Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DAN ASUHAN KEPERAWATAN

(Atresia Ductus Hepaticus)

PADA ANAK

NAMA DOSEN : KATRINA FEBY LESTARI, S.Kep.,Ns.,MPH

NAMA KELAS : III B KEPERAWATAN

KELOMPOK 3 : MAWAN SETIAWAN

KARMILA HUSEN KANOLI

NI MADE SUMIARTINI

DESINTA LAMBO

ROSANTI

SRI DEVY

NURHAINA SALINGGAN

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa Atas berkat
dan rahmatnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.Tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada pembaca yang budiman dan harapan kami atas
selesainya makalah ini tak lain adalah agar para pembaca mendapatkan
pengetahuan yang baru dan informasi yang lebih luas khususnya tentang ADH.

kami menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang kami


miliki dalam menyusun makalah ini, masih banyak kekurangan, kelemahan, dan
ketidak sempurnaannya, baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam
penyusunan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.

Kamis, 28 September 2020

Ketua kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
C. Rumusan Masalah..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3
A. Tinjauan Teori........................................................................................................3
1. Defenisi..............................................................................................................3
2. Etiologi...............................................................................................................3
3. Patofisiologi.......................................................................................................3
4. Manifestasi Klinis..............................................................................................5
5. Penatalaksanaan.................................................................................................6
6. Komplikasi.........................................................................................................8
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan...............................................................................9
1. Pengkajian..........................................................................................................9
2. Pathway............................................................................................................12
3. Diagnosa...........................................................................................................13
4. Intervensi Dan Rasional...................................................................................13
BAB III PENUTUP..........................................................................................................17
A. Kesimpulan..........................................................................................................17
B. Saran....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia biler merupakan proses imflamasi proresif yang menyebabakan
fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada
akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. Arteria biler terjadi karena
proses inflamasi berkepanjnagan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus biler ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran
empedu. Tindak operatif atau bedah dapat dilakukan untuk
penatalaksanaannya. Pada lebih kurang 80%-90% bayi dengan atresia
biliareis ekstrahepatik yang menjalani pembedahan ketika usianya kurang
dari 10 minggu dapat dicapai drenase getah empedu. Meski demikian,
sirosis yang progresif teta terjadi pada anak, dan sampai 80%-90% kasus
pada akhirnya akan memerlukan transplantasi hati.

Atresia biler di temukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam
25.000 kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau
genetik kendati ditemukan predominasi wanita sebesar 1,4:1. Atresia biler
terjadi karena adanya perkebangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan
saluran empedu ini tidak di ketahui. Jika aluran emedu buntu, maka
empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan terjadi ikterus atau kuning
di kulitdan mata akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah. Hal ini bisa
menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak di obati bisa
berakibat fatal atau bahkam samapai terjadi kematian.

Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia biler sangat penting sebab
efikasi pembedahan hepatik-pontoetorostomi (oprasi kasai) akan menurun
bila dilakukan setelah mur 2 bulan. Bagi penderita atresia biler prosedur
yang baik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke
usus. Selain itu terdapat beberapa intervensi eperawatan yang penting bagi

1
anak yang menderita tresia biler . penyuluhan yang meliputi semua aspek
rencana penanganan dan dasar pemikirn bagi tindakan yang akan di
lakukan harus di sampaikan kepada anggota keluarga pasien.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi dari atresia biler
2. Untuk mengetahui etiologi atresia biler
3. Untuk mengetahui apa-apa saja manifestasi klinik dari atresia biler
4. Untuk mengetahui gamabaran patofisiologi dari atresia biler
5. Untuk menegtahui asuhan keperawatan yang tepat dalam mengatasi
atresia biler.

C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas rumusan masalah yang dapat di ambil adalah
bagaimana sih cara kita mendeteksi atresia biler serta mencegah atresia
biler secara dini dan penngan yang tepat pada pasien dengn kondisi atresia
biler?.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Defenisi
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada
traktus ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau
karena adanya proses inflamasi yang berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepartik
sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis) yang
mengakibatkan terjadinya penumpukan garam empedu dan
peningkatan bilirubin direk dalam hati dan darah.

2. Etiologi
Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun,
sebagian besar penulis  berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan
oleh suatu proses inflamasi yang merusak duktus bilier dan juga akibat
dari paparan lingkungan (disebabkan oleh virus) selama  periode
kehamilan dan perinatal (Sodikin, 2011).
Beberapa pemicu yang mungkin dapat berkontribusi menjadi
penyebab atresia bilier adalah sebagai berikut:
a. Infeksi virus atau bakteri setelah lahir.
b. Masalah pada sistem imun atau sistem kekebalan tubuh.
c. Mutasi atau perubahan genetik, yang membuat perubahan
permanen pada struktur genetik.
d. Masalah saat masa perkembangan organ hati dan saluran empedu
selama janin masih berada di dalam rahim.
e. Paparan racun atau zat kimia saat ibu sedang hamil.

3. Patofisiologi
Secara embriologi, percabangan bilier berkembang dari
divertikulum hepatik dari embrio foregut. Duktus bilier intrahepatik

3
berkembang dari hepatosit janin, sel-sel asal bipotensial mengelilingi
percabangan vena porta. Sel-sel duktus bilier primitif ini membentuk
sebuah cincin, piringan duktal, yang berubah bentuk menjadi struktur
duktus bilier matang. Proses perkembangan duktus biliaris intrahepatik
dinamis selama embriogenesis dan berlanjut sampai beberapa waktu
setelah lahir. Duktus biliaris ekstrahepatik muncul dari aspek kaudal
divertikulum hepatik. Selama stadium pemanjangan, duktus
ekstrahepatik nantinya akan menjadi, seperti duodenum, sebuah jalinan
sel-sel padat. Pembentukan kembali lumen dimulai dengan duktus
komunis dan berkembang secara distal seringkali mengakibatkan 2
atau 3 lumen untuk sementara, yang nantinya akan bersatu. Komponen
intrahepatik selanjutnya bergabung dengan sistem duktus ekstrahepatik
dalam daerah hilus.
Patogenesis atresia bilier tetap tidak jelas meskipun terdapat
beberapa teori etiologi dan investigasi. Telah diusulkan bahwa
penyakit ini disebabkan oleh:
a. kegagalan rekanalisasi
b. faktor genetik
c. iskemia
d. virus
e. toksin

Saat ini, teori yang paling membangkitkan minat adalah bahwa atresia
bilier merupakan hasil akhir satu atau beberapa dari cemooh-cemooh
ini yang nantinya menyebabkan epitel bilier menjadi ‘peningkatan
susunan’ untuk mengekspresikan antigen pada permukaan sel
(Dillon). Pengenalan oleh sel T yang beredar kemudian memulai
respon imun dimediasi-sel, mengakibatkan cedera fibrosklerotik yang
terlihat pada atresia bilier. Tampaknya terdapat dua kelompok
terpisaah pasien dengan atresia bilier: bentuk embrionik awal
dihubungkan dengan kemunculan berbagai anomali lainnya dan
bentuk janin kelak/perinatal yang biasanya terlihat terisolasi. Etiologi
masing-masingnya mungkin berbeda.

