Penanggung Jawab
Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Penulis:
Nyi R. Irmayani (Utama), Suradi, Achmadi Jayaputra, B. Mujiyadi,
Togiaratua Nainggolan, Habibullah, Ayu Diah Amalia, Indrajaya,
Ahmad Suhendi, Rudy G. Erwinsyah, Bilal As’adhanayadi,
Angela Iban, Irin Oktafiani, Rahmat Saleh, Norman Luther Aruan
ISBN : 978-623-7806-02-8
Diterbitkan oleh:
PUSLITBANGKESOS KEMENTERIAN SOSIAL RI.
Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta Timur. Telp. (021)
8017126 E-mail: puslitbangkesos@kemsos.go.id; Website:
puslit.kemsos.go.id
Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak buku sebagian atau selu-
ruhnya tanpa izin dari Puslitbangkesos, Kementerian Sosial RI.
KATA PENGANTAR
Kata v
Pengantar
Kegiatan menuju desa berketahanan sosial ini telah dirintis
di 210 desa di Indonesia. Namun demikian, belum diidentifikasi
potensi dan sumber daya yang ada di 210 desa/kelurahan
terpilih. Oleh karena itu, maka penelitian ini dimaksudkan
sebagai kegiatan identifikasi atas sumber dan potensi pada tiap
desa yang akan dikembangkan menjadi Desa Berketahanan
Sosial, serta di lain pihak memetakan masalah sosial yang ada.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolok ukur
awal, sebelum dioperasionalkannya pembentukan Desa
Berketahanan Sosial.
Demikian, semoga bermanfaat.
1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
sosial (UU No 11/2009).
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sampai saat
ini masih dihadapkan pada masalah dan tantangan yang
multidimensi. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan
masyarakat secara aktif guna mencapai tujuan pembangunan
kesejahteraan sosial secara optimal. Keterlibatan masyarakat
secara aktif tersebut diawali dengan tumbuhnya kesadaran
pada masyarakat tentang masalah sosial dan potensi yang
ada di lingkungan mereka. Oleh karena itu, diperlukan
proses penyadaran masyarakat, sehingga mereka memiliki
motivasi yang kuat untuk melakukan tindakan sosial.
Upaya penyadaran masyarakat tersebut memerlukan
individu-individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan
Pendahuluan 1
sosial. Individu-individu tersebut oleh Pusat Penyuluhan
Sosial disebut dengan Penyuluh Sosial Masyarakat. Mereka
itu berasal dari unsur tokoh masyarakat, baik dari tokoh
agama, adat, perempuan, pemuda - yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat yang
berwenang bidang kesejahteraan sosial untuk melakukan
kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan
sosial (lihat Pusat Penyuluhan Sosial, 2019).
Penyuluh Sosial Masyarakat masuk di dalam jenis-jenis
Sumber Daya Manusia Kesejahteraan Sosial pada kategori
relawan sosial. Status relawan sosial ini didefinisikan
dengan jelas di dalam UU No 11 Tahun 2009 adalah
seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar
belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang
pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan di bidang sosial, bukan di instansi sosial
pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa
imbalan.
Penyuluh sosial yang hidup bersama-sama dengan
masyarakat akan menjadi agen perubahan sosial. Agen
perubahan menurut Lunenburg (2010), is anyone who has
the skill andpowertostimulate, facilitate,
andcoordinatethechange effort. Kemudian Lunenburg (2010)
berpendapat, bahwa agen perubahan itu bisa individu,
kelompok, dan organisasi, yang memiliki keterampilan dan
kekuatan untuk menstimulasi, memfasilitasi, dan
mengoordinasi kan upaya perubahan. Menurut Anwar
(2013), bahwa penghubung antara sumber ide perubahan
dengan target masyarakat yang diharapkan mengadopsi ide
atau teknologi yang ditawarkan oleh produser “ide dan
teknologi”. Elemen penghubung termaksud disebut sebagai
“agen perubahan/agent of change”.
Penyuluh sosial masyarakat sebagai agen perubahan,
diharapkan mampu melaksanakan peranan sebagai (i)
stimulator, yaitu orang yang memberikan rangsangan kepada
masyarakat lokal untuk melakukan perubahan; (ii)
fasilitator, orang yang memberikan kemudahan atau akses
kepada layanan sehingga terjadinya perubahan; (iii)
koordinator, orang yang mengkoordinasikan berbagai sistem
sumber sehingga mengarah pada tujuan yang sama untuk
perubahan; dan (iv) mediator, orang yang menghubungkan
atau memediasi berbagai kepentingan untuk mencapai
perubahan. Selain peranan tersebut, sebagai agen perubahan
penyuluh sosial masyarakat diharapkan memiliki
keterampilan analisis, menjadi pendengar yang baik, pelatih
yang bijaksana, memahami tujuan yang harus
diperjuangkan, memahami metode dan gaya komunikasi.
Penyuluh Sosial Masyarakat nantinya akan
melaksanakan tugas Penyuluhan Sosial di wilayah
desa/kelurahan tempat tinggal mereka. Penyuluh sosial akan
melakukan penguatan kapasitas masyarakat, sehingga
masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Di dalam Pedoman Penyuluhan Sosial
(Pusat Penyuluhan Sosial, 2019) didefinisikan dengan jelas,
bahwa Penyuluhan Sosial sebagai proses penguatan
kapasitas adalah upaya yang dilakukan untuk melakukan
penguatan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu
(dalam masyarakat), kelembagaan, maupun hubungan atau
jejaring antar individu, kelompok organisasi sosial, serta
pihak lain di luar sistem masyarakatnya sampai di aras
global.
Penyuluh Sosial Masyarakat dalam melaksanakan
tugasnya, memiliki 6 (enam) peran, yaitu: (i) komunikator,
menjadi penyampai pesan yang baik dalam masyarakat;
(ii) informator, menjadi jembatan informasi untuk
menumbuhkan perubahan sosial dalam masyarakat; (iii)
motivator, menumbuhkan semangat keswadayaan dan
gotong royong serta partisipasi sosial dalam masyarakat; (iv)
edukator, menguatkan masyarakat dalam melakukan
perubahan
sosial dengan memberikan pembelajaran/pengetahuan dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham
dari tidak bisa menjadi bisa; (v) mobilisator, menggerakkan
masyarakat dalam berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan (vi) inisiator,
memiliki gagasan atau ide-ide baru (Pusat Penyuluhan
Sosial, 2019).
Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan aksi
sosial dengan fasilitasi Penyuluh Sosial Masyarakat, apabila
terlembaga dengan baik dan berkelanjutan, pada akhirnya
akan melahirkan Masyarakat Berketahanan Sosial.
Ketahanan masyarakat dapat didefinsikan sebagai
kemampuan berkelanjutan dari suatu masyarakat untuk
memanfaatkan sumber daya yang tersedia (energi,
komunikasi, transportasi, makanan) untuk mengelola risiko,
bertahan, dan pulih dari situasi yang merugikan (lihat Bec,
McLennan & Moyle, 2016; Arnell, 2015; Maclean, Cuthill
& Ross, 2014). Masyarakat yang memiliki ketahanan, maka
akan terjadi proses keberlanjutan menuju perubahan yang
dikehendaki (lihat Black & Hughes, 2001; Fiksel, 2006).
Suatu desa/kelurahan yang masyarakatnya memiliki
ketahanan sosial secara berkelanjutan, maka desa/kelurahan
tersebut akan menjadi Desa Berketahanan Sosial.
Adapun strategi yang ditempuh oleh Pusat Penyuluhan
Sosial berkaitan dengan penyuluhan sosial adalah:
1. Peningkatan kapabilitas sosial dan tanggung jawab sosial
masyarakat, artinya penyuluhan sosial harus dirancang
sebagai proses pemberdayaan masyarakat dan proses
penguatan kapabilitas sosial dan tanggung jawab sosial
masyarakat.
2. Peningkatan partisipasi masyarakat, artinya penyuluhan
sosial diarahkan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan program Prioritas
Nasional.
3. Peningkatan kualitas SDM dan Lembaga Kesejahteraan
Sosial, artinya penyuluhan sosial dilakukan untuk
meningkatkan kualitas SDM dan lembaga kesejahteraan
sosial, sehingga program kesejahteraan sosial yang
professional dapat terselenggara guna mendukung
terwujudnya good governance.
Strategi yang dikembangkan oleh Pusat Penyuluhan
Sosial tersebut menjawab indikator desa berketahanan sosial
(Suhendi, Sitepu & Hadi, 2011), yaitu:
1. Perlindungan bagi kelompok rentan, miskin dan
penyandang masalah sosial lainnya
2. Partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial lokal
3. Pengendalian terhadap konflik atau tindak kekerasan
4. Pemeliharaan kearifan lokal dalam mengelola Sumber
daya alam dan sumber daya sosial
Pada tahun 2019, Pusat Penyuluhan Sosial
mengeluarkan kebijakan melakukan rintisan awal
terbentuknya Desa Berketahanan Sosial di 210 desa yang
tersebar di 7 (tujuh) kabupaten/kota di 7 (tujuh) provinsi,
yaitu: Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Di
tujuh provinsi dan kabupaten/kota tersebut pada tahun 2019
dilakukan sosialisasi dan pelatihan dasar bagi penyuluh
sosial masyarakat. Direncanakan pada tahun 2020, di 210
desa sudah ada penyuluh sosial masyarakat, ada kegiatan
penyuluhan sosial dan tumbuhnya partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, diperlukan data
dan informasi tentang masalah, potensi dan sumber daya
di 7 (tujuh) provinsi dan 7 (tujuh) kabupaten/kota. Data
dan informasi tersebut akan menjadi bahan penyusunan
kebijakan teknis Pusat Penyuluhan Sosial, dan rencana aksi
bagi penyuluh sosial masyarakat menuju Desa Berketahanan
Sosial. Sehubungan dengan itu, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial bersama-sama dengan
Pusat Penyuluhan Sosial melaksanakan pemetaan sosial
yang memfokuskan pada masalah, potensi dan sumber daya
sosial serta kesiapan calon penyuluh sosial.
B. Permasalahan
Data dan informasi tentang masalah, potensi dan
sumber daya kesejahteraan sosial, serta kesiapan calon
penyuluh sosial masyarakat, menjadi fokus dalam penelitian
ini. Data dan informasi ini bagi Pusat Penyuluhan Sosial
sebagai bahan merumuskan kebijakan teknis, dan bagi
penyuluh sosial sebagai bahan menyusun rencana aksi
penyuluhan sosial. Sehubungan dengan itu, permasalahan
dalam penelitian ini dioperasionalkan ke dalam pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana kesiapan calon penyuluh sosial masyarakat
sebagai pilar-pilar sosial di desa calon lokasi Desa
Berkatahanan Sosial?
2. Apa saja jenis masalah sosial yang ada di desa calon
lokasi Desa Berketahanan Sosial?
3. Apa saja potensi dan sumber daya kesejahteraan sosial
yang ada di desa calon lokasi Desa Berketahanan Sosial?
D. Metode Penelitian
1. Cara Pengumpulan Data dan Sumber Data
a. Untuk mencapai tujuan penelitian, data dan
informasi dikumpulkan melalui diskusi kelompok
terfokus (focus group discussion), wawancara
mendalam, studi dokumentasi dan observasi
lapangan. Penggunaan 4 (empat) cara pengumpulan
data dan informasi ini sebagai bentuk triangulasi
metode, dimaksudkan untuk memperoleh data yang
valid dan mutakhir.
b. FDG diikuti oleh calon penyuluh sosial sebanyak 30
orang, aparat desa sebanyak 30 orang, dan instansi
terkait sebanyak 10 orang. Dalam pelaksanaannya,
FGD dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, di mana
kelompok I mendiskusikan masalah sosial;
kelompok II mendiskusikan potensi dan sumber daya
manusia; dan kelompok III mendiskusikan potensi
dan sumber daya sosial. Pada akhir FGD dilakukan
pleno untuk memperoleh data dan informasi
mutakhir yang perlu mendapat prioritas penyuluh
sosial dalam menyusun rencana aksi.
c. Wawancara mendalam dilakukan kepada tokoh
masyarakat, aparat desa/kelurahan dan tokoh adat
untuk menggali informasi yang berkaitan dengan
sumber daya manusia dan sumber daya sosial yang
ada di desa. Informasi yang diperoleh dari
wawancara ini diperlukan untuk memperoleh
validitas dan pengayaan data yang diperoleh melalui
FGD.
d. Studi dokumentasi dilakukan untuk menggali data
yang berkaitan dengan kebijakan penyuluhan sosial,
kondisi wilayah, demografi dan sosiografi penduduk.
