sabda, perbuatan, takrir (pengakuan) dan hal ihwal yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad saw. Hadis dalam pengerti ini oleh ‘ulama sunni disinonimkan
Sedangkan pengertian terminologisnya adalah apa yang datang dari Nabi Saw,
khabar marfu’. Khabar yang hanya sampai kepada sahabat Nabi Saw di sebut
dengan khabar mauquf, dan khabar yang cukup disandarkan kepada tabi’ien
disebut dengan khabar maqthu’. Ada yang mengatakan bahwa Hadis adalah apa
yang langsung datang dari Nabi Saw. Sedangkan khabar adalah apa yang datang
1
Ajjaj al-Khatib, Ushu>l al-Hadis; Ulu>muh wa Musthalatuh (Bairut: Da>r al-Fikr, 1975), 28
2
Ibid, 29
43
44
dari selain Nabi Saw. Sehingga dapat ditegaskan bahwa semua Hadis pasti
Sedangkan Sunnah menurut ‘ulama Sunni yang berarti atsar Nabi Saw
baik perkataan, perbuatan, takrir, sifat bawaan, tingkah laku keseharian, dan
sejarah hidupnya.4
pengetian yang pertama lebih baik dari pada pengetian yang kedua.5 Namun
pemakaian kedua istilah itu menjadi universal, sehingga kedua istilah itu tidak
atas menjadi umum, karena mencakup segala yang berasal dari nabi tanpa
Cakupan sunnah sangat luas yakni segala yang berasal dari nabi, baik perkataan,
perbuatan, persetujuan, ciri fisik, budi pekerti, maupun hal-hal lain yang terjadi
pada beliau dalam kurun waktu sebelum atau sesudah di angkat menjadi nabi.6
tindak tanduknya dapat dijadikan sebagai suri tauladan, panutan yang patut
dicontoh, dan pemimpin yang harus diikuti, yang berlaku semenjak Muhammad
3
Abdurrahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, Jilid. I,
(Beirut: Da>r al-Fikr, 1380), 42, dan juga Ibn Hajar al-‘Asqalani, Nuzhat al-Nadzar (Madinah:
Maktabah al-Thayyibah, 1404 H), 18
4
Ibid, 169
5
Ibid, 169
6
Ajjaj al-Khatib, Ushu>l al-Hadis; Ulu>muh wa Musthalatuh, 19
45
Saw masih kecil hingga meninggal dunia, baik dalam kapasitas setelah menjadi
nabi maupun sebelumnya. Beberapa karekter dari pribadi Nabi Saw tersebut
sejalan dengan dalil-dalil al-Qura>n yang dijelaskan dengan lugas di dalam QS:
al-Ahzab (33 ): 21 :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah.7
Kata shahi>h, jika dilihat dari akar etimologinya adalah lawan dari kata
persoalan-persoalan yang lebih luas sebagai majaz dan kata pinjaman.8 Para
‘ulama Hadis berbeda di dalam memberikan pengertian tentang shahih dari segi
secara eksplisit ditemukan tentang berbagai pernyataan para ahli Hadis yang
7
Depag RI, Al-Qura>n dan Terjemahnya, 670
8
Abdurrahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, Jilid. I,
63
46
oleh Al-Darimy (255H).9 kemudian syarat yang diungkapan oleh Imam al-
tentang sebuah Hadis yang bisa dijadikan hujjah. Ia menyatakan bahwa Hadis
Ahad tidak bisa dijadikan hujjah kecuali memenuhi criteria sebagai berikut:
diriwayatkannya diriwayatkan pula oleh orang lain, maka riwayat Hadis itu
Imam Bukhari dan Imam Muslim sebagai pakar Hadis yang memiliki
sebuah Hadis yang tegas yang dipakai di dalam meneliti keshahihan sebuah
Hadis. Criteria sebuah Hadis yang berkualitas shahih dapat diketahui melalui
9
Abu Muhammad Abdullah Ibn Abdurrahman al-Darimi, Sunan al-Darimi, Jilid I (T.tp: Da>r
Ihya’ al-Sunan al-Nabawiyah, t.t), 112-114
10
Abu Abdillah Muhmmad Ibn Idris al-Syafi’ie, Al-Risalah, Jilid II (Kairo: Maktabah Da>r al-
Turath, 1979), 369-371
47
kepada tingkat keshahihan yang paling tinggi. Perbedaan pokok antara Bukhari
dan Muslim tentang Hadis shahih terletak pada informasi akurat tentang
masalah pertemuan antara perawi dengan perawi yang terdekat di dalam sanad.
yang terdekat dengan sanad, walaupun pertemuan itu hanya satu kali dalam
hidupnya. Menurutnya tidak cukup hanya dengan zaman yang sama, berbeda
dengan Muslim, yang menurutnya pertemuan itu tidak harus dibuktikan yang
Ahlussunnah adalah:
2. Para periwayat di dalam sanad itu harus orang-orang yang dikenal tsiqah
11
Ajjaj al-Khatib, Ushu>l al-Hadis; Ulu>muh wa Musthalatuh, 311
48
shahih, baik pada sanad maupun matan sebagaimana yang telah diungkapkan
Upaya ‘ulama Hadis Mutaqaddimi>n ini juga telah diikuti oleh ‘ulama
Hadis agar dapat dijaga keshahihannya dengan membuat tolak ukur dan criteria
tidak lepas dari pengaruh ‘ulama Mutaqaddimin Sunni. Para ‘ulama Hadis
bernilai shahih secara tegas. ‘ulama Mutaqaddimin Sunni telah dipelopori oleh
Imam Syafi’ie, Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sementara dari kalangan ahli
Hadis Mutaakhkhirin diwakili oleh Ibn Shalah (1254 M). kontribusi Ibn Shalah
Defenisi yang dibuat oleh Ibn Shalah adalah dianggap lebih objektif dan
اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻫﻮ اﳌﺴﻨﺪ اﻟﺬي ﻳﺘﺼﻞ إﺳﻨﺎدﻩ ﺑﻨﻘﻞ اﻟﻌﺪل اﻟﻀﺎﺑﻂ ﻋﻦ اﻟﻌﺪل اﻟﻀﺎﺑﻂ اﱃ ﻣﻨﺘﻬﺎﻩ
13
.وﻻﻳﻜﻮن ﺷﺎذا وﻻﻣﻌﻠﻼ
12
Abu Amr Uthman Ibn Abdurrahman Ibn al-Shalah, Ulu>m al-Hadis, (al-Madinah al-
Munawwarah: Al-Maktabah al-Ilmiah, 1972), 15-22
13
Abu Amr Uthman Ibn Abdurrahman Ibn al-Shalah, Ulu>m al-Hadis, 10
49
Hadis shahih adalah Hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw yang
sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith, diterima
oleh perawi yang adil dan dhabith sehingga sampai pada akhir sanad, tidak ada
kejanggalan dan tidak berillat.
sebagai berikut:
14
ﻣﺎ اﺗﺼﻞ ﺳﻨﺪﻩ ﺑﻨﻘﻞ اﻟﻌﺪل اﻟﻀﺎﺑﻂ ﻋﻦ ﻣﺜﻠﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﺷﺬوذ وﻋﻠﺔ
Hadis shahih adalah Hadis yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh
orang-orang yang adil lagi dhabit serta tidak terdapat kejanggalan dan cacat.
Para ‘ulama Hadis Mutaakhirin setelah periode Ibn Shalah dan Imam
Nawawi, telah berupaya melacak dan menjaga keaslian Hadis. Upaya tersebut
shahih dengan redaksi yang berbeda. Kaidah yang dibuat mereka adalah sama
esensinya dengan yang dibuat oleh dua ‘ulama di atas. ‘ulama Hadis yang
1. Sanad bersambung
Abdul Bar adalah Hadis yang disandarkan kepada Nabi Saw (marfu’). Sanad
Hadis musnad ada yang bersambung dan ada pula yang terputus
(munqathi’).