4
Temuan patologis pada atresia bilier ditandai dengan sklerotik
inflamasi yang kehilangan semua atau sebagian percabangan bilier
ekstrahepatik juga sistem bilier intrahepatik. Tidak seperti atresia
traktus gastrointestinal lainnya yang memiliki batasan tempat
obstruksi jelas dengan dilatasi proksimal, dalam varian atresia bilier
yang paling umum, duktus biliaris diwakili oleh jalinan fibrosa tanpa
dilatasi apapun di proksimalnya. Sedangkan varian lainnya memiliki
sisa nyata – distal, dari kandung empedu, duktus sistikus dan duktus
komunis, atau proksimal, dengan hilus kista. Kandung empedu
biasanya kecil namun kemungkinan masih memiliki lumen berkerut
yang berisi cairan jernih (“empedu putih”). Secara mikroskopis, sisa
bilierdiwakili oleh jaringan fibrosa padat, distal. Proksimal, duktus
biliaris dikelilingi oleh fibrosis konsentris dan infiltrat peradangan
disekitar struktur seperti-duktus yang kecil sekali, duktus koledokus
dan kelenjar bilier. Oklusi sclerosing duktus bilier menjadi lebih luas
seiring dengan pertambahan usia. Kasai dan rekan-rekannya
memperlihatkan bahwa duktus intrahepatik berhubungan dengan
hepatis porta melalui kanal yang kecil sekali, setidaknya diawal masa
bayi. Rekonstruksi bedah berdasarkan pada pedoman ini.

Dalam 2 bulan pertama setelah kelahiran, perubahan histologis hati


memperlihatkan pemeliharaan arsitektur hepatik dasar dengan
proliferasi duktulus empedu, sumbatan empedu dan fibrosis periportal
ringan pada bayi dengan atresia bilier. Nantinya, fibrosis membentang
kedalam lobulus hepatikus, akhirnya menghasilkan gambaran sirosis.
Seperempat bayi yang memiliki infiltrat inflamasi portal dan
transformasi sel-raksasa yang tak dapat dibedakan dari temuan
patologis hepatitis neonatorum.

4. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia biler biasanya muncul sehat ketika mereka lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama
setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:

5
a. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin
yang sangat tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan
akan dikeluarkan dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum
pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama
sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia biler
biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada 2-
3 minggu setelah lahir.
b. Urin gelap yang di sebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk
pemecahan dari hemaglobin) dalam darah. Bilirubin kemuadian
disaring olrh ginjal dan di buang dalam urin.
c. Tinja berwarna pucat masuk kedalam usus untuk mewarnai feses.
Juga perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
d. Penurunan berat badan, berkembang ketika ikterus meningkat.
e. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundicc,
ikterus dan hipatomegali, saluran intestine tidak bisa menyerap
lemak dan lemak yang larut dalam air hingga menyebabkan
kondidi malnutrisi, defesiensi lemak larut dalam air serta gagal
tumbuh.

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan akan timbul gejala berikut.

a. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan


malnutrisi.
b. Gatal-gatal karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar
kealiran darah yang meyebabkan kulit merasa gatal.
c. Rewel.

5. Penatalaksanaan

a. Terapi Medikamentosa 
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan : 
1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.

6
2) Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+
K+ ATPase (menginduksi aliran empedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiramin memotong siklus entero hepatik asam
empedu sekunder.
3) Melindungi hati dari zat toksik, dengan
memberikan : Asamursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari,
dibagi 3 dosis, per oral. Asamursodeo ksikolat mempunyai
daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang
hepatotoksik. 
b. Terapi Nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkin kan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides(MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan
mempercepat metabolisme. Disampingitu, metabolisme yang
dipercepat  akan secara efisien segera dikonversi menjadi
energy untuk secepatnya dipakaioleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan
yang mengandung MCT antaralain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam
lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
c. Terapi Bedah
1) Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalir kanempedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya
mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.Untuk melompati
atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus
halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.

7
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan
sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan
hati.
2) Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi
untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi
meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.
Karenahati adalah organ satu-satunya yang bisaber generasi
secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali
normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier
sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah
mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah
juga meningkatkan kemungkianan untuk  dilakukannya
transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.  Di
masalalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan
untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok.  Baru-baru
ini, telah dikembang kan untuk menggunakan bagian dari hati
orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia
bilier.

