Anda di halaman 1dari 9

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling (2019), 3(2), 46-54

ISSN (Print): 2548-3234| ISSN (Electronic): 2548-3226


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
DOI: https://doi.org/10.23916/08431011

Article

Konsep Diri Lansia di Panti Jompo

Yiyit Hentika
Universitas Negeri Padang
*) Correspondence regarding this article should be addressed to: Author address e-mail: Yiyit22@gmail.com

Abstract: When someone getting old, he/she will get physical changing and physical
decreasing which is influencing self-concept decreasing. From the result of introduction
study in Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin, the researchers get data as 110 oldsters
male and female. Based on the interview to these three elders that has been nursed in this
dwelling, one elder says happy although living far away from the family and the brother
feels grateful, 2 elders say that they feel sad and yearning of their family. The elders
describe their selves that they are old, sick often, and have low self esteem, shy, and
feeling inferior. Living in the dwelling is like being thrown away and do not have any
interactions anymore
Keywords: self concept, Older, Nursing home
Article History: Received on 07/07/2019; Revised on 08/08/2019; Accepted on 18/08/2019; Published Online:
31/08/2019.
This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use,
distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2019 by author.

PENDAHULUAN
Pada usia lanjut orang yang lanjut usia akan mengalami berbagai macam masalah
termasuk dengan masalah konsep diri. WHO menggungkapkan bahwa penyebab
timbulnya permasalahan pada lanjut usia adalah masalah fisik, psikososial, spiritual,
mental, stress, ekonomi dan penurunnan fungsi kognitif dan psikomotor, hal ini akan
mempengarui konsep diri. Konsep diri yang menurun akan mempengarui pemikiran
pada lanjut usia dalam menilai dirinya baik itu penilaian diri secara positif maupun
negatif. Pada lansia yang tinggal dipanti memberikan stres tersendiri yang akan
mempengarui ideal diri, citra diri, harga diri, peran dan penampilanya serta gambaran
diri, gambaran diri yang negatif menggagap dirinya sudah tua, berarti sakit-sakitan,
lemah, membosankan, buruk rupa, bahkan julukkan negatif lainnya, anggapan semacam
itu maka, akan mempengarui penurunan konsep diri pada lansia, sehingga lansia lebih
cenderung menarik diri dan jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar ( Rahayu,
Hiswani, Rasmalah, 2003).
Menurut Nugroho (2008), lanjut usia akan mengalami banyak perubahan dan
penurunan fungsi fisik dan psikologis hal ini akan menimbulkan berbagai masalah pada
lanjut usia yang akan mempengarui lanjut usia dalam menilai dirinya sendiri yang
disebut konsep diri.

46
Yentika, Y. (2018) 47

Dampak dari menurunnya konsep diri pada lanjut usia menyebabkan bergesernya
peran sosial dalam berinteraksi sosial di masyarakat maupun dikeluarga. Hal ini
didukung oleh sikap lansia yang cenderung egois dan enggan mendengarkan pendapat
orang lain, sehingga mengakibatkan lansia terasing secara sosial dan akhirnya merasa
terisolir dan merasa tidak berguna lagi karena tidak ada penyaluran emosional dari
bersosialisasi. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial menurun baik secara kualitas
maupun kuantitas karena peran lansia yang digantikan kaum muda, dimana keadaan ini
terjadi sepanjang hidup dan tidak dapat dihindari (Standley & Beare, 2007).
Seiring dengan bertambahnya usia, lansia mengalami perubahan dalam hidup
mereka misalnya, hilangnya pekerjaan, pensiun, berubahnya peran sosial, merasa
ditinggalkan dan jauh dari anak cucu, kehilangan pasangan suami atau istri, jika
penyesuaikan diri pada lansia dalam menghadapi perubahan dalam kehidupannya
lambat dan tidak mampu menyesuaikan diri, hal ini akan menimbulkan kondisi stress
dan akan semakin bertambahnya beban mental pada lansia, kondisi ini menyebabkan
lansia jarang bersosialisasi dan berinteraksi. Keadaan ini cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara
khusus (Nugroho, 2008).
Selain itu lanjut usia mengakui dan menyadari bahwa dirinya mengalami
perubahan pada kondisi fisknya misalnya, kulit yang memulai keriput, rambut yang
ubanan, tidak bisa melakukan aktivitas seperti masa muda. Hal tersebut secara tidak
langsung akan berpengaruh pada konsep diri lansia, khususnya pada gambaran dirinya
yang selalu mengagap dirinya rendah. Didalam perubahan peran yang ada pada lansia
juga sangat mempengarui konsep dirinya seperti menarik diri, jarang berinteraksi dengan
orang disekitar, menganggap dirinya rendah, menaggap dirinya sudah tidak berguna.
PEMBAHASAN

Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut
apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta
bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain. (H. Jaali, 2008:129-
130). Di sini konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang tentang keadaan
dirinya sendiri pada saat ini bukanlah bayangan ideal dari dirinya sendiri sebagaimana
yang diharapkan atau yang disukai oleh individu bersangkutan. Konsep diri berkembang
dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal mengenai dirinya sejak ia kecil, terutama
yang berkaitan dengan perilaku orang lain terhadap dirinya.
Konsep diri seseorang mula-mula terbentuk dari perasaan apakah ia diterima dan
diinginkan kehadirannya oleh keluarganya. Melalui perlakuan yang berulang-ulang dan
setelah menghadapi sikap-sikap tertentu dari ayah-ibu-kakak dan adik ataupun orang
lain di lingkup kehidupannya, akan berkembanglah konsep diri seseorang. Konsep diri
ini yang pada mulanya berasal dari perasaan dihargai atau tidak dihargai. Perasaan inilah
yang menjadi landasan dari pandangan, penilaian, atau bayangan seseorang mengenai
dirinya sendiri yang keseluruhannya disebut konsep diri. Dalam teori Psikoanalisis,

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
48 Konsep Diri Lansia di Panti Jompo

proses perkembangan konsep diri disebut proses pembentukan ego (the process of ego
formation). Menurut aliran ini, ego yang sehat adalah ego yang dapat mengontrol dan
mengarahkan kebutuhan primitive (dorongan libido) supaya setara dengan dorongan
dari super ego serta tuntutan lingkungan.
Untuk mengembangkan ego atau diri (self) yang sehat adalah dengan memeberikan
kasih sayang yang cukup dan dengan cara orang tua menunjukkan sikap menerima
anaknya dengan segala kelebihan dan kekurangnnya, terutama pada tahun-tahun
pertama dari perkembangannya.
Dalam kaitan ini, konsep diri menurut Erikson berkembang melalui lima tahap,
yaitu sebagai berikut:
1. Perkembangan dari sense of trust vs sense of mistrust, pada anak usia 11/2-2 tahun.
Melalui hubungan dengan orang tuanya anak akan mendapat kesan dasar apakah
orang tuanya merupakan pihak yang dapat dipercaya atau tidak. Apabila ia yakin
dan merasa bahwa orang tuanya dapat member perlindungan dan arasa aman bagi
dirinya pada diri anak akan timbul rasa percaya diri terhadap orang dewasa, yang
nantinya akan berkembang menjadi berbagai perasaan yang sifatnya positif.
2. Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt, paad anak usia 2-4 tahun.
Yang terutama berkembang pesat pada usia ini adalah kemampuan motorik dan
berbahasa, yang keduanya memungkinkan anak menjadi lebih mandiri (autonomy).
Apabila anak diberi kesempatan untuk melakukan segala sesuatu menurut
kemampuannya, sekalipun kemampuannya terbatas, tanpa terlalu banyak ditolong
apalagi dicela, maka kemandirian akan terbentuk. Sebaliknya ia sering merasa malu
dan ragu-ragu bila tidak memperoleh kesempatan membuktikan kemampuannya.
3. Perkembangan dari sense of initiative vs sense of guilt, pada anak usia 4-7 tahun. Anak
usia 4-7 tahun selalu menunjukkan perasaan ingin tahu, begitu juga sikap ingin
menjelajah, mencoba-coba. Apabila anak sering mendapat hukuman karena
perbuatan tertentu yang didorong oleh perasaan ingin tahu dan menjelajah tadi,
keberaniannya untuk mengambil insiatif akan berkurang. Yang nantinya berkembang
justru adalah perasaan takut-takut dan perasaan bersalah.
4. Perkembangan dari sense of industry vs inferiority, pada usia 7-11 atau 12 tahun. Inilah
masa anak ingin membuktikan keberhasilan dari usahanya. Mereka berkompetisi dan
berusah untuk bisa mununjukkan prestasi. Kegagalan yang berulang-ulang dapat
mematahkan semangat dan menimbulkan perasaan rendah diri.
5. Perkembangan dari sense of identity diffusion, pada remaja. Remaja biasanya sangat
besar minatnya terhadap diri sendiri. Biasanya mereka ingin memperoleh jawaban
tentang siapa dan bagimana dia. Dalam menemukan jawabannya mereka akan
mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan konsep dirinya pada
masa lalu. Apabila informasi kenyataan, perasaan, dan pengalaman yang dimilki
mengenai diri sendiri tidak dapat diintegrasi hingga membentuk suatu konsep diri
yang utuh, remaja akan terus-menerus bimbang dan tidak mengerti tentang dirinya
sendiri.

