponorogo : Darussalam Press, Jilid II.

3
Shalih Fauzan, Ilm Al Tauhid (Ponorogo : Darussalam Press, 2009) Jilid II , hal 21-22

Anda mungkin juga menyukai