Anda di halaman 1dari 128

PEMETAAN SOSIAL MENUJU

DESA BERKETAHANAN SOSIAL


MELALUI PENYULUH SOSIAL MASYARAKAT
SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL


KEMENTERIAN SOSIAL RI
TAHUN 2019
PEMETAAN SOSIAL MENUJU DESA BERKETAHANAN SOSIAL MELALUI
PENYULUH SOSIAL MASYARAKAT SEBAGAI AGEN PERUBAHAN, Jakarta,-
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan
Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI,
2019.
viii + 106 hlm. 14,8 cm x 21 cm.

Penanggung Jawab
Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Penulis:
Nyi R. Irmayani (Utama), Suradi, Achmadi Jayaputra, B. Mujiyadi,
Togiaratua Nainggolan, Habibullah, Ayu Diah Amalia, Indrajaya,
Ahmad Suhendi, Rudy G. Erwinsyah, Bilal As’adhanayadi,
Angela Iban, Irin Oktafiani, Rahmat Saleh, Norman Luther Aruan

Cetakan Pertama : 2019

ISBN : 978-623-7806-02-8

Diterbitkan oleh:
PUSLITBANGKESOS KEMENTERIAN SOSIAL RI.
Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta Timur. Telp. (021)
8017126 E-mail: puslitbangkesos@kemsos.go.id; Website:
puslit.kemsos.go.id

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak buku sebagian atau selu-
ruhnya tanpa izin dari Puslitbangkesos, Kementerian Sosial RI.
KATA PENGANTAR

Pengembangan Desa Berketahanan Sosial merupakan


salah satu media dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan
sosial. Upaya ini dikembangkan sebagai langkah sinergis antara
pemerintah dan masyarakat. Unsur utama yang dipandang
sebagai memiliki peran penting adalah sumber daya manusia,
yang diharapkan dapat berperan sebagai motor penggerak
menuju desa berketahanan dimaksud. Secara lebih spesifik,
sumber daya manusia yang juga diharapkan menjadi inti
kegiatan adalah tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, yang
dalam hal ini melalui penyuluh sosial masyarakat (Pensosmas).
Pensosmas dalam melaksanakan tugasnya, memiliki 6
(enam) peran, yaitu: (i) komunikator, menjadi penyampai pesan
yang baik dalam masyarakat; (ii) informator, menjadi jembatan
informasi untuk menumbuhkan perubahan sosial dalam
masyarakat; (iii) motivator, menumbuhkan semangat
keswadayaan dan gotong royong serta partisipasi sosial dalam
masyarakat; (iv) edukator, menguatkan masyarakat dalam
melakukan perubahan sosial dengan memberikan
pembelajaran/pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak paham menjadi paham dari tidak bisa menjadi bisa; (v)
mobilisator, menggerakkan masyarakat dalam berpartisipasi
aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan (vi)
inisiator, memiliki gagasan atau ide-ide baru.
Desa Berketahanan Sosial digambarkan sebagai desa yang
mempunyai kriteria: (1) perlindungan bagi kelompok rentan,
miskin dan penyandang masalah sosial lainnya; (2) partisipasi
masyarakat dalam organisasi sosial lokal; (3) pengendalian
terhadap konflik atau tindak kekerasan; dan (4) pemeliharaan
kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sumber
daya sosial.

Kata v
Pengantar
Kegiatan menuju desa berketahanan sosial ini telah dirintis
di 210 desa di Indonesia. Namun demikian, belum diidentifikasi
potensi dan sumber daya yang ada di 210 desa/kelurahan
terpilih. Oleh karena itu, maka penelitian ini dimaksudkan
sebagai kegiatan identifikasi atas sumber dan potensi pada tiap
desa yang akan dikembangkan menjadi Desa Berketahanan
Sosial, serta di lain pihak memetakan masalah sosial yang ada.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolok ukur
awal, sebelum dioperasionalkannya pembentukan Desa
Berketahanan Sosial.
Demikian, semoga bermanfaat.

Jakarta, Desember 2019


Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Kepala,

Eva Rahmi Kasim


Pemetaan Sosial Menuju Desa Berketahanan Sosial Melalui
vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... v


DAFTAR ISI ............................................................................... vii
BAB 1 : PENDAHULUAN ........................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Permasalahan .......................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................... 6
D. Metode Penelitian .................................................... 7
E. Organisasi Penelitian ............................................... 12
F. Sistematika Pelaporan ............................................. 13

BAB 2 : TINJAUAN PUSATAKA 14


...............................................
A. Penyuluhan Sosial ................................................... 14
B. Penyuluh Sosial Masyarakat ................................... 17
C. Desa/Kelurahan Berketahanan Sosial ................... 22

BAB 3 : HASIL DAN PEMBAHASAN 25


.......................................
A. Kabupaten Pariaman, Provinsi Sumatera Barat ..... 25
B. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat ............. 29
C. Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah ......... 40
D. Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur ....... 46
E. Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali .......................... 59
F. Kabupaten Tanah Laut, Provinsi
Kalimantan Selatan ................................................. 66
G. Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan.... 78
H. Matriks Tujuh Wilayah ............................................. 90
I. Analisis Kondisi Aktual Desa dalam Indikator
Desa Berketahanan Sosial 98
.......................................

Penyuluh Sosial Masyarakat Sebagai Agen


Perubahan
BAB 4 : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI..........................102
A. Kesimpulan.................................................................102
B. Rekomendasi...............................................................102
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................104

Pemetaan Sosial Menuju Desa Berketahanan Sosial Melalui


viii
BAB

1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
sosial (UU No 11/2009).
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sampai saat
ini masih dihadapkan pada masalah dan tantangan yang
multidimensi. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan
masyarakat secara aktif guna mencapai tujuan pembangunan
kesejahteraan sosial secara optimal. Keterlibatan masyarakat
secara aktif tersebut diawali dengan tumbuhnya kesadaran
pada masyarakat tentang masalah sosial dan potensi yang
ada di lingkungan mereka. Oleh karena itu, diperlukan
proses penyadaran masyarakat, sehingga mereka memiliki
motivasi yang kuat untuk melakukan tindakan sosial.
Upaya penyadaran masyarakat tersebut memerlukan
individu-individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan

Pendahuluan 1
sosial. Individu-individu tersebut oleh Pusat Penyuluhan
Sosial disebut dengan Penyuluh Sosial Masyarakat. Mereka
itu berasal dari unsur tokoh masyarakat, baik dari tokoh
agama, adat, perempuan, pemuda - yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat yang
berwenang bidang kesejahteraan sosial untuk melakukan
kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan
sosial (lihat Pusat Penyuluhan Sosial, 2019).
Penyuluh Sosial Masyarakat masuk di dalam jenis-jenis
Sumber Daya Manusia Kesejahteraan Sosial pada kategori
relawan sosial. Status relawan sosial ini didefinisikan
dengan jelas di dalam UU No 11 Tahun 2009 adalah
seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar
belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang
pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan di bidang sosial, bukan di instansi sosial
pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa
imbalan.
Penyuluh sosial yang hidup bersama-sama dengan
masyarakat akan menjadi agen perubahan sosial. Agen
perubahan menurut Lunenburg (2010), is anyone who has
the skill andpowertostimulate, facilitate,
andcoordinatethechange effort. Kemudian Lunenburg (2010)
berpendapat, bahwa agen perubahan itu bisa individu,
kelompok, dan organisasi, yang memiliki keterampilan dan
kekuatan untuk menstimulasi, memfasilitasi, dan
mengoordinasi kan upaya perubahan. Menurut Anwar
(2013), bahwa penghubung antara sumber ide perubahan
dengan target masyarakat yang diharapkan mengadopsi ide
atau teknologi yang ditawarkan oleh produser “ide dan
teknologi”. Elemen penghubung termaksud disebut sebagai
“agen perubahan/agent of change”.
Penyuluh sosial masyarakat sebagai agen perubahan,
diharapkan mampu melaksanakan peranan sebagai (i)
stimulator, yaitu orang yang memberikan rangsangan kepada
masyarakat lokal untuk melakukan perubahan; (ii)
fasilitator, orang yang memberikan kemudahan atau akses
kepada layanan sehingga terjadinya perubahan; (iii)
koordinator, orang yang mengkoordinasikan berbagai sistem
sumber sehingga mengarah pada tujuan yang sama untuk
perubahan; dan (iv) mediator, orang yang menghubungkan
atau memediasi berbagai kepentingan untuk mencapai
perubahan. Selain peranan tersebut, sebagai agen perubahan
penyuluh sosial masyarakat diharapkan memiliki
keterampilan analisis, menjadi pendengar yang baik, pelatih
yang bijaksana, memahami tujuan yang harus
diperjuangkan, memahami metode dan gaya komunikasi.
Penyuluh Sosial Masyarakat nantinya akan
melaksanakan tugas Penyuluhan Sosial di wilayah
desa/kelurahan tempat tinggal mereka. Penyuluh sosial akan
melakukan penguatan kapasitas masyarakat, sehingga
masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Di dalam Pedoman Penyuluhan Sosial
(Pusat Penyuluhan Sosial, 2019) didefinisikan dengan jelas,
bahwa Penyuluhan Sosial sebagai proses penguatan
kapasitas adalah upaya yang dilakukan untuk melakukan
penguatan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu
(dalam masyarakat), kelembagaan, maupun hubungan atau
jejaring antar individu, kelompok organisasi sosial, serta
pihak lain di luar sistem masyarakatnya sampai di aras
global.
Penyuluh Sosial Masyarakat dalam melaksanakan
tugasnya, memiliki 6 (enam) peran, yaitu: (i) komunikator,
menjadi penyampai pesan yang baik dalam masyarakat;
(ii) informator, menjadi jembatan informasi untuk
menumbuhkan perubahan sosial dalam masyarakat; (iii)
motivator, menumbuhkan semangat keswadayaan dan
gotong royong serta partisipasi sosial dalam masyarakat; (iv)
edukator, menguatkan masyarakat dalam melakukan
perubahan
sosial dengan memberikan pembelajaran/pengetahuan dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham
dari tidak bisa menjadi bisa; (v) mobilisator, menggerakkan
masyarakat dalam berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan (vi) inisiator,
memiliki gagasan atau ide-ide baru (Pusat Penyuluhan
Sosial, 2019).
Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan aksi
sosial dengan fasilitasi Penyuluh Sosial Masyarakat, apabila
terlembaga dengan baik dan berkelanjutan, pada akhirnya
akan melahirkan Masyarakat Berketahanan Sosial.
Ketahanan masyarakat dapat didefinsikan sebagai
kemampuan berkelanjutan dari suatu masyarakat untuk
memanfaatkan sumber daya yang tersedia (energi,
komunikasi, transportasi, makanan) untuk mengelola risiko,
bertahan, dan pulih dari situasi yang merugikan (lihat Bec,
McLennan & Moyle, 2016; Arnell, 2015; Maclean, Cuthill
& Ross, 2014). Masyarakat yang memiliki ketahanan, maka
akan terjadi proses keberlanjutan menuju perubahan yang
dikehendaki (lihat Black & Hughes, 2001; Fiksel, 2006).
Suatu desa/kelurahan yang masyarakatnya memiliki
ketahanan sosial secara berkelanjutan, maka desa/kelurahan
tersebut akan menjadi Desa Berketahanan Sosial.
Adapun strategi yang ditempuh oleh Pusat Penyuluhan
Sosial berkaitan dengan penyuluhan sosial adalah:
1. Peningkatan kapabilitas sosial dan tanggung jawab sosial
masyarakat, artinya penyuluhan sosial harus dirancang
sebagai proses pemberdayaan masyarakat dan proses
penguatan kapabilitas sosial dan tanggung jawab sosial
masyarakat.
2. Peningkatan partisipasi masyarakat, artinya penyuluhan
sosial diarahkan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan program Prioritas
Nasional.
3. Peningkatan kualitas SDM dan Lembaga Kesejahteraan
Sosial, artinya penyuluhan sosial dilakukan untuk
meningkatkan kualitas SDM dan lembaga kesejahteraan
sosial, sehingga program kesejahteraan sosial yang
professional dapat terselenggara guna mendukung
terwujudnya good governance.
Strategi yang dikembangkan oleh Pusat Penyuluhan
Sosial tersebut menjawab indikator desa berketahanan sosial
(Suhendi, Sitepu & Hadi, 2011), yaitu:
1. Perlindungan bagi kelompok rentan, miskin dan
penyandang masalah sosial lainnya
2. Partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial lokal
3. Pengendalian terhadap konflik atau tindak kekerasan
4. Pemeliharaan kearifan lokal dalam mengelola Sumber
daya alam dan sumber daya sosial
Pada tahun 2019, Pusat Penyuluhan Sosial
mengeluarkan kebijakan melakukan rintisan awal
terbentuknya Desa Berketahanan Sosial di 210 desa yang
tersebar di 7 (tujuh) kabupaten/kota di 7 (tujuh) provinsi,
yaitu: Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Di
tujuh provinsi dan kabupaten/kota tersebut pada tahun 2019
dilakukan sosialisasi dan pelatihan dasar bagi penyuluh
sosial masyarakat. Direncanakan pada tahun 2020, di 210
desa sudah ada penyuluh sosial masyarakat, ada kegiatan
penyuluhan sosial dan tumbuhnya partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, diperlukan data
dan informasi tentang masalah, potensi dan sumber daya
di 7 (tujuh) provinsi dan 7 (tujuh) kabupaten/kota. Data
dan informasi tersebut akan menjadi bahan penyusunan
kebijakan teknis Pusat Penyuluhan Sosial, dan rencana aksi
bagi penyuluh sosial masyarakat menuju Desa Berketahanan
Sosial. Sehubungan dengan itu, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial bersama-sama dengan
Pusat Penyuluhan Sosial melaksanakan pemetaan sosial
yang memfokuskan pada masalah, potensi dan sumber daya
sosial serta kesiapan calon penyuluh sosial.

B. Permasalahan
Data dan informasi tentang masalah, potensi dan
sumber daya kesejahteraan sosial, serta kesiapan calon
penyuluh sosial masyarakat, menjadi fokus dalam penelitian
ini. Data dan informasi ini bagi Pusat Penyuluhan Sosial
sebagai bahan merumuskan kebijakan teknis, dan bagi
penyuluh sosial sebagai bahan menyusun rencana aksi
penyuluhan sosial. Sehubungan dengan itu, permasalahan
dalam penelitian ini dioperasionalkan ke dalam pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana kesiapan calon penyuluh sosial masyarakat
sebagai pilar-pilar sosial di desa calon lokasi Desa
Berkatahanan Sosial?
2. Apa saja jenis masalah sosial yang ada di desa calon
lokasi Desa Berketahanan Sosial?
3. Apa saja potensi dan sumber daya kesejahteraan sosial
yang ada di desa calon lokasi Desa Berketahanan Sosial?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan
Berdasarkan permasalahan, maka tujuan penelitian
ini adalah:
a. Mendeskripsikan kesiapan calon penyuluh sosial
masyarakat sebagai pilar-pilar sosial di desa calon
lokasi Desa Berkatahanan Sosial.
b. Mendeskripsikan jenis masalah sosial yang ada di
desa calon lokasi Desa Berketahanan Sosial.
c. Mendeskripsikan potensi dan sumber daya
kesejahteraan sosial yang ada di desa calon lokasi
Desa Berketahanan Sosial.
2. Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini sebagai dasar
penyusunan kebijakan teknis bagi Pusat Penyuluhan
Sosial, dan rencana aksi bagi penyuluh sosial masyarakat
untuk memfasilitasi terbentuknya Desa Berketahanan
Sosial.

D. Metode Penelitian
1. Cara Pengumpulan Data dan Sumber Data
a. Untuk mencapai tujuan penelitian, data dan
informasi dikumpulkan melalui diskusi kelompok
terfokus (focus group discussion), wawancara
mendalam, studi dokumentasi dan observasi
lapangan. Penggunaan 4 (empat) cara pengumpulan
data dan informasi ini sebagai bentuk triangulasi
metode, dimaksudkan untuk memperoleh data yang
valid dan mutakhir.
b. FDG diikuti oleh calon penyuluh sosial sebanyak 30
orang, aparat desa sebanyak 30 orang, dan instansi
terkait sebanyak 10 orang. Dalam pelaksanaannya,
FGD dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, di mana
kelompok I mendiskusikan masalah sosial;
kelompok II mendiskusikan potensi dan sumber daya
manusia; dan kelompok III mendiskusikan potensi
dan sumber daya sosial. Pada akhir FGD dilakukan
pleno untuk memperoleh data dan informasi
mutakhir yang perlu mendapat prioritas penyuluh
sosial dalam menyusun rencana aksi.
c. Wawancara mendalam dilakukan kepada tokoh
masyarakat, aparat desa/kelurahan dan tokoh adat
untuk menggali informasi yang berkaitan dengan
sumber daya manusia dan sumber daya sosial yang
ada di desa. Informasi yang diperoleh dari
wawancara ini diperlukan untuk memperoleh
validitas dan pengayaan data yang diperoleh melalui
FGD.
d. Studi dokumentasi dilakukan untuk menggali data
yang berkaitan dengan kebijakan penyuluhan sosial,
kondisi wilayah, demografi dan sosiografi penduduk.
Sumber data dalam studi dokumentasi adalah
pedoman penyuluhan sosial, data statistik pada
Badan Pusat Statistik dan referensi lain yang relevan
dengan tujuan penelitian.
e. Observasi lapangan dilakukan di salah satu desa
(sebagai sampel) untuk menggali informasi yang
berkaitan dengan sumber daya sosial yang ada di
desa. Informasi yang diperoleh dari observasi
lapangan ini diperlukan untuk memperoleh validitas
dan pengayaan data yang diperoleh melalui FGD.
2. Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan diolah dan dianalisis
dengan langkah-langkah berikut:
a. Data yang dikumpulkan di setiap kabupaten/kota
dilakukan editing untuk mendapatkan data yang
baik berdasarkan aspek: masalah, potensi sumber
daya kesejahteraan sosial, dan peran penyuluh sosial
masyarakat.
b. Data yang sudah baik atau bersih, dideskripsikan
berdasarkan apsek: masalah, potensi sumber daya
kesejahteraan sosial, dan peran penyuluh sosial
masyarakat.
c. Informasi dalam bentuk deskripsi dari 7 (tujuh)
kabupaten/kota dikompilasi berdasarkan aspek:
masalah, potensi sumber daya kesejahteraan sosial,
dan peran penyuluh sosial masyarakat.
d. Peneliti melakukan interpretasi dan penarikan
kesimpulan atas informasi yang diperoleh guna
menjawab tujuan penelitian.
3. Prosedur Penelitian
a. Penelitian ini dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial, yang
melibatkan Pusat Penyuluhan Sosial sebagai
pengguna hasil penelitian sejak tahap penyusunan
rancangan, penyusunan instrumen, pengumpulan
data, penulisan laporan dan pembahasan hasil.
b. Pada tahap pengumpulan data, dilakukan koordinasi
dengan dinas sosial provinsi dan dinas sosial
kabupaten/kota, serta melibatkan pegawai dari
instansi tersebut dalam proses pengumpulan data
melalui FGD.
c. Setelah pengumpulan data, dilaksanakan pengolahan
dan analisis data, penyusunan laporan, pembahasan
hasil dan finalisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut
dilaksanakan oleg Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial dengan
melibatkan tenaga dari Pusat Penyuluhan Sosial.
4. Etika Penelitian
a. Penentuan informan berdasarkan rekomendasi dari
kepala desa, yang ditentukan secara suka rela, tanpa
tekanan dan menghargai perbedaan berdasarkan jenis
kelamin, agama, suku/ras, dan status sosial ekonomi.
b. Peneliti bertanggung jawab untuk menjaga
kerahasiaan data dan informasi yang disampaikan
informan kepada publik yang tidak berkepentingan.
5. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di 7 (tujuh) provinsi, 7
(tujuh) kabupaten, 210 desa/kelurahan, sebagai berikut:
a. 30 nagari di Kabupaten Pariaman Provinsi Sumatera
Barat
b. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Sukabumi Provinsi
Jawa Barat
c. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Purworejo Provinsi
Jawa Tengah
d. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Banyuwangi
Provinsi Jawa Timur
e. 30 banjar di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali
f. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Tanah Laut Provinsi
Kalimatan Selatan
g. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Bantaeng Provinsi
Sulawesi Selatan
Penentuan lokasi penelitian dilakukan bersama-
sama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial dengan Pusat Penyuluhan Sosial.
Lokasi penelitian tersebut merupakan calon lokasi Desa
Berketahanan Sosial tahun 2020.
6. Waktu
Pemetaan penelitian ini dilaksanakan di lapangan
pada 27 November s.d. 1 Desember 2019. Kemudian,
analisis dan penulisan laporan akan diselesaikan pada
Desember 2019.
7. Tahapan Penelitian
a. Persiapan
1) Penyusunan rancangan
Sebelum rancangan penelitian disusun,
dilakukan diskusi antara Pusat penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial dengan
Pusat Penyuluhan Sosial. Judul yang disepakati
adalah Pemetaan Sosial Menuju Desa
Berketahanan Sosial. Tim
penelitian menyusun draft rancangan penelitian,
di mana bahan diperoleh antara lain dari Pusat
Penyuluhan Sosial.
2) Penyusunan instrumen
Tim penelitian menyusun instrumen penelitian.
Instrumen dalam bentuk panduan wawancara
yang akan dikembangkan pada saat FGD.
3) Pembahasan
Setelah draft dan instrumen/pedoman FGD
disusun, dilakukan pembahasan dengan
melibatkan tim penelitian, pejabat struktural
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial dan tenaga dari Pusat
Penyuluihan Sosial.
b. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan di 7 (tujuh)
kabupaten/kota di 7 (tujuh) provinsi dengan langkah-
langkah kegiatan berikut:
1) Penyiapan tim penelitian untuk pengumpulan
data
2) Koordinasi dengan Pusat Penyuluhan Sosial
untuk memastikan kesiapan Dinas Sosial
provinsi dan Dinas Sosial kabupaten/kota, serta
peserta FGD.
3) Pelaksanaan FGD, wawancara mendalam dan
kunjungan lapangan.
c. Pengolahan data
Datayangsudahdikumpulkandilakukanpenyuntingan
oleh tim penelitian untuk memperoleh data yang
baik, dianalisa secara kualitatif deskriptif, dilakukan
interpretasi dan penarikan kesimpulan.
d. Penulisan Laporan
Penulisan laporan hasil penelitian dilakukan
bersama-sama antara tim penelitian dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial, Pusat
Penelitian Kependudukan dan Pusat Penelitian
Kewilayahan LIPI.
e. Pembahasan Laporan
Laporan hasil penelitian dibahas dalam pertemuan
yang dihadiri tim penelitian, pejabat struktural Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial, Pusat
Penelitian Kependudukan dan Pusat Penelitian
Kewilayahan LIPI.
f. Finalisasi
Laporan disempurnakan berdasarkan catatan-catatan
pada saat pembahasan, sehingga diperoleh laporan hasil
penelitian yang final.

