Anda di halaman 1dari 17

RINGKASAN

“KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN”


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen

Disusun oleh :
Husnulfianti Unus
(C 301 18 201)

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TADULAKO
2018
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan
juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja
dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan
setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara
alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja"
dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau
praktisi. Dengan harapan sang ahli dapat menemukan perannya dalam
memberikan pengajaran/ intruksi.

Adapun pengertian kepemimpinan menurut para ahli :


 Stoner,  Kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas. Ada tiga
implikasi penting, pertama, kepemimpinan melibatkan orang lain
(bawahan atau pengikut), kualitas seorang pemimpin ditentukan oleh
bawahan dalam menerima pengarahan dari pemimpin. Kedua,
kepemimpinan merupakan pembagian yang tidak seimbang diantara para
pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang
untuk mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok dan
sebaliknya anggota kelompok atau bawahan secara tidak langsung
mengarahkan kegiatan pimpinan. Ketiga, kepemimpinan disamping dapat
mempengaruhi bawahan juga mempunyai pengaruh. Dengan kata lain
seorang pimpinan tidak dapat mengatakan kepada bawahan apa yang
harus dikerjakan tapi juga mempengaruhi bagaimana bawahan
melaksanakan perintah pemimpin.

 Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan


langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa
tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).

 Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan


aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal,
Hemhiel & Coons, 1957, 7).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas
kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch &
Behling, 1984, 46).
 Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat
sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti
kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk
memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).

Jadi secara singkat kepemimpinan dapat dikatakan sebagai kemampuan yang


dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai
tujuan dan sasaran.
Teori tentang Kepemimpinan

Ada enam teori utama tentang kepemimpinan, yaitu:

1. Great Man Theory ( Teori Orang – Orang Besar )

Anda mungkin pernah mendengar bahwa ada orang-orang tertentu yang


memang "dilahirkan untuk memimpin". Menurut teori ini, seorang
pemimpin  besar dilahirkan dengan karakteristik tertentu seperti karisma,
keyakinan, kecerdasan dan keterampilan sosial yang membuatnya terlahir
sebagai  pemimpin alami. Teori great man mengasumsikan bahwa kapasitas
untuk memimpin adalah sesuatu yang melekat, pemimpin besar dilahirkan
bukan dibuat. Teori ini menggambarkan seorang pemimpin yang heroik dan
ditakdirkan untuk menjadi pemimpin karena kondisi sudah
membutuhkannya.

2. Trait Theory ( Teori Ciri – Ciri Pemimpin )

Teori sifat berasumsi bahwa orang mewarisi sifat dan ciri-ciri tertentu
yang membuat mereka lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Teori sifat
mengidentifikasi kepribadian tertentu atau karakteristik perilaku yang sama
pada umumnya pemimpin. Sebagai contoh, ciri-ciri seperti ekstraversi,
kepercayaan diri dan keberanian, semuanya adalah sifat potensial yang bisa
dikaitkan dengan pemimpin besar. Jika ciri-ciri khusus adalah fitur kunci
dari kepemimpinan, maka bagaimana menjelaskan orang-orang yang
memiliki kualitas-kualitas tetapi bukan pemimpin? Pertanyaan ini adalah
salah satu kesulitan dalam menggunakan teori sifat untuk menjelaskan
kepemimpinan. Ada banyak orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian yang
terkait dengan kepemimpinan namun tidak pernah mencari posisi
kepemimpinan. Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang
dimiliki pemimpin itu.

Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi


seorang  pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas
seseorang dengan  berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian
(1994:75-76) adalah:
 pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,
obyektivitas,  pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa
depan;
 sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri
relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif,
kesediaan menjadi  pendengar yang baik, kapasitas integratif;
 kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan
skala  prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting,
keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.

Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu


bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap
unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang
sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang
terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai
pemimpin;  justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan
prinsip keteladanan.

3. Behavioral Style Theory ( Teori Perilaku )


Teori perilaku kepemimpinan didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin
besar dibuat bukan dilahirkan. Teori kepemimpinan ini berfokus pada
tindakan  para pemimpin bukan pada kualitas mental. Menurut teori ini,
orang dapat  belajar untuk menjadi pemimpin melalui pengajaran dan
observasi. Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan
perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu
kelompok ke arah  pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai
deskripsi perilaku:

a. konsiderasi dan struktur inisiasi


Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan
memiliki ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela,
mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan
serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula
kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas
organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh
penekanan  pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin
pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan
kepribadian, kemampuan dan  perilaku bawahan. Sedangkan perilaku
pemimpin yang berorientasi pada  produksi memiliki kecenderungan
penekanan pada segi teknis pekerjaan,  pengutamaan penyelenggaraan
dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku
pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua
yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat
diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan
terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin
pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya
kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)

4. Situational Theory ( Teori Situasional )

Teori Situasional mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik


berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda
mungkin lebih tepat untuk jenis tertentu dalam pengambilan keputusan
tertentu. Misalnya, seorang pemimpin berada dalam kelompok yang
anggotanya  berpengetahuan dan berpengalaman, gaya otoriter mungkin
paling tepat. Dalam kasus lain di mana anggota kelompok adalah ahli yang
terampil, gaya demokratis akan lebih efektif. Keberhasilan seorang
pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi
kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan
memperhitungkan faktor waktu dan ruang.

Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu


menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah:
 Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
 Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
 Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
 Norma yang dianut kelompok;
 Rentang kendali;
 Ancaman dari luar organisasi;
 Tingkat stress;
 Iklim yang terdapat dalam organisasi.
5. Transactional Leadership Theory ( Teori kepemimpinan Transaksi)

Teori manajemen juga dikenal sebagai teori transaksional, fokus pada peran
pengawasan kinerja, organisasi dan kelompok. Teori ini berdasarkan pada
sistem imbalan dan hukuman. Teori manajemen sering digunakan dalam
bisnis, ketika karyawan berhasil mereka dihargai, ketika mereka gagal
mereka ditegur atau dihukum.

6. Tansformational Leadership Theory ( Teori Kepemimpinan


Transformasi )
Teori hubungan juga dikenal sebagai teori transformasi, fokus pada
hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin
transformasional memotivasi dan menginspirasi dengan membantu anggota
kelompok melihat  penting dan baiknya suatu tugas. Pemimpin fokus pada
kinerja anggota kelompok dan juga ingin setiap orang untuk
memaksimalkan potensinya. Pemimpin dengan gaya ini sering memiliki
standar etika dan moral yang tinggi.
Pendekatan Sifat dan Perilaku Kepemimpinan
Berbagai pendekatan/teori kepemimpinan pada dasarnya adalah usaha untuk
mejelaskan sifat-sifat dasar kepemimpinan, aspek proses terjadinya pemimpin,
dan keberhasilan kepemimpinan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Teori X dan Teori Y


Teori ini dikembangkan oleh Douglas McGregor (1906-1964) yang
menjelaskan bahwa ada dua gaya kepemimpinan utama yang disebut dengan
teori X dan teori Y. Pendekatan teori X  terlihat lebih otoriter dan teori ini
didasarkan kepada asumsi bahwa para bawahan perlu diawasi dan diarahkan
secara tegas

Teori X mengasumsikan :

 Pekerjaan pada hakekatnya tidak disenangi oleh kebanyakan orang.


 Kebanyakan orang tidaklah ambisius, mempunyai sedikit keinginan
untuk bertanggung jawab dan menyetujui untuk diarahkan.
 Kebanyakan orang sedikit sekali mempunyai kreativitas dalam
memecahkan masalah organisasi.
 Motivasi itu terjadi hanya pada tingkat fisiologis dan keamanan.
 Kebanyakan orang harus diawasi secara ketat dan sering harus dipaksa
untuk mencapai tujuan organisasi

Sedangkan teori Y mengasumsikan :

 Pekerjaan pada umumnya sama seperti bermain, jika tersedia kondisi


yang menyenangkan.
 Pengendalian diri sendiri sering harus ada untuk mencapai tujuan
organisasi.
 Kapasitas berkreatif dalam memecahkan persoalan organisasi dapat
diinstruksikan secara luas pada populasi.
 Motivasi terjadi baik pada tingkat afiliasi sosial, penghargaan dan
perwujudan diri maupun pada tingkat fisiologis keamanan.
 Orang dapat mengatur diri sendiri dan kreatif bekerja jika diberikan
motivasi.

2. Teori Z
•   Menurut Wiliam Quchi (1973:12), teori Z berintikan bahwa produktivitas
akan meningkat apabila melibatkan para pekerja. Lebih jauh ditegaskan
bahwa ciri-ciri organisasi tipe Z antara lain ; pola umum masa jabatan yang
panjang, berulang kali dan tegas melakukan pemerikasaan,
bekesinambungan antara pemakaian sistem informasi manajemen,
perencanaan formal, manajemen berdasarkan sasaran, serta teknik
kuantitatif dan penilaian pokok persoalan didasarkan pengalaman serta
pembuatan keputusan dilakukan dengan pertimbangan organisasi sebagai
keseluruhan memakai data yang relevan.

•   Dengan demikian teori Z dalam pelaksanaannya dapat membantu terjadinya


pertukaran persahabatan antara lingkungan kerja dengan kehidupan sosial
serta menyatakan secara tidak langsung kepercayaan yang sangat tinggi di
antara para anggota. Teori ini menekankan materi pelajaran lain yang
penting tentang kepemimpinan, yaitu pengertian dan keluwesan.

Pendapat Lain:

•   1. Teori Sifat ( Trait Theory)

Pada pendekatan teori sifat, analisa ilmiah tentang kepemimpinan dimulai


dengan memusatkan perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Yaitu apakah
sifat-siftat yang membuat seseorang itu sebagai pemimpin. Dalam teori sifat,
penekanan lebih pada sifat-sifat umum yang dimilki pemimpin, yaitu sifat-
sifat yang dibawa sejak lahir. Teori ini mendapat kritikan dari aliran perilaku
yang menyatakan bahwa pemimpin dapat dicapai lewat pendidikan dan
pengalaman.
Sehubungan dengan hal tersebut, Keith Davis (dalam Kartini Kartono,
1994:251) merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan efektifitas kepemimpinan yaitu:
a.  Kecerdasan, bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
b.   Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas
sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
c.   Motivasi diri dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif
mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja
berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dengan
ekstrinsik.
d.   Sikap dan hubungan kemanusiaan, pemimpin-pemimpin yang berhasil mau
mengakui harga diri dan kekuatan para pengikutnya dan mampu berpihak
kepadanya.
•     Teori Situasional dan Model Kontingensi.