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
Yentika, Y. (2018) 49

Menurut Stuart dan Sundeen (fransisca dan arum) bahwa konsep diri adalah semua
ide pikiran kepercyaan dan pendirian yang mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain.Sedangkan menurut Beck, William da Rawlin (1994) konsep diri adalah
cara individu memandang dirinnya secara utuh.
Burn juga merumuskan bahwa konsep diri diartikan sebagai segala keyakinan
seseorang pada diri sendiri. Konsep diri akan menentukan siapa seseorang itu dalam
kenyataannya, siapa seseorang itu menurut pikirannya, dan akan menentukan bisa
menjadi apa seseorang itu menurut pikirannya sendiri. Dalam definisi lain, konsep diri
merupakan kumpulan pengetahuan, ide, sikap, dan kepercayaan tentang apa yang
terdapat dalam diri sendiri. Eggen dan Kauchak dalam (I Nyoman dan Olga:2014)
berpendapat bahwa konsep diri adalah penilaian kognitif berkenaan dengan fisik, sosial,
dan kompetensi akademik.
Menurut (Nyoman Dan Olga : 2014)Konsep diri dirumuskan sebagai sesuatu yang
terorganisasikan secara utuh, dan bersifat konsisten; secara konseptual tersusun dari
persepsi yang utuh yang menunjuk pada pemaknaan “I or Me” yang meliputi berbagai
aspek dalam kehidupan. Berpijak pada prinsip Gestalt, maka tanggapan dan pemahaman
seseorang tergantung pada medan pengamatan dan pengalaman yang utuh dan
didasarkan pada persepsi yang disadari dan nila-nilai “I and me”. Konsep diri adalah
sebuah citra pada diri sendiri, secara khusus berkenaan dengan kesadaran sebagai pribadi
(what “I” am) dan kesadaran tentang fungsi pribadi (what “I” can do).
Faktor-faktor pembentuk konsep diri
Faktor yang membentuk konsep diri yaitu keluarga, perannya apa, pengalaman
apa yang pernah dialui, situasi lingkungan sekitar. Keluarga merupakan organisasi yang
pertama dan utama dalam pelaksanaan interaksi West dan Tuner, (Fransisca dan Arum
Yudaryati). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu ; Pengalaman
interpersonal, kompetensi dalam pekerjaan yang dimilki, aktualisasi diri, implementasi
dan realisasi dari potensi yang benar- benar dan seharusnya.Faktor lain yang
memepengaruhi konsep diri yaitu ; Significant Other (orang yang terpenting atau
terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri)
Pengertian Lansia
Menjadi tua memang bukan pilihan melainakan sesutu yang opasti akan dialami
oleh semua orang, setiap orang yang berumur panjang pasti akan menjadi tua. Hal ini
sesuai dengan kata yang disebut siklus dan perkembangan yang dialami manusia dengan
ciri yang angat jelas, seperti yang dijelaskan oleh hurlock (Bonar:2011) yaitu terjadinya
perubahan fisik dan psikologis tertentu.
Perubahan fisik dan psikologis yang dialami oleh lanjut usia menentukan sampai
taraf tertentu apakah lanjut usia akan melakukan penyesuaian dengan sangat baik atau
dengan sangat buruk atau buruk. Menurut hurlock (Bonar:2011) ciri-ciri usia lanjut
cenderung menuju membawa penyesuaian yang buruk dari pada yang baik kepada
kesengsaraan dari pada kebahagiaan, hal inilah yang menyebabkan usia tua lebih ditakuti
dari pada usia madya di negara amerika.