Sumber data dalam studi dokumentasi adalah
pedoman penyuluhan sosial, data statistik pada
Badan Pusat Statistik dan referensi lain yang relevan
dengan tujuan penelitian.
e. Observasi lapangan dilakukan di salah satu desa
(sebagai sampel) untuk menggali informasi yang
berkaitan dengan sumber daya sosial yang ada di
desa. Informasi yang diperoleh dari observasi
lapangan ini diperlukan untuk memperoleh validitas
dan pengayaan data yang diperoleh melalui FGD.
2. Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan diolah dan dianalisis
dengan langkah-langkah berikut:
a. Data yang dikumpulkan di setiap kabupaten/kota
dilakukan editing untuk mendapatkan data yang
baik berdasarkan aspek: masalah, potensi sumber
daya kesejahteraan sosial, dan peran penyuluh sosial
masyarakat.
b. Data yang sudah baik atau bersih, dideskripsikan
berdasarkan apsek: masalah, potensi sumber daya
kesejahteraan sosial, dan peran penyuluh sosial
masyarakat.
c. Informasi dalam bentuk deskripsi dari 7 (tujuh)
kabupaten/kota dikompilasi berdasarkan aspek:
masalah, potensi sumber daya kesejahteraan sosial,
dan peran penyuluh sosial masyarakat.
d. Peneliti melakukan interpretasi dan penarikan
kesimpulan atas informasi yang diperoleh guna
menjawab tujuan penelitian.
3. Prosedur Penelitian
a. Penelitian ini dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial, yang
melibatkan Pusat Penyuluhan Sosial sebagai
pengguna hasil penelitian sejak tahap penyusunan
rancangan, penyusunan instrumen, pengumpulan
data, penulisan laporan dan pembahasan hasil.
b. Pada tahap pengumpulan data, dilakukan koordinasi
dengan dinas sosial provinsi dan dinas sosial
kabupaten/kota, serta melibatkan pegawai dari
instansi tersebut dalam proses pengumpulan data
melalui FGD.
c. Setelah pengumpulan data, dilaksanakan pengolahan
dan analisis data, penyusunan laporan, pembahasan
hasil dan finalisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut
dilaksanakan oleg Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial dengan
melibatkan tenaga dari Pusat Penyuluhan Sosial.
4. Etika Penelitian
a. Penentuan informan berdasarkan rekomendasi dari
kepala desa, yang ditentukan secara suka rela, tanpa
tekanan dan menghargai perbedaan berdasarkan jenis
kelamin, agama, suku/ras, dan status sosial ekonomi.
b. Peneliti bertanggung jawab untuk menjaga
kerahasiaan data dan informasi yang disampaikan
informan kepada publik yang tidak berkepentingan.
5. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di 7 (tujuh) provinsi, 7
(tujuh) kabupaten, 210 desa/kelurahan, sebagai berikut:
a. 30 nagari di Kabupaten Pariaman Provinsi Sumatera
Barat
b. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Sukabumi Provinsi
Jawa Barat
c. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Purworejo Provinsi
Jawa Tengah
d. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Banyuwangi
Provinsi Jawa Timur
e. 30 banjar di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali
f. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Tanah Laut Provinsi
Kalimatan Selatan
g. 30 desa/kelurahan di Kabupaten Bantaeng Provinsi
Sulawesi Selatan
Penentuan lokasi penelitian dilakukan bersama-
sama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial dengan Pusat Penyuluhan Sosial.
Lokasi penelitian tersebut merupakan calon lokasi Desa
Berketahanan Sosial tahun 2020.
6. Waktu
Pemetaan penelitian ini dilaksanakan di lapangan
pada 27 November s.d. 1 Desember 2019. Kemudian,
analisis dan penulisan laporan akan diselesaikan pada
Desember 2019.
7. Tahapan Penelitian
a. Persiapan
1) Penyusunan rancangan
Sebelum rancangan penelitian disusun,
dilakukan diskusi antara Pusat penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial dengan
Pusat Penyuluhan Sosial. Judul yang disepakati
adalah Pemetaan Sosial Menuju Desa
Berketahanan Sosial. Tim
penelitian menyusun draft rancangan penelitian,
di mana bahan diperoleh antara lain dari Pusat
Penyuluhan Sosial.
2) Penyusunan instrumen
Tim penelitian menyusun instrumen penelitian.
Instrumen dalam bentuk panduan wawancara
yang akan dikembangkan pada saat FGD.
3) Pembahasan
Setelah draft dan instrumen/pedoman FGD
disusun, dilakukan pembahasan dengan
melibatkan tim penelitian, pejabat struktural
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial dan tenaga dari Pusat
Penyuluihan Sosial.
b. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan di 7 (tujuh)
kabupaten/kota di 7 (tujuh) provinsi dengan langkah-
langkah kegiatan berikut:
1) Penyiapan tim penelitian untuk pengumpulan
data
2) Koordinasi dengan Pusat Penyuluhan Sosial
untuk memastikan kesiapan Dinas Sosial
provinsi dan Dinas Sosial kabupaten/kota, serta
peserta FGD.
3) Pelaksanaan FGD, wawancara mendalam dan
kunjungan lapangan.
c. Pengolahan data
Datayangsudahdikumpulkandilakukanpenyuntingan
oleh tim penelitian untuk memperoleh data yang
baik, dianalisa secara kualitatif deskriptif, dilakukan
interpretasi dan penarikan kesimpulan.
d. Penulisan Laporan
Penulisan laporan hasil penelitian dilakukan
bersama-sama antara tim penelitian dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial, Pusat
Penelitian Kependudukan dan Pusat Penelitian
Kewilayahan LIPI.
e. Pembahasan Laporan
Laporan hasil penelitian dibahas dalam pertemuan
yang dihadiri tim penelitian, pejabat struktural Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial, Pusat
Penelitian Kependudukan dan Pusat Penelitian
Kewilayahan LIPI.
f. Finalisasi
Laporan disempurnakan berdasarkan catatan-catatan
pada saat pembahasan, sehingga diperoleh laporan hasil
penelitian yang final.
E. Organisasi Penelitian
Pengarah : Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Penanggungjawab : Kepala Bagian Tata Usaha Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Tim Peneliti : 1. Nyi R. Irmayani (Utama)
2. Suradi
3. Achmadi Jayaputra
4. B. Mujiyadi
5. Togiaratua Nainggolan
6. Ahmad Suhendi
7. Habibullah
8. Ayu Diah Amalia
9. Indrajaya
10. Rudy G. Erwinsyah
11. Bilal As’adhanayadi
12. Angela Iban
13. Irin Oktafiani
14. Rahmat Saleh
15. Norman Luther Aruan
F. Sistematika Pelaporan
Bab I : Pendahuluan, mendeskripsikan tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan, metode,
waktu, tahapan, organisasi penelitian dan
sistematika laporan.
