Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoarthritis (OA) merupakan artropati yang paling banyak ditemukan
pada orang dewasa.³ Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh
dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004).
Insidennya pada usia kurang dari 20 tahun hanya sekitar 10% dan meningkat
menjadi lebih dari 80% pada usia diatas 55 tahun.¹ Prevalensi OA lutut radiologis
di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada
wanita. 2
Osteoartritis (OA) dan artritis gout sama-sama penyakit pada sendi, tetapi
bedanya pada OA karena kerusakan jaringan rawan sendi atau struktur jaringan
sekitar persendian, sedangkan pada artritis gout nyeri sendi disebabkan adanya
penumpukan asam urat yang mengkristal pada daerah persendian. Tetapi salah
3
satu penyebab dari kedua penyakit ini adalah kegemukan (obesitas). Hal ini
menunjukan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis. Perlu diingat
adalah masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera dan persentase
gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor resiko untuk masing-masing
osteoarthritis tentu berbeda.2
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada pengendalian/menghilangkan
nyeri, memperbaiki gerak dan fungsi sendi serta meningkatkan kualitas hidup.
Penatalaksanaan OA panggul, lutut atau OA pada tempat lain, meliputi
penatalaksanaan secara non farmakologi dan farmakologi. Operasi pengganti
sendi hanya dilakukan untuk penderita dengan OA yang berat dan tidak respons
dalam pengobatan terapi. 4
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OSTEOARTRITIS
2.1.1 Definisi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki
paling sering terkena. OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan
aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang
lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga dapat mengganggu
mobilitas pasien. Penyakit ini disebut juga degenerative arthritis, hypertrophic
arthritis, dan degenerative joint disease. Osteoartritis adalah bentuk artritis yang
paling umum terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dan
salah satu penyebab terbanyak kecacatan di negara berkembang. 2,4
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Osteoartritis diklasifikasikan berdasarkan etiologi oleh Altman et al
menjadi 2 golongan, yaitu OA primer dan OA sekunder. 4
 Osteoartritis Primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan
tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan.
Pada orangtua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang
mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas
atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan
total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan
berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat
bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar
tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari
3

kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang


terbentuk di sekitar sendi-sendi. 4
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu
maupun banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-
sendi kecil (carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau
intervertebral pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA
inflamatorik erosif, OA generalisata, Chondromalacia Patella, atau Diffuse
Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH). 4
 Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan
pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi,
penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi
yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya. 4
Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Sendi Yang Terkena
Klasifikasi ini digunakan dalam penatalaksanaan OA secara menyeluruh,
baik secara farmakologi maupun non farmakologi untuk kepentingan rekomendasi
ini. Penanganan OA tidak hanya pada sendi lutut, panggul, lumbal tetapi juga
dapat mengenai sendi- sendi di bawah ini :
4

Gambar 2.1 Sendi Yang Dapat Terkena Osteoartritis

2.1.3 Etiopatogenesis
Patogenesis osteoartritis tidak hanya melibatkan proses degeneratif saja,
namun melibatkan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling
tulang dan inflamasi cairan sendi. Osteoartritis diperkirakan dapat diakibatkan
oleh proses biokimiawi dan biomekanis. 2
Pada tulang rawan sendi (kartilago) dilumasi oleh cairan sendi sehingga
mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika cairan sendi
(sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga
mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut
dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi. 2
Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Gangguan pada fungsi
kondrosit akan memicu proses patogenik osteoartritis. 2
Rawan sendi pada keadaan normal melapisi ujung tulang. Matrik rawan
sendi mempunyai dua macam makromolekul, yaitu proteoglikan dan kolagen,
5