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
50 Konsep Diri Lansia di Panti Jompo

Masa lanjut usia atau menua merupakan tahap paling akhir dari siklus kehidupan
seseorang. WHO (2009) menyatakan masa lanjut usia menjadi empat golongan, yaitu usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (ananda dkk:2017).
Tahapan usia lanjut menurut Erickson 1963 dalam (parulian dkk :2016) merupakan
tahap integrity versus despair, yakni individu yang sukses dalam melampaui tahap ini
akan dapat beradaptasi dengan baik, menerima berbagai perubahan yang terjadi dengan
tulus mampu beradaptasi dengan keterbatasan yang dimilikinya, bertambah bijak
menyikapi proses kehidupan yang dialaminya, sebaliknya mereka yang gagal maka akan
melewati tahap ini dengan penuh stress, rasa penolakan, marah dan putus asa terhadap
kenyataan yang dialaminya.
Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk terapi yang diperlukan karena
melalui keluarga berbagai masalah kesehatan dapat muncul dan segera diatasi. Menurut
Frietman dalam (Nuri dkk : 2016) juga menjelaskan ada 4 jenis dukungan keluarga yaitu
dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional, selain dukungan
keluarga, karakteristik keluarga juga mempengaruhi kemampuan individu termasuk
lansia dalam mengatasi masalah kesehatan yaitu pekerjaan, pendapatan, pendidikan, tipe
keluarga dan usia.
Menurut indarwati & Tri joko (2014) upaya meningkatkan kesejahteraan social
pada lansia membutuhkan rehabilitas yang disebut dengan pekerja social. Sehingga
mampu memberikn manfaat langsung kepada lanjut usia. Menurut Nindy Ayu, dkk
(2017) keluarga memiliki peranan yang sangatpenting dalam perawatan lansia. Jika
perawatan keluarga baik maka akan baik kesehatan lansia jika keluarga buruk dalam
merawa maka akan buruk kesehatan lansia.

Pada saat ini lansia kurang sekali mendapat perhatian serus ditengah keluarga
terutama dalam hal pemebuhan aktfivitas kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan
lansia keterbatasan waktu dalam merawat diri tetapi keluarga tidak memiliki waktu
untuk merawat diri.(Ratna Wulandari:2014). Kondisi kesehatan fisik secara keseluruhan
mengalami kemunduran semenjak seseorang memasuki fase lansia dalam kehidupannya
(Anis:2012).