Bab II : Tinjauan Pustaka menyajikan konsep-konsep
tentang penyuluhan sosial dan desa/kelurahan
berketahanan sosial.
Bab III : Hasil dan Pembahasan, mendeskripsikan data dan
informasi tentang potensi dan permasalahan serta
peran penyuluh sosial masyarakat di calon lokasi
Desa Berketahanan Sosial.
Bab IV : Kesimpulan dan Rekomendasi, mendeskripsikan
kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi.
BAB
2 TINJAUAN PUSATAKA
A. Penyuluhan Sosial
1. Definisi Penyuluhan Sosial
Penyuluhan sosial dalam arti umum adalah ilmu sosial yang
mempelahari sistem dan proses perubahan pada individu serta
masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik
sesuai dengan yang diharapkan (Setiana, 2005). Inti dari
kegiatan penyuluhan sosial adalah untuk memberdayakan
masyarakat (Margono, 2000). Memberdayakan berarti memberi
daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya
yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Penyuluhan sosial sebagai proses penguatan kapasitas
adalah upaya yang dilakukan untuk melakukan penguatan
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu (dalam
masyarakat), kelembagaan, maupun hubungan atau jejaring
antar individu, kelompok organisasi sosial, serta pihaklain di
luar sistem masyarakatnya sampai di aras global. Penyuluhan
sosial adalah sebagai usaha gerak dasar dan/atau langkah awal
prakondisi masyarakat terhadap pembangunan sosial dan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bertujuan
meningkatkan kapabilitas sosialdan tanggung jawab sosial
masyarakat (lihat Pensosmas, 2019).
Definisi penyuluhan sosial di dalam Peraturan Menteri
Sosial No. 10 Tahun 2014 adalah proses pengubahan perilaku
yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi,
motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan,
tulisan maupun peraga kepada kelompok sasaran, sehingga
muncul pemahaman yang sama, pengetahuan, dan kemauan
guna berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
2. Konsep Penyuluhan Sosial
a. Penyuluhan sosial sebagai gerak awal.
Kegiatan penyuluhan sosial mendahului sebelum
program atau kegiatan lain masuk ke lokasi artinya (a) setiap
program unit operasional diawali dulu dengan penyuluhan
sosial, (b) penyuluhan sosial pada hakekatnya sudah melekat
pada setiap program.
b. Penyuluhan sebagai karakter dasar.
Setiap program atau kegiatan harus mempunyai
pondasi melalui penyuluhsan sosial dasar, artinya: (a) setiap
program didasari penyuluhan sosial, (b) program yang
memiliki dasar/pondasi yang kuat, maka tingkat optimalisasi
keberhasilan program tersebut dapat tercapai, (c) tujuan akan
mudah terwujud, berkesinambungan dan dapat dikelola
serta dimanfaatkan dengan baik dalam setiap program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Kegiatan penyuluhan sosial ditujukan kepada (a)
perorangan, (b) keluarga, (c) kelompok dan (d) masyarakat
sebagai Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PSKS)
untuk mewujudkan masyarakat desa/kelurahan berketahanan
sosial.
3. Prinsip Dasar Penyuluhan Sosial
Prinsip dapat dipahami sebagai ketentuan yang harus ada
atau harus dijalankan dalam penyuluhan sosial. Prinsip dasar
diartikan
Tinjauan 15
Pustaka
sebagai aturan umum yang digunakan sebagai pedoman. Prinsip
dasar dalam penyuluhan sosial adalah:
a. Prinsip partisipasi
Hubungan antara penyuluh dengan khayalak sasaran
perlu dibangun berdasarkan prinsip demokratis, yaitu
adanya ruang dialog antara penyuluh dan khalayak sasaran
secara terbuka, transparan, bersahabat dan egaliter. Hal ini
penting untuk menciptakan suasana kerjasama yang
konstruktif.
b. Prinsip untuk semua
Penyuluhan sosial berlaku untuk semua, sesuai dengan
tujuan dan sasaran penyuluhan sosial. Penentuan khalayak
sasaran penyuluhan benar-benar berdasarkan pertimbangan
kebutuhan.
c. Prinsip perbedaan individual
Bahwa setiap individu memiliki keahlian tertentu.
Karena itu, proses penyuluhan sosial perlu
mempertimbangkan latar belakang, kultur, pendidikan,
profesi, kebutuhan, dan masalah yang dihadapinya.
d. Prinsip pribadi seutuhnya
Penyuluhan diterapkan dengan memandang sasaran
sebagai manusia seutuhnya. Mereka adalah manusia
yang memiliki harga diri, perasaan, keinginan, emosi dan
sebagainya.
e. Prinsip Interdisiplin
Permasalahan yang ada pada kelompok sasaran
perludilihat dari berbagai perspektif. Hal-hal yang penyuluh
sampaikan tidak bersifat mutlak, tetapi perlu juga bagi
penyuluh untuk memberikan ruangbagi perspektif atau
disiplin lain dalam mendekati suatu permasalahan.
f. Prinsip berpusat pada sasaran
Ukuran keberhasilan itu bukan terpusat pada penyuluh,
tetapi pada khayalak, yaitu kepuasan sasaran.
4. Fungsi Penyuluhan Sosial
a. Fungsi Preventif
Penyuluhan sosial sebagai salah satu upaya pencegahan
untuk meminimalisi, bahkan mencegah timbulnya
permasalahan sosial yang baru.
b. Fungsi Rehabilitatif/Kuratif
Penyuluhan sosial sebagai upaya pemecahan masalah yang
terjadi di masyarakat.
c. Fungsi Pengembangan
Penyuluhan sosial ditujukan sebagai usaha pengembangan
masyarakat.
d. Fungsi Penunjang (Suportif)
Penyuluhan sosial tidak hanya ditujukan pada bidang
kesejahteraan sosial saja tetapi juga dapat
menunjangprogram lain secara lintas sektor.
3 HASIL DAN
PEMBAHASAN
2. Masalah Sosial
Masalah sosial adalah pebedaan antara harapan dan
kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang
ada dengan situasi yang seharusnya seharusnya. Masalah
sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat
sebagai suatu kondisi yang tidak diharapkan.
Berdasarkan hasil FGD, permasalahan yang hampir
dialami oleh seluruh desa adalah permasalahan sampah.