E. Organisasi Penelitian
Pengarah : Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Penanggungjawab : Kepala Bagian Tata Usaha Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Tim Peneliti : 1. Nyi R. Irmayani (Utama)
2. Suradi
3. Achmadi Jayaputra
4. B. Mujiyadi
5. Togiaratua Nainggolan
6. Ahmad Suhendi
7. Habibullah
8. Ayu Diah Amalia
9. Indrajaya
10. Rudy G. Erwinsyah
11. Bilal As’adhanayadi
12. Angela Iban
13. Irin Oktafiani
14. Rahmat Saleh
15. Norman Luther Aruan

F. Sistematika Pelaporan
Bab I : Pendahuluan, mendeskripsikan tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan, metode,
waktu, tahapan, organisasi penelitian dan
sistematika laporan.
Bab II : Tinjauan Pustaka menyajikan konsep-konsep
tentang penyuluhan sosial dan desa/kelurahan
berketahanan sosial.
Bab III : Hasil dan Pembahasan, mendeskripsikan data dan
informasi tentang potensi dan permasalahan serta
peran penyuluh sosial masyarakat di calon lokasi
Desa Berketahanan Sosial.
Bab IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, mendeskripsikan
kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi.
BAB

2 TINJAUAN PUSATAKA

A. Penyuluhan Sosial
1. Definisi Penyuluhan Sosial
Penyuluhan sosial dalam arti umum adalah ilmu sosial yang
mempelahari sistem dan proses perubahan pada individu serta
masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik
sesuai dengan yang diharapkan (Setiana, 2005). Inti dari
kegiatan penyuluhan sosial adalah untuk memberdayakan
masyarakat (Margono, 2000). Memberdayakan berarti memberi
daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya
yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Penyuluhan sosial sebagai proses penguatan kapasitas
adalah upaya yang dilakukan untuk melakukan penguatan
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu (dalam
masyarakat), kelembagaan, maupun hubungan atau jejaring
antar individu, kelompok organisasi sosial, serta pihaklain di
luar sistem masyarakatnya sampai di aras global. Penyuluhan
sosial adalah sebagai usaha gerak dasar dan/atau langkah awal
prakondisi masyarakat terhadap pembangunan sosial dan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bertujuan
meningkatkan kapabilitas sosialdan tanggung jawab sosial
masyarakat (lihat Pensosmas, 2019).
Definisi penyuluhan sosial di dalam Peraturan Menteri
Sosial No. 10 Tahun 2014 adalah proses pengubahan perilaku
yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi,
motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan,
tulisan maupun peraga kepada kelompok sasaran, sehingga
muncul pemahaman yang sama, pengetahuan, dan kemauan
guna berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
2. Konsep Penyuluhan Sosial
a. Penyuluhan sosial sebagai gerak awal.
Kegiatan penyuluhan sosial mendahului sebelum
program atau kegiatan lain masuk ke lokasi artinya (a) setiap
program unit operasional diawali dulu dengan penyuluhan
sosial, (b) penyuluhan sosial pada hakekatnya sudah melekat
pada setiap program.
b. Penyuluhan sebagai karakter dasar.
Setiap program atau kegiatan harus mempunyai
pondasi melalui penyuluhsan sosial dasar, artinya: (a) setiap
program didasari penyuluhan sosial, (b) program yang
memiliki dasar/pondasi yang kuat, maka tingkat optimalisasi
keberhasilan program tersebut dapat tercapai, (c) tujuan akan
mudah terwujud, berkesinambungan dan dapat dikelola
serta dimanfaatkan dengan baik dalam setiap program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Kegiatan penyuluhan sosial ditujukan kepada (a)
perorangan, (b) keluarga, (c) kelompok dan (d) masyarakat
sebagai Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PSKS)
untuk mewujudkan masyarakat desa/kelurahan berketahanan
sosial.
3. Prinsip Dasar Penyuluhan Sosial
Prinsip dapat dipahami sebagai ketentuan yang harus ada
atau harus dijalankan dalam penyuluhan sosial. Prinsip dasar
diartikan

Tinjauan 15
Pustaka
sebagai aturan umum yang digunakan sebagai pedoman. Prinsip
dasar dalam penyuluhan sosial adalah:
a. Prinsip partisipasi
Hubungan antara penyuluh dengan khayalak sasaran
perlu dibangun berdasarkan prinsip demokratis, yaitu
adanya ruang dialog antara penyuluh dan khalayak sasaran
secara terbuka, transparan, bersahabat dan egaliter. Hal ini
penting untuk menciptakan suasana kerjasama yang
konstruktif.
b. Prinsip untuk semua
Penyuluhan sosial berlaku untuk semua, sesuai dengan
tujuan dan sasaran penyuluhan sosial. Penentuan khalayak
sasaran penyuluhan benar-benar berdasarkan pertimbangan
kebutuhan.
c. Prinsip perbedaan individual
Bahwa setiap individu memiliki keahlian tertentu.
Karena itu, proses penyuluhan sosial perlu
mempertimbangkan latar belakang, kultur, pendidikan,
profesi, kebutuhan, dan masalah yang dihadapinya.
d. Prinsip pribadi seutuhnya
Penyuluhan diterapkan dengan memandang sasaran
sebagai manusia seutuhnya. Mereka adalah manusia
yang memiliki harga diri, perasaan, keinginan, emosi dan
sebagainya.
e. Prinsip Interdisiplin
Permasalahan yang ada pada kelompok sasaran
perludilihat dari berbagai perspektif. Hal-hal yang penyuluh
sampaikan tidak bersifat mutlak, tetapi perlu juga bagi
penyuluh untuk memberikan ruangbagi perspektif atau
disiplin lain dalam mendekati suatu permasalahan.
f. Prinsip berpusat pada sasaran
Ukuran keberhasilan itu bukan terpusat pada penyuluh,
tetapi pada khayalak, yaitu kepuasan sasaran.
4. Fungsi Penyuluhan Sosial
a. Fungsi Preventif
Penyuluhan sosial sebagai salah satu upaya pencegahan
untuk meminimalisi, bahkan mencegah timbulnya
permasalahan sosial yang baru.
b. Fungsi Rehabilitatif/Kuratif
Penyuluhan sosial sebagai upaya pemecahan masalah yang
terjadi di masyarakat.
c. Fungsi Pengembangan
Penyuluhan sosial ditujukan sebagai usaha pengembangan
masyarakat.
d. Fungsi Penunjang (Suportif)
Penyuluhan sosial tidak hanya ditujukan pada bidang
kesejahteraan sosial saja tetapi juga dapat
menunjangprogram lain secara lintas sektor.

B. Penyuluh Sosial Masyarakat


1. Definisi Penyuluh Sosial Masyarakat
Penyuluh Sosial Masyarakat adalah relawan masyarakat
(baik dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh wanita, tokoh
pemuda) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
oleh pejabat yang berwenang di bidang kesejahteraan sosial
(Pusat dan Daerah) untuk melakukan kegiatan penyuluhan di
bidang pembangunan kesejahteraan sosial.
Sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam
Undang-undang Kesejahteraan Sosial nomor 11 tahun 2009
pasal
32 adalah sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta
sumber pendanaan. Sumber daya manusia menurut pasal 32
dimaksud meliputi :
a. Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS)
b. Pekerja Sosial profesional
c. Relawan Sosial
d. Penyuluh Sosial
Menurut pasal 14 dari Peraturan Menteri Sosial nomor 16
tahun 2017 tentang Standar Nasional Sumber Daya Manusia
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, disebutkan bahwa
Relawan sosial terdiri dari :
a. pekerja sosial masyarakat;
b. karang taruna;
c. tenaga pelopor perdamaian;
d. taruna siaga bencana;
e. tenaga kesejahteraan sosial kecamatan;
f. wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat;
g. wanita pemimpin kesejahteraan sosial;
h. kader rehabilitasi berbasis masyarakat;
i. kader rehabilitasi berbasis keluarga;
j. penyuluh sosial masyarakat;
k. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga
Penyuluh Sosial masyarakat merupakan bagian dari
Relawan Sosial. Sedangkan pengertian dari relawan sosial
adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang
berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar
belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial
pemerintah atas kehendak sendiri dengan dan tanpa imbalan
(Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial)
Penyuluh Sosial dibedakan menjadi dua, yaitu penyuluh
sosial yang merupakan pejabat fungsional (ASN) dan penyuluh
sosial masyarakat yang merupakan relawan sosial. Penyuluh
Sosial menurut Permensos nomor 10 tahun 2014 adalah
seseorang yang
mempunyai tugas, tanggung dan wewenang untuk
melaksanakan kegiatan penyuluhan sosial di bidang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penyuluh Sosial
sebagaimana dinyatakan dalam pasal 14 Peraturan Menteri
Sosial nomor 10 tahun 2014 tentang Penyuluhan Sosial
bahwa sumber daya manusia penyuluhan terdiri dari dua, yakni:
a. Penyuluh Sosial Fungsional
Penyuluh Sosial Fungsional merupakan Pegawai Negeri
Sipil yang mempunyai jabatan, ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab, wewenang, untuk melaksanakan kegiatan
penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial
b. Penyuluh Sosial Masyarakat
Penyuluh Sosial masyarakat merupakan tokoh masyarakat
baik dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh wanita dan tokoh
pemuda yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan
hak oleh pejabat yang berwenang bidang kesejahteraan
sosial pusat maupun daerah untuk melakukan kegiatan
penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial
2. Prinsip Penyuluh Sosial Masyarakat
a. Kerelawanan
Prinsip melayani orang lain, memberikan banyak manfaat
dan kebaikan bagi banyak pihak dan orang antara tentang
sosial, kesehatan, memberikan perubahan yang
positif,meningkatkan rasa percaya diri, dan norma timbal
balik dalam komunitas tanpa mengharapkan imbalan dan
kompensasi
b. Kesetiakawanan Sosial
Prinsip Solidaritas sosial adalah merupakan potensi spiritual,
komitmen bersama sekaligus jatidiri bangsa oleh karena itu
Kesetiakawanan sosial merupakan nurani bangsa Indonesia
yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh
pengertian, kesadaran, keyakinan, tanggung jawab dan
partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-
masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan,
kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan
dalam kebersamaan dan kekeluargaan.
c. Tanggung Jawab
Prinsip kesadaran diri manusia akan tingkah laku atau
perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja,
merupakan perwujudan kesadaran akan kewajiban.
Tanggung jawab merupakan perbuatan yang dilakukan oleh
setiap individu yang berdasarkan atas kewajiban maupun
panggilan hati seseorang. Sikap yang menunjukkan bahwa
seseorang tersebut memiliki sifat kepedulian dan kejujuran
yang sangat tinggi.
3. Tugas dan Fungsi Penyuluh Sosial Masyarakat
a. Tugas Penyuluh Sosial Masyarakat :
1) Melaksanakan penyuluhan sosial dan bimbingan
sosial kepada masyarakat dalam lingkup desa untuk
meningkatkan kapasitas sosial masyarakat dan
kapabilitas kelembagaan sosial masyarakat
2) Menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan
partisipasi sosial masyarakat
3) Melakukan pra kondisi terhadap masyarakat yang
menjadi sasaran program kesejahteraan sosial
b. Fungsi Penyuluh Sosial Masyarakat :
1) Fasilitator di desa dalam melakukan rencana aksi
masyarakat dalam mewujudkan desa berketahanan sosial
2) Mitra pemerintah dalam memperluas penjangkauan
penyampaian informasi penyelenggaraan kesejahteraan
sosial
3) Agen Perubahan yang dapat mempengaruhi masyarakat
agar dapat merubah diri kea rah kemajuan yang lebih
baik
4. Peran dan Kedudukan Penyuluh Sosial Masyarakat
a. Peran Penyuluh Sosial Masyarakat :
1) Komunikator
Penyuluh Sosial masyarakat mampu menjadi penyampai
pesan yang baik dalam masyarakat
2) Informator
Penyuluh Sosial mampu menjadi jembatan informasi
untuk menumbuhkan perubahan sosial dalam masyarakat
3) Motivator
Penyuluh Sosial mampu menumbuhkan semangat
keswadayaan dan gotong royong serta partisipasi sosial
dalam masyarakat
4) Edukator
Penyuluh Sosial mampu menguatkan masyarakat
dalam melakukan perubahan sosial dengan
memberikan pembelajaran/pengetahuan dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham
dari tidak bisa menjadi bisa
5) Mobilisator
Penyuluh Sosial mampu menggerakkan masyarakat
dalam berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial
6) Inisiator
Penyuluh Sosial memiliki gagasan atau ide ide baru
b. Kedudukan Penyuluh Sosial Masyarakat:
Penyuluh Sosial Masyarakat berkedudukan sebagai relawan
sosial Kementerian Sosial di Desa/ Kelurahan. Relawan
Pensosmas sebagaimana dimaksud di atas mempunyai
wilayah kerja dalam satu wilayah desa yang meliputi Dusun,
RW dan RT atau yang setara kedudukannya.
C. Desa/Kelurahan Berketahanan Sosial
1. Definisi Desa/Kelurahan Berketahanan Sosial.
Desa/Kelurahan berketahanan sosial merupakan
suatu wilayah geografis dan/atau administratif (desa/
kelurahan menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa)
yang penduduk/masyarakatnya memiliki kesiapan sumber
daya, kemampuan dan kemauan untuk mencegah serta
mengatasi masalah-masalah kesejahteraan sosial secara
mandiri dan berkelanjutan. Desa/Kelurahan berketahanan
sosial mensyaratkan: (1) tersedianya penyuluh sosial
masyarakat yang kompeten, (2) terciptanya peningkatan
kapasitas sosial masyarakat, (3) terciptanya peningkatan
kapabilitas kelembagaan sosial masyarakat, (4)
terwudjudnya penguatan partisipasi sosial masyarakat.
2. Dimensi, Kriteria, dan Parameter Ketahanan Sosial
Masyarakat
No. Dimensi Kriteria Parameter
1. Tingkat a. Kesesuaian a. Tersedianya jenis-
perlindungan jenis pelayanan jenis pelayanan sosial
sosial terhadap sosial dasar. dasar (pendidikan,
kelompok rentan, b. Kemampuan kesehatan, sarana
miskin dan jangkauan ekonomi, agama,
penyandang pelayanan sosial dan sosial) yang
maslaah sosial dasar. sesuai dengan
lainnya. kebutuhan kelompok
c. Keberlangsungan
rentan,miskin dan
pelayanan sosial
penyandang masalah
dsaar.
sosial lainnya.
d. Perkembangan
kelompok rentan
dan penyandang
masalah sosial.
No. Dimensi Kriteria Parameter
b. Pelayanan sosial
dapat diakses dengan
mudah, dekat
dengan lingkungan,
dan cukup tersedia
sesuai dengan
kebutuhan kelompok
rentan, miskin dan
penyandang maslaah
sosial lainnya.
c. Kapasitas
kemampuan
pelayanan sosial
dasar meningkat
dan terus menerus
tersedia seriing
dengan peningkatan
kebutuhan dasar.
d. Menurunnya jumlah
kelompok rentan atau
PMKS.
2. Tingkat partisipasi Keikutsertaan warga a. Jumlah warga
masyarakat dalam dalam organisasi yang terlibat
organisasi sosial lokal dan berbasis dalam kegiatan
lokal. institusi organisasi sosial
lokal.
b. Jumlah warga
yang terlibat
dalam kegiatan
pelayanan sosial.
c. Terpeliharanya
relasi sosial.
No. Dimensi Kriteria Parameter
3. Tingkat Peran akitf tokoh a. Cepatnya respon
Pengendalian dan warga dalam dalam menghadapi
terhadap konflik mencegah, situasi konflik
sosial atau tindak menanggapi, dan sosial.
kekerasan. mengatasi konflik b. Dapat mencegah
sosial dan tindak meluasnya masalah
kekerasan. konflik sosial dan
tindak kekerasan.
c. Dapat mencegah
dampaknya.
4. Tingkat Kemampuan a. Penurunan
pemeliharaan masyarakat dalam jumlah warga
kearifan lokal memelihara sumber yang melakukan
dalam mengelola daya alam dan pengrusakan
sumber daya alam sosial. terhadap lingkungan.
dan sumber daya b. Tersedianya
sosial. aturan lokal yang
terkait dengan
pelestarian
lingkungan
budaya dan nilai
sosial.
c. Adanya pranata
sosial yang
mendukung upaya
pemeliharaan
lingkungan.
d. Adanya wahana
untuk mendukung
upaya pemeliharaan
sumber daya alam.
BAB

3 HASIL DAN
PEMBAHASAN

A. Kabupaten Pariaman, Provinsi Sumatera Barat


1. Informan Penelitian
Informan empat orang terdiri dari; Wali Nagari,
Penyuluh Sosial, Pengurus Karang Taruna, dan Wali
Korong. Informasi yang disampaikan terkait dengan
peran dan tugas pokok masing-masing. Mereka berasal
dari empat kecamatan; VII Koto Sungai Sariak
(Pariaman Tengah), Nan Sabaris (Pariaman Selatan),
Sungai Limau, dan VI Lingkung.
2. Masalah Sosial
Permasalahan sosial merupakan permasalahan yang
dianggap sering terjadi dan dapat mengganggu
masyarakat atau kepentingan umum. Masalah yang
serius antara lain:
1) Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja yang mengarah pada
penyalahgunaan napza, pergaulan bebas, dan geng
motor.
2) Konflik
Terutama konflik antar kelompok akibatnya
terganggu hubungan antar kelompok atau antar
suku. Mereka
Hasil dan Pembahasan 25
selalu konflik atau berselisih dengan latar belakang
yang sama.
3. Potensi Kesejahteraan Sosial
Potensi alam berdasarkan penggunaan hak
ulayat, sehingga semua orang mempunyai kesempatan
menggunakan tanah atau lahan yang bisa digarap.
Bentuknya berupa sawah dan rawa (60%), kebun (20%),
dan permukiman (20%) Tanah milik kaum yang dapat
digunakan secara bersama. Lahan dapat ditanami
berbagai jenis pohon. Sebagian rawa bisa digunakan
untuk kolam ikan air tawar sebab permintaan ikan air
tawar semakin banyak. terbagi dua; lahan, dan sarana.
a. Sosial
Potensi sosial berupa organisasi atau kelompok yang
dibentuk secara adat dan bentukan masyarakat yang
sudah ada sejak lama dan secara terus menerus
mengembangkan diri. Organisasi atau perkumpulan
terdiri dari:
1) Agama; Majlis Taklim atau kelompok pengajian,
wisata religi, makam ulama, dan Tanfiz Nagari,
2) Adat; Kerapatan Adat Nagari (KAN), Forum
Anak Nagari (FAN), Lakuang Batinjau Kalam
Basigi (LBKB), badoncek, dan ikan larangan.
3) Perkumpulan Sosial; Karang Taruna, Arisan
atau julo-julo, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM),
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM),
Perkumpulan Kesejahteraan Keluarga, kelompok
goro, kelompok tani, Kelompok Usaha Bersama,
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Kelompok
Sadar Hukum (Kadarkum), Badan Usaha Milik
Nagari (BUMNAG).
b. Dana
Secara khusus dana bersumber dari APBN dan APBD.
Anggaran Kementerian Sosial berasal dari APBN dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan. Sedangkan APBD
didukung dari Dinas Sosial setempat, dan Anggaran
Dana Nagari (ADD/ADN).
4. Calon Penyuluh Sosial Masyarakat
Kebutuhan terhadap pelayanan sosial terkait dengan
tersedianya sumber daya manusia dan sarana yang
diperlukan. Sumber daya manusia, khususnya penyuluh
sosial yang banyak memberi andil dalam memberdayakan
warganya.
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia, terutama penyuluh sosial yang
handal dan memiliki kemauan untuk melakukan upaya-
upaya kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Sebab
permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat
memerlukan petugas yang sesuai, sehingga dapat bekerja
sama dengan berbagai pihak dalam menyelesaikan
masalahnya. Para calon penyuluh sosial menyatakan siap
bekerja dan mendukung kegiatan dalam masyarakat.
Hanya saja dalam tahap permulaan mereka harus melihat
kemampuan yang dimiliki dan teknik yang diperlukan.
b. Sarana
Sarana diperlukan sebagai pendukung dalam
melaksanakan tugas. Perlu sarana yang memadai,
sehingga yang diperlukan bisa memberi arti dalam
penyelesaian masalah. Sarana berasal dari Kementerian
Sosial, dan sumber lainnya yang dianggap perlu. Sumber
lain bisa dari anggaran nagari dan orang peduli yang
memiliki kesadaran dan kemampuan.
c. Desa Berketahanan Sosial
Dimensi ketahanan sosial harus memenuhi empat syarat;
perlindungan sosial terhadappenyandang masalah
sosial, partisipasi masyarakat, pengendalian konflik, dan
pemeliharaan kearifan loka. Desa berketahanan sosial
merupakan kesanggupan dan kasiapan warganya dalam
pengendalian sosial yang dirasakan. Khusus Kabupaten
Padang Pariaman masalah yang dirasakan terkait dengan
kenakalan remaja dan konflik sosial.
Oleh karena itu diperlukan pemberdayaan pranata sosial
yang memungkinkan masyarakat dapat berperan serta
dalam kegiatan yang akan dilakukan secara organisasi
dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang
khusus yaitu penyuluh sosial.
Pelaksanaan desa berketahanan sosial perlu dibentuk
kelompok kerja yang dapat menanggulangi permasalahan
sosial di lokasi.
a. Peran Penyuluh Sosial
Penyuluhsosialsebagaitenagasukarelawandarimasyarakat
setempat memungkinkan untuk melakukan berbagai
kegiatan yang seuai dengan kebutuhan setempat. peran
penyuluh sosial menjadi penting karena keberadaannya
di tengah masayarakat dan pengetahuan yang diperoleh
dapat dijadikan sebagai model. Peran penyuluh sosial
dalam penanganan masalah yaitu:
1) Penyelesaian konflik
Kegiatan yang dilakukan terkait dengan pengetahuan
konflik dan pencegahannya. Tujuannya untuk
menyadarkan masyarakat tentang pencegahan
konflik yang dianggap serius. Sasarannya tokoh
masyarakat dan orang tua. Langkah yang dilakukan
antara lain; pembentukan kelompok kerja, peyuluhan
sosial, dan sarana yang diperlukan.
2) Pemeliharaan kearifan lokal
Pengembangan pengetahuan tentang kearifan lokal
yang berguna bagi masyarakat. Tujuannya memberi
pengetahuan dalam memelihara kearifan lokal yang
sangat berguna bagi kehidupan bersama. Langkah
yang dilakukan yaitu; penyebar luasan muatan
kearifan lokal, pembelajaran kearifan lokal, dan
meningkatkan potensi kearifan lokal.

B. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat


1. Informan Penelitian
Informan FGD terdiri dari 30 Kepala Desa, yaitu:
No. Desa No. Desa
1 Desa Sukamukti, Waluran 16 Desa Purwosedar, Enalap
2 Desa Kabandungan, 17 Desa Sundawenang,
Kabandungan Parungkuda
3 Desa Cicurug, Cicurug 18 Desa Cibadak, Cibadak
4 Desa Bantarsari, Pabuaran 19 Desa Sukaresmi, Cisaat
5 Desa Jagamukti, Surade 20 Desa Bantargadung
6 Desa Jampang Kulon, 21 Desa Bojongsawah
Jampang Kulon
7 Desa Cidahu, Cibitung 22 Desa Cihanyawar
8 Desa Purabaya, Purabaya 23 Desa Datarnangka
9 Desa Wangunreja, 24 Desa Mekarjaya
Nyalindung
10 Desa Cihanyoman, Nagrak 25 Desa Cijurey
11 Desa Cidadap, Cidadap 26 Desa Walangsari
12 Desa Bantarkalong, 27 Desa Sumberjaya
Warungkiara
13 Desa Cikidang, Cikidang 28 Desa Simarasa
14 Desa Bojongkembar, 29 Desa Sindangraja
Bojongkembar
15 Desa Cijulang, Jampang 30 Desa Pelabuhanratu
Tengah
2. Masalah Sosial
Masalah Sosial adalah perbedaan antara harapan dan
kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada
dengan situasi yang seharusnya (Jenssen, 1992). Masalah
sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat
sebagai sesuatu kondisi yang tidak diharapkan. Menurut
Kementerian Sosial terdapat beberapa masalah sosial dan 26
jenis Pemerlu Pelayanan Masalah Sosial akibat kemiskinan,
keterlantaran, kecacatan dan keterpencilan, termasuk di
antaranya fakir miskin, lansia terlantar, anak terlantar,
gelandangan dan pengemis, penyandang disabilitas, dan
komunitas adat terpencil.
Dari hasil FGD dengan beberapa Kepala Desa di
Kabupaten Sukabumi teridentifikasi masalah sosial yang
sering terjadi di sepanjang tahun 2019 adalah sebagai
berikut (berdasarkan urutan frekuensi yang sering terjadi :
a. Kemiskinan merupakan kondisi yang akan terus ada pada
masyarakat. Permasalahan pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Sukabumi dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranta rendahnya kesadaran masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya terkait pendidikan,
kesehatan, perumahan, sanitasi dan kesehatan. Bantuan
sosial merupakan sarana atau alat bantu mengentaskan
kemiskinan, namun yang terjadi adalah dengan bantuan
sosial tersebut menimbulkan gejolak friksi dalam
masyarakat di Kabupaten Sukabumi. Masalah sosial
tersebut sering terjadi di beberapa Desa, diantaranya
adalah banyaknya Keluarga Penerima Manfaat yang
tidak tepat sasaran pada PM BPNT dan PKH. Exclusion
error (data) tersebut menimbulkan masalah serius di
masyarakat dan membutuhkan penanganan segera.
Berdasarkan hasil FGD terungkap bahwa kebanyakan
peserta menyatakan yang sering terjadi dan serius adalah
masalah kemiskinan termasuk data penerima manfaat
(fakir miskin). Hal
tersebut menurut peserta butuh penanganan Nomer 1
melaluiu kegiatan penyuluhan sosial di Desa, agar
gejolak friksi dan masalah kemiskinan (fakir miskin) di
masyarakat dapat ditekan.
b. Masalah prioritas kedua adalah setelah kemiskinan
adalah cara meredam kemiskinan melalui pinjaman yang
sebagian besar masyarakat menggemari praktik tersebut
terutama dikalangan ibu-ibu (BANK EMOK). Bank
Emok adalah istilah yang digunakan masyarakat Jawa
Barat. Pinjaman mikro ternyata masih digunakan sebagai
kedok untuk praktik rentenir. Salah satu yang sedang
heboh adalah maraknya praktik bank emok di wilayah
Jawa Barat. Praktik ini memberikan pinjaman kepada
ibu-ibu rumah tangga pada umumnya dengan bunga yang
mencekik. Emok sendiri ternyata memiliki kaitan yang
erat dengan pangsa
pasar yang dituju. Emok adalah cara duduk lesehan ala
perempuan dengan cara bersimpuh sembari
menyilangkan kaki ke belakang. Jelas, sasaran pinjaman
mereka adalah kaum wanita, di mana saat proses
transaksi dilakukan sembari duduk lesehan. Fenomena
Bank Emok menjadi serius dikarena sudah banyak terjadi
di masyarakat dan berdampak negatif terhadap
keberlangsungan ekonomi keluarga. Dari hasil FGD
terungkap bahwa masalah menjadi masalah serius yang
mengancam warga dan butuh penanganan khusus melalui
berbagai pihak terutama peran penyuluh sosial
mengadvokasi dan mengedukasi pada ibu-ibu yang
terjerat Bank Emok.
c. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis. Kemiskinan
menjadi dasar permasalahan serius dan erat kaitannya
dengan masalah “Bank Emok” di Kab. Sukabumi,
menurut beberapa peserta fenomena Bank Emok menjadi
permasalahan sosial dan berdampak pada keluarga. Ibu-
ibu yang berhutang tanpa sepengetahuan suami menjadi
masalah ketika terjerat hutang yang tidak terbayar,
karena masalah ekonomi keluarga berpengaruh pada
kerentanan masalah sosial psikologis keluarga, resikonya
adalah terjadi perceraiaan. Begitu pula dengan masalah
perempuan pekerja migran (perempuan menjadi TKI)
yang banyak meninggalkan suami dan anaknya bertahun-
tahun, memperbesar resiko perceraian keluarga dan
anak menjadi terlantar. Oleh sebab itu di Kab Sukabumi
ada wadah PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) untuk
memberdayakan perempuan. Tingkat perceraian menjadi
masalah serius yang harus ditangani oleh penyuluh
sosial.
d. Konflik Sosial. Konflik sosial merupakan masalah serius
dan sering terjadi pula di Kabupaten Sukabumi
diantaranya di Desa Sukaresmi dan Desa Parungkuda.
Konflik diakibatkan permasalahan sumber daya dan
perbedaan akses. Konflik sosial yang disebabkan
perebutan akan sumber daya misalnya terjadi di Desa
ParungKuda, di Desa tersebut ada perusahaan besar dan
masyarakat sekitar menginginkan bekerja di perusahaan
tersebut namun persyaratan
kualifikasiyangdibutuhkancukuptinggi, antara RWRTyang
satu dengan yang lain berebut akses peluang bekerja dan
timbulah gesekan sosial. Di Desa sukaresmi konflik
sosial lebih disebabkan perbedaan perlakukan antar
wilayah sehingga warga saling serang. Desa Sukaresmi
merupakan desa perbatasan Kabupaten dengan Kota
Sukabumi. Di perbatasan Kota Sukabumi tersebut terjadi
konflik dimana Desa Sukaresmi yang masuk Kabupaten
Sukabumi akses jalan tidak diperhatikan sehingga
kondisinya buruk sedangkan di perbatasan tersebut jalan
Kota lebih diperhatikan. Hal ini menimbulkan
kecemburuan warga dan akhirnya warga Kabupaten
menyerang warga Kota.
e. Kenakalan Remaja & NAPZA. Masalah serius lainnya
yang segera ditangani adalah masalah kenakalan remaja
seperti tawuran, pemalakan, ngelem dan penyalahgunaan
narkotika. Tawuran marak terjadi di Kabupaten
Sukabumi lebih sering adalah pada anak dnegan tingkat
pendidikan SLTA dan SLTP. Tidak hanya itu di Kab.
Sukabumi ada modus pemalakan dengan cara yang
berbeda, dimana si Pemalak menggunakan pakaian
santri rapi namun melakukan pemalakan pada siswa di
Sekolah-Sekolah dengan menarik Rp. 2000 per siswa,
akibat dari masalah
tersebut adalah anak menjadi putus sekolah (menjadi
pemalak) dan anak yang kena pemalakan menjadi
enggan masuk sekolah. Hal ini sudah meresahkan warga
dan perlu ditindak lanjuti melalui peran penyuluh sosial.
Bentuk kenakalan lain adalah ngelem yang lumayan
sering terjadi msekipun pula masih terdapat
penyalahgunaan Napza di Kabupaten Sukabumi.
3. Potensi Kesejahteraan Sosial
Potensi adalah segala sesuatu yang muncul secara
alami yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
manusia pada umumnya. Potensi wilayah dapat berupa
sumber daya alam maupun sumber daya sosial yang
mendukung kehidupan wilayah tersebut. Sebagai potensi
sumber daya alam merupakan kekayaan wilayah yang dapat
dipergunakan oleh masyarakat untuk keberlangsungan
hidup.
Sumber daya alam seperti yang telah dijelaskan
tersebut dapat menjada keberlangsungan kehidupan
masyarakat Kabupaten Sukabumi diantaranya adalah:
a. Kecukupan pangan masyarakat setempat.
b. Kebutuhan primer masyarakat akan air bersih.
c. Perlindungan ekosistem lingkungan masyarakat dengan
adanya hutan dan danau (kelestarian lingkungan).
d. Ladang mata pencaharian bagi warga sekitar.
e. Meningkatkan perekonomian lokal melalui potensi
pariwisata lokal dan peluang menyerap tenaga kerja
(pendapatan dan kesejahteraan penduduk).
f. Meningkatnya pendapatan daerah melalui pajak/retribusi.
Potensi sosial merupakan segenap sumber daya
manusia yang dimiliki desa sebagai modal dasar untuk
mengelola dan mengembangkan kelangsungan dan
perkembangan desa. Sumber daya sosial yang ada di desa
seperti banyaknya lembaga-lembaga sosial di masyarakat.
a. Kartar Desa atau Bank Sampah Insan Mandiri di Desa
Sekarwangi, Bank Sampah Imbal Alam, Bank Sampah
Maggot, Bank Sampah SAMI, dll. Bank sampah
merupakan salah satu cara pengumpulan sampah secara
kolektif untuk mendapatkan keuntungan dari sisi
ekonomi dan kebersihan. Anggota menabung dengan
cara mengumpulkan sampah jenis anorganik seperti
plastik, kardus dan lain-lain. Sampah tersebut ditimbang
lalu dicatat oleh pengelola bank sampah dibuku tabungan
dan akan dibagikan ke seluruh anggota selama setahun
sekali.
b. Motekar (Bahasa Sunda) yang mengandung makna
“mau berusaha untuk mengubah nasibnya”. Istilah ini
diambil untuk memberikan dorongan bahwa makna
mengubah nasib diri kaum perempuan dan keluarga pra-
sejahtera dapat dilakukan melalui adanya kemauan
dengan melakukan usaha (ikhtiar). Motivator Ketahanan
Keluarga yang juga merupakan singkatan dari
MOTEKAR, adalah Kader Pemberdayaan Masyarakat
(KPM) berasal dari masyarakat desa/kelurahan setempat
yang memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan
memfasilitasi kegiatan pemberdayaan keluarga
prasejahtera dan perempuan untuk meningkatkan kualitas
hidupnya agar lebih baik.
c. PEKKA (Program Perempuan Kepala Keluarga),
Program ini didirikan oleh Komnas Perempuan. Kegiatan
PEKKA adalah memberdayakan perempuan kepala
keluarga dalam rangka ikut berkontribusi membangun
tatan masyarakat yang sejahtera.
d. MUI Desa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga yang
mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di
Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi
kaum muslimin. MUI menjadi lembaga yang
berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di
bidang keagamaan dari tingkat Desa di Kabupaten
Sukabumi.
e. Gapoktan. Gapoktan merupakan singkatan dari
Gabungan Kelompok Tani. Gapoktan adalah kumpulan
beberapa kelompok tani yang bergabung dan
bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan
efisiensi usaha. Pada tahun 2016 Kab, Sukabumi
memiliki 3 Gapoktan, dan 2017 memiliki 8 Gapokan.
Pada tahun 2018 Kab. Sukabumi mempunyai 4
Gapoktan. Pada tahun 2019 berjumlah 5 Gapoktan.
f. Kesenian (budaya) dan Kerajinan lokal; Angklung dan
produksinya, Sanggar Seni Budaya Cikidang. Festival
seni dan budaya menyajikan bebagai macam kegiatan
yaitu penampilan kesenian tradisional yang ada di
Kabupaten Sukabumi diantaranya Nulis Aksara Sunda,
Pencak Silat, Tari Batik Pakidulan, Kacapi Baduy,
Drumband Awi. Potensi wisata budaya situ Cisuba yang
berada di desa Taman Sari Kecamatan Cikidang. Desa
Taman Sari sebagai salah satu Desa Wisata di Cikidang
karena memiliki potensi Salah satunya Situ Cisuba.
Produksi Angklung terdapat juga di Desa Jagamukti.
g. PUSKESOS (Pusat Kesejahteraan Sosial) di Desa
jampang Kulon, Desa Cihanyowan dibentuk oleh
desa/kelurahan yang memudahkan warga miskin dan
rentan miskin di wilayahnya untuk menjangkau layanan
perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan
yang dikelola oleh pemerintah pusat, provinsi,
kabupaten/kota, pemerintah desa/kelurahan dan
swasta/CSR.
h. LPMD adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa
atau Kelurahan (LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa atau Kelurahan (LKMDILKMK) atau
sebutan nama lain mempunyai tugas menyusun rencana
pembangunan secara partisipatif, menggerakkan
swadaya gotong royong masyarakat, melaksanakan dan
mengendalikan pembangunan. LPMD di Kabupaten
Sukabumi diantaranya terdapat di Desa Sundawenang,
Kel. Cibadak, Desa Bantar Kalong, Kel. Jampang Kulon,
Desa Cidahu.
4. Calon Penyuluh Sosial Masyarakat
a. Identifikasi awal kebutuhan Penyuluh Sosial di Desa
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
pemberdayaan sosial, serta jaminan dan perlindungan
sosial. Untuk mewujudkan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang berkualitas dibutuhkan
keterlibatan berbagai pihak baik dari institusi maupun
masyarakat. Pemerintah memberikan pelayanan kepada
masyarakat dalam upaya mewujudkan penyelanggaraan
kesejahteraan sosial dari permasalahan kesejahteraan
sosial yang muncul di masyarakat. Dalam hal ini
dibutuhkan salah satu pilar yang mendukung untuk
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang berkualitas.
Penyuluhan Sosial dimaksudkan sebagai gerak dasar dan
awal untuk dapat lebih memberikan kesiapan dan
manfaat program bagi sasaran yang ditandai adanya
peningkatan pengetahuan, adanya kepercayaan
dankeyakinanakanperubahansertakesadarandarisasaran
untuk mempunyai rasa tanggung jawab penuh dalam diri
sendiri schingga penyelenggaraan program kesejahteraan
sosial dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik
dalam setiap program penyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
b. Identifikasi awal kebutuhan penyuluh sosial di
Kabupaten Sukabumi.
1. Kemiskinan dan exclusion error bantuan sosial
merupakan masalah yang butuh penanganan serius
dan cepat di Kabupaten Sukabumi. Hal tersebut
menurut peserta butuh penanganan Nomer 1 melalui
kegiatan penyuluhan sosial di Desa, agar gejolak
friksi
dan masalah kemiskinan (fakir miskin) di
masyarakat dapat ditekan.
2. Fenomena Bank Emok di Kabupaten Sukabumi,
tidak hanya memberikan masalah ekonomi melalui
bunga yang tinggi tetapi juga menimbulkan
kerentanan masalah psikososial keluarga dan tidak
jarang berujung pada masalah perceraian
dikarenakan ibu- ibu yang meminjam pada bank
emok biasanya tidak sepengetahuan suami.
Fenomena ini membutuhkan penanganan khusus di
masyarakat, penyuluh sosial diharapkan dapat
membantu memecahkan masalah bank emok dengan
segera karena menjadi fenomena yang viral di
masyarakat Sukabumi.
3. Konflik sosial yang terjadi di Kab. Sukabumi
misalnya di Desa Sukaremsi Cisaat membutuhkan
adanya penyuluh sosial yang aktif dan akomodatif
terhadap masalah sosial konflik di masyarakat, jika
terus dibiarkan masalah tersebut akan menimbulkan
perpecahansosialdimasyarakat. Dibutuhkanpenyuluh
sosial untuk memediasi antar warga, mengakomodir
permasalahan dan memfasilitasi dengan pihak-pihak
terkait untuk pemecahan masalah.
4. Kenakalan remaja dan Napza, seperti pemalakan
yang terjadi di Desa Sukaresmi hingga menimbulkan
anak putus sekolah dan keengganan anak untuk
sekolah karena hampir setiap hari kejadian tersebut
terjadi. Kenakalan remaja lainnya adalah
penggunaaan zat adiktif dan “ngelem” yang sudah
meresahkan warga. Belum ada penanganan serius
dari pihak terkait dan butuh penyuluh sosial untuk
menangnai masalah tersebut mengingat kenakalan
remaja terjadi pada usia anak remaja dan butuh
penanganan preventif, konseling khusus dan
penanganan yang akomodatif mediatif mengubah
perilaku anak remaja menjadi lebih produktif dan
berdayaguna di usia remaja.
c. Peran Penyuluh Sosial
Dari hasil observasi Peserta FGD sebanyak 30 peserta
rata- rata memiliki background telah aktif mengikuti
kegiatan yang ada di masyarakat. Peserta FGD yang
berasal dari unsur Karang Taruna, LPM, Kader
masyarakat seperti pengurus posyandu PKK pengurus
BUMDes Pengurus UMKM dan lain-lain, dan beberapa
berprofesi sebagai ustadz dan guru, serta lainnya bekerja
sebagai buruh lepas, wiraswastawan, ibu rumah tangga
dan sebagai honorer perangkat desa. Rata-rata belum
paham dan bahkan belum mengetahui apa itu penyuluh
sosial dan kegiatan penyuluhan sosial. Namun setelah
mengikuti kegiatan penyuluhan sosial dan observasi
melalui FGD peserta paham dan mengetahui tugas dan
fungsi serta kegiatan penyuluh sosial masyarakat bahkan
melalui observasi FGD peserta dapat menidentifikasi
masalah dan potensi desa yang dikaitkan dengan
kegiatan penyuluhan sosial. Namun peserta belum
memahami apa tujuan akhir yang hendak dicapai melalui
kegiatan sosialisasi penyuluhan sosial dan observasi awal
identifiaksi potensi dan masalah desa. Konsep Desa
Berketahanan Sosial belum dipaparkan secara sistematis
kepada peserta. Pemerintah desa bersama-sama dengan
masyarakat menyusun rencana dan melaksanakan
program untuk mewujudkan 4 (empat) indikator, yaitu
(1) perlindungan terhadap kelompok rentan dan miskin,
(2) partispasi masyarakat dalam organisasi lokal, (3)
pengendalian konflik dan tindak kekerasan dan
(4) pemeliharaan kearifan lokal dalam pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya sosial.
Di Sukabumi telah ada penyuluh sosial sebanyak 10
orang, namun wilayah kegiatannya berbeda dengan
peserta calon penyuluh sosial yang mengikuti sosialisasi
penyuluhan sosial. Observasi identifikasi terhadap Desa
yang dijadikan sampel awal di Desa Sukaresmi
Kecamatan Cisaat, belum memiliki penyuluh sosial di
Desa tersebut. Namun ke empat
indikator Desa Berketahanan Sosial baru akan
diwujudkan seperti misalnya pada indikator partisipasi
masyarakat dalam organisasi lokal; sebanyak warga
berperan dalam organisasi kemasyarakatan seperti PKK
dan Posyandu, Motekar dan Karang Taruna. Bahkan
partisipasi warga dalam organisasi lokal Motekar tidak
hanya di Desa saja
melainkansudahlintasdesayangmemerlukanpenanganan
masalah sosial. Pada indikator pengendalian konflik dan
tindak kekerasan yang terjadi di Desa Sukaresmi dimana
konflik sosial menjadi masalah serius karena terjadi
pertikaian akses sumber daya pada warga Desa
Sukaresmi dengan warga Kota Sukabumi (daerah
perbatasan) pada kasus tersebut Desa Sukaresmi berhasil
mengenai dengan bantuan pihak terkait seperti
Kepolisian, Satpol PP dan peran Tokoh Masyarakat.
Desa Sukaresmi mendapatkan Program Keserasian
Sosial dari Kementerian Sosial tahun 2019. Pada
indikator pemeliharaan kearifan lokal dalam pengelolaan
sumber daya, Desa Sukaresmi berhasil memecahkan
masalah gejolak sosial masyarakat yang timbul pada
muslim kemarau yaitu kurangnya air untuk pengairan
sawah, Desa Sukaresmi berhasil mendapatkan dana desa
dari salah satu Partai untuk membuat irigasi warga,
sehingga gejok masyarakat dapat diredam. Selain itu
peran Kepala Desa untuk membuat Desa Wisata
Sukaresmi akan diwujudkan dalam waktu dekat dengan
mengelola potensi alam berupa Wisata Desa Sungai dan
penginginapan, dimana tanah sekita 1000ha adalah milik
Kepala Desa dan akan dipergunakan untuk kemakmuran
warga Desanya.

C. Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah


1. Informan Penelitian
Para informan kegiatan pengumpulan data Desa
Berketahanan Sosial di Kabupaten Purworejo terdiri dari
30 orang perangkat desa/kelurahan dan 30 orang warga
masyarakat calon Penyuluh Sosial Masyarakat (Pensosmas)
dari 9 kecamatan (Purworejo, Kutoarjo, Kaligesing, Pituruh,
Bruno, Banyuurip, Bener, Bayan, Kemiri), ditambah dengan
10 orang dari perwakilan Organisasi Pemerintah Daerah,
yang antara lain dari Bappeda, Dinas PUPR, Dinas Sosial,
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, dan instansi
terkait lainnya.
Para perangkat/desa kelurahan yang hadir terdiri dari
Kepala Desa, Lurah, dan Sekretaris Desa. Oleh karena
faktor kesibukan pekerjaan, sebagian perangkat
desa/kelurahan tidak dapat mengikuti kegiatan secara penuh.
Misalnya salah satu Kepala Desa meminta izin untuk pulang
terlebih dahulu karena terjadi kedukaan di wilayah desanya.
Ujarnya, “kades harus hadir apabila ada warga yang
meninggal, itu sudah menjadi budaya tradisi di sini”.
Sementara itu para warga masyarakat calon Pensosmas
berasal dari berbagai latar belakang, seperti petani, buruh
tani, pegawai honorer, pemuda desa, dan lain sebagainya.
Mereka umumnya sudah pernah terlibat dalam kegiatan dan
organisasi sosial di desanya, seperti Karang Taruna.
Sehingga ketika dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai
Pensosmas mereka sedikit banyak sudah memiliki dasar-
dasar pengetahuan dan pengalaman mengenai organisasi
sosial masyarakat.
2. Masalah Sosial
Secara garis besar, dari penuturan para perangkat desa/
kelurahan dan warga masyarakat, terdapat tiga kategori
masalah sosial yang nyata terjadi di masyarakat, yakni
masalah sosial di lingkup rumah tangga, masalah sosial anak
dan remaja, serta masalah sosial yang lahir dari kemiskinan
dan ketidakmerataan bantuan. Pada kategori pertama ini
banyak warga yang mengaku seringnya jadi kasus kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian. Menurut salah
satu kepala desa, bahkan tingkat perceraian di Kabupaten
Purworejo bisa mencapai angka 1.500 kasus tiap tahunnya.
Pada kategori kedua, kenakalan remaja menjadi
masalah yang hampir terjadi di semua desa/kelurahan.
Kenakalan remaja ini antara lain seperti anak-anak yang
mengendarai sepeda motor namun belum cukup usia hingga
banyak anak muda yang nongkrong hingga larut malam dan
mengonsumsi minuman keras. Kepala Desa Condongsari
mengaku bahwa dulu banyak anak muda di desanya yang
terjerumus kenakalan remaja karena lokasi Desa
Condongsari berdekatan dengan Terminal Purworejo,
sehingga anak-anak muda ini rawan terpapar kehidupan
jalanan. Seorang warga masyarakat menambahkan sekarang
ini banyak terjadi kenakalan remaja karena pengawasan
orang tua kepada anak-anaknya dalam penggunaan media
sosial masih kurang sekali.
Berbeda dengan kondisi Desa Condongsari, Lurah
Paduroso mengaku ancaman masalah sosial di wilayahnya
bukan pada anak-anak muda, melainkan dari migrasi masuk
yang terus terjadi beberapa tahun terakhir seiring banyak
dibangunnya komplek-komplek perumahan baru. Ia
khawatir apabila tidak ditangani dengan baik secara sosial,
maka warga masyarakat akan menjadi makin individualis.
“Saya takutnya kalau sudah lagi guyub karena makin ke sini
pendatang makin banyak, dan sifatnya orang itu kan beda-
beda, ada yang mau bersosialisasi, ada yang tidak, nah itu
yang harus kita tangani bersama agar warga masyarakat
tetap terhindar dari masalah sosial,” ujarnya.
Kategori ketiga adalah yang paling sering dikeluhkan
oleh peserta diskusi. Menurut mereka masalah kemiskinan
dan kecemburuan sosial selalu terjadi, terlebih lagi terkait
dengan bantuan seperti PKH, BPNT, dan RTLH. Hampir
semua peserta menyoroti Basis Data Terpadu (BDT) sebagai
“biang kerok” masalah sosial ini, dikarenakan banyak yang
seharusnya
mampu tapi terdaftar di BDT dan banyak yang tidak mampu
namun tidak terdaftarkan. Dari sini lahir kecemburuan
sosial yang mempertajam ketegangan tidak hanya antar
warga, namun juga antar warga dengan pemerintah desa dan
pemerintah kabupaten.
3. Potensi Kesejahteraan Sosial
Wilayah Kabupaten Purworejo teridentifikasi memiliki
potensi alam yang terbagi dalam tiga kategori, yakni
wilayah pinggir pantai selatan, wilayah persawahan, dan
wilayah lereng pegunungan Menoreh di bagian utara. Dari
tiga kategori dimaksud, untuk wilayah pantai berpotensi
untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Saat
pendataan dilaksanakan, terdapat daerah tujuan wisata
antara lain Pasir Puncu dan Ketawang. Sedangkan untuk
daerah persawahan, terdaat wilayah yang sudah teraliri kali
irigasi dan wilayah yang hanya tadah hujan. Sedangkan
untuk wilayah Utara yang berada di lereng pegunungan,
pada umumnya orang memiliki tanaman durian, mangga
serta tanaman buah lainnya, yang masih dipelihara secara
alami. Artinya hanya menunggu iklim dan musim yang ada.
Untuk desa Condongsari, potensi alam yang ada berupa
sawah, yang sudah teraliri irigasi seluruhnya. Sedangkan
untuk wilayah Kelurahan Paduroso, wilayah ini berada di
pinggiran ibukota kabupaten, yang dengan demikian potensi
alam adalah lahan yang sudah siap dikembangkan untuk
pemukiman dan sebagian sebagai wilayah usaha seperti
dagang kecil dan pertokoan di pinggir jalan raya.
Sementara itu untuk potensi sosial dapat dikategorikan
menjadi tiga, yakni kelembagaan sosial resmi yang dibentuk
pemerintah, organisasi keagamaan, serta perkumpulan
kebudayaan dan kesenian. Untuk kategori pertama ini
semua desa memilikinya, antara lain PKK, Karang Taruna,
BUMDES, Posyandu, Posbindu, Poslansia, Linmas.
Meskipun
semua desa memiliki, namun tidak semuanya sama tingkat
keaktifannya. Ada Karang Taruna yang cukup aktif seperti
di Desa Tlogobulu, Desa Suren, Desa Sidomukti, Kelurahan
Baledono, Desa Wirun, Desa Keligintun, dan Desa Gantung.
Ada pula yang pasif seperti di Kelurahan Kutoarjo dan Desa
Kliwonan. Ternyata tingkat keaktifan Karang Taruna ini
dikarenakan dukungan Dana Desa/Kelurahan yang berbeda-
beda, semakin banyak dukungan maka semakin aktif.
Masyarakat Kabupaten Purworejo sendiri sebagian
besar beragama Islam, dengan sebagian besarnya berada di
bawah Nahdatul Ulama. Sehingga untuk organisasi dan
kegiataan keagamaan yang ada antara lain haul (peringatan
hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali) tokoh-
tokoh agama besar di Kabupaten Purworejo seperti Simbah
Kyai Iman Syafi'i dari Desa Tlogobulu, syabanan (kegiatan
rutin sebelum puasa), dan suran (selamatan awal tahun
hijriyah), serta perkumpulan perempuan NU yakni Fatayat
dan Muslimat. Kegiatan-kegiatan kerohanian dan
keagamaan ini mampu mempersatukan seluruh warga
dengan kegotongroyongan yang sangat kuat. Terlihat seperti
saat kedatangan Tim Peneliti pada 27 November 2019,
bertepatan dengan diadakannya Pengajian Akbar KH Anwar
Zahid di Pendopo Kabupaten Purworejo. Sontak jalan-jalan
macet dipadati oleh warga masyarakat yang berdatangan
dari berbagai daerah.
Sementara itu masyarakat Kabupaten Purworejo juga
masih mempertahankan seni budaya tradisional, seperti
Nguber Rowo Jombor, kuda kepang, merdi bumi, merti desa
(bersih desa), dan kerigan (bakti sosial). Beberapa desa
sudah mendukung aspek budaya ini melalui Dana Desa,
seperti yang ada di Desa Kliwonan, Desa Pituruh, Desa
Gantung, Desa Pandanrejo, Desa Keligintung, Desa
Sidomukti, dan Desa Suren. Menurut salah seorang Kepala
Desa, seni-budaya wajib didukung karena secara tidak
langsung merupakan potensi
desa baik secara ekonomi dan sosial. Tuturnya, “kalau ikut
berkesenian, anak-anak muda itu bisa jauh dari kenakalan
remaja, sekaligus menambah penghasilan”.
Dari 30 perwakilan desa/kelurahan di Kabupaten
Purworejo, hampir semuanya menyampaikan bahwa Dana
Desa dimanfaatkan secara seimbang antara pembangunan
fisik dan pemberdayaan sosial-ekonomi. Beberapa contoh
pemanfaatan untuk aspek sosial antara lain pemberdayaan di
antaranya untuk kegiatan Karang Taruna seperti peningkatan
kapasitas remaja melalui pelatihan olahraga dan protokoler,
penyuluhan kepada Karang Taruna untuk mengantisipasi
kenakalan remaja. Selain itu untuk kalangan perempuan juga
ada pemberdayaan untuk kegiatan PKK, seperti pengadaan
tanaman obat keluarga, kegiatan pertemuan antar warga
melalui PKK, pelatihan/sosialisasi pemberdayaan
perempuan dan anak. Di sektor keagamaan terdapat
pendanaan kegiatan pesantren ramadhan. Selain itu juga ada
aspek-aspek bantuan sosial seperti bantuan untuk usaha bagi
warga miskin dan bedah rumah yang tidak layak huni.
Meskipun begitu, ada juga perangkat desa/kelurahan
yang mengaku masih bingung mengenai peruntukkan yang
tepat untuk hal sosial. Salah satunya Lurah Paduroso yang
mengaku hingga saat ini ia belum mengetahui mengenai
petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan Dana Kelurahan
untuk kegiatan sosial.
4. Calon Penyuluh Sosial Masyarakat
Pelayanan sosial, sudah menjadi kebutuhan yang
relatif mendesak, terutama dengan eksistensi masalah sosial
kontemporer yang ada. Masalah kontemporer dimaksud,
antara lain berkurangnya rasa kepedulian pemuda terhadap
masyarakat, yang berkaitan dengan kecenderungan pemuda
pada permainan game online. Selain itu padatnya kegiatan
anak sekolah yang melewati jam belajar.
Para peserta FGD dari desa/kelurahan yang akan
menjalankan peran sebagai penyuluh sosial masyarakat,
hingga saat ini sudah terbiasa menjalankan kegiatan yang
berkaitan dengan urusan kemasyarakatan, baik sebagai
PSM, Karang Taruna, hingga pengurus kepemudaan
termasuk sebagai anggota Karang Taruna. Mereka aktif
dalam kegiatan di tingkat desa/kelurahan.
Hampir semua peserta FGD 2 bersedia untuk menjadi
Pensosmas, dengan menandatangani blanko bermeterai.
Selain itu, dari diskusi yang ada, juga didapat informasi
bahwa para peserta diskusi kategori ini telah menjalani
peran sebagai tenaga sosial masyarakat. Meskipun begitu
ada beberapa calon yang masih ragu-ragu karena takut akan
menelantarkan pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan
utamanya. Salah seorang calon Pensosmas yang sehari-hari
bekerja sebagai guru honorer mengaku, “saya nggak berani
kalau hanya sukarela dengan pekerjaan yang nampaknya
agak berat, mungkin saya mundur dan fokus sebagai guru
honor saja”.

D. Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur


1. Informan Penelitian
Data dan informasi penelitian ini dikumpulkan dari
aparat desa, tokoh masyarakat, instansi sosial, tokoh adat
dan pilar-pilar sosial. Informan penelitian yang dihadiran
dalam Focus Group Discussion (FGD) sebanyak 70 orang,
dengan rincian sebanyak 30 orang dari unsur aparat desa/
kelurahan, sebanyak 30 orang dari unsur tokoh masyarakat
(calon penyuluh sosial masyarakat), dan 10 orang dari unsur
instansi terkait. Informasi yang dikumpukan melalui FGD
adalah informasi yang berkaitan dengan jenis-jenis masalah,
kebutuhan dan potensi sumber daya. Informan berikutnya
adalah tokoh adat dan tokoh muda yang aktif terlibat dalam
kegiatan sosial budaya di masyarakat. Informasi yang
dikumpulkan melalui wawancara mendalam adalah
informasi yang berkiatan dengan sumber daya sosial budaya
yang masih dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat
dalam mewujudkan ketahanan sosial.
Informan penelitian tersebut berasal dari 26 Desa, yang
tersebar 16 kecamatan (dari 24 kecamatan), sebagai berikut:

Tabel: Calon lokasi program Desa Berketahanan Sosial


No Nama Desa Kecamatan Kategori wilayah
1 Tamansari Licin Pegunungan
2 Temuguruh Sempu Pegunungan
3 Karangsari Sempu Pegunungan
4 Kalibaru Wetan Kalibaru Pegunungan
5 Margomulyo Glenmore Pegunungan
6 Songgon Songgon Pegunungan
7 Bedewang Songgon Pegunungan
8 Tamansari Tegalsari Dataran rendah
9 Giri Giri Dataran rendah
10 Tamanbaru Banyuwangi Dataran rendah
11 Srtaen Cluring Dataran rendah
12 Plampangrejo Cluring Dataran rendah
13 Lemahbangdewo Rogojampi Dataran rendah
14 Bewelan Kidul Singojuruh Dataran rendah
15 Kembiritan Genteng Dataran rendah
16 Singotrunan Banyuwangi Dataran rendah
17 Blimbingsari Blimbingsari Dataran rendah
18 Tambong Kabat Daratan rendah
19 Rogojampi Rogojampi Dataran rendah
20 Alas butuh Wongsorejo Dataran rendah
21 Bangsring Wongsorejo Dataran rendah
22 Tambakrejo Muncar Dataran rendah
No Nama Desa Kecamatan Kategori wilayah
23 Benelan lor Kabat Dataran rendah
24 Kalirejo Kabat Dataran rendah
25 Sumberagung Pasangrahan Pesisir pantai
26 Kedungrejo Muncar Pesisir pantai
Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Berdasarkan data pada tabel di atas, bahwa 16


kecamatan yang terpilih sudah cukup terwakili 24
kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Sehingga data yang
dikumpulkan, dipandang sudah memenuhi untuk
menggambarkan kondisi umum Kabupaten Banyuwangi.
Calon lokasi program Desa Berketahanan Sosial,
mewakili desa dengan topografi pegunungan (7 desa),
dataran rendah ( 17 desa) dan pesisir (2 desa). Sesebagian
terbesar wilayah adalah tanah yang subur yang tidak
bergantung pada musim, dan hanya sebagian kecil yang
bergantung pada musim atau lahan tadah hujan (dua desa)
dan tandus (dua desa). Penduduk pada umumnya
membudidayakan padi, sayuran, cabe, jagung, tanaman buah
naga dan kopi. Hasil budidaya tanaman tersebut sudah dapat
memenuhi kebutuhan sehari- hari.
2. Masalah Sosial
Masalah sosial adalah perbedaan antara harapan dan
kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada
dengan situasi yang seharusnya. Nilai dan norma tujuannya
untuk mengatur perilaku masyarakat sesuai dengan harapan
masyarakat pdaa umumnya. Ketika seseorang berperilaku
tidak sesuai dengan norma dan nilai, maka perilaku tersebut
dapat dikatakan masalah sosial. Atau, masalah sosial adalah
kondisi sosial yang dipandang oleh sejumlah orang dalam
masyarakat sebagai sesuatu kondisi yang tidak diharapkan,
tidak disukai, tidak menyenangkan; dan karena itu perlu
segera diselesaikan.
Masalah Sosial, khususnya Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau Kelompok Pemerlu
Pelayanan Sosial (KPPS) versi Kementerian Sosial RI,
belum masuk di dalam data statistik Kabupaten
Banyuwangi. Tetapi KPPS tersebut tersedia datanya, karena
diperoleh informasi program-program pemerintah pusat
yang masuk ke kabupaten ini, seperti Bantuan Pangan Non
Tunai, Rehabiliatrsi Rumah Tidak Layak Huni atau
Rulilahu, Program Keluarga Harapan (PKH), Keserasian
Sosial, Asistensi Sosial Lanjut Usia, Asistensi Sosial Orang
Dengan Kecacatan, dan Kelompok Usaha Bersama pada
program penanganan fakir miskin.
Pada penelitian ini berhasil dihimpun data tentang
permasalahan sosial menurut pendangan kepala desa dan
tokoh masyarakat. Mereka memahami permasalahan sosial
sebagai fakta sosial di lingkungan yang memerlukan
bantuan dan penanganan dari orang lain, karena akan
menimbulkan kondisi yang tidak baik apabila terus
dibiarkan. Pemahaman kepala desa dan tokoh masyarakat
tentang permasalahan sosial sebagaimana berikut:

Tabel: Permasalahan Sosial di Desa Calon Lokasi Program


Desa Berketahanan Sosial
No Permasalahan Upaya Pemecahan Masalah
1 Anak bermain gawai/ • Pendampingan orang tua, dan
gadget penyuluhan sosial
• Pemerintah hadir dalam pembuatan
Peraturan Desa
2 Anak yang tidak • Bimbingan dan penyuluhan
diasuh orangtua
3 Anak putus sekolah • Bapak asuh dan kejar paket
No Permasalahan Upaya Pemecahan Masalah
4 Anak kurang gisi / • Pendampingan, pengawasan,
stunting penambahan gizi ibu dan peningkatan
makanan tambahan
5 Kasus kenakalan • Pendidikan dan pembuatan tempat
remaja inovasi desa
6 Kasus pergaulan • Pendekatan agama, penguatan
bebas remaja keluarga dan lingkungan sosial untuk
memberikan perhatian kepada remaja
7 Kasus • Pendidikan informal, pendidikan agama
penyalahgunaan digaakkan di lingkungan keluaraga dan
obat-obatan terlarang lingkungan sosial
8 Konten pornografi di • Sosialisasi
media sosial • Pengawasan orang tua dan lingkungan
sosial
• Pengembangan kegiatan kreatif untuk
anak dan remaja.
9 Kasus pernikahan • Pemerintah harus hadir dalam
dini aturan perundangan – undangan
untuk mencegah terjadinya
pernikahan diri.
• Sosialisasi kepada keluarga dan
masyarakat
10 Lanjut usai hidup • Menumbuhkan peran masyarakat
sebatang kara untuk
menyantuni lanjut usia
11 Kemiskinan • Pendampingan, pendataan dan
pemberian bantuan sosial
12 Kasus kekerasan • Penegakan hukum
terhadap anak dan
perempuan
13 Angka perceraian • Peningaktan peran KP4 dan peran LK3
tinggi
14 Terjadinya kasus • Peningkatan pemahaman tentang baik
perselingkuhan buruk dan mengintensifkan kegiatan
keagamaan
15 Pengangguran • Pelatihan pembutan kerajinan dan
usaha ekonomis produktif
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
Permasalahan sosial menurut pemahaman kepala
desa dan tokoh masyarakat sudah melampaui konsep yang
digunakan oleh Kementerian Sosial. Kepala desa dan tokoh
masyarakat sudah memasukkan permasalahan sosial yang
bersifat kontemporer (kekinian) yang terjadi di masyarakat.
Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat memiliki
kepekaan dan kepedulian terhadap fenomena sosail yang
dipandang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang
berlaku selama ini
3. Potensi Desa
a. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah segala sesuatu
yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kabupaten
Banyuwangi dengan luas sawah 65,455 hs, dengan
rincian sawah irigasi seluas 64.924 ha dan tadah
hujan/ladang seluas 531 ha. Pada umumnya lahan subur,
sehingga berbagai jenis tanaman dapat dibudidayakan
dan berproduksi, seperti jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, palawija dan sayur-
sayuran. Penduduk juga membudidayakan tanaman
buah-buahan, seperti: buah naga, manggis, semangka,
pisang, jeruk siam, pepaya, petai, melon, durian
rambutan, dan mangga. Juga membudidayakan tanaman
produksi lain, seperti: kelapa, kopi, kakao, tembakau,
cengkeh, dan kapuk. Untuk memenuhi kebutuhan
kosumsi ikan, diperoleh dari tambak, kolam, sungai,
rawa, laut, mina padi dan keramba.
Kabupaten Banyuwangi memiliki kawasan hutan
dengan luas 42.707 ha. Dari kawasan hutan tersebut,
penduduk memperoleh manfaat berupa kayu untuk
pertukangan, kayu bakar, getah pinus, getah damar,
kelapa, godorukem, terpentin, kopi dan rotan. Selain
hasil hutan tersebut, juga terdapat bahan-bahan galian.
Sementara
itu, di desa calon lokasi prorgam Desa Berketahanan
Sosial, kondisinya tidak berbeda. Pada umumnya lahan
sumbur dan secara topografis dibedakan menjadi daerah
pegunungan, dataran rendah dan pesisir pantai. Topografi
wilayah desa tersebut mengarahan pada jenis-jenis mata
pencaharian penduduknya sebagaimana telah diuraikan
terdahulu.
Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak kawasan
wisata, yang di antaranya ditemukan di desa calon lokasi
program Desa Berketahan Sosial, yaitu: kawah ijen,
waduk sidodadi glenmore, bukit mondoliko, sumber
buluh, air terjun (jagir, telepak, pertemon, lider, tirto
kemanten, kedung angin, selendang arum, temcor, bayu
lor, telunkuk dewa raung), dan pantai (boom, plengkung,
pantai merah, lampon, wedi ireng rajek wesi, batu, teluk
ijo, grajakan, penyu sukamade, cemara, parang ireng,
mustika pancer, parang kursi, pancur, ngagelan,
trianggulasi, dermaga cinta, bangsring, jatisari, bomo,
palukuning, dan perpat).
Gunung ijen yang lebih dikenal dengan fenomena
blue fire, menghasilkan batu belerang yang menjadi
sumber penghasilan utama sekitar 100 orang penduduk
desa. Setiap hari penduduk pagi-pagi mendaki Gunung
Ijen menambang batu belerang. Setiap orang berhasil
menambang 100 – 150 kg dengan harga jual per kg Rp.
2.000. Informasi yang diperoleh dari penambang, mereka
hanya sekali melakukan penambangan setiap hari karena
sudah kelelahan.
b. Sumber Daya Sosial
Sumber daya sosial adalah jaringan kerja sosial,
norma dan kepercayaan suatu masyarakat desa yang bisa
menjadi modal bagi pembangunan dan pencapaian
kesejahteraan serta mengatur keharmonian hidup
masyarakat. Bentuk dari sumber daya sosail di
masyarakat seperti gotong royong, tolong menolong,
sikap soliaritas, sopan santun,
saling menghormati, yang semua itu merupakan modal
dasar dalam melaksanakan pembangunan desa. Di dalam
sumber daya sosial ini mencakup konsep modal sosial,
yaitu norma-norma atau nilai-nilai yang memfasilitasi
dan membangun kerja sama melalui jaringan interaksi
dan komunikasi yang harmonis dan kondusif.
Penduduk di calon lokasi program Desa
Berketahanan Sosial terdari dari beberapa suku dan
agama. Suku mayoritas adalah Jawa dan agama
mayoritas adalah Islam. Tetapi mereka menjalani
kehidupan sosial sehari-hari dengan kondusif dan
harmoni. Lima tahun terakhir ini belum pernah terjadi
konflik sosial yang dilatarbelakang isu suku dan agama.
Penduduk hidup rukun yang diwarnai dengan kegiatan
gotong royong dan tolong menolong satu sama lain,
tanpa melihat suku dan agama.
Beberapa tradisi sebagai wujud budaya penduduk
asli (Orang Osing) yang masih dilestarikan dan unik,
seperti ‘mepe kasur’ pada bulan Dzulhijah bersamaan
dengan acara selamatan desa. Tradisi ini dipercaya
Orang Osing dapat menjaga kerukunan dan semangat
bekerja dalam rumah tangga. ‘Tumpeng Sewu’ yaitu
tradisi makan besar yang dilakukan pada bulan Dzulhijah
atau yang lebih umum dengan sebutan bulan Haji.
Tradisi ini dipercaya Orang Osing dapat menjauhkan
dari malapetaka.
‘Barong Ider Bumi’ arak-arakan atau karnaval
barong yang diseleggarakan setiap tanggal dua bulan
Syawal, mengitari desa dari ujung timur ke barat.
Tujuannya untuk menolak bala dan mendatangkan hujan
agar sawah penduduk mendapat air yang cukup.
‘Angklung Paglak’ yang dimainkan sebagai hiburan para
petani yang memanen padi dan diisyaratkan agar
penduduk membantu bergotong royong petani memanen.
Kampung Adat di Desa Kemiren, salah satu bentuk
pelestarian kebudayaan Orang Osing di Banyuwangi.
Kampung Adat ini dikelola oleh perkumpulan anak-
anak muda dengan dukungan dari Pemerintah Desa
Kemiren dengan anggaran BUM Desa. Kampung Adat
ini sudah menajdi salah satujuan wisata domistik
maupun internasional. Di sini wisatawan akan melihat
langsung rumah asli dan kehidupan sehari-hari Orang
Osing.
Tradisi yang masih dilestarikan seperti di Pantai
Muncar yang masih rutin mengadakan Petik Laut,
kegiatan memberikan berbagai macam sesajen di lautan.
Di Desa Alas Malang dan Desa Aliyan terdapat tradisi
Kebo-keboan, yakni beberapa orang akan berpenampilan
dan bertingkah seperti kerbau di sawah dan mengelilingi
desa. Juga ada tarian dengan aura mistis yang disebut
Tari Seblang yang dilestarikan Desa Bakungan dan Desa
Olehsari. Kedua desa memiliki perbedaan masing-
masing dalam pelaksanaan ritualnya. Kemudian ada seni
Tari Gandrung, Tri Sekar Tanjung, Tri Erek-erekan, Tari
Santri Muleh, Tari Seblang dan Barong Kemiren dan
tradisi “Janger Banyuwangi“.
Di setiap desa calon lokasi program Desa
Berketahanan Sosial terdapat pilar-pilar sosial yang
pembentukannya difasilitasi pemerintah, seperti Karang
Taruna, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Taruna Siaga
Bencana (Tagana) dan kelompok-kelompok sosial lokal
serperti: pengajian, lembaga adat, dan kelompok seni
budaya. Berdasarkan hasil penelitian, pada pilar-pilar
sosial yang pembentukannya difasilitasi pemerintah,
saat ini sebesar 75 persen yang aktif. Namun demikian,
beberapa Karang Taruna dan PSM pernah mengikuti
penilaian tingkat kabupaten dan provinsi, dan ada yang
berhasil menjadi juara.
c. Dana Desa
Penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk
membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan dan dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Desa. Pelaksanaan kegiatan
yang dibiayai dari Dana Desa berpedoman pada
pedoman teknis yang ditetapkan oleh bupati/walikota
mengenai kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa.
Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana
Desa diutamakan dilakukan secara swakelola dengan
menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan
diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga
kerja dari masyarakat Desa setempat. Dana Desa dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak
termasuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa setelah
mendapat persetujuan bupati/walikota dengan
memastikan pengalokasian Dana Desa untuk kegiatan
yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/atau kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah
terpenuhi.
Berdasarkan ketentukan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Keuangan RI, maka dana desa dapat
digunakan untuk kegiatan fisik (infrastruktur) dan non
bisa (sosial). Poin penting dari pedoman tersebut, bahwa
dana desa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan. Pedoman tersebut
menunjukkan, bahwa ada ruang yang sangat terbuka
untuk mengalokasikan dana desa dalam bidang sosial
yang menjadi urusan wajib daerah.
Diperoleh informasi, bahwa pada umumnya
pemerintah desa sudah mengaloaksikan dana desa untuk
pembangunan desa bdiang sosial, seperti bantuan untuk
pembinaan dan sarana prasarana untuk pilar-pilar sosial,
bantuan sosial untuk keluarga miskin dan kelompok
rentan. Meskipun demikian, masih ada pemahaman yang
belum tepat ketika membahas bidang sosial. Bidang
sosial belum memperoleh alokasi dana yang signikan,
karena dipahami sebagai sektor yang boros, tidak
memberikan umpan balik secara ekonomi.
Bidang sosial masih meaajdi program berkala, dan
belum dimasukkan di dalam indikator kinerja utama
pembangunan desa. Pemahaman kruang tepat inilah yang
menyebabkan bidang sosial belum menjadi prioritas,
meskipun pada umumnya kepala desa paham bahwa
bidang sosial itu sebagai bentuk invenstasi sosial jangka
panjang.
4. Calon Penyuluh Sosial Masyarakat
a. Kebutuhan Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial secara harfiah dapat berarti suatu
tindakan yang produktif dalam mengalolasikan sumber
daya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakt.
Pelayanan sosial ditujukan untuk membantu individu,
keluarga, kelompokdanmasyarakatdalammengembalikan
dan mengembangkan fungsi sosialnya. Bentuk pelayanan
sosial antara konseling, pelatihan kerja, atau dukungan
keuangan. Kementerian Sosial mengoperasionalkepan
pelayanan sosial menjadi pendekatan rehabilitasi sosial,
pemberdayaan sosial, perlindungan sosial dan jaminan
sosial.
Pelayanan sosial dapat dilakukan oleh pemrintah
pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga pemerintah
desa/ kelurahan; dunia usaha dengan mekanisme
coporate social responcibility, organisasi non
pemerintah dan masyarakat. Sejalan dengan pergeseran
pendekatan pembangunan dari
residual ke developmental, maka pemerintah mengurangi
kegiatan teknis atau sebagai operator; dan menempatkan
pada peran sebagai regulator, fasilitator, negosiator dan
melakukan fungsi advokasi.
Sehubungan dengan itu, maka pemerintah desa
bersama-sama dengan rakyatnya sebagai pelaku utama
pembangunan desa, yang didukung oleh stakeholder
seperti organisasi non pemeritnah dan dunia usaha. Pada
konteks pengembangan Desa Berketahanan Sosial,
pemerintah desa bersama-sama dengan masyarakat
menyusun rencana dan melaksanakan program untuk
mewujudkan 4 (empat) indikator, yaitu (1) perlindungan
terhadap kelompok rentan dan miskin, (2) partispasi
masyarakat dalam organisasi lokal, (3) pengendalian
konflik dan tindak kekerasan dan
(4) pemeliharaan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya sosial.
Program yang disusun berbasis pada data
permasalahan sosial yang ada, yang selama ini dirasakan
sebagai masalah bersama oleh masyarakat. Sebagaimana
disekripsikan terdahulu, berbagai permasalahan sosial
telah didentifikasi di desa calon loksi program Desa
Berketahanan Sosial (lihat tabel 3). Berbagai
permasalahan sosial dan upaya pemecahannya tersebut
hendaknya dapat dibahas di dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes), dan
menjadi prioritas dengan dukungan Anggaran
Pendapatan Belanja Desa (APB Des) atau dengan
dukungan Alokasi Dana Desa (ADD). Pada
Musrenbangdes inilah penyuluh sosial masyarakat bisa
berada di dalamnya. Penyuluh sosial masyarakt
memberikan pendampingan dalam proses perencaan
sosial, sehingga permasalahan sosial dipertimbangkan
dalam perencanaan pembangunan desa.
b. Peran dan Keaktifan Calon Penyuluh Sosial
Dari 30 orang tokoh masyarakat yang disiapkan
menjadi penyuluh sosial masyarakat (Pensosmas), pada
umumnya mereka sudah berpengalaman dalam bidang
sosial kemasyarakatan. Mereka memiliki pengalaman
sebagai Taruna Siaga Bncana (Tanaga), Pekerja Sosial
Masyarakat (PSM), pernah menjadi pendamping pada
program-program Kementerian Sosial, tenaga pengajar,
pendamping pada program kementerian dan lembaga
lain.
Pengalaman yang dimiliki itu menjadi modal bagi
mereka untuk nantinya melakukan penyuluhan sosial
di masyarakat. Modal pada saat ini, mereka sudah lebih
dikenal oleh masyarakat di wilayah desa, sehingga sudah
mengetahui betul karakter masyarakat yang akan
menjadi sasaran penyuluhan. Modal ini merupakan poin
penting, karena kehadiran mereka akan menyuarakan
kebijakan dan program pemerintah, secara khusus
kebijakan dan program-program Kementeran Sosial RI.
Pengalaman bersama dengan pilar-pilar sosial yang lain,
juga menjadi modal bagi calon penyuluh sosial
masyarakat, karena merkea sudah lebih mengetahui
dengan siapa nantinya akan bekerja sama di lingkungan
masyarakat.
Peran dan keaktifan yang sudah dilaksanakan oleh
calon pendamping tersebut akan mempermudah mereka
dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyuluh sosial
masyarakat. Berbekal modal pengalaman tersebut,
diharapkan kehadiran penyuluh sosial masyarakat
akan menjadi satu lagi agen perubahan pembangunan
masyarakat desa, dan memperkuat eksistensi pilar-pilar
sosial yang sudah ada.
c. Kesiapan Calon Penyuluh Sosial
Kesiapancalonpenyluhsosialmasyarakatdapatdibaca
dari pengalaman mereka di bidang sosial kemasyarakatan
selama ini. Pada umumnya, calon penyuluh sosial
berpengalaman di bidang sosial kemasyarakatan lebih
dari 2 (dua) tahun. Bergabungnya mereka menjadi
penyuluh sosial masyarakat, dapat dimaknai mereka
memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan
pengabdian masyarakat sebagai relawan sosial.
Kesiapan calon penyuluh sosial secara
administrastif dapat diketahui dari keediaan mereka
menandatangani Surat Pernyataan Kesediaan menjadi
Penyuluh Sosial Masyarakat bermaterai. Kemudian
mereka dengan suka rela mengisi biodata, dan
menyatakan kesiapannya untuk mengikuti pelatihan
dasar penyuluh sosial pada minggu ke dua Desember
2019.
Kesiapan calon penyuluh sosial juga diketahui dari
antusias mereka selama mengikuti diskusi kelompok
terfokus, yang dikombinasikan dengan penjelasan umum
penyuluhan sosial dan e-learning. Semua calon penyuluh
sosial mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dari awal
hingga akhir dengan semangat yang tinggi. Melalui
observasi, tim penelitian tidak menemukan permasalahan
selama proses diskusi kelompok terfokus. Kekompakan
dan kerja sama terbangun dengan baik dalam kelompok-
kelompok selama kegiatan berlangsung.

E. Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali


1. Informan Penelitian
Informan FGD 1 adalah Kepala Desa (Perbekel)
atau Aparat Desa. Informan FGD 2 adalah Tokoh
Masyarakat atau Calon Penyuluh Sosial Masyarakat
yang berasal dari 21 Desa yang berada di Kabupaten
Tabanan, Provinsi Bali. Adapun 21 Desa tersebut yaitu:
No Nama Desa No Nama Desa
1 Apuan 12 Mambang
2 Banjar Anyar 13 Marga
3 Bantas 14 Marga Dajan Puri
4 Bantiran 15 Mundeh Kauh
5 Belimbing 16 Pajahan
6 Bengkel Sari 17 Perean
7 Can Belayu 18 Sai
8 Gunung Salak 19 Sanda
9 Kelating 20 Tanggunsisi
10 Kuwum 21 Tiyinggading
11 Lalang Lunggah

2. Masalah Sosial
Masalah sosial adalah pebedaan antara harapan dan
kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang
ada dengan situasi yang seharusnya seharusnya. Masalah
sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat
sebagai suatu kondisi yang tidak diharapkan.
Berdasarkan hasil FGD, permasalahan yang hampir
dialami oleh seluruh desa adalah permasalahan sampah.
Ada beberapa faktor penyebab permasalah sampah ini
terjadi di hampir semua desa, yaitu tidak adanya tempat
pembuangan bersama (TPA). Sampah yang ada
dilokalisir hanya di beberapa tempat dan metode
pengolahannya untuk sampah plastik hanya dibakar
sedangkan untuk sampah organik dilah dan dijadikan
pupuk. Jarak desa yang jauh dari pusat kabupaten juga
menjadi penyebab permasalahan sampah. Ada desa yang
berjarak kurang lebih 38 Km dari pusat sehingga
menyulitkan aksesibiltas dan keterjangkauan oleh
pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah.
Terdapat Tujuh Permasalahan sosial yang dianggap
sebaga prirotias utama untuk dapat diselesaikan oleh
masyarakat desa secara umum yaitu pernikahan dini,
permasalahan sampah, pencurian hewan ternak/
hasil tani, pemodalan, masalaah keadilan, kemiskinan,
kebersihan lingkungan dan jarak ke rumah sakit yang
jauh. Dari ketujuh permasalahn tersebut yang dianggap
oleh setiap masyarakat desa merupakan prioritas utama
untuk diselesaikan adalah permasalahan sampah.

Sudah ada beberapa inisiatif yang dilakukan oleh


beberapa desa untuk mengatasi permasalahn sampah.
Pertama, menggunakan dana desa untuk membayar
petugas yang bertugas mengangkut sampah ke TPA.
Kedua, membelikan kontainer di setiap banjar sebagai
tempat penampugan sampah dan bekerja sama dengan
dinas terkait untuk pengangkutannya. Ketiga
menyadarkan masyarakat akan pentingnya melakukan
pemilahan sampah mulai dari dalam rumah tangga.
Sampah plastik akan diberikan ke Bank Sampah dan
sampah organik akan diolah dan dijadikan pupuk.
3. Potensi Kesejahteraan Sosial
Potensi desa adalah segenap sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang dimiliki desa sebagai
modal dasar yang perlu dikelola dan dikembangkan bagi
kelangsungan dan perkembangan desa. Potensi unggulan
Kabupaten Tabanan adalah bidang pertanian kerena
sebagianbesarmatapencaharian, sokoguruperekonomian
daerah, serta penggunaan lahan wilayah Tabanan masih
didominasi bidang pertanian dalam arti luas. Kabupaten
Tabanan terdiri dari 10 Kecamatan yaitu Kecamatan
Tabanan, Kecamatan Kediri, Kecamatan Kerambitan,
Kecamatan Selemadeg, Kecamatan Selemadeg Barat,
Kecamatan Selemadeg Timur, Kecamatan Penebel,
Kecamatan Pupuan, Kecamatan Marga, dan Kecamatan
Baturiti (tabanankab.go.id).
Dari hasil FGD ditemukan bahwa Karang Taruna,
Posyandu Balita/Lansia dan PKK adalah potensi sosial
yang dimiliki oleh seluruh desa. Karang Taruna (Sekhe
Truna/Truni) kebanyakan bergerak di bidang olahraga
dan kesenian di setiap desa. Selain itu setiap desa juga
memiliki potensi yang beragam. Mulai dari Kelompok-
Kelompok usaha, Seka Gong, Kelompok Tani.
Potensi alam yang dimiliki beberapa desa yaitu
pertanian dan pariwisata. Kabupaten Tabanan secara
keseluruhan merupakan lumbung padi di Provinsi Bali.
Rata-rata mata pencaharaian penduduknya adalah
bertani. Ada juga desa memiliki potensi wisata seperti air
terjun, pantai, dan seni/budaya.

Sepanjang tahun 2019, setiap desa telah


menggunakan anggaran dana desa untuk melkaukan
kegiatan sosial adapaun kegiatan sosial yang dilakukan
seperti digambarkan pada grafik di bawah ini.
Kegiatan sosial yang paling banyak dilakukan oleh
setiap desa dengan menggunakan anggaran dana desa
adalah Posyandu baik untuk balita mapun untuk lansia,
kemudian disusul penyelenggaraaan Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK).
Setiap desa memilki kegiatan posyandu balita dan lansia,
kegiatan tersebut berupa pemberian makanan tambahan
untuk balita dan pengecekan kesehatan. Sedangkan
untuk lansia kegiatan tersebut berupa senam dan
pengecekan kesehatan seperti tekanan darah, kolesterol
dan kadar gula.
4. Calon Penyuluh Sosial Masyarakat
a. Kebutuhan akan Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial adalah suatu kegiatan yang
dilakukan secara profesional untuk membantu
memecahkan permasalahan sosial yang dialami oleh
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan
menggunakan pendekatan praktik pekerjaan sosial.
Pelayanan sosial secara harfiah dapat berarti sebagai suatu
tindakan yang produktif dalam mengalokasikan sumber
daya untuk diberdayakan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan umum.
Berdasarkan hasil FGD, ada beberapa pelayanan
sosial yang diharapkan oleh setiap desa dari seorang
penyuluh sosial. Pertama, terkait masalah sampah,
penyuluh diharapkan mampu bergerak untuk
menigkatkan kesadaran masyarakat terkait dengan pola
hidup bersih. Kedua, penyuluh secara umum perlu untuk
merangkul semua kegiatan yang sudah diwacanakan
terkait dengan program pemerintahaan kabupaten dan
mampu menyalurkan informasi ke masyarakat desa
dengan baik. Ketiga, penyuluh dapat membantu dalam
menyelsaikan permasalahn terkait dengan anggota
masyarakat di desa yang berstatus Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) yang di beberapa kasus di desa
dapat mengancam ketertiban
masyarakat. Keempat, terkait dengan penanganan kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kelima,
terkait penyaluran BDT yang tidak tepat sasaran.
Keenam, pendampingan anak untuk masalah pernikahan
dini. Karena masih tingginya pernikahan anak di bawah
umur yang terjadi di beberapa desa. Termasuk pemberian
edukasi seksual, agar meciptakan kesadaran di
masyarakat pentingnya persiapan fisik dan mental
sebelum memutuskan untuk berumah tangga.
b. Peran dan Keaktifan Pensosmas

Calon penyuluh sosial berasal dari latar belakang


dan peran yang berbreda-beda di dalam masyarakat.
Berdasarkan hasil FGD, seperti yang ditunjukkan grafik
di atas, sebagian besar calon penyuluh sosial masyarakat
berasal dari Kepala Kewilayahan dan Staf Desa. Peran
Kepala Kewilayahn dan Staf Desa yang kesehariannya
berkecimpung dengan masyarakat memudahkan mereka
untuk diterima sebagai penyuluh sosial masyarakat.
Calon penyuluh sosial adalah mereka yang aktif dalam
kegiatan-kegiatan sosial yang ada di desa. Sebagian besar
calon penyuluh sosial aktif di masyarkat dengan mengikuti
kegiatan gotong royong dan bersih-bersih di desa. Kemudian
disusul dengan mengikuti kegiatan arisan PKK.

F. Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan


1. Informan Penelitian
Metode yang digunakan adalah desk review dan FGD
serta observasi ke lapangan (desa). FGD terbagi ke dalam
dua sesi. Sesi pertama, dengan 27 peserta yang notabene
adalah aparatur desa atau yang mewakilinya. Sesi kedua,
dengan
30 peserta yang notabene adalah calon penyuluh sosial.
Observasi dilakukan dengan memperhatikan situasi, kondisi,
dan topografi desa, serta ruang lingkup program desa
melalui wawancara dengan kepala desa, perangkat desa,
ataupun masyarakat. Baik FGD maupun Observasi ditujukan
untuk melihat Potensi dan Kesiapan Desa Berketahanan
Sosial diestimasi melalui Paramaeter dari Kemensos RI.