Pengertian Panti Jompo


Panti Jompo merupakan upaya Pemerintah untuk mengayomi para Lansia (orang
lanjut usia) yang hidup miskin dan terlantar. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 telah
mengamanatkan, memperhatikan “Fakir Miskin dan Anak Terlantar”. Pendirian Panti
Sosial didasarkan atas Undang-Undang RI no.4 Tahun 1965 tentang “Pemberian Bantuan
Kehidupan bagi Orang-Orang Jompo”; Keputusan Mentri Sosial RI No.3/1/50/107/1979
tentang “Pemberian kehidupan bagi Orang-orang usia Lanjut”; Undang-Undang RI No.6
tahun 1998, tentang “Kesejahteraan Lanjut Usia.
Panti jompo menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata panti jompo diartikan
sebagai tempat merawat dan menampung jompo. Panti jompo (rumah perawatan)

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
Yentika, Y. (2018) 51

merupakan sebuah tempat tinggal atau tempat penampungan bagi orang-orang yang
sudah tua.
Pemilihan tempat tinggal menjadi sesuatu yang penting bagi lansia. Umunya
lansia memilih hidup dengan anak-nanak mereka tetapi tidak jarang juga dia memilih
hidup terpisah dari anak-anaknya. Di Indonesia salah satu tempat tinggal untuk lansia
adalah panti werdah. (Cicilia :2016) .
Panti jompo merupakan unit pelaksanaan teknis yang memberikan pelayanan
sosial bagi lanjut usia, yaitu berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti
makanan dan pakaian, pemeliharaan, kesehatan, pengisian waktu luang termasuk
rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari
tuanya dengan diliputi ketentraman lahir batin (DEPSOS RI, 2003). Panti jompo adalah
tempat tinggal yang dirancang khusus untuk orang lanjut usia, yang didalamnya
disediakan semua fasilitas lengkap yang dibutuhkan orang lanjut usia (Hurlock, 1996).
Panti jompo adalah tempat dimana berkumpulnya orang-orang lanjut usia yang baik
secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala
keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak
swasta (Zakiya, 2015). Adanya panti jompo ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan lanjut dalam rangka/ upaya mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri
dan mewujudkan derajat kesehatannya secara optimal.

Karakteristik Panti Jompo


Menurut Siti (2012), panti jompo identik dengan tempat penampungan bagi orang
yang sudah tua. Kategori/ ciri-ciri orangtua yang ditampung oleh panti jompo yaitu
sebagai berikut : yang memang sebatang kara dan tidak punya sanak saudara yang bisa
merawatnya. Di Panti Jompo ada petugas atau sukarelawan yang bisa menemani dan
merawat mereka melalui hari2 tua mereka,yang masih memiliki sanak saudara bahkan
yang masih memiliki anak dan cucu tapi tidak bisa merawatnya.
Berbagai faktor para orang tua (manula) berada di panti jompo antara lain sebagai
berikut : Sibuk alias tidak ada waktu (dikarenakan alasan semua orang dirumah kerja jadi
tidak ada yang bisa memperhatikan kebutuhan orang yang sudah renta tersebut).
Hmm… Apakah alasan ini bisa dibenarkan? Gimana waktu kita kecil sampai besar,
apakah orang tua kita bisa dengan alasan sibuk jadi kagak perlu ngurus kita? Jikalaupun
orangtua yang sibuk kerja and kagak bisa ngurus anaknya, apakah lantas ditaruh di Panti
Asuhan? Dan Tidak mau tahu (alasannya karena tidak tauk kebutuhan dan tidak terbiasa
mengurus orang tua, kalo di Panti Jompo khan sudah ada tenaga ahli yang memang
pekerjaannya mengurus kebutuhan para manula) Hmm… Kalo yang ini kayaknya
mengada-ada yach? Waktu orang tua kita pertama kali punya anak juga pastinya mereka
kagak pernah dilatih untuk langsung bisa ngurus anak. Mereka bakal belajar seiring
berjalannya waktu.