Ada beberapa faktor penyebab permasalah sampah ini
terjadi di hampir semua desa, yaitu tidak adanya tempat
pembuangan bersama (TPA). Sampah yang ada
dilokalisir hanya di beberapa tempat dan metode
pengolahannya untuk sampah plastik hanya dibakar
sedangkan untuk sampah organik dilah dan dijadikan
pupuk. Jarak desa yang jauh dari pusat kabupaten juga
menjadi penyebab permasalahan sampah. Ada desa yang
berjarak kurang lebih 38 Km dari pusat sehingga
menyulitkan aksesibiltas dan keterjangkauan oleh
pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah.
Terdapat Tujuh Permasalahan sosial yang dianggap
sebaga prirotias utama untuk dapat diselesaikan oleh
masyarakat desa secara umum yaitu pernikahan dini,
permasalahan sampah, pencurian hewan ternak/
hasil tani, pemodalan, masalaah keadilan, kemiskinan,
kebersihan lingkungan dan jarak ke rumah sakit yang
jauh. Dari ketujuh permasalahn tersebut yang dianggap
oleh setiap masyarakat desa merupakan prioritas utama
untuk diselesaikan adalah permasalahan sampah.
2. Masalah Sosial
Berdasarkan hasil diskusi kelompok terfokus ada
beberapa permasalahan sosial yang dirasakan oleh
masyarakat Kabupaten Tanah Laut. Penyalahgunaan
narkoba merupakan masalah yang sering muncul di
beberapa desa. Panyalahgunaan narkoba tidak hanya
dilakukan oleh masayarakat golongan ekonomi
menengah dan orang dewasa saja akan tetapi juga sudah
menyerang lapisan masyarakat paling bawah dan anak-
anak dan remaja. Jenis Narkoba yang digunakan bukan
narkoba dengan harga mahal akan tetapi menggunakan
lem fox. Ada berbagai upaya yang dilakukan oleh
karang taruna
untuk mencegah agar tidak terjadi penyalahgunaan
narkoba yaitu dengan melakukan penyuluhan dan
berbagai kegiatan olahraga.
Kenakalan remaja berupa pergaulan bebas dan
hubungan seksual diluar nikah merupakan masalah yang
cukup menonjol di Kabupaten Tanah Laut. Hubungan
seksual di luar nikah menimbulkan kerugian bagi
perempuan yang menyebabkan hamil diluar nikah.
Perempuan yang hamil diluar nikah akan menyebabkan
malu keluarga dan biasanya akan dinikahkan oleh laki-
lakinya yang menghamilinya. Namun karena secara
sosial ekonomi keluarga tersebut belum siap maka
perempuan dan anaknya akan ditinggal lagi oleh laki-laki
tersebut. Berbagai upaya untuk mengurangi hamil diluar
nikah yaitu melalui kegiatan sahabat keluarga. Berbagai
program penyuluhan dilakukan untuk mencegah
pernikahan dini.
Seberapa Seberapa Prioritas
Sering Serius Masalah Untuk
Masalah Yang
No. Masalah Masalah Dilayani
Dirasakan
Terjadi Dirasakan Melalui
(Kuantitas ) (Kualitas) Penyuluhan
1 Kenakalan remaja **** **** 2
2 Penyalahgunaan ***** ***** 1
narkoba
3 Kemiskinan *** *** 4
4 Penganguran *** *** 3
5 Perceraian *** *** 5
6 Lansia Terlantar ** ** 8
7 Rumah tidak layak ** ** 9
huni
8 Putus sekolah *** *** 6
9 Mabuk *** *** 7
10 Konflik warga * * 10
Selain itu ada juga kemiskinan, penganguran,
perceraian, lansia terlantar, rumah tidak layak huni, putus
sekolah, mabuk dan konflik warga. Namun berbagai
permasalahan tersebut tidak terlalu menonjol, tidak
sering terjadi dan tidak terlalu serius sehingga bukan
menjadi prioritas untuk dilaksanakan penyuluhan sosial.
3. Potensi Kesejahteraan Sosial
a. Potensi Alam
Penggunaan lahan di desa-desa di Kabupaten
Tanah Laut didominasi oleh lahan budidaya terutama
tanaman perkebunan/tahunan serta lahan pertanian
basah dan kering.
No Jenis Penggunaan Lahan
1 Tegal/ Kebun
2 Ladang/ Huma
3 Pekarangan
4 Rawa-rawa (tidak ditanami)
5 Sawah
6 Tambak
7 Empang
8 Tanah Yang Ditanami Kayu-Kayuan/ Hutan
Rakyat
9 Hutan Negara
10 Perkebunan
11 Lain-lain
2. Masalah Sosial
Dari berbagai potensi yang ada, desa-desa di
Bantaeng juga memiliki tantangan masalah-masalah
sosial. Masalah yang dirasakan paling utama adalah
persoalan yang menyasar pada anak usia remaja dan para
pemuda, yaitu konsumsi minuman keras, penggunaan
obat-obatan terlarang, narkoba, menghirup lem, tawuran,
balapan motor, dan begal. Beberapa persoalan sosial
yang terhimpun dalam FGD ini terjadi merata di 30 desa
peserta.
Terdapat banyak faktor terjadinya hal-hal negatif
dalam pergaulan generasi muda di desa-desa Bantaeng.
Salah satu yang patut dipertimbangkan menjadi faktor
kuat adalah akses Bantaeng yang mudah untuk menuju
Makassar sebagai kota besar. Pergaulan sebagai
masyarakat desa yang lokasinya berada di dekat kota
tentu diwarnai dengan kompleksitas. Mereka tidak siap
dengan pergaulan yang dimiliki kota, sementara tidak
semua desa di Bantaeng menawarkan kegiatan yang
menarik bagi anak-anak muda.
Selain itu, menurut hasil diskusi peserta FGD, ada
banyak anak-anak muda di Bantaeng yang putus sekolah
sejak SMP dan tidak mampu melanjutkan pendidikan
perguruan tinggi setelah lulus SMA. Hal ini berdampak
pada tingginya tingkat pengangguran di desa. Tidak
dipungkiri lagi, mereka tidak memiliki kegiatan untuk
menjadi pengalihan waktu, sehingga mengikuti
pergaulan yang buruk. Masalah putus sekolah dan
pengangguran di Bantaeng ini pada dasarnya tidak
terlepas dari persoalan ekonomi keluarga miskin di
masing-masing desa.