Desa Asal Peserta FGD


No Desa Kecamatan
1 Tirtajaya Bajuin
2 Bajuin Bajuin
3 Padang Bati-Bati
4 Banyu Irang Bati-Bati
5 Damar Lima Batu Ampar
6 Handil Birayang Bawah Bumi Makmur
7 Handil Birayang Atas Bumi Makmur
8 Handil Gayam Bumi Makmur
9 Jorong Jorong
10 Sabahur Jorong
No Desa Kecamatan
11 Asam Jaya Jorong
12 Tambak Karya Kurau
13 Sungai Bangkau Kurau
14 Handil Negara Kurau
15 Batakan Panyipatan
16 Kampung Baru Pelaihari
17 Angsau Pelaihari
18 Pabahanan Pelaihari
19 Batu Tungku Penyipatan
20 Kandangan Lama Penyipatan
21 Kuala Tambingan Takisung
22 Telaga Langsat Takisung
23 Ranggang Dalam Takisung
24 Benva Lawas Takisung
25 Sumber Makmur Takisung
26 Martadah Baru Tambang Ulang
27 Bingkulu Tanjung Ulang

2. Masalah Sosial
Berdasarkan hasil diskusi kelompok terfokus ada
beberapa permasalahan sosial yang dirasakan oleh
masyarakat Kabupaten Tanah Laut. Penyalahgunaan
narkoba merupakan masalah yang sering muncul di
beberapa desa. Panyalahgunaan narkoba tidak hanya
dilakukan oleh masayarakat golongan ekonomi
menengah dan orang dewasa saja akan tetapi juga sudah
menyerang lapisan masyarakat paling bawah dan anak-
anak dan remaja. Jenis Narkoba yang digunakan bukan
narkoba dengan harga mahal akan tetapi menggunakan
lem fox. Ada berbagai upaya yang dilakukan oleh
karang taruna
untuk mencegah agar tidak terjadi penyalahgunaan
narkoba yaitu dengan melakukan penyuluhan dan
berbagai kegiatan olahraga.
Kenakalan remaja berupa pergaulan bebas dan
hubungan seksual diluar nikah merupakan masalah yang
cukup menonjol di Kabupaten Tanah Laut. Hubungan
seksual di luar nikah menimbulkan kerugian bagi
perempuan yang menyebabkan hamil diluar nikah.
Perempuan yang hamil diluar nikah akan menyebabkan
malu keluarga dan biasanya akan dinikahkan oleh laki-
lakinya yang menghamilinya. Namun karena secara
sosial ekonomi keluarga tersebut belum siap maka
perempuan dan anaknya akan ditinggal lagi oleh laki-laki
tersebut. Berbagai upaya untuk mengurangi hamil diluar
nikah yaitu melalui kegiatan sahabat keluarga. Berbagai
program penyuluhan dilakukan untuk mencegah
pernikahan dini.
Seberapa Seberapa Prioritas
Sering Serius Masalah Untuk
Masalah Yang
No. Masalah Masalah Dilayani
Dirasakan
Terjadi Dirasakan Melalui
(Kuantitas ) (Kualitas) Penyuluhan
1 Kenakalan remaja **** **** 2
2 Penyalahgunaan ***** ***** 1
narkoba
3 Kemiskinan *** *** 4
4 Penganguran *** *** 3
5 Perceraian *** *** 5
6 Lansia Terlantar ** ** 8
7 Rumah tidak layak ** ** 9
huni
8 Putus sekolah *** *** 6
9 Mabuk *** *** 7
10 Konflik warga * * 10
Selain itu ada juga kemiskinan, penganguran,
perceraian, lansia terlantar, rumah tidak layak huni, putus
sekolah, mabuk dan konflik warga. Namun berbagai
permasalahan tersebut tidak terlalu menonjol, tidak
sering terjadi dan tidak terlalu serius sehingga bukan
menjadi prioritas untuk dilaksanakan penyuluhan sosial.
3. Potensi Kesejahteraan Sosial
a. Potensi Alam
Penggunaan lahan di desa-desa di Kabupaten
Tanah Laut didominasi oleh lahan budidaya terutama
tanaman perkebunan/tahunan serta lahan pertanian
basah dan kering.
No Jenis Penggunaan Lahan
1 Tegal/ Kebun
2 Ladang/ Huma
3 Pekarangan
4 Rawa-rawa (tidak ditanami)
5 Sawah
6 Tambak
7 Empang
8 Tanah Yang Ditanami Kayu-Kayuan/ Hutan
Rakyat
9 Hutan Negara
10 Perkebunan
11 Lain-lain

Bahwa sektor pertanian sebagai sektor primer masih


cukup mendominasi dalam perekonomian di desa-desa
di kabupaten Tanah Laut, sementara itu sektor tersier
(jasa) yang didalamnya termasuk listrik dan air minum,
bangunan, perdagangan, restoran dan perhotelan,
angkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan
serta sektor jasa-jasa, dapat dikatakan menempati peran
yang paling kecil dalam struktur ekonomi kabupaten.
Salah satu indikasi bahwa suatu daerah telah maju jika
sudah terjadi transformasi dari sektor primer (pertanian
dan pertambangan) menuju ke sektor sekunder
(perdagangan) dan akhirnya menuju ke sektor tersier
(jasa). Semakin besar peran sektor tersier maka semakin
besar tingkat kemajuan suatu wilayah, karena telah
terjadi produktivitas dan intensitas kegiatan yang tinggi
di wilayah tersebut, dengan berkembangnya sektor jasa
dan pelayanan. Kita ketahui saat ini sektor sekunder dan
sektor tersier di Kabupaten Tanah Laut kontribusinya
sangat kecil sekali terhadap struktur perekonomian,
apalagi di desa-desa.
Kabupaten Tanah Laut patut berbangga dimana
sektor primer cukup berkembang di desa-desa. Data BPS
menunjukkan bahwa pada tahun 2017, luas panen (padi
sawah dan padi ladang) adalah 56.836 hektar meningkat
sebesar 8,33% dibanding tahun 2016. Jagung juga
merupakan tanaman pangan yang memiliki luas panen
terbanyak di Kabupaten Tanah Laut, yaitu seluas 24.903.
Jagung mengalami peningkatan sebesar 30,14%. Hal ini
potensial untuk terus ditingkatkan.
Selain pertanian, perkebunan juga mempunyai
peranan yang cukup besar dalam pengembangan sektor
primer, jika melihat keadaan geografis Kabupaten Tanah
Laut. Tanaman perkebunan yang sudah dikembangkan
adalah tanaman karet, kelapa sawit dan lainnya.
Penanaman tanaman perkebunan ini akan semakin besar
dirasakan manfaatnya apabila keberadaan industri yang
menggunakan bahan baku hasil dari perkebunan tersebut.
Jenis tanaman perkebunan yang potensial untuk menjadi
tanaman andalan Kabupaten Tanah Laut adalah tanaman
kelapa sawit dan karet. Meskipun data BPS
menunjukkan
bahwa luas panen tanaman kelapa sawit pada tahun
2017 mencapai 7.660 ha, nilai tanaman kelapa sawit
pada tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 35,2%
dari luas panen tahun lalu. Hal ini disebabkan karena
harga kelapa sawit yang turun dan juga kemarau yang
berkepanjangan. Sementara untuk tanaman karet, pada
tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 50,7%
menjadi 9.196 ha.
Kabupaten Tanah Laut sebagai daerah yang
berbatasan langsung dengan laut tentunya kaya akan
potensi kelautan. Hal ini ditunjukkan oleh data BPS:
jumlah produksi hasil laut utamanya ikan. Produksi ikan
dari perairan laut pada tahun 2017 sebesar 52.824 ton.
Sedangkan produksi dari perairan umum sebesar 3.965
ton. Selanjutnya, merujuk data BPS populasi ternak sapi
yang merupakan primadona dari Kabupaten Tanah Laut
akhir tahun 2017 adalah sebanyak 75.665 ekor. Populasi
ini naik 16,11%dari tahun sebelumnya (65.169 ekor).
Populasi unggas jenis ayam petelur, ayam pedaging, dan
itik manila terus meningkat dibanding tahun 2016.
Sektor primer yang potensial di desa-desa di
Kabupaten Tanah Laut ditopang oleh kondisi daerah
yang beriklim tropis basah karena tidak terdapat
perbedaan musim yang jelas. Kabupaten Tanah Laut
sepanjang tahun hampir mengalami hujan dengan 2 kali
puncak hujan, puncak hujan pertama terjadi pada bulan
November- Desember dan puncak hujan kedua terjadi
pada bulan Mei-Juni, walaupun tidak sebesar puncak
hujan pertama. Sementara curah hujan terkecil terjadi
pada periode Maret- April. Curah hujan di Kabupaten
Tanah Laut berlangsung secara terus menerus dari bulan
Januari hingga Desember. Secara umum Kabupaten
Tanah Laut mempunyai curah hujan bulanan rerata
sebesar 203,8 mm/bulan, dengan jumlah hari hujan rerata
sebanyak 9,8 hari hujan/bulan.
b. Potensi Sosial
Di Kabupaten Tanah Laut terdapat kelompok
potensi dansumberkesejahteraansosial(PSKS)
yaitukelembagaan, organisasi sosial, karang taruna,
PKK, peran perempuan, tenaga kesejahteraan sosial
masyarakat (TKSM), wahana kesejahteraan sosial
berbasis masyarakat (WKSBM).
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, Tingkat
Keaktifan dan Kontribusi Bagi Kehidupan Masyarakat
Potensi Tingkat
No. Kontribusi bagi kehidupan masyarakat
Desa keaktifan
1 Karang Aktif Secara umum Karang taruna aktif
Taruna dengan berbagai kegiatan seperti
kegiatan olahraga, keterampilan
sablon, sesaringan dan inisiator Bank
Sampah. Meskipun ada beberapa desa
menyatakan bahwa karang taruna
tidak
aktif dan hanya aktif jika ada
pendanaan. Akan tetapi pendapat
tersebut dibantah oleh tokoh pemuda
bahwa karang taruna bisa bergerak
tanpa ada dukungan pendanaan jika
mereka senang.
Penyebabnya adalah pengurus
tidak memberi pengaruh
anggotanya dan pengurusnya masih
sekolah/kuliah
2 PKK Aktif PKK tidak hanya kegiatan masak-
memasak tetapi mereka juga membina
ibu-ibu bagaimana merencanakan
keluarga berencana yang baik.
Misalnya mencegah perkawinan
usia dini, mencegah perceraian,
maupun kesehatan lingkungan.
Potensi Tingkat
No. Kontribusi bagi kehidupan masyarakat
Desa keaktifan
3 Kelompok Aktif Kelompok tani sudah banyak
Tani mendapatkan bantuan dari
pemerintah, berupa handtraktor
maupun pupuk.
Bantuan terutama bagi kelompok tani
adanya sifatnya dipaksakan yang dapat
kelompoknya itu-itu aja dan tidak ada
pembinaan dari pemerintah desa.
4 Majlis Aktif Kegiatan keagamaan
taklim
5 Posyandu Aktif Posyandu lansia ini memang sangat
Lansia bagus. Bapak dan ibu lansia sangat
aktif mereka mengontrolkan
kesehatannya. Baik itu tensinya,
kolesterol, maupun penyakit-penyakit
lainnya. Sehingga
ini sangat membantu mereka dalam
mendeteksi penyakit sejak dini.
6 Posyandu Aktif Posyandu itu program tambahan
Balita makanan bagi balita itu
7 BUMdes Aktif Hanya beberapa BUMdes yang aktif
antara lain di Tirta Jaya namun didesa
lain BUMdes belum berjalan
maksimal
8 POKMas Aktif Ada beberapa pokmas yang sangat
menonjol dan ini sangat berguna
untuk pembinaan masyarakat. Pokmas
membantu pemerintahan desa dan
pemerintah desa membelanjakan dana
desanya untuk kegiatan ini. Tahun
2020 juga ada. Disamping itu juga ada
Pokmas lain seperti Linmas. Ini juga
aktif. Terutama dalam gotong royong
menjaga lingkungan di RTnya
masing-
masing. Sehingga kalau ada
lingkungan- lingkungan yang rondanya
pasif, kadang- kadang mereka sering
mendatangi posnya. Ini juga memacu
masyarakat untuk ikut menjaga
keamanan di wilayahnya masing-
masing.
Potensi Tingkat
No. Kontribusi bagi kehidupan masyarakat
Desa keaktifan
9 Kampung Aktif Kampung KB, kegiatan-kegiatan
KB khususnya ibu-ibu itu terprogram
adaBina Remaja,Bina Balita, dan Bina
Lansia, dan mencakup Posyandu juga.
Setiap kegiatan itu pasti ada pertemuan.
10 Sahabat Aktif Sahabat Keluarga merupakan paguyuban
Keluarga orangtua yang anaknya sekolah pada
tingkat Paud, TK dan SD yang salah satu
kegiatannya membuat Jam Belajar dari
jam 18.00-21.00 masyarakat dilarang
menyalahkan HP dan TV. Orang tua
fokus mendampingi anak belajar di
rumah. Setiap rumah dibuat pojok baca
itu disetiap sudut-sudut rumah wali
murid yang memiliki anak usia PAUD
ataupun TK.
11 Kearifan Aktif Gotong royong yang merupakan
lokal warisan nenek moyang masih ada di
desa. Namun frekuensinya sudah mulai
berkurang. Kegiatan gotong antara lain
Untuk pengupayaan sumber air minum,
misalnya, di saat kemarau masih kami
kerjakan bersama-sama.
12 Maulid Aktif Kebersamaan dalam keagamaan
Habsyi
13 Rukun Aktif Mengelola kegiatan kematian
Kematian

Berdasarkan tabel diatas ada terdapat 13 potensi


sosial yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
penyuluhan sosial. Apabila dikategorikan maka potensi
sosial tersebut ada yang dibentuk oleh pemerintah
maupun yang digerakan oleh masyarakat sendiri. Potensi
sosial yang dibentuk oleh pemerintah ada yang berhasil
dan aktif menjalankan aktivitas pelayanan terhadap
masyarakat
namun tidak jarang potensi sosial tersebut mati suri
apabila tidak ada pendanaan dari pemerintah.
Sebaliknya potensi sosial yang berasal dari
masyarakat tanpa ada bantuan pemerintah, potensi
tersebut dapat berjalan dengan baik dan kebersamaaan
warga tetap terjalan. Karang taruna yang merupakan
organisasi kepemudaan sebagian besar tidak aktif namun
di beberapa desa sangat aktif. Kegiatannya tidak hanya
kegiatan olahraga akan tetapi juga kegiatan sosial
kemasyarakatan maupun kegiatan pemberdayaan
pemuda.
c. Dana Desa
Dana desa merupakan dana yang diberikan oleh
pemerintah pusat untuk membiayai pembangunan dan
kegiatan di desa. Menurut peserta FGD, rata-rata setiap
desa menerima dana desa sebesar Rp. 1,25 Milyar yang
digunakan untuk berbagai program dan kegiatan. Program
kegiatan berupa fisik pembangunan infrastruktur berupa
pembangunan jalan dan kantor desa secara kasat mata
terlihat disemua desa. Namun pembangunan sosial dan
sumber daya manusia tidak terlihat hasilnya dan seringkali
menimbulkan pertanyaaan tentang penggunaan dana desa.
Menurut beberapa Kepala Desa selain
pembangunan fisik, dana desa digunakan untuk
pembangunan pemberdayaan berupa pelatihan komputer,
pelatihan sablon sebagai usaha Bumdes. Dana desa juga
dimanfaatkan oleh PKK untuk pelatihan sasirangan dan
menjahit. Sementara untuk kegiatn penyuluhan narkoba,
penyuluhan perilaku hidup sehat dan bersih, penyuluhan
pencegahan perkawinan usia dini.
Pembinaan terhadap kelompok-kelompok kesenian
seperti group habsi. Menurut salah satu Kepala Desa
sebagus apapun kita membangun jika sumber daya
manusia tidak dibangun akan kurang bermanfaat.
Pemanfaatan
Dana Desa yang sudah dilakukan untuk kegiatan sosial
dan semangatnya untuk 40 persen dana desa untuk
pengembangan SDM dibandingkan dengan fisik.
Kegiatan sosial yang sudah dilakukan
No.
menggunakan Dana Desa
1 Pelatihan karang taruna
2 Posyandu (lansia dan balita)
3 Bantuan kelompok ; santunan
4 Pelatihan PKK (kain sasiringan) bisa
menambah penghasilan
5 Pembuatan pupuk organik dan budidaya ikan lele
6 Pemberdayaan pelatihan computer dan sablon
7 Penyuluhan napza, perilaku hidup sehat,
pernikahan
8 dan lainnya

4. Calon Penyuluh Sosial Masyarakat


a. Kebutuhan Pelayanan Sosial
Peserta FGD mengusulkan beberapa kebutuhan
pelayanan sosial khususnya untuk program
penanggulangan kemiskinan berupa bantuan sosial PKH,
Bantuan Pangan Non Tunai, KUBE dan program sosial
lainnya. Namun bantuan sosial yang diberikan oleh
pemerintah belum tentu tepat sasaran.
Penyuluh sosial masyarakat diharapkan dapat
memotivasi ke masyarakat terlibat pada kegiatan sosial.
Penyuluh sosial masyarakat akan memberikan contoh
atau pembelajaran kepada masyarakat agar mereka
peduli terhadap sesama. Masalah sosial tidak hanya
tanggung jawab perangkat desa atau penyuluh sosial
akan tetapi merupakan tanggung jawab semua seluruh
masyarakat
harus terlibat langsung. Penyuluh sosial diharapkan
mampu membangkitkan semangat untuk menolong
sesama bukan bangga menjadi penerima bantuan sosial
dari pemerintah.
b. Peran Aktif Calon Penyuluh Sosial Masyarakat
Pada kegiatan ini penelitian ini calon penyuluh
sosial masyarakat, aktif mengikuti rangkaian kegiatan
penelitian, sosialisasi maupun proses rekruitmen
penyuluh sosial. Hasil dari evaluasi calon penyuluh
sosial mampu menjelasakan tugas dan fungsi sebagai
penyuluh sosial maupun desa berketahanan sosial.
Menurut peserta FGD Desa berketahanan sosial intinya
komunikasi. Penyuluh sosial akan menggali informasi
dari masyarakat dan dia juga sosial memberi informasi
kepada masyarakat.
Perangkat desa secara umum menerima keberadaan
penyuluh sosial. Perangkat desa akan mendukung
keberadaan penyuluh sosial jika dalam kegiatannya
selalu berkoordinasi atau kerjasama. Penyuluh pertanian
misalnya ada instruksi dari Dinas Pertanian untuk setiap
penyuluh pertanian wajib berkantor di kantor desa.
Beberapa penyuluhan yang pernah diterima oleh
masyarakat antara lain Penyuluhan napza, perilaku hidup
sehat, pencegahan pernikahan dini. Beberapa tema
penyuluhan sosial lainnya yang sosial disampaikan oleh
penyuluh sosial.
a. Bagaimana meningkatkan ketahanan sosial
masyarakat.
b. Meningkatkan kearifan lokal, menggali kearifan
lokal di masyarakat tersebut.
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat. Jadi
masyarakat tersebut tidak hanya tergantung dengan
bantuan desa. Tapi swadaya masyarakat tetap ada.
Jangan sampai mematikan swadaya masyarakat
karena ada bantuan.
d. Proses mengubah mental masyarakat untuk menjadi
lebih peduli terhadap sosial.
c. Kesiapan Untuk Menjadi Penyuluh Sosial Masyarakat
Calon penyuluh sosial siap untuk menjadi
penyuluh sosial. Menurut calon penyuluh sosial
harus mampu mengambil informasi yang baik dan
dikomunikasikan dengan masyarakat dan diaplikasikan
kepada masyarakatnya dengan tepat guna. Harapannya
masyarakat memahami apa yang disampaikan penyuluh
sosial sehingga tidak ada miskomunikasi.
Sedangkan desa berketahahan sosial menurut
pemahaman penyuluh sosial desa memiliki berbagai
permasalahan dan desa berketahahan sosial adalah desa
yang mampu mengantisipasi permasalahan maupun
dampak sosial melalui berebagai kegiatan penyuluhan.
Desa berketahahan sosial diharapkan juga agar
masayarakat desa maju bersama, saling peduli terhadap
sosial dan timbul kepedulian sosial sehingga
permasalahan yang muncul dapat diatasi oleh desa itu
sendiri.

G. Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan


1. Informan Penelitian
Pemetaan mengenai kondisi desa-desa di Bantaeng
termasuk masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat
ini dilakukan menggunakan metode FGD. Metode ini
dipilih sebagai langkah untuk menghimpun informasi
secara makro dari para peserta FGD. Meski setiap desa
memiliki kondisi dan tantangan persoalannya masing-
masing, diskusi dalam FGD akan mampu menunjukkan
kompleksitas yang dihadapi oleh Kabupaten Bantaeng.
Peserta FGD diambil dari 30 desa perwakilan
Kabupaten Bantaeng baik desa dari pesisir pantai,
maupun
dataran yang lebih tinggi. Masing-masing desa
diwakilkan oleh Kepala Desa dan satu orang masyarakat.
Perwakilan ini dipandang mampu memberikan gambaran
umum mengenai kondisi aktual di desa; potensi alam,
indutri, dan sosial yang dimiliki desa; persoalan sosial
dan tantangan yang dihadapi; serta memahami
kebutuhan desa akan kehadiran penyuluhan sosial;
sekaligus menggali gagasan, pemikiran, dan semangat
peserta untuk bisa menjadi agent of change di desanya
masing-masing.
Berikut daftar desa yang dipilih menjadi peserta
kegiatan FGD mewakili Kabupaten Bantaeng:
Nama Desa/
No. No. Nama Desa/Kelurahan
Kelurahan
1. Kel. Lembang 16. Desa Bonto Tangnga
2. Kel. Campaga 17. Kel. Letta
3. Kel. Banyorang 18. Desa Nipa-Nipa
4. Desa Papanloe 19. Desa Lembang
Gantarangkeke
5. Desa Balumbung 20. Desa Kaloling
6. Desa Bonto Maccini 21. Desa Bonto Jai
7. Desa Bajiminasa 22. Desa Bonto Matene
8. Kel. Lamalaka 23. Kel. Onto
9. Kel. Malilingi 24. Desa Labbo
10. Desa Rapoa 25. Desa Bonto-Bontoa
11. Desa Lumpangan 26. Desa Mampilawing
12. Desa Tombolo 27. Kel. Gantarengkeke
13. Kel. Ereng-Ereng 28. Desa Bonto Tappalang
14. Kel. Tanah Loe 29. Desa Pattalassang
15. Kel. Pallantikang 30. Desa Layoa

2. Masalah Sosial
Dari berbagai potensi yang ada, desa-desa di
Bantaeng juga memiliki tantangan masalah-masalah
sosial. Masalah yang dirasakan paling utama adalah
persoalan yang menyasar pada anak usia remaja dan para
pemuda, yaitu konsumsi minuman keras, penggunaan
obat-obatan terlarang, narkoba, menghirup lem, tawuran,
balapan motor, dan begal. Beberapa persoalan sosial
yang terhimpun dalam FGD ini terjadi merata di 30 desa
peserta.
Terdapat banyak faktor terjadinya hal-hal negatif
dalam pergaulan generasi muda di desa-desa Bantaeng.
Salah satu yang patut dipertimbangkan menjadi faktor
kuat adalah akses Bantaeng yang mudah untuk menuju
Makassar sebagai kota besar. Pergaulan sebagai
masyarakat desa yang lokasinya berada di dekat kota
tentu diwarnai dengan kompleksitas. Mereka tidak siap
dengan pergaulan yang dimiliki kota, sementara tidak
semua desa di Bantaeng menawarkan kegiatan yang
menarik bagi anak-anak muda.
Selain itu, menurut hasil diskusi peserta FGD, ada
banyak anak-anak muda di Bantaeng yang putus sekolah
sejak SMP dan tidak mampu melanjutkan pendidikan
perguruan tinggi setelah lulus SMA. Hal ini berdampak
pada tingginya tingkat pengangguran di desa. Tidak
dipungkiri lagi, mereka tidak memiliki kegiatan untuk
menjadi pengalihan waktu, sehingga mengikuti
pergaulan yang buruk. Masalah putus sekolah dan
pengangguran di Bantaeng ini pada dasarnya tidak
terlepas dari persoalan ekonomi keluarga miskin di
masing-masing desa.
Menariknya, menurut salah satu peserta FGD,
Lukman dari Desa Rappoa, faktor lain dari kenakalan
remaja dan pemuda adalah karena keturunan. Menurut
Lukman, persoalan-persoalan sosial yang terjadi pada
para generasi muda di Bantaeng saat ini juga dilakukan
oleh generasi sebelumnya ketika masih muda. Kondisi
ini menarik untuk dilihat karena persoalan sosial di desa
belum terputus lintas generasi. Peran orang tua kemudian
menjadi sangat penting untuk menghentikan persoalan-
persoalan pada generasi muda ini. Pada sebagian kasus
di desa-desa Bantaeng, perhatian dari orang tua dirasa
kurang. Dalam diskusi, bisa jadi kesibukan bekerja dan
kesadaran akan pentingnya perhatian untuk anak masih
rendah.
Menurut salah satu peserta yang juga menjabat
Sekretaris Desa, peran desa sangat penting untuk
memberantas hal-hal negatif ini. Terutama minuman
keras yang hampir menjadi budaya di kalangan pemuda
di desa-desa di Bantaeng. Pengaruh alkohol kemudian
ditakuti menjadi pemicu tindakan kriminal seperti
begal atau tawuran lintas desa. Untuk itu, peran desa
baik Kepala Desa dan aparat-aparatnya sangat penting
untuk menggerakkan masyarakat menjaga kedamaian
di desa. Kepala Desa Rapoa menjelaskan bahwa ia telah
mencoba membangun ruang publik bagi para pemuda
di desanya. Area tersebut dilengkapi dengan jaringan
wifi gratis, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai titik
kumpul para pemuda. Dengan demikian, perangkat desa
dan masyarakat dapat memantau kegiatan para pemuda
tersebut. Selain itu, menurut beliau, pendekatan
psikologis kepada para pemuda sangat penting dilakukan
oleh aparat desa atau pun keluarga. Hal ini menjadi salah
satu cara untuk membuat mereka sadar dan merasa
dipedulikan oleh pihak desa dan keluarga.
Identifikasi masalah sosial se Kabupaten Bantaeng
Prioritas
Seberapa
Masalah
Sering
Untuk
No. Masalah Yang Dirasakan Masalah
Dilayani
Terjadi
Melalui
(Kuantitas)
Penyuluhan
1 Pencurian ternak/hasil tani ** 7
2 Pengangguran *** 6
3 Minuman keras **** 2
4 Narkoba ***** 1
5 Balapan liar ** 8
6 Sabung ayam ** 9
7 Kecanduan gadget *** 3
8 Konflik setelah pilkades *** 4
9 Kekeringan ** 10
10 Sengketa tanah ** 11
11 Tawuran pelajar ** 12
12 Kenakalan remaja *** 5
13 Sampah * 13
14 Pencurian motor/mobil * 14
15 Pernikahan/perceraian dini * 15
16 Kegagalan panen * 16
17 Pencemaran lingkungan * 17
18 Pembalakan hutan/kawasan * 18

3. Potensi Desa
Kabupaten Bantaeng memiliki potensi pertanian yang
cukup tinggi. Sebagian hasil tani dikonsumsi sendiri oleh
masyarakat, sebagian besar lainnya masuk ke rantai pasar.
Sementara itu, dari hasil alamnya, Bantaeng memiliki
peluang di sektor industri. Salah satu yang terlihat adalah
produksi
makanan ringan jagung marning, pembuatan perabot
rumah tangga dari kayu, dan anyaman daun lontar.
Jagung marning adalah makanan ringan olahan dari
jagung ketan yang banyak ditanam oleh para petani di
Bantaeng. Berbeda dengan jagung biasa, jagung ketan atau
yang juga disebut jagung pulut, berwarna putih kusam dan
akan lengket atau pulen setelah direbus. Bagi keseharian
masyarakat Bantaeng, jagung ketan rebus biasa langsung
dikonsumsi. Selebihnya, produksi hasil panen yang
berlimpah, diolah oleh para petani menjadi makanan ringan
jagung marning.
Untuk membuat jagung marning, jagung ketan disisir
terlebihdahulukemudiandirebusselamadelapanjambersama
bumbu garam atau gula merah. Setelah selesai direbus,
jagung dijemur sampai benar-benar kering, kemudian
digoreng. Produksi makanan ringan jagung marning ini di
Bantaeng masih dalam skala rumahan. Bahkan salah satu
produsen di Bantaeng menggunakan seluruh ruangan di
rumahnya untuk menyimpan jagung siap sosial dan jagung
yang sudah selesai dikemas. Seluruh bagian belakang
rumahnya juga digunakan untuk area menjemur jagung. Para
produsen jagung marning ini sebagian adalah juga petani
jagung ketan. Jika hasil panen mereka kurang untuk
memenuhi permintaan pasar jagung marning, mereka akan
membeli hasil panen petani lainnya.
Namun sayangnya, para produsen jagung marning
kurang memiliki kemampuan untuk memotong rantai pasar
perdagangannya. Mereka menjual murah jagung marning
kepada produsen kedua untuk dikemas ulang dan dijual
lebih mahal di Makassar. Padahal, lokasinya yang berada di
jalan lintas kabupaten tentu akan membantu produsen lebih
mudah mengakses pasar.
Selain potensi industri dari hasil alam di atas, sebagian
lokasi Bantaeng di pesisir selatan Sulawesi dapat menjadi
sumber potensi wisata pantai. Hal ini cukup didukung
oleh infrastruktur jalan poros Bantaeng–Bulukumba yang
berdekatan dengan garis pantai.
Sementara itu, Bantaeng juga memiliki beberapa
fondasi sosial sebagai potensi kemajuan daerahnya.
Beberapa desa cukup kuat di aspek organisasi karang taruna.
Dari 30 desa peserta FGD, sebagian desa memiliki karang
taruna yang aktif. Organisasi tingkat desa ini mampu
menjadi wadah bagi para muda-mudi desa untuk berkumpul
dan membantu melaksanakan berbagai kegiatan di desa,
seperti perlombaan, pemilu, dan kegiatan keagamaan.

Potensi Desa di Kabupaten Bantaeng


No. Potensi desa Kontribusi bagi kehidupan
masyarakat
1 Destinasi wisata Meningkatkan ekonomi masyarakat
miskin
2 Karang Taruna Merangkul pemuda untuk ikut berperan
penting dalam kegiatan sosial
3 PKK Meningkatkan kreativitas kaum
perempuan
4 Bumdes Mengelola usaha masyarakat desa
5 UKM Membantu usaha ekonomi kecil
6 Posyandu/ Mengajak masyarakat desa rutin
Puskesdes/Pustu memeriksa kesehatan tiap bulan
7 Puskesos Memfasilitasi permasalahan sosial
8 SLRT Memberi rujukan kepada masyarakat
yang mengalami masalah sosial
9 TKSK Membantu pemerintah dalam
melaksanakan program-program social
di kecamatan
10 LPM Lembaga pemberdayaan masyarakat
11 Majelis Ta’lim/ Kegiatan keagamaan di lingkungan
Remaja Mesjid ibu- ibu dan remaja
No. Potensi desa Kontribusi bagi kehidupan
masyarakat
12 Tokoh Agama Aktif dalam memberikan pengetahuan
keagamaan kepada masyarakat
13 Kelompok Tani Pembagian pupuk dan bibit kepada
petani
14 Kelompok seni/ Wadah dalam menyalurkan bakat seni
adat/sanggar seni para pemuda
15 Forum pemuda Mengembangkan karya-karya pemuda
pemudi dalam kegiatan kesenian adat dan
keagamaan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
bersumber dari APBN, setiap desa menerima Dana Desa per
tahun. Mengutip situs daring Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, dana ini
diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat, yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup
manusia, serta penanggulangan kemiskinan. Kesemuanya
dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa.
Berangkat dari tujuan penggunaan anggarannya, Dana
Desa dapat dipertimbangkan digunakan untuk membantu
aktivitas sosial di desa. Dari 30 desa peserta FGD, dana desa
sebagian digunakan untuk kegiatan para muda-mudi, seperti
lomba, hiburan untuk kebersamaan, kegiatan keagamaan,
dan tentu acara tahunan seperti perayaan kemerdekaan
Republik Indonesia. Meski tidak langsung digunakan untuk
kegiatan penyelesaian masalah-masalah sosial di desa, dana
desa telah digunakan untuk menyatukan masyarakat dalam
sebuah kegiatan. Para muda-mudi dapat berkumpul untuk
saling bekerja sama menyukseskan kegiatan di desanya
tersebut.
Pemanfaatan lain seperti: sosialisasi penyuluhan
narkoba, pemberdayaan perempuan dan anak, pelatihan
kewirausahaan, pelatihan memandikan jenazah, akses
jalan tani, sumur bor untuk air bersih, operasional karang
taruna dan puskesos, bantuan beasiswa, perlombaan olah
raga, saluran drainase, peningkatan taman baca masyarakat,
bantuan santunan fakir miskin, pembangunan selokan/got,
pembangunan posyandu, pembuatan taman, pembuatan
jalan setapak baru, pelatihan manajemen UKM, pembuatan
pos kamling, pengadaan pompa air, bantuan kelompok usaha
masyarakat, bantuan listrik, bantuan air PDAM, bantuan
rumah tidak layak huni, pemberian makanan tambahan
ibu hamil dan balita, bantuan bagi penyandang disabilitas,
sumbangan bagi korban kebakaran, bantuan kegiatan
keagamaan, pemberian MCK perumahan, mobil siaga desa/
ambulance bagi masyarakat, pemberian mesin jahit/alat
pertukangan, perpustakaan desa, baju seragam majelis
ta’lim, pembangunan rumah dinas, pembangunan geung
TPA, memberikan sembako kepada orang jompo,
memfasiltasi kegiatan pesta adat, kerja bakti, akses jalan
antar kampung, pembuatan kripik pisang, kursus menjahit,
pembangunan tempat ibadah, gedung PAUD, donor darah,
pengadaan sumur bor, lomba antar dusun, bantuan bengkel
perdusun
4. Pemanfaatan Dana Desa
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
bersumber dari APBN, setiap desa menerima Dana Desa per
tahun. Mengutip situs daring Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, dana ini
diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat, yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup
manusia, serta penanggulangan
kemiskinan. Kesemuanya dituangkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Desa.
Berangkat dari tujuan penggunaan anggarannya, Dana
Desa dapat dipertimbangkan digunakan untuk membantu
aktivitas sosial di desa. Dari 30 desa peserta FGD, dana desa
sebagian digunakan untuk kegiatan para muda-mudi, seperti
lomba, hiburan untuk kebersamaan, kegiatan keagamaan,
dan tentu acara tahunan seperti perayaan kemerdekaan
Republik Indonesia. Meski tidak langsung digunakan untuk
kegiatan penyelesaian masalah-masalah sosial di desa, dana
desa telah digunakan untuk menyatukan masyarakat dalam
sebuah kegiatan. Para muda-mudi dapat berkumpul untuk
saling bekerja sama menyukseskan kegiatan di desanya
tersebut.
Pemanfaatan lain seperti : sosialisasi penyuluhan
narkoba, pemberdayaan perempuan dan anak, pelatihan
kewirausahaan, pelatihan memandikan jenazah, akses
jalan tani, sumur bor untuk air bersih, operasional karang
taruna dan puskesos, bantuan beasiswa, perlombaan olah
raga, saluran drainase, peningkatan taman baca masyarakat,
bantuan santunan fakir miskin, pembangunan selokan/got,
pembangunan posyandu, pembuatan taman, pembuatan
jalan setapak baru, pelatihan manajemen UKM, pembuatan
pos kamling, pengadaan pompa air, bantuan kelompok usaha
masyarakat, bantuan listrik, bantuan air PDAM, bantuan
rumah tidak layak huni, pemberian makanan tambahan
ibu hamil dan balita, bantuan bagi penyandang disabilitas,
sumbangan bagi korban kebakaran, bantuan kegiatan
keagamaan, pemberian MCK perumahan, mobil siaga desa/
ambulance bagi masyarakat, pemberian mesin jahit/alat
pertukangan, perpustakaan desa, baju seragam majelis
ta’lim, pembangunan rumah dinas, pembangunan geung
TPA, memberikan sembako kepada orang jompo,
memfasiltasi kegiatan pesta adat, kerja bakti, akses jalan
antar kampung,
pembuatan kripik pisang, kursus menjahit, pembangunan
tempat ibadah, gedung PAUD, donor darah, pengadaan
sumur bor, lomba antar dusun, bantuan bengkel perdusun.
5. Penyuluhan Sosial: Kebutuhan, Peran, dan Harapan
Mendiskusikan mengenai persoalan sosial di desa,
membawa pemikiran para peserta FGD memahami
kebutuhan pelayanan sosial di desanya. Mereka memahami
bahwa penyuluhan sosial menjadi salah satu alat yang
membantu masyarakat desa terlepas dari persoalan-
persoalan sosial di desa. Para peserta juga mengerti peran
penyuluh sosial sebagai perpanjangan tangan pemerintah,
baik dari pusat hingga ke desa.
Peserta perwakilan masyarakat juga memahami posisi
mereka yang akan ditugaskan menjadi penyuluh sosial.
Mereka dapat mengerti peran penyuluh sosial yang harus
mampu mengidentifikasi masalah yang terjadi di desanya
masing-masing, serta perlunya komunikasi dan koordinasi
dengan perangkat desa mengenai masalah-masalah sosial
di desanya. Sayangnya, pemahaman mereka mengenai tugas
dan tanggung jawab penyuluh sosial belum diiringi dengan
keberanian mereka. Hampir seluruh peserta calon penyuluh
sosial di Bantaeng adalah generasi muda. Ada banyak
pertanyaan yang muncul dalam FGD mengenai posisi
mereka di desa sebagai anak muda. Mereka merasa kurang
percaya diri menjadi agent of change di antara generasi-
generasi yang lebih tua. Kemudian, dalam diskusi FGD
muncul diskusi bahwa sebagai penyuluh sosial mereka harus
memiliki mental yang kuat dan personalia yang baik agar
mampu merangkul semua kalangan masyarakat di desanya
sekaligus membantu memecahkan masalah-masalah sosial
di desanya. Meski juga generasi muda, mereka harus mampu
membantu memberikan edukasi dan melakukan pendekatan
yang baik kepada generasi
muda yang sering membuat kegaduhan di desa berikut orang
tua atau keluarganya.
FGD yang diakhiri dengan diskusi kelompok antar
peserta dan presentasi ini juga menghasilkan pemikiran
bahwa sebagai penyuluh sosial mereka harus mampu
menjadi jembatan informasi dan komunikasi dari aparat
desa, dari Dinas Sosial, atau bahkan dari antar masyarakat.
Sebagai sumber informasi, mereka memahami bahwa perlu
kehati-hatian dalam menyebarkan informasi, agar tidak
ada kesalahpahaman dalam masyarakat. Selain itu sebagai
generasi muda yang memiliki pengetahuan lebih baik, para
penyuluh sosial ini juga menyadari peran mereka sebagai
model acuan bagi masyarakat. Sikap dan edukasi mereka
tentu akan menjadi panutan bagi masyarakat lainnya,
terutama bagi generasi muda.
Membahas mengenai peran, sebagian besar para calon
penyuluh sosial di Bantaeng belum memiliki peran di desa.
Keaktifan mereka sebagian di organisasi karang taruna dan
sebagian di kegiatan keagamaan. Namun keaktifan mereka
secara umum di desa belum dilakukan. Meski demikian,
seluruh calon penyuluh sosial memahami peran penting
mereka nantinya di desa. Mereka juga mengerti langkah-
langkah yang perlu dilakukan di awal sebagai penyuluh
sosial, misalnya membangun komunikasi dengan pihak
aparat desa dan masyarakat di sekitarnya.
90
H. Matriks Tujuh Wilayah
Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Peme Sosial Masyarakat Wilayah
taan 1 Kabupaten Potensi Alam Kenakalan remaja; Relawan sebagai Memiliki
Sosial Pariaman, Lahan pertanian, sungai besar. penyalahgunaan calon penyuluh sosial lembaga adat dan
Menu Provinsi napza; konflik antar masyarakat berasal keagamaan yang
ju Sumatera Potensi Sosial keluarga karena dari masyarakat masih berfungsi
Desa Barat Kerapatan Adat Nagari (KAN); masalah perkawinan setempat. dengan baik.
Berke Forum Anak Nagari (FAN); atau warisan; Para calon penyuluh
tahan Lakuang Batinjau Kalam konflik antar suku sosial menyatakan
an Basigi (LBKB); badoncek; karena perbedaan siap bekerja dan
Sosial ikan larangan; Karang Taruna; batas antar nagari. mendukung kegiatan
Melal arisan atau julo-julo; Pekerja dalam masyarakat.
ui Sosial Masyarakat (PSM);
Peny Lembaga Pemberdayaan
uluh Masyarakat (LPM);
Sosial Perkumpulan Kesejahteraan
Masy Keluarga (PKK); Kelompok
araka goro, Kelompok tani;
t Kelompok Usaha Bersama
Seba (KUBE); Kelompok Sadar
gai Wisata (Pokdarwis); Kelompok
Sadar Hukum (Kadarkum);
Badan Usaha Milik Nagari
(BUMNAG); Tanfiz Nagari;
Majlis Taklim; wisata religi
Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Sosial Masyarakat Wilayah
2 Kabupaten Potensi Alam Kemiskinan; bank Calon penyuluh sosial Memiliki
Sukabumi, Tempat wisata curug emok (rentenir); masyarakat sudah keunggulan
Provinsi (air terjun); Geopark keluarga bermasalah aktif di berbagai wilayah berupa
Jawa Barat Pelabuhanratu; Pelabuhanratu sosial psikologis; kegiatan luasnya lahan
Unesco Global Geopark; konflik sosial; di masyarakat yang pertanian serta
Ciletuh Geopark; area sawah, kenakalan remaja; berasal dari unsur area wisata seperti
ladang, sungai, irigasi, kebun; nafza Karang Taruna, LPM, (air terjun/curug
hutan, air panas, danau; hasil Kader masyarakat dan geopark)
pertanian seperti gula aren, seperti pengurus Banyaknya
pisang, kelapa, gula semut, Posyandu, PKK, lembaga sosial
padi, singkong, cabe kriting. Badan Usaha Milik di tengah
Desa (BUMDes), masyarakat
Potensi Sosial
Usaha Mikro, Kecil,
Kartar Desa atau Bank dan Menengah
Sampah Insan Mandiri; (UMKM), dan lain-
Motekar (Bahasa Sunda) lain. Beberapa orang
Ha yang mengandung makna berprofesi sebagai
sil “mau berusaha untuk ustadz dan guru,
da mengubah nasibnya”; serta lainnya bekerja
n Program Perempuan Kepala sebagai buruh lepas,
Pe Keluarga (PEKKA), MUI wiraswastawan, ibu
mb Desa; Gabungan Kelompok
ah
rumah tangga dan
Tani (Gapoktan); kerajinan sebagai honorer
as angklung; Pusat perangkat desa.
Kesejahteraan Sosial
(Puskesos), Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat
91 Desa/Kelurahan (LPMD/
LPMK).
92 Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Sosial Masyarakat Wilayah
3 Kabupaten Potensi Alam Kekerasan dalam Calon penyuluh sosial Memiliki
Purworejo, Area persawahan; pesisir rumah tangga masyarakat aktif di kekhasan dalam
Peme Provinsi pantai selatan; jalan raya antar (KDRT); kenakalan kegiatan sosial di pemisahan antara
taan Jawa Tengah provinsi jalur selatan Jawa. remaja; pengendara desa/kelurahannya pusat ekonomi
Sosial sepeda motor belum seperti Karang dan pusat
Potensi Sosial
Menu cukup usia (anak- Taruna; Pekerja pemerintahan
ju PKK; Posyandu; Kader anak); sanitasi Sosial Masyarakat (Kutoarjo sebagai
Desa Pemberdayaan Manusia; kurang memadai; (PSM), pengurus pusat ekonomi
Berke Karang Taruna; BUMDes; pendidikan organisasi dan Purworejo
tahan tradisi budaya gguber rowo masyarakat rendah; kepemudaan. sebagai pusat
an jombor; perayaan haul kemiskinan; pemerintahan).
Sosial tokoh besar; syabanan; kecemburuan karena
Melal kesenian kuda kepang; bantuan sosial yang
ui pasar desa; Posyandu dianggap tidak tepat
Peny lansia; Perlindungan sasaran; perceraian;
uluh Masyarakat (Linmas); menurunnya
Sosial kelompok tani; yasinan ibu- kepedulian sosial;
Masy ibu; upacara merdi bumi; buang sampah
araka fatayat dan muslimat; sembarangan;
t kerigan (bakti pengawasan orang
Seba sosial); suran (selamatan awal tua kepada anak-
gai tahun hijriyah). anaknya dalam
penggunaan gawai
masih kurang.
Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Sosial Masyarakat Wilayah
4 Kabupaten Potensi Alam Anak kecanduan Calon penyuluh sosial Keunggulan
Banyu- Persawahan; kawasan bermain gawai; masyarakat aktif wilayah daerah
wangi, anak telantar; anak sebagai Tagana, PSM, Banyuwangi
hutan; pariwisata alam; batu terletak pada
Provinsi belerang. putus sekolah; anak pendamping pada
kurang gizi/stunting; program Kemensos, luasnya hutan dan
Jawa Timur Potensi Sosial lahan pertanian
kenakalan remaja; tenaga pengajar,
Tradisi mepe kasur; kesenian pergaulan bebas; yang dapat
menjadi pendamping memberikan
angklung paglak; Kampung penyalahgunaan pada program manfaat besar bagi
Adat Kemiren; upacara nafza; konten kementerian dan masyarakat
petik laut; Karnaval Barong pornografi di media lembaga lain, serta
Ider Bumi; Karang Taruna, Selain itu di
sosial; pernikahan pada umumnya aktif Banyuwangi
PSM; Taruna Siaga Bencana dini; lansia telantar; pada bidang sosial banyak area yang
(Tagana); pengajian; lembaga pengangguran; kemasyarakatan. dijadikan sebagai
adat; kelompok seni budaya. kemiskinan; destinasi wisata
Ha kekerasan seperti kawah,
sil terhadap anak gunung, pantai,
da dan perempuan; bukit, air terjun,
perceraian; dan lainnya.
n
Pe perselingkuhan. Selain itu banyak
mb potensi adat, tradisi
ah dan budaya yang
as
ada di Banyuwangi
terutama dari
penduduk asli
Banyuwangi
(Orang Osing).
93
94
Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Sosial Masyarakat Wilayah
Peme 5 Kabupaten Potensi Alam Tawuran antar Calon penyuluh Keunggulan
taan
Tabanan, Air terjun; peternakan babi. pemuda; Pernikahan sosial masyarakat Tabanan
Sosial Provinsi Bali Potensi Sosial dini, pencurian aktif pada kegiatan terletak pada
Menu
komoditi pertanian kemasyarakatan banyaknya area
Tempat Pengelolaan Sampah dan peternakan; (seperti gotong yang dijadikan
ju Reuse, Reduce, dan Recycle
Desa
buang sampah royong bersih desa sebagai tempat
(TPS 3R); Sekaa Taruna/ sembarangan; orang dan posyandu), PKK, pariwisata,
Berke Sekaa Gong; Posyandu dan
tahan
dengan gangguan kegiatan kesenian, seperti bukit,
Poslansia; kelompok subak; jiwa; minuman dan kegiatan yang pantai, dan
an kelompok lansia; kader
Sosial
keras; kemiskinan; dilaksanakan oleh bangunan adat
Posyandu lansia. kecemburuan pemerintah (seperti Budaya atau
Melal
ui
sosial; kebersihan survei). tradisi yang masih
Peny
lingkungan; akses terpelihara
uluh
transportasi umum
Sosial
belum memadai.
Masy
araka
t
Seba
gai
Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Sosial Masyarakat Wilayah
6 Kabupaten Potensi Alam Kenakalan remaja; Calon penyuluh sosial Sektor pertanian
Tanah Laut, Budidaya terutama tanaman penyalahgunaan masyarakat akan mendominasi
Provinsi perkebunan; pertanian basah nafza; kemiskinan; memberikan contoh perekonomian di
Kalimantan dan kering. penganguran; atau pembelajaran desa yang ada di
Selatan perceraian; lansia kepada masyarakat Tanah Laut
Potensi Sosial telantar; rumah tidak agar mereka peduli Sahabat Keluarga
Karang Taruna; layak huni; putus terhadap sesama. yang menerapkan
PKK; sekolah; minuman Masalah sosial tidak Jam Keluarga
kelompok tani; Majelis Taklim; keras; konflik warga. hanya tanggung jawab dari pukul 18.00
Posyandu Lansia; perangkat desa atau s.d 21.00 WITA
Posyandu Balita; BUMDes; penyuluh sosial akan tidak boleh
Kelompok Masyarakat tetapi merupakan menggunakan
(POKMas); Kampung KB; tanggung jawab semua gawai.
Organisasi Sahabat seluruh masyarakat
Ha Keluarga; kearifan lokal harus terlibat
sil gotong royong; Maulid langsung.
da Habsyi; rukun kematian.
n
Pe
mb
ah
as