6. Komplikasi
a. Kolangitis
Langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran
empede yang tidak baik, dan menyebabkan ascending cholangitis.
Hal ini terjadi terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan
setelah prosedur kasai sebanyak 30-60% kasus. Infeksi ini bias
berat dan kadang-kadang fulminan. Tanda-tanda sepsis (demam,
hipotermia, status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang,
fase acholic dan mungkin timbul sakit perut. Diagnosis dapat
dipastikan dengan kultur darah dan atau biopsy hati.
b. Hipertensi portal

8
Portal hipertensi terjadinya setidaknya pada dua pertiga dari anak-
anak setelah portoenterostomy. Halpaling umum yang terjadi
adalah varises esofagus.
c. Hepatopulmonary syndrome dan hepertensi puimonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lainnya secara spontan
(sirosis atau prehepatic hepertensi portal) atau diperboleh (bedah)
portosytemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin
terjadi. Biasanya, hal ini menyebabkan hipoksia, sianosis, dan
dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphy paru. ter
pada anak-anak dengan sirosis yang jadi penyebab kelesuan dan
bahkan kematian mendadak. Transplantasi liver dapat membalikan
shunts, dapat membalikkan hipertensi ke tahap semula.
d. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas
dapat di timbul pada pasien denan atresia bilier yang
telahmengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harus dilakukan
secara dalam tindak lanjut pasien dengan operasi kasai yang
berhasil.
e. Hasil setelah gagal operasi kasar
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi kasar untuk
memulihkan aliran empedu, dan pada keadaan ini diharuskan
transplantasi hati. Biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan ,
namun dapat dilakukan lebih diawali (dari 6 bulan hidup) untuk
mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bililer mewakili lebih ini
juga setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-
kanak. Sukses setelah operasi kasar tetapi timbul ikterus yang
rekuren ( kegagalan sekunder operasi kasar).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin

b. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan

9
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus
seperti rubella

d. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi


abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum,
letargi.

e. Pemeriksaan Fisik
1) BI : sesak nafas, RR meningkat
2) B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K)
3) B3: gelisah atau rewel
4) B4: urine warna gelap dan pekat
5) B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses
warna pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang,
berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6) B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit
berkeringat dan gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit,
otot lemah
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi
b) nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
c) Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan
parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas
d) Tidak ada urobilinogen dalam urine
e) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan
transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal)
serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
g. Pemeriksaan diagnostik
1) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab
kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu).

10
2) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duo denum lalu
cairan duo denum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan
empedu dapat berarti atresia empedu terjadi.
3) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui
kemampuan hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke
saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak
ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi
katresia intra hepatic.
4) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan
dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75%
penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.

11
2. Pathway

12
3. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient
yang buruk, mual muntah.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu dalam jaringan dtandai dengan adanya pruritus.
d. Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh)
berhubungan dengan penyakit kronis.
e. Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi
abdomen.

4. Intervensi Dan Rasional


Intervensi Rasional

1. Memantau asupan dan cairan 1. Memungkinan evaluasi


bayi perjam(cairan infuse, susu keseimbangan cairan bayi dan
per NGT, atau jumlah ASI yang tindakan lebih lanjut
diberikan, (timbang popok) 2. Mengetahui kadar PH feces
2. Periksa feses tiap hari untuk menentukan absorbsi
3. Memantau lingkar perut bayi lemak dan karbohidrat bayi. (PH
setiap hari normal 7-7,5)
4. Observasi tanda-tanda dehidrasi 3. Untuk mendeteksi asites
(oliguria, kuilt kering, turgor 4. Tanda dehidrasi
kulit buruk, ubun-ubun dan mengindikasikan intervensi
mata cekung segera dalam mengatasai
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan kekurangan cairan pada bayi
elektrolit, kadar protein total, 5. Mengevaluasi keseimbangan
albumin, nitrogen urea darah dan elektrolit
dan kreatinin serta darah
lengkap

1. Ukur masukan diet harian 1. Memberikan informasi tentang

13
(MCT) kebutuhan
2. Timbang sesuai indikasi. pemasukan/Defisiensi
Bandingkan perubahan status 2. Mungkin sulit untuk
cairan, riwatyat berat badan menggunakan berat badan
3. Berikan perawatan mulut sering sebagai indicator langsung
status nutrisi karena ada
gambaran edema/asites
3. Pasien cenderung mengalami
luka/perdarahan gusi dan rasa
tak enak pada mulut dimana
menambah anoreksia