disamping mineral, air dan enzim. Proteoglikan terdiri atas protein dengan rantai
glikosaminoglikan, kondroitin sulfat dan keratan sulfat. Proteoglikan bergabung
dengan glikosaminoglikan lain dan protein lain untuk menstabilkan dan
memperkuat rawan sendi. Kolagen rawan sendi atau kolagen tipe II penting untuk
integritas struktur dan kemampuan fungsi rawan sendi. 2
Stres mekanik yang terjadi akan mempengaruhi metabolisme kondrosit,
pelepasan enzim MPP gangguan biokimia sifat matrik sehingga terdapat
penurunan kadar proteoglikan sedangkan kolagen masih normal, sementara
sintesis kondrosit meningkat sebagai tanda usaha memperbaiki diri. Sintesis
kondrosit meningkatkan kuantitas sitokin seperti interleukin I (IL I), Tumor
Necrosis Factor (TNFa) enzim kolagenase, gelatin IL dan TNF a sebagai media
yang akan mengaktifkan enzim proteolitik. Molekul pro-inflamasi lain seperti
Nitride Oxide (NO, radikal bebas inorganik) dapat menjadi faktor yang ikut
berperan dalam kerusakan kartilago sendi. Proses ini terjadi akibat terbentuknya
enzim metaloproteinase (MPP) yang akan memecahkan proteoglikan dan kolagen.
2

Enzim MPP dalam keadaan normal dihambat oleh Tissue Inhibitor of


Metaloprotein (TIMP). Secara teoritis ketidakseimbangan antara produksi MPP
dan TIMP akan menyebabkan peningkatan proteolisis matrik sehingga terjadi
degenerasi rawan sendi (Osteoartritis). 2
6
7

Gambar 2.2 Osteoartritis Lutut


A. Atas : Sendi lutut normal.
B. Tengah : Sendi dengan osteoartritis sedang.
C. Bawa : Sendi dengan bentuk osteoartritis berat.

2.1.4 Faktor Resiko Osteoartritis


Harus diingat bahwa masing-masing sendi memiliki biomedik , cedera dan
persentase gangguan berbeda, sehingga peran dan faktor-faktor risiko ini, maka
sebenarnya semua OA individu dapat dipandang sebagai :
8

 Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata.


 Faktor-faktor yang meyebabkna beban biomekanis tak normal pada sendi-
sendi tertentu.
 Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum
yang paling.

2.1.4.1 Umur
Faktor ketuaan adalah yang terkuat dari semua faktor untuk timbulnya
OA. OA tak pernah pada anak-anak, jarang pada usia dibawah 40 tahun dan sering
pada usia diatas 60 tahun. OA bukan akibat ketuaan saja, perubahan tulang sendi
pada ketuaan berbeda dengan ketuaan pada perubahan pada OA. 2
2.1.4.2 Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan banyak sendi, dan lelaki lebih
sering pada paha, pergelangan tangan dan leher. Pada usia dibawah 45 frekuensi
OA laki-laki dan pewanita adalah sama., tetapi pada usia diatas 50 tahun OA lebih
banyak pada wanita. Hal ini menunjukan adanya perqn hormonal pada
patogenesis OA. 2
2.1.4.3 Suku Bangsa
OA paha lebih jarang diantara orang-orang berkulit hitam dan Asia dari
pada Kaukasia. Sering dijumpai pada orang Amerika asli (Indian) dari pada
berkulit putih. Hal ini berkaitan dengan kelainan kongenital dan pertumbuhan. 2
2.1.4.4 Genetik
Herediter berperan untuk timbulnya OA. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi
seperti kolagen tipe IX dan XII, prtotein pengikat, atau proteoglikan dikatakan
berperan dalam timbulnya kecendrungan familial pada OA tertentu (terutama OA
sendi). 2
2.1.4.5 Kegemukan Dan Penyakit Metabolik
Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA sendi yang
menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau sternoclavikula).
Selain karena faktor mekanis, disuga faktor lain (metabolik) juga berperan. Peran
9