95
96
Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Sosial Masyarakat Wilayah
Peme 7 Kabupaten Potensi Alam Pencurian Hampir seluruh Memiliki
taan Bantaeng, Destinasi wisata pantai. ternak/hasil tani; peserta calon keunggulan
Sosial Provinsi pengangguran; penyuluh sosial wilayah berupa
Potensi Sosial minuman keras; masyarakat di potensi pertanian
Menu Sulawesi
ju Selatan Karang Taruna; PKK; narkoba; balapan Bantaeng adalah yang cukup tinggi.
Desa BUMDes; UKM; Posyandu; liar; sabung ayam; generasi muda Di sektor industri
Berke Puskesdes; Pustu; Puskesos; kecanduan gawai; yang aktif di Bantaeng
tahan Sistem Layanan dan konflik antar Karang memiliki
an Rujukan Terpadu (SLRT); warga desa setelah Taruna dan kegiatan keunggulan
Sosial Tenaga Kesejahteraan Sosial Pilkades; kekeringan; keagamaan. pada produksi
Melal Kecamatan (TKSK); LPM; sengketa tanah; panganan khas
ui Majelis Taklim; tokoh agama; tawuran pelajar; jagung marning.
Peny kelompok tani; kelompok kenakalan remaja;
uluh seni/adat/sanggar seni; forum sampah; pencurian
Sosial pemuda pemudi. kendaraan bermotor;
Masy pernikahan dini;
araka perceraian; gagal
t panen; pencemaran
Seba lingkungan;
gai pembalakan hutan/
kawasan.
DATA CALON PENYULUH SOSIAL MASYARAKAT DI 7 PROVINSI
Jenis Kelamin Pendidikan
No Provinsi Jumlah Keaktifan
DI/
Laki- Perem- SMA/
SMP DII/ S1 S2
laki puan SMK
DIII
1 Sumatera 30 17 13 - 15 3 12 - Wirausaha, Pendidikan, Karang Taruna,
Barat KAN, Majelis Ta'lim, PKK, Kelompok
Tani, LPM, BUMDes, Kelompok Julo-Julo
2 Jawa Barat 30 24 6 2 18 2 8 - Pendidikan, Wirausaha, Aparat
Pemerintahan, Karang Taruna, LPM,
Posyandu, PKK, BUMDes, UMKM
3 Jawa 30 27 3 1 19 3 7 - Aparat Pemerintahan, Pertanian, Karang
Tengah Taruna, Wirausaha, PPK, Pekerja Sosial
Masyarakat
4 Jawa Timur 28 22 6 - 15 - 12 1 Pendidikan, Wirausaha, Pertanian,
Ha Tagana, Pendamping Sosial, Pekerja
sil Sosial Masyarakat
da
5 Bali 21 14 7 - 13 4 4 - Pertanian, Wirausaha, Mahasiswa, PKK,
n
Kesenian, Posyandu, Kepemudaan
Pe
mb 6 Kalimantan 27 14 13 1 17 3 6 - Pendidikan, LPK, Pemerintahan Desa,
ah Selatan Pertanian, Kerajinan Lokal,
as Wirausaha, Mahasiswa
7 Sulawesi 30 22 8 - 16 - 14 - Karang Taruna, PIK Remaha, Pecinta
Selatan Alam, Forum Pemuda Pemudi, Majelis
Ta'lim, Kader Posyandu, Koperasi
97 Pertanian, Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat, Pertanian, KB, Himpunan
Pelajar Mahasiswa, Wirausaha, Olahraga,
LPM
I. Analisis Kondisi Aktual Desa dalam Indikator Desa
Berketahanan Sosial
Untuk mencapai Desa Berketahanan Sosial,
Kementerian Sosial telah merumuskan empat indikator,
yaitu (1) keterlibatan masyarakat dalam penanganan
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan
kelompok rentan;
(2) membangun partisipasi masyarakat dalam organisasi
lokal; (3) pengendalian terhadap konflik sosial dan tindak
kekerasan; serta (4) pemeliharaan terhadap kearifan lokal
dalam mengolah sumber daya alam dan sumber daya sosial.
Penyuluh sosial memegang peran penting dalam masyarakat
demi terwujudnya empat indikator tersebut karena mereka
dapat hadir di desa sebagai jembatan komunikasi dan
informasi dari pemerintah kepada masyarakat. Di samping
itu, penyuluh sosial juga berfungsi sebagai agen pemberi
motivasi dan edukasi dalam membantu masyarakat
berpartisipasi di desa. Dengan kata lain, penyuluh sosial
juga menjadi agen perubahan di desanya.
Berdasarkan hasil kegiatan focus group discussion
(FGD), berkaitan dengan indikator pertama, yakni
keterlibatan masyarakat dalam penanganan penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan kelompok rentan,
keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mengurangi
masalah yang ditimbulkan akibat keberadaan PMKS
maupun kelompok rentan. Dari tujuh kabupaten, enam di
antaranya, yaitu Pariaman, Sukabumi, Banyuwangi,
Tabanan, Tanah Laut, dan Bantaeng, memberikan informasi
bahwa penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan minuman
keras telah terjadi di kalangan muda. Sementara itu,
kemiskinan juga menjadi permasalahan yang ditemukan di
seluruh kabupaten lokasi penelitian. Hal ini juga terkait
dengan keberadaan para lansia yang terlantar dan masih
buruknya sistem pemberian bantuan sosial dari pemerintah.
Dalam FGD, pada dasarnya
Pemetaan Sosial Menuju Desa Berketahanan Sosial
98 Melalui Penyuluh Sosial Masyarakat Sebagai Agen
Perubahan
para calon Pensosmas telah menunjukkan kesadaran mereka
atas permasalahan tersebut. Mereka menyadari bahwa obat
terlarang dan minuman keras akan merusak generasi muda
di desa mereka. Menurut mereka, permasalahan ini harus
dihentikan agar tidak menjadi warisan bagi generasi mereka
selanjutnya. Namun, banyak calon Pensosmas yang merasa
kurang mampu dan memiliki kemampuan untuk menghadapi
dan menangani masalah di masyarakat. Menurut hasil FGD,
para calon Pensosmas membutuhkan pelatihan untuk
pengembangan kapasitas. Sementara itu, kaitannya dengan
permasalahan bantuan sosial yang tidak tepat sasaran, para
calon Pensosmas merasa perlu adanya survei ulang dalam
mendata masyarakat yang benar-benar membutuhkan
bantuan tersebut. Oleh sebab itu, dalam FGD para calon
Pensosmas mulai menyadari peran mereka sebagai perantara
pemerintah dengan masyarakat.
Kemudian kaitannya dengan indikator kedua, yakni
membangun partisipasi masyarakat dalam organisasi lokal,
dari tujuh lokasi penelitian terlihat bahwa masing-masing
desa memiliki modal sosial dalam bentuk lembaga-lembaga
masyarakat yang terbentuk secara organik. Misalnya di
Pariaman yang memiliki lembaga adat seperti Forum Anak
Nagari (FAN) dan di Bantaeng yang memiliki komunitas
remaja masjid sebagai sarana pertukaran komunikasi dan
informasi di antara remaja. Di beberapa desa lainnya,
institusi masyarakat seperti kelompok tani, PKK, Posyandu,
Karang Taruna, dan lain sebagainya juga menjadi wadah
masyarakat saling bersosialisasi. Keberadaan lembaga
masyarakat seperti ini juga dirasa cukup menjadi modal bagi
terwujudnya desa berketahanan sosial. Para calon
Pensosmas dapat mengambil peran sebagai mediator
penguatan lembaga-lembaga tersebut. Peran nyata yang
dapat diambil para calon Pensosmas nantinya adalah
memberikan informasi dari pemerintah dan
menyampaikannya melalui lembaga-lembaga tersebut agar
dapat diterima masyarakat dengan baik. Misalnya saja
dengan mengadakan penyuluhan tentang penyalahgunaan
obat- obatan terlarang dan minuman keras melalui kegiatan
remaja masjid, Sekaa Taruna, maupun Forum Anak Nagari
(FAN), dan lain sebagainya.
Sementaraitu, dalamindikatorketiga, yaknipengendalian
terhadap konflik sosial dan tindak kekerasan, menekankan
perlunya peran Pensosmas dalam mengendalikan konflik-
konflik yang terjadi di desa mereka. Dari tujuh lokasi
penelitian, pada umumnya ditemukan konflik di beberapa
kalangan, misalnya dalam rumah tangga, antar pemuda,
antar desa, bahkan dengan perusahaan dekat desa mereka.
Dalam FGD, tidak semua calon Pensosmas memahami
konflik-konflik yang terjadi di desa mereka. Mereka juga
belum menyadari sepenuhnya akar konflik-konflik tersebut.
Namun sebagai calon Pensosmas, mereka mulai menyadari
peran penting mereka dalam menghadapi persoalan di desa
seperti ini. Untuk itu, mereka membutuhkan pelatihan yang
memadai dalam menjadi penengah konflik. Calon
Pensosmas perlu memiliki kapasitas yang kuat untuk
membantu menyelesaikan konflik di desa. Namun, sebagai
langkah dasar, dari hasil diskusi di FGD para calon
Pensosmas telah menyadari peran penting mereka minimal
sebagai contoh atau teladan bagi masyarakat lain.
Pada indikator keempat, yakni pemeliharaan terhadap
kearifan lokal dalam mengolah sumber daya alam dan
sumber daya sosial, menunjukkan beberapa desa sudah
mampu mengelola sumber daya alam dan sosialnya dengan
baik. Di Tabanan misalnya, masih menjaga kelompok subak
dan sekaa gong, yaitu kelompok kesenian yang masih tampil
dalam beberapa agenda seni budaya tahunan di Bali. Di
Bantaeng, kelompok atau sanggar seni tari masih
dipertahankan dengan baik sebagai arena anak-anak
menerima warisan
budaya di desanya. Di Banyuwangi dan Purworejo, berbagai
tradisi dan kesenian daerah masih diadakan, salah satunya
lewat agenda karnaval tahunan. Sementara di Sukabumi,
kesenian alat musik angklung masih terus dilestarikan dan
diwariskan kepada anak-anak. Di sisi lain, sumber daya
alam di berbagai desa juga dikelola dengan baik menjadi
lokasi wisata, seperti geopark dan curug di Sukabumi,
wisata pantai di Bantaeng, dan air terjun di Tabanan. Dari
diskusi mengenai pengelolaan sumber daya alam dan sosial
ini, para penyuluh sosial masyarakat telah menunjukkan
kesadarannya akan pelestarian dan potensi yang dapat
dikembangkan oleh desa.
Dari data FGD kaitannya dengan keempat indikator
terwujudnya desa berketahanan sosial, ketujuh kabupaten
lokasi penelitian memiliki keunikannya masing-masing.
Meski memiliki permasalahan yang hampir sama, tetapi
tentu memiliki tingkatan darurat yang berbeda-beda,
sehingga membutuhkan penanganan atau pendekatan yang
berbeda. Namun yang terpenting pula dari hasil FGD, para
penyuluh sosial masyarakat telah mampu menunjukkan
kapasitasnya dalam memahami kondisi di desa mereka
masing-masing. Kesadaran mereka akan kondisi desa ini
mampu menjadi dasar untuk menerima pelatihan kapasitas
sebagai penyuluh sosial masyarakat. Mereka perlu
dikembangkan, dibina, dan diperkuat kemampuannya agar
dapat berperan besar bagi perubahan sosial yang lebih baik
di desa mereka masing- masing.
BAB

4 KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI

A. Kesimpulan
1. Masing-masing desa/kelurahan memiliki permasalahan
sosial yang beragam seperti kemiskinan, ketelantaran,
kenakalan remaja, dan penyalahgunaan napza.
2. Potensi kesejahteraan sosial yang ada di desa/kelurahan
berupa organisasi sosial, lembaga adat, institusi
keagamaan, kearifan lokal, dan potensi alam.
3. Para calon penyuluh sosial masyarakat memiliki latar
belakang yang beragam dan aktif dalam kegiatan di
desa/kelurahannya masing-masing, sehingga mampu
memahami permasalahan sosial di sekitarnya.

B. Rekomendasi
1. Dalam mewujudkan Desa Berketahanan Sosial,
Pusat Penyuluhan Sosial perlu membentuk penyuluh
sosial masyarakat, antara lain untuk membantu
penyelesaian masalah sosial di desa/kelurahan sekaligus
mengembangkan potensi kesejahteraan sosial yang ada.
2. Para calon penyuluh sosial masyarakat memerlukan
pengembangan kapasitas, yaitu: a) kemampuan
berkomunikasi dengan masyarakat untuk memberikan
informasi, motivasi, dan edukasi; b) kemampuan
kepemimpinan; c) kemampuan membangun jejaring
penyuluh sosial masyarakat; dan d) kepekaan sosial yang
sesuai dengan kondisi dan kekhasan wilayah masing-
masing untuk mewujudkan Desa Berketahanan Sosial.
3. Pemerintah pusat, dalam hal ini Pusat Penyuluhan Sosial,
perlu melakukan komunikasi dan koordinasi dengan
pemerintah daerah sehingga adanya komitmen bersama
dalam mendukung keberadaan dan keberlanjutan calon
penyuluh sosial masyarakat tersebut.

Kesimpulan dan Rekomendasi 103


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. (2013). Agen Perubahan (Agent of Change), https://


bppk.kemenkeu.go.id/images/file/pusbc/artikel/2013
Agen Perubahan. pdf, diakses 23 Jan 2019.
Arnall, A. (2015). Resilience as transformative capacity:
Exploring the quadripartite cycle of structuration in a
Mozambican resettlement programme. Geoforum, 66, 26-
36.
Badan Pusat Statistik. (2018). Hasil Pendataan Potensi Desa Tahun
2018. Jakarta: BPS.
Bec, A., McLennan, C., Moyle, B.D. (2016). Community resilience
to long-term tourism decline and rejuvenation: A literature
review and conceptual model. Current Issues in Tourism,
19(5), 1-27.
Longstaff, P. (2005). Security, Resilience, and Communication in
Unpredictable Environments Such As Terrorism, Natural
Disasters, and Complex Technology. Cambridge: Harvard
University Press.
Lunenburg, F.C. (2010). Managing change: The role of the change
agent. International Journal of Management, Business,
and Administration, 3(1), 1-6.
Maclean, K., Cuthill, M., Ross, H. (2014). Six attributes of social
resilience. Journal of Environmental Planning and
Management, 57(1), 144-156.
Margono, S. (2000). Penyuluhan Pembangunan. Bogor: Institur
Pertanian Bogor.
Marshall, N.A., & Marshall, P.A.. (2007). Conceptualizing and
operationalizing sosial resilience within commercial
fisheries in Northern Australia. Ecology and Society,
12(1), 1.
Payne, G. & Payne J. (2004). Key Concepts in Sosial Research.
London: Sage Publication.
Pusat Penyuluhan Sosial. (2019). Panduan Umum Penyuluhan
Sosial. Jakarta: Kemensos RI.
. (2019). Panduan Penyuluhan Sosial bagi Penyuluh
Sosial Masyarakat. Jakarta: Kemensos RI.
. (2019). Panduan Pengembangan Penyuluh Sosial
Masyarakat. Jakarta: Kemensos RI.
. (2019). Panduan Peningkatan Partisipasi Sosial
Masyarakat dalam Pembangunan/Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Kemensos RI.
. (2019). Pedoman Bimbingan Sosial. Jakarta:
Kemensos RI.
Setiana, L. (2005). Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Suhendi, A., Sitepu, H., & Hadi, S. (2011). Pengembangan
Desa Berketahanan Sosial melalui Pemberdayaan
Pranata Sosial (Studi di dua Daerah Tertinggal).
Jakarta: P3KS Press.
Zautra, A., Hall, J., & Murray, K. (2008). Community development
and community resilience: An integrative approach.
Community Development: Journal of the Community
Development Society, 39(3),130-147.

Daftar Pustaka 105


P enyuluh sosial masyarakat memegang peran penting dalam
masyarakat demi terwujudnya desa berketahanan sosial sebagai
jembatan komunikasi dan informasi dari pemerintah kepada
masyarakat. Di samping itu, penyuluh sosial masyarakat juga
berfungsi sebagai agen pemberi motivasi dan edukasi dalam
membantu masyarakat berpartisipasi di desa. Dengan kata lain,
penyuluh sosial
masyarakat juga menjadi agen perubahan di desanya.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, diperlukan data dan informasi
tentang masalah, potensi dan sumber daya di 7 provinsi yang akan
menjadi bahan penyusunan kebijakan teknis Pusat Penyuluhan
Sosial, dan rencana aksi bagi penyuluh sosial masyarakat menuju
Desa Berketahanan Sosial. Sehubungan dengan itu, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial bersama dengan Pusat
Penyuluhan Sosial melaksanakan pemetaan sosial yang
memfokuskan pada masalah, potensi dan sumber daya sosial serta
kesiapan calon penyuluh sosial masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketujuh kabupaten lokasi
penelitian memiliki keunikannya masing-masing. Meski memiliki
permasalahan yang hampir sama, tetapi tentu memiliki tingkatan
darurat yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan penanganan atau
pendekatan yang berbeda. Namun yang terpenting para penyuluh
sosial masyarakat telah mampu menunjukkan kapasitasnya dalam
memahami kondisi di desa mereka masing-masing. Kesadaran
mereka akan kondisi desa ini mampu menjadi dasar untuk menerima
pelatihan kapasitas sebagai penyuluh sosial masyarakat. Mereka
perlu dikembangkan, dibina, dan diperkuat kemampuannya agar
dapat berperan besar bagi perubahan sosial yang lebih baik di desa
mereka masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai