Anda di halaman 1dari 5

SINOPSIS RISET ASPEK KEPERILAKUAN DALAM AKUNTANSI PADA

BIDANG PENGANGGARAN

JUDUL
REGULASI PENGELOLAAN ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH TERKAIT
COVID-19

OLEH :

DESEMBRI PIONITRI
BCA 118 027

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
TAHUN 2020
1. PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 telah membawa pengaruh besar terhadap pelayanan pemerintah
kepada rakyatnya, terutama untuk sektor kesehatan dan sosial, termasuk pada pemerintah daerah
(Pemda). Pemerintah daerah dituntut untuk melakukan banyak hal yang dapat memberikan rasa
nyaman, diayomi, dilindungi, dan diperhatikan pada masyarakat. Masyarakat membutuhkan
kepastian tentang bentuk pembatasan aktivitas, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan jaminan
untuk bertahan hidup.

Meskipun awalnya terkesan ragu-ragu, pemerintah pusat (Pempus) kemudian


memberikan arahan dan kewenangan kepada Pemda melalui penerbitan beberapa regulasi
sebagai pedoman bagi Pemda dan instansi lainnya. Regulasi tersebut seperti Peraturan
pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 (tanggal 31/3/2020),
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 (31/3/2020), Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 4 Tahun 2020 (20/3/2020), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor
20 Tahun 2020 (14/3/2020). Selain itu, beberapa surat edaran (SE) dari kementerian dan kepala
daerah dikeluarkan untuk implementasi di daerah. Muara dari persoalan ini adalah ketersediaan
dana di daerah. Pemda sebagai pengelola anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), mau
tidak mau, harus mengeluarkan dana sangat besar untuk penanganan Covid-19.

Masalahnya, setiap pengeluaran dari kas daerah haruslah didasarkan pada angka-angka
yang tercantum dalam APBD yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda) atau qanun.
Mengingat wabah Covid-19 ini merebak setelah penetapan APBD tahun anggaran 2020, maka
dapat dipastikan tidak ada angaran yang khusus untuk itu. Yang ada adalah anggaran belanja
tidak langsung dengan nama rekening belanja tidak terduga (BTT). Pada kondisi seperti ini,
anggaran BTT yang ada dapat dipastikan tidak mencukupi. Artinya, harus ditambah alokasi
anggarannya dalam perubahan APBD. Penegasan ini dinyatakan dalam Perppu 1 Tahun 2020
terkait kebijakan keuangan daerah (Pasal 1 ayat 4, Pasal 3 ayat 1), dimana Pemda boleh
melakukan perubahan alokasi antarprogram dengan cara melakukan perubahan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD, sebelum nantinya dimasukkan dalam Perda/qanun perubahan
APBD. Ada beberapa hal penting yang ditekankan dalam regulasi-regulasi tersebut. Pertama,
fokus pada kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah. Instruksi Mendagri Nomor 1
Tahun 2020 ini memberikan penjelasan rinci tentang tata cara percepatan pengutamaan
penggunaan alokasi anggaran Pemda untuk 3 (tiga) hal, yakni penanganan kesehatan,
penanganan dampak ekonomi, dan penyediaan social safety net.

Aktivitas untuk penanganan kesehatan meliputi: Penggunaan dana Belanja Tidak


Terduga (BTT) yang telah ada dalam APBD. Prioritas penggunaan BTT ini adalah untuk
penyediaan sarana dan prasaran kesehatan berupa barang pelindung warga dan komunitas, dan
alat pelindung petugas medis, serta penyediaan sarana prasarana kesehatan lainnya,Merekrut
tenaga kesehatan/medis baru dan memberi pelatihan singkat,Memberi insentif bagi tenaga
kesehatan/medis, investigator, relawan, dan tenaga lainnya menggunakan standar harga satuan di
daerah,Penyemprotan desinfektan,Penyewaan rumah singgah untuk isolasi PDP,Pemeriksaan
laboratorium bagi masyarakat,Pengadaan alat evakuasi korban positif Covid-19,Penanganan
jenazah korban Covid-19, Penanganan kesehatan lainnya. Dalam hal penanganan dampak
ekonomi oleh Pemda dengan menggunakan BTT mencakup antara lain: Pengadaan bahan
pangan dan kebutuhan pokok; Pemberian insentif berupa pengurangan/pembebasan pajak
daerah; pelonggaran kewajiban perpajakan daerah, dan perpanjangan waktu pemenuhan
kewajiban dana bergulir; Pemberian stimulus berupa penguatan modal usaha pada UMKM, dan
penanganan dampak ekonomi lainnya.