faktor metabolik dan hormonal kaitannya dengan OA dan kegemukan juga


disokong oleh adanya kaitan antara OA dan penyakit jantung koroner, diabetes
melitus, dan hipertensi. Pasien osteoarthritis ternyata mempunyai risiko yang
tinggi terhadap penyakit jantung koroner dan hipertensi x c yx xx lebih tinggi dari
pada pasien tanpa osteoarthritis. 2
2.1.4.6 Cedera Sendi, Pekerjaan Dan Olahraga
Pekerjaan berat dengan pemakaian satu sendi yang terus-menerus
(misalnya tukang pahat, pemetik kapas), cedera olahraga berkaitan dengan resiko
OA. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik
(misalnya robek meniscus, ketidakstabilan ligamen) yang mengenai satu sendi. 2
2.1.4.7 Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit pethes dan
dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia
muda. 2
2.1.4.8 Faktor-Faktor Lain
Tingginya kepadatan tulang meningkatkan resiko OA. Hal ini mungkin
timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi, akibatnya tulang rawan sendi
mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang
gemuk dan pelari (yang memiliki tulang padat) dan kaitan negatif antara
osteoporosis dan dab OA. Merokok dilaporkan menjadi faktor yang melindungi
untuk timbulnya OA, meskipun mekanismenya belum jelas. 2
2.1.4.9 Faktor-Faktor Untuk Timbulnya Keluhan
Bagaimana mekanisme timbulnya nyeri pada OA masih belum jelas.
Demikian juga faktor-faktor yang membedakan OA radiografik saja
(asimtomatik) dan OA simtomatik masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa wanita dan orang gemik cenderung lebih sering mempunyai
keluhan dari pada orang-orang dengan perubahan yang lebih ringan. Faktor-faktor
lain yang diduga meningkatkan timbulnya keluhan ialah hipertensi, merokok,
kulit putih dan psikologis yang tak baik. 2
10

2.1.5 Riwayat Penyakit


Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.

 Nyeri sendi : nyeri merupakan keluhan utama pasien datang ke dokter,


nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan
istirahat. Nyeri juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati,
misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan
stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri betis (claudicatio
intermitten).
 Hambatan gerakan sendi : biasanya bertambah berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
 Kaku pagi : pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi setelah imobilitas,
seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang lama atau bahkan
setelah bangun tidur.
 Krepitasi
 Pembesaran sendi (deformitas) : pasien mungkin menunjukan salah satu
sendinya pelan-pelan membesar (seringkali di lutut dan tangan )
 Perubahan gaya berjalan : gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan
pasien. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut, atau
panggul berkembang menjadi pincang.

2.1.6 Pemeriksaan Fisik


 Hambatan Gerak
Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun
eksentris (salah satu arah gerakan saja).
 Krepitasi
Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang
patah atau remuk, namun dengan bertambah beratnya penyakit
krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu.
 Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
11

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada


sendi (<100 cc) atau karena adanya osteofit.

 Tanda-tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi seperti nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat dan warna kemerahan.
 Perubahan Bentuk (deformitas) Sendi yang Permanen
Adanya perubahan permukaan sendi, perubahan pada tulang,
kecacatan dan gaya berdiri akibat kontraktur sendi yang lama.
 Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dngan nyeri karena
menjadi tumpuan berat badan.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis OA biasana didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah : 2
 Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menanggung beban)
 Peningkatan densitas (sclerosis) subkondral
 Kista tulang
 Osteofit pada pinggir sendi
 Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi diatas secara radiografi OA


dapat digradasi menjadi ringan sampai berat. Kriteria Kellgren dan Lawrence
(Albar, 2004) : 5
Grade 1 : ragu-ragu (tanpa osteofit, permukaan sendi normal)
Grade 2 : minimal (osteofit sedikit pada tibia dan patella, permukaan
sendi menyempit asimetris)
Grade 3 : moderat (adanya osteofit moderat pada beberapa tempat,
permukaan sendi menyempit dan tampak sklerosis subkondral)
12

Grade 4 : berat (ada osteofit yang besar, permukaan sendi menyempit


secara komplit, sklerosis subkondral berat dan kerusakan
permukaan sendi.