Menariknya, menurut salah satu peserta FGD,
Lukman dari Desa Rappoa, faktor lain dari kenakalan
remaja dan pemuda adalah karena keturunan. Menurut
Lukman, persoalan-persoalan sosial yang terjadi pada
para generasi muda di Bantaeng saat ini juga dilakukan
oleh generasi sebelumnya ketika masih muda. Kondisi
ini menarik untuk dilihat karena persoalan sosial di desa
belum terputus lintas generasi. Peran orang tua kemudian
menjadi sangat penting untuk menghentikan persoalan-
persoalan pada generasi muda ini. Pada sebagian kasus
di desa-desa Bantaeng, perhatian dari orang tua dirasa
kurang. Dalam diskusi, bisa jadi kesibukan bekerja dan
kesadaran akan pentingnya perhatian untuk anak masih
rendah.
Menurut salah satu peserta yang juga menjabat
Sekretaris Desa, peran desa sangat penting untuk
memberantas hal-hal negatif ini. Terutama minuman
keras yang hampir menjadi budaya di kalangan pemuda
di desa-desa di Bantaeng. Pengaruh alkohol kemudian
ditakuti menjadi pemicu tindakan kriminal seperti
begal atau tawuran lintas desa. Untuk itu, peran desa
baik Kepala Desa dan aparat-aparatnya sangat penting
untuk menggerakkan masyarakat menjaga kedamaian
di desa. Kepala Desa Rapoa menjelaskan bahwa ia telah
mencoba membangun ruang publik bagi para pemuda
di desanya. Area tersebut dilengkapi dengan jaringan
wifi gratis, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai titik
kumpul para pemuda. Dengan demikian, perangkat desa
dan masyarakat dapat memantau kegiatan para pemuda
tersebut. Selain itu, menurut beliau, pendekatan
psikologis kepada para pemuda sangat penting dilakukan
oleh aparat desa atau pun keluarga. Hal ini menjadi salah
satu cara untuk membuat mereka sadar dan merasa
dipedulikan oleh pihak desa dan keluarga.
Identifikasi masalah sosial se Kabupaten Bantaeng
Prioritas
Seberapa
Masalah
Sering
Untuk
No. Masalah Yang Dirasakan Masalah
Dilayani
Terjadi
Melalui
(Kuantitas)
Penyuluhan
1 Pencurian ternak/hasil tani ** 7
2 Pengangguran *** 6
3 Minuman keras **** 2
4 Narkoba ***** 1
5 Balapan liar ** 8
6 Sabung ayam ** 9
7 Kecanduan gadget *** 3
8 Konflik setelah pilkades *** 4
9 Kekeringan ** 10
10 Sengketa tanah ** 11
11 Tawuran pelajar ** 12
12 Kenakalan remaja *** 5
13 Sampah * 13
14 Pencurian motor/mobil * 14
15 Pernikahan/perceraian dini * 15
16 Kegagalan panen * 16
17 Pencemaran lingkungan * 17
18 Pembalakan hutan/kawasan * 18
3. Potensi Desa
Kabupaten Bantaeng memiliki potensi pertanian yang
cukup tinggi. Sebagian hasil tani dikonsumsi sendiri oleh
masyarakat, sebagian besar lainnya masuk ke rantai pasar.
Sementara itu, dari hasil alamnya, Bantaeng memiliki
peluang di sektor industri. Salah satu yang terlihat adalah
produksi
makanan ringan jagung marning, pembuatan perabot
rumah tangga dari kayu, dan anyaman daun lontar.
Jagung marning adalah makanan ringan olahan dari
jagung ketan yang banyak ditanam oleh para petani di
Bantaeng. Berbeda dengan jagung biasa, jagung ketan atau
yang juga disebut jagung pulut, berwarna putih kusam dan
akan lengket atau pulen setelah direbus. Bagi keseharian
masyarakat Bantaeng, jagung ketan rebus biasa langsung
dikonsumsi. Selebihnya, produksi hasil panen yang
berlimpah, diolah oleh para petani menjadi makanan ringan
jagung marning.
Untuk membuat jagung marning, jagung ketan disisir
terlebihdahulukemudiandirebusselamadelapanjambersama
bumbu garam atau gula merah. Setelah selesai direbus,
jagung dijemur sampai benar-benar kering, kemudian
digoreng. Produksi makanan ringan jagung marning ini di
Bantaeng masih dalam skala rumahan. Bahkan salah satu
produsen di Bantaeng menggunakan seluruh ruangan di
rumahnya untuk menyimpan jagung siap sosial dan jagung
yang sudah selesai dikemas. Seluruh bagian belakang
rumahnya juga digunakan untuk area menjemur jagung. Para
produsen jagung marning ini sebagian adalah juga petani
jagung ketan. Jika hasil panen mereka kurang untuk
memenuhi permintaan pasar jagung marning, mereka akan
membeli hasil panen petani lainnya.
Namun sayangnya, para produsen jagung marning
kurang memiliki kemampuan untuk memotong rantai pasar
perdagangannya. Mereka menjual murah jagung marning
kepada produsen kedua untuk dikemas ulang dan dijual
lebih mahal di Makassar. Padahal, lokasinya yang berada di
jalan lintas kabupaten tentu akan membantu produsen lebih
mudah mengakses pasar.
Selain potensi industri dari hasil alam di atas, sebagian
lokasi Bantaeng di pesisir selatan Sulawesi dapat menjadi
sumber potensi wisata pantai. Hal ini cukup didukung
oleh infrastruktur jalan poros Bantaeng–Bulukumba yang
berdekatan dengan garis pantai.
Sementara itu, Bantaeng juga memiliki beberapa
fondasi sosial sebagai potensi kemajuan daerahnya.
Beberapa desa cukup kuat di aspek organisasi karang taruna.
Dari 30 desa peserta FGD, sebagian desa memiliki karang
taruna yang aktif. Organisasi tingkat desa ini mampu
menjadi wadah bagi para muda-mudi desa untuk berkumpul
dan membantu melaksanakan berbagai kegiatan di desa,
seperti perlombaan, pemilu, dan kegiatan keagamaan.
95
96
Calon Penyuluh Keunggulan
No Wilayah Potensi Kesejahteraan Sosial Masalah Sosial
Sosial Masyarakat Wilayah
Peme 7 Kabupaten Potensi Alam Pencurian Hampir seluruh Memiliki
taan Bantaeng, Destinasi wisata pantai. ternak/hasil tani; peserta calon keunggulan
Sosial Provinsi pengangguran; penyuluh sosial wilayah berupa
Potensi Sosial minuman keras; masyarakat di potensi pertanian
Menu Sulawesi
ju Selatan Karang Taruna; PKK; narkoba; balapan Bantaeng adalah yang cukup tinggi.