Sedangkan untuk aktivitas penyediaan social safety net dilakukan dengan cara pemberian
hibah/bantuan sosial dalam bentuk uang dan/atau barang secara memadai, antara lain kepada:
Individu/masyarakat terdampak atau memiliki risiko sosial seperti keluarga miskin, pekerja
harian, dan individu lainnya; Fasilitas kesehatan milik masyarakat/swasta yang ikut serta
melakukan penanganan pandemik Covid-19; dan Instansi verikal yang terlibat penanganan
Covid-19. Apabila anggaran BTT yang ada tidak mencukupi, Pemda melakukan penjadwalan
ulang terhadap kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya, perubahan alokasi anggaran dan
pemanfaatan uang kas yang tersedia. Perubahan alokasi anggaran dilakukan terhadap beberapa
kegiatan, seperti: Kegiatan yang didanai dari dana transfer Pempus dan dana transfer antar
daerah;.Belanja modal yang kurang prioritas; Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana serta
pemberdayaan masyarakat di kelurahan; Hasil rasionalisasi belanja daerah untuk perjalanan
dinas, kegiatan rapat, Pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop,
lokakarya, seminar atau kegiatan sejenis lainnya; Pengeluaran pembiayaan tahun berjalan;
dan/atau Pemanfaatan dana yang berasal dari penerimaan daerah tahun 2020.

Untuk tujuan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Instruksi


Mendagri ini juga memberikan format laporan pertanggungjawaban APBD tahun anggaran 2020
untuk penanganan Covid-19 dan format laporan belanja tidak terduga dalam APBD tahun
anggaran 2020 untuk penanganan Covid-19. Pada tanggal 24 Maret 2020, Menteri Keuangan
mengeluarkan surat edaran Nomor S-239/MK.02/2020 perihal Insentif Bulanan dan Santunan
kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19. Insentif yang diberikan adalah:
dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum/gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, dan
tenaga medis lainnya Rp5 juta. Sedangkan santunan kematian yang diberikan adalah sebesar
Rp300 juta per orang. Sumber pendanaan untuk insentif dan tunjangan kematian ini di Pemda
adalah dari pengalihan penggunaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan/atau APBD.
Pemda mungkin saja diliputi kebimbangan terkait dengan penggunaan APBD tahun anggaran
2010 untuk penanganan pandemi Covid-19 karena takut terjerat masalah korupsi. Oleh karena
itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian mengeluarkan Surat Edaran KPK Nomor 8
Tahun 2020 dan mengingatkan Pemda agar dalam seluruh tahapan pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa (PBJ) menghindari setidaknya 8 (delapan) perbuatan yang dikategorikan sebagai
tindak pidana korupsi, yakni: Melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa;
Memperoleh kickback dari penyedia; Mengandung unsur penyuapan; Mengandung unsur
gratifikasi; Mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan; Mengandung
unsur kecurangan dan atau mal-administrasi; Berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi
darurat; dan Membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi. Kedelapan hal tersebut tidak boleh
dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah, meskipun saat ini dalam kondisi darurat, yang
membutuhkan efektivitas dalam pelaksanaan tugas penanganan Covid-19. Prinsip value for
money, yakni diperolehnya barang/jasa yang tepat sesuai dengan biaya yang sesungguhnya, tetap
menjadi pedoman, sehingga tansparansi dan akuntabilitas menjadi sebuah keniscayaan
yangharusdipegang.
DAFTAR PUSTAKA
https://dialeksis.com/analisis/regulasi-pengelolaan-anggaran-pemerintah-daerah-terkait-
covid-19/

Anda mungkin juga menyukai