Gambar. 2.3 Grade Osteoartritis

2.1.8 Pemeriksaan Laboratorium


Hasil dari pemeriksaan laboratorium ada OA biasanya tak banyak berguna,
namun dilakukan pemeriksaan laboratorium gunanya untuk membedakan dengan
artritis peradangan. Pada OA yang disertai peradangan akan dijumpai penurunan
viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan sel peradangan
(<8000/m) dan peningkatan protein. 2

2.1.9 Kriteria Diagnosis Osteoartritis


Klasifikasi diagnosis Osteoartritis berdasarkan kriteria American College of
Rheumatology (ACR)
Klasifikasi diagnosis OA lutut ICD-10 kode: M17
13

• Berdasarkan kriteria klinis :


- Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini :
1. krepitus saat gerakan aktif
2. kaku sendi < 30 menit
3. umur > 50 tahun
4. pembesaran tulang sendi lutut
5. nyeri tekan tepi tulang
6. tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

• Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis :


Nyeri sendi lutut dan adanya osteofit dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah
ini :
1. kaku sendi <30 menit
2. umur > 50 tahun
3. krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

• Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:


Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini :
1. Usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus pada gerakan aktif
4. Nyeri tekan tepi tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
7. LED <40 mm/jam
8. RF <1:40
9. Analisis cairan sinovium sesuai OA
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%

Catatan :
LED : Laju Endap Darah
RF : Rheumatoid Factor

KRITERIA DIAGNOSIS OA Tangan


• Berdasarkan Klinis :
Nyeri, ngilu atau kaku pada tangan dan paling sedikit 3 dari 4 kriteria di bawah
14

ini:
1. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi-sendi tangan di bawah
ini:
- Sendi distal interfalang ke-2 dan ke-3
- Sendi proksimal interfalang ke-2 dan ke-3
- dan sendi pertama karpometakarpofalang kedua tangan
2. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi distal interfalang
3. Kurang dari 3 pembengkakan sendi metakarpofalang
4. Deformitas sedikitnya pada 1 dari 10 sendi-sendi tangan pada kriteria 2
diatas.
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 98%.

Catatan :
10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-
masing tangan. DIP = distal interfalang; PIP = proximal interfalang; CMC = carpo
metacarpal; MCP = metacarpofalang.

KRITERIA DIAGNOSIS OA Panggul


• Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris :
Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit salah 1 dari 2 kelompok
kriteria di bawah ini :
1. Rotasi internal sendi panggul < 15º disertai LED ≤ 45 mm/jam atau fleksi
sendi panggul ≤ 115º (jika LED sulit dilakukan)
2. Rotasi internal sendi panggul ≥ 15º disertai nyeri yang terkait pergerakan
rotasi internal sendi panggul, kekakuan sendi panggul pagi hari ≤ 60 menit, dan
usia > 50 tahun.
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.

• Berdasarkan kriteria klinis, laboratoris dan radiologis:


Nyeri pada sendi panggul/koksa dan paling sedikit 2 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. LED < 20 mm pada jam pertama
2. Osteofit pada femoral dan atau asetabular pada gambaran radiologis
15

3. Penyempitan celah sendi secara radiologis (superior, axial dan atau medial)
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.

Catatan :
Radiografi pada panggul, lutut dan pergelangan kaki : dibuat dengan film yang
panjang, dengan pasien berdiri pada posisi tegak dapat menilai adanya perubahan
bentuk/ deformitas OA. Pasien harus dapat berdiri dengan seluruh berat badannya
menumpu pada seluruh tungkainya, untuk mendapatkan ketepatan deformitas
tungkai. Pemeriksaan radiografi harus dilakukan bilateral dan dibandingkan,
termasuk penilaian anteroposterior pelvis, pada posisi berdiri (weight-bearing
dengan rotasi interna dari jari-jari kaki 15-20 derajat), dan penilaian
anteroposterior dengan fokus pada satu panggul.