Desa BUMDes; UKM; Posyandu; liar; sabung ayam; generasi muda Di sektor industri
Berke Puskesdes; Pustu; Puskesos; kecanduan gawai; yang aktif di Bantaeng
tahan Sistem Layanan dan konflik antar Karang memiliki
an Rujukan Terpadu (SLRT); warga desa setelah Taruna dan kegiatan keunggulan
Sosial Tenaga Kesejahteraan Sosial Pilkades; kekeringan; keagamaan. pada produksi
Melal Kecamatan (TKSK); LPM; sengketa tanah; panganan khas
ui Majelis Taklim; tokoh agama; tawuran pelajar; jagung marning.
Peny kelompok tani; kelompok kenakalan remaja;
uluh seni/adat/sanggar seni; forum sampah; pencurian
Sosial pemuda pemudi. kendaraan bermotor;
Masy pernikahan dini;
araka perceraian; gagal
t panen; pencemaran
Seba lingkungan;
gai pembalakan hutan/
kawasan.
DATA CALON PENYULUH SOSIAL MASYARAKAT DI 7 PROVINSI
Jenis Kelamin Pendidikan
No Provinsi Jumlah Keaktifan
DI/
Laki- Perem- SMA/
SMP DII/ S1 S2
laki puan SMK
DIII
1 Sumatera 30 17 13 - 15 3 12 - Wirausaha, Pendidikan, Karang Taruna,
Barat KAN, Majelis Ta'lim, PKK, Kelompok
Tani, LPM, BUMDes, Kelompok Julo-Julo
2 Jawa Barat 30 24 6 2 18 2 8 - Pendidikan, Wirausaha, Aparat
Pemerintahan, Karang Taruna, LPM,
Posyandu, PKK, BUMDes, UMKM
3 Jawa 30 27 3 1 19 3 7 - Aparat Pemerintahan, Pertanian, Karang
Tengah Taruna, Wirausaha, PPK, Pekerja Sosial
Masyarakat
4 Jawa Timur 28 22 6 - 15 - 12 1 Pendidikan, Wirausaha, Pertanian,
Ha Tagana, Pendamping Sosial, Pekerja
sil Sosial Masyarakat
da
5 Bali 21 14 7 - 13 4 4 - Pertanian, Wirausaha, Mahasiswa, PKK,
n
Kesenian, Posyandu, Kepemudaan
Pe
mb 6 Kalimantan 27 14 13 1 17 3 6 - Pendidikan, LPK, Pemerintahan Desa,
ah Selatan Pertanian, Kerajinan Lokal,
as Wirausaha, Mahasiswa
7 Sulawesi 30 22 8 - 16 - 14 - Karang Taruna, PIK Remaha, Pecinta
Selatan Alam, Forum Pemuda Pemudi, Majelis
Ta'lim, Kader Posyandu, Koperasi
97 Pertanian, Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat, Pertanian, KB, Himpunan
Pelajar Mahasiswa, Wirausaha, Olahraga,
LPM
I. Analisis Kondisi Aktual Desa dalam Indikator Desa
Berketahanan Sosial
Untuk mencapai Desa Berketahanan Sosial,
Kementerian Sosial telah merumuskan empat indikator,
yaitu (1) keterlibatan masyarakat dalam penanganan
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan
kelompok rentan;
(2) membangun partisipasi masyarakat dalam organisasi
lokal; (3) pengendalian terhadap konflik sosial dan tindak
kekerasan; serta (4) pemeliharaan terhadap kearifan lokal
dalam mengolah sumber daya alam dan sumber daya sosial.
Penyuluh sosial memegang peran penting dalam masyarakat
demi terwujudnya empat indikator tersebut karena mereka
dapat hadir di desa sebagai jembatan komunikasi dan
informasi dari pemerintah kepada masyarakat. Di samping
itu, penyuluh sosial juga berfungsi sebagai agen pemberi
motivasi dan edukasi dalam membantu masyarakat
berpartisipasi di desa. Dengan kata lain, penyuluh sosial
juga menjadi agen perubahan di desanya.
Berdasarkan hasil kegiatan focus group discussion
(FGD), berkaitan dengan indikator pertama, yakni
keterlibatan masyarakat dalam penanganan penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan kelompok rentan,
keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mengurangi
masalah yang ditimbulkan akibat keberadaan PMKS
maupun kelompok rentan. Dari tujuh kabupaten, enam di
antaranya, yaitu Pariaman, Sukabumi, Banyuwangi,
Tabanan, Tanah Laut, dan Bantaeng, memberikan informasi
bahwa penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan minuman
keras telah terjadi di kalangan muda. Sementara itu,
kemiskinan juga menjadi permasalahan yang ditemukan di
seluruh kabupaten lokasi penelitian. Hal ini juga terkait
dengan keberadaan para lansia yang terlantar dan masih
buruknya sistem pemberian bantuan sosial dari pemerintah.
Dalam FGD, pada dasarnya
Pemetaan Sosial Menuju Desa Berketahanan Sosial
98 Melalui Penyuluh Sosial Masyarakat Sebagai Agen
Perubahan
para calon Pensosmas telah menunjukkan kesadaran mereka
atas permasalahan tersebut. Mereka menyadari bahwa obat
terlarang dan minuman keras akan merusak generasi muda
di desa mereka. Menurut mereka, permasalahan ini harus
dihentikan agar tidak menjadi warisan bagi generasi mereka
selanjutnya. Namun, banyak calon Pensosmas yang merasa
kurang mampu dan memiliki kemampuan untuk menghadapi
dan menangani masalah di masyarakat. Menurut hasil FGD,
para calon Pensosmas membutuhkan pelatihan untuk
pengembangan kapasitas. Sementara itu, kaitannya dengan
permasalahan bantuan sosial yang tidak tepat sasaran, para
calon Pensosmas merasa perlu adanya survei ulang dalam
mendata masyarakat yang benar-benar membutuhkan
bantuan tersebut. Oleh sebab itu, dalam FGD para calon
Pensosmas mulai menyadari peran mereka sebagai perantara
pemerintah dengan masyarakat.