Kata ‘adil sudah menjadi serapan bahasa Indonesia, dan menurut arti
Kamus Besar Bahas Indonesia diartikan dengan tidak berat sebelah, tidak
15
Moh. Idri, Studi Hadis (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 162
16
Ibrahim Unais, Mu’jam al-Wasith, Jilid II (Beirut: Dar al-Fikr, tt), 588
51
Adapun syarat keadilan perawi adalah para ahli Hadis Sunni berbeda
mereka menyatakan bahwa adil itu adalah islam, baligh, berakal, selamat,
17
Abu Amr Uthman Ibn Abdurrahman Ibn al-Shalah, Ulu>m al-Hadis, 94
18
Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhah al-Nazhar Syarh Nukhbah al-Fikr (Semarang: Maktabah al-
Munawwar, tt), 13
19
Ibn Shalah, Muqaddimah Ibn Shalah (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t), 218
20
Ibid, 218
52
kuat, yang tepat, dan yang hafal dengan sempurna.22 Ditinjau dari segi
terminology menurut Ibn Hajar bahwa dhabit adalah seorang perawi yang
sebagai berikut:
21
Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 134
22
Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, tt), 445
23
Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhah al-Nazhar Syarh Nukhbah al-Fikr,,13
24
Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi (Madinah: Maktabah
Ilmiaj, 1972), 198
53
diriwayatkannya.
dengan baik.
tidak lalai, tidak mudah dalam proses tahamul wal ‘ada’, cerdik dan
keliru, dan wahn. Menurut ‘ulama Sunni, tidak seorangpun yang akan
pada masa sahabat dan tabi’ien dan beberapa waktu setelah mereka.
25
Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhah al-Nazhar Syarh Nukhbah al-Fikr, 52
54
dhabit.26
berikut:
26
Ibid, 138
55
kesalahan.
c. Pelupa, hal ini masih terbagi dua, yaitu bahwa perawi betul-betul tidak
kondisi tertentu. Riwayat orng tersebut harus ditolak saat itu, karean
meriwayatkannya.
27
Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhah al-Nazhar Syarh Nukhbah al-Fikr, 53
56
tentang shadz. Menurut Imam Syafi’ie, Hadis itu dikatan syadz apabilah
dengan riwayat yang diriwayatkan oleh periwayat banyak lain yang lebih
tsiqat.28 Menurut Abu Ya’la al-Khalili, bahwa Hadis itu dikatakan syadz
apabila Hadis itu sanadnya hanya satu macam, baik diriwiyatkan oleh
seorang yang tsiqat ataupun tidak. Apabila periwayatnya tidak tsiqat maka
Hadis itu dikatakan syadz seperti apa yang dijelaskan oleh Imam Syafi’ie
ﻋﻦ ﺳﻔﻴﺎن ﻋﻦ اﺑﻦ اﻻﺻﺒﻬﺎﱐ ﻋﻦ ﳎﺎﻫﺪ ﺑﻦ وردان ﻋﻦ ﻋﺮوة ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ان رﺟﻼ ﺗﻮﰲ ﻋﻠﻰ
31
ﻋﻬﺪ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﱂ ﻳﺪع وارﺛﺎ إﻻ ﻣﻮﱄ ﻫﻮ أﻋﺘﻘﻪ
Diriwayatkan dari Sufyan dari Ibn al-Ashbihani dari Mujahid Ibn Wardan
dari ‘Urwah dari Aishah, Sesuangguhnya seorang laki-laki meninggal pada
zaman Nabi Saw dan tidak seorangpun yang menjadi ahli waritsnya kecuali
hanya seorang hamba sahaya yang ia merdekakan. Lalu nabi sendiri
memberikan kepadanya harta waritsannya.