2.1.10 Pemantauan Progresivitas dan Outcome OA


Ada 3 cara utama untuk memantau progresivitas dan outcome OA : 2
 Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien (misalnya nilai
algofungsional dari WOMAC dan indeks beratnya nyeri lutut dan
panggul)
 Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada sendi yang terserang
(misalnya radiografi polos, MRI, artroskopi dan ultrasound frekuensi
tinggi)
 Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan perubahan
metabolisme atau perubahan kemampuan fungsional dari rawan sendi
artikuler, tulang subkondral atau jaringan sendi lainnya (misalnya marker
rawan sendi dalam cairan tubuh, skintigrafi tulang, pengukuran resistensi
terhadap kompresi pada rawan sendi dengan mengukur kemampuan
identasi atau penyebaran)

Nilai algofungsional, radiologik polos dan artroskopi telah banyak


digunakan pada berbagai uji klinik OA, tetapi hanya nilai algofungsional saja
yang telah divalidasi sebagai instrumen outcome. 2
16

Foto polos sendi selama ini digunakan sebagai standard emas untuk
menilai perubahan struktur sendi pada berbagai uji klinik penggunaan obat
DMOA (Disease Modifying Osteoartritis Drugs). 2
2.1.11 Derajat Beratnya penyakit Osteoartritis Lutut dan Hip
1. Berdasarkan Western Ontario and McMaster Universities
(WOMAC) Composite index:
Penilaian WOMAC terbagi atas beberapa kelompok pertanyaan
Derajat nyeri ( 5 pertanyaan) Seberapa nyerikah anda :
1) Berjalan di permukaan yang rata ?
2) Naik atau turun tangga?
3) Malam hari saat tidur?
4) Duduk atau berbaring?
5) Berdiri tegak?
Derajat kekakuan (2 pertanyaan)
1) Seberapa berat kekakuan yang anda rasakan setelah anda berjalan di
pagi hari?
2) Seberapa berat kekakuan anda setelah duduk, bangun tidur dan setelah
istirahat dalam sehari?
Derajat gangguan fungsi
Seberapa sukarkah anda melakukan aktivitas berikut :
1) Turun tangga
2) Naik tangga
3) Berdiri dari duduk
4) Berdiri
5) Membungkuk menyentuh lantai
6) Berjalan di tempat datar
7) Naik atau turun dari kendaraan
8) Berbelanja
9) Memakai kaus kaki
10) Bangun dari tidur
11) Melepas kaus kaki
17

12) Berbaring di tempat tidur


13) Masuk atau keluar kamar mandi
14) Duduk
15) Buang air besar
16) Tugas berat
17) Tugas ringan
Keterangan :
Penilaian nyeri untuk menilai Index WOMAC dapat dilakukan berdasarkan nilai
VAS (visual analog scale = 0 – 100)
Skor :
0 = Tidak
1 = Sedikit
2 = Sedang
3 = Berat
4 = Sangat Berat
Skor = Dijumlahkan
Rata-rata skor=( jumlah skor/ 96)%
Interpretasi skor:
 Minimum skor:0
 Maksimum skor: 96
 Minimum Derajat nyeri: 0

 Maksimum Derajat nyeri :20

 Minimum Derajat kekakuan: 0

 Maksimum Derajat kekakuan: 8

 Minimum Derajat gangguan fungsi: 0


 Maksimum Derajat gangguan fungsi: 68

2. Berdasarkan Indeks Lequesne


Indeks Lequesne (berdasarkan aspek klinis saja) ini terbagi dalam 3
kategori, yaitu :
18

I. Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan (pain or discomfort)

Parameter Temuan Klinis Besar Nilai


Nyeri atau Tidak ada 0
ketidaknyamanan saat Ada, hanya pada saat bergerak 1
tidur dimalam hari satau pada posisi tertentu
Ada, meski tanpa gerakan 2
Lamanya kekakuan pada Tidak ada 0
pagi hari atau nyeri saat <15 menit 1
bangun tidur >15 menit 2
Nyeri bertambah bila Tidak ada 0
berdiri selama 30 menit
Nyeri saat berjalan Ada 1
Tidak ada 0
Ada, hanya setelah berjalan 1
beberapa langkah
Ada, segera saat pertama 2
melangkah
Nyeri atau Tidak ada 0
ketidaknyamanan Ada 1
saat bangun dari duduk,
tanpa
bantuan kedua tangan

II. Jarak tempuh maksimal dalam berjalan (maximum distance walked)

Parameter Temuan Klinis Besar Nilai


Jarak tempuh maksimal Tidak terbatas 0
19

dengan berjalan
Perlu alat bantu berjalan > 1 km, tapi terbatas 1
1 km, dalam 15 menit 2
500-900 m dalam 8-15 3
menit
300-500 m 4
100-300 m 5
< 100 m 6
Tidak 0
Perlu 1 tongkat 1
Perlu 2 tongkat 2