Kemudian kaitannya dengan indikator kedua, yakni
membangun partisipasi masyarakat dalam organisasi lokal,
dari tujuh lokasi penelitian terlihat bahwa masing-masing
desa memiliki modal sosial dalam bentuk lembaga-lembaga
masyarakat yang terbentuk secara organik. Misalnya di
Pariaman yang memiliki lembaga adat seperti Forum Anak
Nagari (FAN) dan di Bantaeng yang memiliki komunitas
remaja masjid sebagai sarana pertukaran komunikasi dan
informasi di antara remaja. Di beberapa desa lainnya,
institusi masyarakat seperti kelompok tani, PKK, Posyandu,
Karang Taruna, dan lain sebagainya juga menjadi wadah
masyarakat saling bersosialisasi. Keberadaan lembaga
masyarakat seperti ini juga dirasa cukup menjadi modal bagi
terwujudnya desa berketahanan sosial. Para calon
Pensosmas dapat mengambil peran sebagai mediator
penguatan lembaga-lembaga tersebut. Peran nyata yang
dapat diambil para calon Pensosmas nantinya adalah
memberikan informasi dari pemerintah dan
menyampaikannya melalui lembaga-lembaga tersebut agar
dapat diterima masyarakat dengan baik. Misalnya saja
dengan mengadakan penyuluhan tentang penyalahgunaan
obat- obatan terlarang dan minuman keras melalui kegiatan
remaja masjid, Sekaa Taruna, maupun Forum Anak Nagari
(FAN), dan lain sebagainya.
Sementaraitu, dalamindikatorketiga, yaknipengendalian
terhadap konflik sosial dan tindak kekerasan, menekankan
perlunya peran Pensosmas dalam mengendalikan konflik-
konflik yang terjadi di desa mereka. Dari tujuh lokasi
penelitian, pada umumnya ditemukan konflik di beberapa
kalangan, misalnya dalam rumah tangga, antar pemuda,
antar desa, bahkan dengan perusahaan dekat desa mereka.
Dalam FGD, tidak semua calon Pensosmas memahami
konflik-konflik yang terjadi di desa mereka. Mereka juga
belum menyadari sepenuhnya akar konflik-konflik tersebut.
Namun sebagai calon Pensosmas, mereka mulai menyadari
peran penting mereka dalam menghadapi persoalan di desa
seperti ini. Untuk itu, mereka membutuhkan pelatihan yang
memadai dalam menjadi penengah konflik. Calon
Pensosmas perlu memiliki kapasitas yang kuat untuk
membantu menyelesaikan konflik di desa. Namun, sebagai
langkah dasar, dari hasil diskusi di FGD para calon
Pensosmas telah menyadari peran penting mereka minimal
sebagai contoh atau teladan bagi masyarakat lain.
Pada indikator keempat, yakni pemeliharaan terhadap
kearifan lokal dalam mengolah sumber daya alam dan
sumber daya sosial, menunjukkan beberapa desa sudah
mampu mengelola sumber daya alam dan sosialnya dengan
baik. Di Tabanan misalnya, masih menjaga kelompok subak
dan sekaa gong, yaitu kelompok kesenian yang masih tampil
dalam beberapa agenda seni budaya tahunan di Bali. Di
Bantaeng, kelompok atau sanggar seni tari masih
dipertahankan dengan baik sebagai arena anak-anak
menerima warisan
budaya di desanya. Di Banyuwangi dan Purworejo, berbagai
tradisi dan kesenian daerah masih diadakan, salah satunya
lewat agenda karnaval tahunan. Sementara di Sukabumi,
kesenian alat musik angklung masih terus dilestarikan dan
diwariskan kepada anak-anak. Di sisi lain, sumber daya
alam di berbagai desa juga dikelola dengan baik menjadi
lokasi wisata, seperti geopark dan curug di Sukabumi,
wisata pantai di Bantaeng, dan air terjun di Tabanan. Dari
diskusi mengenai pengelolaan sumber daya alam dan sosial
ini, para penyuluh sosial masyarakat telah menunjukkan
kesadarannya akan pelestarian dan potensi yang dapat
dikembangkan oleh desa.
Dari data FGD kaitannya dengan keempat indikator
terwujudnya desa berketahanan sosial, ketujuh kabupaten
lokasi penelitian memiliki keunikannya masing-masing.
Meski memiliki permasalahan yang hampir sama, tetapi
tentu memiliki tingkatan darurat yang berbeda-beda,
sehingga membutuhkan penanganan atau pendekatan yang
berbeda. Namun yang terpenting pula dari hasil FGD, para
penyuluh sosial masyarakat telah mampu menunjukkan
kapasitasnya dalam memahami kondisi di desa mereka
masing-masing. Kesadaran mereka akan kondisi desa ini
mampu menjadi dasar untuk menerima pelatihan kapasitas
sebagai penyuluh sosial masyarakat. Mereka perlu
dikembangkan, dibina, dan diperkuat kemampuannya agar
dapat berperan besar bagi perubahan sosial yang lebih baik
di desa mereka masing- masing.
BAB
4 KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Masing-masing desa/kelurahan memiliki permasalahan
sosial yang beragam seperti kemiskinan, ketelantaran,
kenakalan remaja, dan penyalahgunaan napza.
2. Potensi kesejahteraan sosial yang ada di desa/kelurahan
berupa organisasi sosial, lembaga adat, institusi
keagamaan, kearifan lokal, dan potensi alam.
3. Para calon penyuluh sosial masyarakat memiliki latar
belakang yang beragam dan aktif dalam kegiatan di
desa/kelurahannya masing-masing, sehingga mampu
memahami permasalahan sosial di sekitarnya.
B. Rekomendasi
1. Dalam mewujudkan Desa Berketahanan Sosial,
Pusat Penyuluhan Sosial perlu membentuk penyuluh
sosial masyarakat, antara lain untuk membantu
penyelesaian masalah sosial di desa/kelurahan sekaligus
mengembangkan potensi kesejahteraan sosial yang ada.
2. Para calon penyuluh sosial masyarakat memerlukan
pengembangan kapasitas, yaitu: a) kemampuan
berkomunikasi dengan masyarakat untuk memberikan
informasi, motivasi, dan edukasi; b) kemampuan
kepemimpinan; c) kemampuan membangun jejaring
penyuluh sosial masyarakat; dan d) kepekaan sosial yang
sesuai dengan kondisi dan kekhasan wilayah masing-
masing untuk mewujudkan Desa Berketahanan Sosial.
3. Pemerintah pusat, dalam hal ini Pusat Penyuluhan Sosial,
perlu melakukan komunikasi dan koordinasi dengan
pemerintah daerah sehingga adanya komitmen bersama
dalam mendukung keberadaan dan keberlanjutan calon
penyuluh sosial masyarakat tersebut.