1. Memberikan informasi tentang 1. Mencegah kulit kering


kebutuhan berlebihan dan memberikan
pemasukan/Defisiensi. penghilang rasa
2. Mungkin sulit untuk gatal,Kelembapan meningkatkan
menggunakan berat badan pruritus dan resiko kerusakan
sebagai indicator langsung kulit.
status nutrisi karena ada 2. Pengubahan posisi menurunkan
gambaran edema/asites. tekanan pada jaringan dan untuk
3. Pasien cenderung mengalami memperbaiki sirkulasi.
luka/perdarahan gusi dan rasa 3. Mencegah dari cidera tambahan
tak enak pada mulut dimana pada kulit khususnya bila tidur
menambah anoreksia Antihistamin dapat mengurangi
rasa gatal

1. Berikan stimulus pada bayi 1. Stimulasi bayi yang terencana


yang menekankan pencapaian membantu tahap-tahap penting
keterampilan motorik kasar. dalam perkembangan dan
2. Jelaskan pada orangtua bahwa membantu orangtua memiliki
bayi mereka dapat saja tidak ikatan dengan bayi.
mencapai tahap-tahap penting 2. Dapat menghilangkan stress

14
perkembangan dengan pada orangtua yang
kecepatan yang sama seperti menghadapi masalah dan
pada bayi sehat. memberikan informasi penting
3. Sedapat mungkin lakukan tentang cara-cara menstimulasi
intervensi secara berkelompok perkembangan.
3. Mengelompokkan intervensi
memungkinkan bayi
beristirahat tanpa gangguan,
istirahat diperlukan untuk tahap
tumbuh kembang bayi.

1. Awasi frekuensi, 1. Pernafasan dangkal,


kedalaman, dan upaya cepat/dispneu mungkin ada
pernafasan. hubungan hipoksia atau
2. Auskultasi bunyi nafas akumulasi cairan dalam
krekles, mengi dan ronchi. abdomen.
3. Observasi perubahan tingkat 2. Menunjukan terjadinya
kesadaran. komplikasi (contoh adanya
4. Berikan posisi kepala bayi bunyi tambahan menunjukan
lebih tinggi Berikan akumulasi cairan/sekresi)
tambahan O2 sesuai meningkatkan resiko infeksi.
indikasi. 3. Perubahan mental dapat
5. Kolaborasi untuk menunjukkan hipoksia dan
pemeriksaan GDA gagal nafas.
4. Memudahkan pernafasan
dengan menurunkan tekanan
pada diagfragma.
5. Untuk mencegah hipoksia
Mengetahui perubahan status
pernafasan dan terjadinya
komplikasi paru

15
16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia biler merupakan proses imflamasi proresif yang
menyebabakan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. Arteria
biler terjadi karena proses inflamasi berkepanjnagan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus biler ekstrahepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empedu. Beberapa pemicu yang mungkin
dapat berkontribusi menjadi penyebab atresia bilier adalah sebagai berikut:

a. Infeksi virus atau bakteri setelah lahir.


b. Masalah pada sistem imun atau sistem kekebalan tubuh.
c. Mutasi atau perubahan genetik, yang membuat perubahan permanen
pada struktur genetik.
d. Masalah saat masa perkembangan organ hati dan saluran empedu
selama janin masih berada di dalam rahim.
e. Paparan racun atau zat kimia saat ibu sedang hamil.

B. Saran
Untuk ibu yang sedang menngdung di saran kan untuk menjaga kesehatan
guna untuk mengurangi pemicu penyebab atresia biler.

17
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa


Keperawatan: Definisi &  Klasifikasi 2015-2017.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu


Kesehatan Anak. Jurnal  Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015).  Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa  Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jakarta: EGC

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem


Gastrointestinal dan  Hepatobilier . Jakarta: Salemba Medika

18

Anda mungkin juga menyukai