III. Kemampuan beraktivitas fisik sehari-hari (activities of daily living)

Parameter Temuan Klinis Besar Nilai


Kemampuan menaiki anak Mudah 0
tangga standard/biasa Mampu dengan sedikit 0,5
kesulitan/ringan
Mampu dengan kesulitan 1
sedang
Mampu dengan sangat 1,5
kesulitan
Tidak mampu sama sekali 2
Kemampuan menuruni anak Mudah 0
tangga standard/biasa Mampu dengan sedikit 0,5
kesulitan/ringan
Mampu dengan kesulitan 1
sedang
Mampu dengan sangat 1,5
kesulitan
Tidak mampu sama sekali 2

Kemampuan berjalan pada Mudah 0


permukaan yang tidak rata Mampu dengan sedikit 0,5
kesulitan/ringan
Mampu dengan kesulitan 1
sedang
Mampu dengan sangat 1,5
20

kesulitan
Tidak mampu sama sekali 2
Kemampuan berjongkok atau Mudah 0
menekuk lutut Mampu dengan sedikit 0,5
kesulitan/ringan
Mampu dengan kesulitan 1
sedang
Mampu dengan sangat 1,5
kesulitan
Tidak mampu sama sekali 2

Derajat beratnya penyakit Osteoartritis berdasarkan Indeks Lequesne :

Kalkulasi terhadap ke-3 parameter

Interpretasi:
• minimal nilai dari setiap parameter :0
• maksimal nilai dari setiap parameter :8
• minimal nilai dari indeks Lequesne :0
• maksimal nilai dari indeks Lequesne : 24

Besarnya Nilai dari Indeks Lequesne Derajat Beratnya Osteoartritis

0 Normal
1-4 Ringan
5-7 Sedang
8 - 10 Berat
11 - 13 Sangat Berat
≥ 14 Berat Sekali (Extremely Severe)

2.1.12 Pengelolaan

Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yg terkena) dan


berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal

- Terapi non-farmakologis :
21

 Edukasi atau penerangan


 Terapi fisik dan rehabilitasi
 Penurunan berat badan
- Terapi farmakologis :
 Analgesik oral non-opiat
 Analgesik topikal
 OAINS (Obat Abti Inflamasi Non Steroid)
 Chondroprotective
 Steroid intra-artekuler
- Terapi bedah :
 Malaligment, deformitas lutt Valgus-Varus dsb
 Arthroscopic debridment dan joint lavage
 Osteotomi
 Artroplasti sendi total

1. TERAPI NON-FARMAKOLOGIS

a) Penerangan : menerangkan agar pasien mengetahui sediit seluk-beluk


tentang penyakitnya , bagaimana menjaga penyakitnya tidak bertambah
parah serta persendiannya tetap dipakai.

b) Terapi fisik dan rehabilitasimelatih pasien agar persendiannya tetap dapat


dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.

c) Penurunan berat badan : berat badan merupakan faktor yang memperberat


penyakit OA, maka dianjurkan unrtuk menurunkan berat badan, bila
mungkin mendekati berat badan ideal.

2. TERAPI FAKMAKOLOGIS

a) Analgesik oral non-opiat : berfungsi untuk mengurangi atau


menghilangkan rasa sakit.
22

b) Analgesik topikal : pada umumya pasien telah mencoba terapi dengan cara
ini, sebelum memakai obat-obatan peroral lainnya.

c) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) : apabila dengan cara diatas
tidak berhasil, pada umumnya pasien akan datang ke dokter. Dalam hal
seperti ini kita pikirkan pemeberian OAINS, oleh karena obat golongan ini
selain punya analgetik juga memiliki efek antiinflamasi. untuk usia lanjut
pemberian obat ini harus hati-hati, jadi pilihlah obat yang efek samping
minimal dan dengan cara pemakaian yang sederhana, disamping itu
pengawasan tehadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu harus
ditekan,

d) Chondroprotective agent
Chondroprotective agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga dan
merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA.
Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam slow Anti
Osteoarhtritis Drugs (SAAODs) atau Diseaese Modifying Anti
Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam
kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
 Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghambat
kerja enzim MMP dengan craa menghambatnya. Salah satu contoh adalah
doxycyxkine, sayangnya obat ini baru dipakai pada hewan dam belum
dipakai manusia.
 Asal hialuronat disebut juga sebagai viscosupplementI oleh karena salah
satu obat ini adalah dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial, obat ini
diberikan intra-artikuler. Asam hialuronat memliki peran penting dalam
pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan.
Disamping itu binatang percobaan, asam hialuronat dapat mengurangi
inflamasi pada sinovium , menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-
sel inflamasi.
23

 Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan


dalam proses degradasi tulang rawan. Antara lain : hialuronidase, protease,
elastase, dan hethepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.
Dalam penelitian Rejholec tahun 1987 (dikutip dari Fife & Brand,1992)
pemakaian glikosaminoglikan selama 5 tahun dapat memberikan
perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja
(mangkir), secara statistik bermakna. Juga dilaporkan pada pemeriksaan
radiologis menunjukkan progresivitas kerusakan rulang rawan menurun
dibandingkan dengan kontrol.
 Kondroitin sulfat merupakan komponen penting pada jaringan kelompok
vertebra, dan terutama pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Salah satu
jaringan yang mengandun kondrotin sukfat adalah tulnag rawan sendi dan
zat ini merupakan bagian dari proteoglikan. Pada penyakit sendi
degeneratif seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu
penyebabnya adalah hilangnya tau berkurangnya proteoglikan pada tulang
rawan sendi tersebut. Menurut penelitian Uebelhars dkk (1998) pemberian
kondrotin sulfat pada pada OA mempunyai efek protektif pada terhadap
terjadinya kerusakan pada tulang rawan sendi. Sedangkan Ronca dkk
(1998) mengambil kesimpulam efektifitas kondrotin sulfat pada OA
melalui 3 mekanisme :
1) anti inflamasi
2) efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan
3) anti-degeneratif melalui hambatan efek oksigen reaktif.
 Vitamin C , dalam penelitian ternyata dapat menghambat efek aktivitas
enzim lisozim. Pada pengamatan ternyata vitamin C mempunyai manfaat
dalam terapi OA.
 Superoxide Dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalia dan
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxil
radicals. Secara in vitro, radikal siperoxide mampu merusak asam
24

hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat


nerusak kondrosit secara langsung.
 Steroid intra-artikuler, pada penyakit artritis reumatoid menunjukan hasil
yang baik. Inflamasi kadang dijumpai pada pada OA. Oleh karena itu obat
ini mampu mengurangi rasa sakit dala waktu singkat. Penelitia selanjutnya
tidak menjunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga
pemakaiannya dalam hal ini masih kontroversial.

3. TERAPI BEDAH
Terapi ini diberikan jika terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi
rasa sakit dan juga untuk koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
25

1. Davey Patrick. Medicine at a Glance. In: Safitri Amalia, S.Tp.M.si, dr.


Rahmalia Annisa, dr. Novianty R. Cut. Editors. Translation by Penerbit
Erlangga. Setting: Tim Perti MIPA. Jakarta: Erlangga;2005.p.374
2. Soeroso S, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2006.p.1195-1201
3. Misnadiarly. Rematik: Asam Urat, Artritis Gout. Ed. 1. Jakarta: Pustaka
Obor Populer;2007.p.7
4. Rekomendasi Indonesian Reumatology Assosiation 2014
5. Dr. Yatim Faisal, DTM&H, MPH. Penyakit Tulang dan Persendian
(Artritis atau Artralgia) Ed. 1. Jakarta: Putaka Obor Populer;2006.p.26-29
6. Rosma Sofia Dewi, S.Kep.Ners. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Ed. 1
Cet. 1. Yogyakarta: Deepublish;2014.p.84

Anda mungkin juga menyukai