28
Abu Amr Uthman Ibn Abdurrahman Ibn al-Shalah, Ulu>m al-Hadis, 48
29
Ibid, 69
30
Ibid, 71
31
Imam al-Baihaqi, Al-Sunan al-Kubra li al-Baihaqi>, jilid VI (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiah,
243
57
Adapun masalah dalam Hadis ini adalah sanad Hammad Ibn Zaid
melalui Amr Ibn Dinar dari Ausajah (budak Ibn Abbas), tanpa menyebut
Ibn Abbas.32
Adhabi bahwa Hadis muallal adalah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang
Nampak terhindar dari illat tersebut. Atau Hadis yang secara lahir Nampak
terbebas dari illat, tetapi setelah diteliti ternyata mengandung illat yang
mengganggu keshahihannya.33
32
Ibid, 47-51
33
Shalahuddin al-Adhabi, Manhaj Naqd Matn (Bairut: Dar Aflaq al-Jadidah, 1983), 148
34
Ibid, 148
58
bertetangan dengannya.35
ataupun yang lain dengan menggunakan benda tajam, pisau, pedang dan
sebagainya”. Jarh juga berarti “memakai atau menistai, baik di muka ataupun di
belakang”.36
terhadap riwayat seseorang karena adanya suatu indikator cela dalam karakter
35
Mahmud Thahhan, Ushu>l al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid (Bairut: Da>r al-Qura>n al-Karim,
1979), 101
36
M. Hasbi Al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta, Bulan Bintang,1993),
330
37
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushu>l al-Hadis, 260
59
sebagainya.38
Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa al-ta’dil adalah rawi yang
seorang perawi itu dapat dipercaya (‘adil) atau tidak (baca:tercela), para ahli
semua perawi memiliki hafalan, ilmu dan tingkat ke-dhabit-an yang sama.
Secara umum, tingkatan yang dipakai untuk lafadz- lafadz ini ada enam sesuai
dengan pendapat Ibn Hajar al-‘Asqalani yang dikutip oleh al-Khatib, yaitu:
38
‘Abd al-Wahhab ‘Abd Latif, al Mukhtashar fi ‘Ilm Rijal al-Athar (Kairo: Da>r Kutub al-
Hadisah,1966), 45
39
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushu>l al-Hadit, hal. 261 dan Al-Shiddiqi, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis, hal.359
60
bahwa si perawi tersebut cela atau ada cacatnya sesuai dengan urutan
tingkatan, yakni:
atau orang yang paling dusta, ilaihi muntaha fi al-kadzib, rukn al-
sebagainya.
Hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah tetapi hanya ditulis untuk pelajaran
saja, dan khusus kepada tingkatan teratas maka ia tidak dianggap adanya.41
sebagainya.
dipertanyakan lagi)
‘Uyainah, seperti yang dikutip said Agil, menyebut kata thiqah ini
40
al-Khatib, Ushu>l al-Hadit,274-276
41
Dr. Mahmud Thahhan, Taysir Mushthalah al-Hadis (Beirut: Da>r Thaqafah Islamiyah, cet
VIII), 155
42
Said Agil Husin al-Munawar, Al-Qura>n Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 164
62
hafalannya.
f. Sifat-sifat yang lebih dekat kepada sifat cacat perawi dan ini adalah
an la ba’sa bihi43.
Hadisnya dapat dijadikan hujjah jika orang tersebut memiliki sifat-sifat itu,
berikut:
43
M. Hasbi Al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, 370, Said Agil Husin al-
Munawar, Al-Qura>n Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 164, dan Muhammah bin Muhammad
Abu Syahbah, al-Wasith fi Ulu>m wa Musthalah al-Hadis, (Kairo:Da>r Fikr al-‘Araby,1993), 408
44
Mahmud Thahhan, Taysir Mushthalah al-Hadis, 152
63
periwayatannya.45
rawi, maka pada umumnya jumhur ulama berpendapat bahwa jarha harus
atau alasan dari jarh tersebut jelas.46 Ini disebabkan karena adanya
45
Ajjaj al-Khatib, Ushu>l al-Hadit, 268-269
46
Mahmud Thahhan, Tahsir Mushthalah al-Hadis, 143
64
kedudukan mereka.
Tugas dari ilmu jarh dan ta’dil ini adalah menyelidiki seketat
mungkin hal-hal seputar para perawi yang sangat erat kaitannya dengan
ilmu ini sangat menutup jalan bagi para pendusta yang mengada-ada seperti
para ahli bid’ah. Tujuannya adalah agar Islam terhindar dari hal-hal yang
dengan metode ini, hal ini untuk menghindari unsur subyektifitas berdasar
Jika, periwayat dinilai jelak, maka, al-jarh lebih dominan, begitu juga
47
Ajjaj al-Khatib, Ushu>l al-Hadis, 275-276
65
demikian, posisi kaidah ini menempati posisi yang sangat penting di dalam