Permasalahan Warga Binaan Di Panti Jompo


Masalah yang sering dihadapi oleh lansia yang tinggal di panti jompo menurut
Wreksoatmodjo (2013) adalah : 1) Lansia yang tinggal di panti umumnya kurang merasa
hidup bahagia, banyak lansia yang merasa kesepian tinggal di panti padahal banyak

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
52 Konsep Diri Lansia di Panti Jompo

lansia atau penghuni panti di sekeliling mereka, 2) Lansia yang tinggal di panti merasa
sedih karena keterbatasan ekonomi, meskipun kebutuhan mereka sehari-hari terpenuhi.
3) Lansia yang tinggal di panti tercukupi kebutuhan fisik (pangan, sandang dan
papan) namun mereka tetap merindukan dapat menikmati sisa hidupnya dengan
tinggal bersama keluarga. 4) Lansia yang tinggal di panti, pada umumnya adalah lansia
terlantar yang jauh dari anak dan cucu, akan cenderung kurang dapat memaknai hidup,
mereka menjalani hidup kurang semangat, kurang optimis, dan merasa kesepian
atau hampa, kurang memiliki tujuan yang jelas baik jangka pendek maupun jangka
panjang, kurang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, lingkungan dan masyarakat.5)
Lansia yang tinggal di panti cenderung merasa kurang bebas menentukan pilihandalam
hidupnya, mereka lebih senang tinggal di panti karena ada yang mengurusnya walaupun
mereka merasa terkekang, dan mereka merasa tidak dapat bertindak sesuainilai-nilai
yang diyakininya. 6) Para lansia yang tinggal di panti kurang beraktifitas, baik aktifitas
fisik maupunaktifitas kognitif dan juga kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat. 7) Lansia penghuni panti banyak yang 8) mengalami underweight (penurunan
berat badan).Beberapa hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa lansia yang
tinggal di panti lebih beresiko mengalami gangguan kognitif.

Konsep diri lansia di panti jompo


Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada hidup manusia
termasuk biologis, psikologis dan sosial (Kusumawati dan Hartono, 2010). Lanjut usia
suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang,
terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapa saja (Nugroho, 2008). Menurut Pujiastuti dan
Budiono (2003) seseorang yang telah berumur lebih dari 60 tahun. Lansia merupakan
tahap akhir dari siklus hidup manusia yang merupakan proses alamiah yang tidak dapat
dihindari (Maryam, 2002). Lanjut usia terdiri dari beberapa penggelompokan umur
diantaranya sebagai berikut, (1) Usia pertengahan Middle age 45-59 tahun, (2) lansia 60-74
tahun (elderly), (3) lansia tua 75-90 tahun (old), (4) usia sangat tua (very old). Lanjut usia
dalam kehidupannya sehari-hari akan banyak mengalami kemunduran dan perubahan-
perubahan. Meliputi perubahan fisik, psikologis, perubahan mental, kognitif dan
perubahan spiritual dan ekonomi. Masalah fisik yang ditemukan pada lansia adalah:
Mudah jatuh dan mudah lelah. Kekacauan mental akut, nyeri dada, berdebardebar, sesak
nafas, pembengkakan, sulit tidur, pusing, dan perubahanperubahan pada mental atau
psikososial sehingga akan mempengarui konsep diri ( Nugroho, 2008).
Konsep diri merupakan gambaran tentang diri kita, tentang apa yang kita
pikirkan dan kita rasakan dan merupakan kumpulan dari berbagai pengalaman dan
utamanya dalam hubungan dengan orang lain interactional with other) (Tasmara, 2006).
Penurunan konsep diri akan mempengarui pola pemikiran lanjut usia terhadap
perilakunya. Perubahan konsep diri pada lanjut usia terutama disebabkan oleh kesadaran
subyektif yang terjadi yang sejalan dengan bertambahnya usia. Apabila lanjut usia
menyadari perubahan adanya perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri mereka
maka akan berfikir dan bertingkah laku yang seharusnya dilakukan oleh lanjut usia.

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
Yentika, Y. (2018) 53

Lanjut usia akan banyak mengalami perubahan fisik kemampuan dan fungsi tubuh yang
akan mengkibatkan tidak stabilnya konsep diri (Nugroho, 2008).
Konsep diri lansia dipengarui oleh pengalaman-pengalaman sepanjang hidup
lansia dan berkembang melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak
komponen. Komponen konsep diri, Gambaran diri atau citra diri, ideal diri, harga diri,
identitas diri, penampilan dan peran (Potter & perry, 2002) Gambaran diri atau citra diri
(body image) mencakup sikap individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan
fisik, struktur dan fungsinya yang dipengaruhi oleh pertumbuhan.

KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri lansia
yang hidup dipanti jompo ada menurun atau merosot yakni merasa tua, tidak berguna,
tidak ada yang mau menerima dan merawatnya.dan adajuga sebagian yang memiliki
konsep diri bagus yaitu merasa banyak teman dan tidak jenuh ketika seperti keadaan di
rumah. Semua pihak setidaknya dapat memahami bahwa banyak penurunan yang akan
dialami oleh lansia, dan sebagai anak kita harus paham bahwa orantua butuh kita.

REFERENCES
Ananda Ruth Naftali, dkk. (2017). Kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam
menghadapi kematian. Vol 25, No 2, Hal 124-135
Anis Ika Nur Rahman, dkk. (2012). Kualitas hidup lanjut usia. Volume 3 nomor 2.
Halaman 126.
Bonar. (2011). Emotional Intelegence dan Psychological well-being pada mansia lanjut
Anggota lanjut Berbasis keagamaan di jakarta . volume 13 nomor 12
Cicilia Pali. (2016). Gambaran kebahagiaan lansia yang tinggal di panti werda. Volume 4
nomor 1.
DEPSOS RI. (2003). Rencana Aksi Nasional untuk Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta:
Departemen Sosial Republik Indonesia.
Hurlock. (1996). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta: Erlangga.
H. Jalali. (2008). Psikologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
I Nyoman Surna & Olga. (2014). Psikologi pendidikan. Jakarta: Erlangga
Indarwati & tri joko raharjo. (2014). Peranan pekerja social dalam meningkatkan
Kesejahteraan. Lansia.Volume 3 nomor 3. Halaman 24.
Nuri Nazari, dkk. (2016). Family support and characteristics of the caring family on the
erderly nutrition.Volume 4 nomor 2.
Nindi Ayu Prabasari. (2017). Pengalaman keluarga dalam merawat lansia di rumah
Volume 5 nomor 1 Halaman 58.

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid
54 Konsep Diri Lansia di Panti Jompo

Nugroho, Wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Ediisi 3. Jakarta : Kedokteran
eeg.
Parulian Gultom, dkk. (2016). Hubungan aktivitas spiritual dengan tingkat depresi pada
lansia di balai lanjut usia senja cerah kota manado.
Ratna Wulandari. (2014). Gambaran tingkat kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL.
Volume 1 nomor 2. Halaman 145.
Ratna Dwi. (2014). Identifikasi factor-faktro yang mempengaruhi konsep diri siswa.
Jakarta: UNY.
Rahayu, Hiswani, & Ramelah. (2003). Gambaran Lanjut Usia Yang Tinggal di Panti. UPTD:
Abdi.
Siti Aisyah and Achmad Hidir. (2012). Kehidupan Sosial Lanjut Usia Di Panti Sosial
Tresna Werdha Khusnul Khotimah Pekanbaru. Skripsi. Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.
Stanley, M. & Beare, P.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: Eeg.
Wreksoatmodjo. (2013). Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang
Tinggal di Panti. Jakarta: FKM UI

Zakiya Hidayah. (2015). Laporan Panti Wreda. (online) http://zakiyahidayah.


blogspot.com/2015/11/laporan-panti-wreda.html Diakses pada Minggu, 18
Desember 2018 pukul 20.00 WIB

SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling


Open Access Journal: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid

Anda mungkin juga menyukai