Dalam model kontingensi memfokuskan pentingnya situasi dalam menetapkan


gaya kepemimpinan yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Sehingga
model tersebut berdasarkan kepada situasi untuk efektifitas kepemimpinan.
Menurut Fread Fiedler, kepemimpinan yang berhasil bergantung kepada
penerapan gaya kepemimpinan terhadap situasi tertentu. Sehingga suatu gaya
kepemimpinan akan efektif pabila gaya kepemimpinan tersebut digunakan
dalam situasi yang tepat. Sehubungan dengan hal tersebut Fiedler (dalam Abi
Sujak, 1990:10) mengelompokkan gaya kepemimpinan sebagai berikut:
a.  Gaya kepemipinan yang berorientasi pada orang (hubungan). Dalam gaya
ini pemimpin akan mendapatkan kepuasan apabila terjadi hubungan yang
mapan diantara sesama anggota kelompok dalam suatu pekerjaan. Pemimpin
menekankan hubungan pemimpin degan bwahan atau anggota sebagai teman
sekerja.
b. Gaya kepemimpinan yang beroreitasi pada tugas. Dalam gaya ini pemimpin
akan merasa puas apabila mampu menyelesaikan tugas-tugas yang ada padanya.
Sehingga tidak memperhatikan hubungan yang harmonis dengan bawahan atau
anggota, tetapi lebih berorentasi pada pelaksanaan tugas sebagai prioritas yang
utama.

•     Teori Jalan Kecil-Tujuan (Paht-Goal Theory)

Dalam teori Jalan Kecil-Tujuan berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku


pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahan
atau angotanya. Berdasarkan hal tersebut, House (dalam M. Thoha, 1996:259)
dalam Path-Goal Thery memasukkan empat gaya utama kepemimpinan sebagai
berikut:

a.   Kepemimpinan Direktif

Gaya ini menganggap bawahan tahu senyatanya apa yang diharpkan dari
pimpinan dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pimpinan. Dalam
model ini tidak ada partisipasi dari bawahan atau anggota.

b. Kepemimpinan yang mendukung

Gaya ini pemimpin mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri,


bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang
murni terhadap bawahan atau anggotanya.
c. Kepemimpinan partisipatif.

Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan


saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih
tetap berada padanya.

d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi.

Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang


para bawahannya untuk berprestasi. Demikian juga pemimpin memberikan
keyakinan kepada mereka mampu melaksnakan tugas pekerjaan mencapai
tujuan secara baik

.
Gaya dalam Kepemimpinan
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam
memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku
atau kepribadian.

Menurut Kartini Kartono (2008:34) menyatakan sebagai berikut:


“Gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan
kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi dengan
orang lain.”

Menurut Miftah Thoha (2010:49) mengemukakan bahwa:


“Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
atau bawahan.”

Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan "membaca"


situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok
dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya
kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan
dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal
tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:

a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik

Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan


situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi
kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal
pengambilan keputusan,  pemimpin bergaya otokratik akan mengambil
keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai
perilaku yang berorientasi  pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin
bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik
disertai perilaku memberikan  perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.

b. Model " Interaksi Atasan-Bawahan" 

Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada


interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana
interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:
 Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
 Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur
yang tinggi;
 Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

c. Mod el Si t u asi on al
 
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang
tergantung  pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk
menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi
kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin
yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-
bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat
digunakan adalah memberitahukan, menjual, mengajak bawahan berperan
serta dan melakukan pendelegasian.
d. Model " Jalan- Tujuan " 

Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang
mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu
mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus
dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan
kebutuhan  bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut
harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.

e. Model "Pimpinan-Peran serta Bawahan" :

Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan


proses  pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan
dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu
syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian
ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan
tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan
tingkat  peran serta bawahan tersebut "didiktekan" oleh situasi yang
dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan
keputusan
(Spesial) Gaya yang Bersifat Situasional (Contingency)

Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard

•  Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan


situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan
ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku
yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang
bersifat kepribadian dan situasional.
•  Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori
yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan
adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan
pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan
memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya
kepemimpinan tertentu.
•  Lebih lanjut Yuk! menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan
pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang
dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan
karakteristik para pengikut.
•   Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan
kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi
empat perilaku kepemimpinan yang khusus dari sangat direktif, partisipatif,
supportif sampai laissez-faire. Perilaku mana yang paling efektif tergantung
pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan kesiapan dalam
konteks ini adalah merujuk pada sampai dimana pengikut memiliki
kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.

Teori Situasional dan Model Kontingensi. Dalam model kontingensi


memfokuskan pentingnya situasi dalam menetapkan gaya kepemimpinan yang
sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Sehingga model tersebut berdasarkan
kepada situasi untuk efektifitas kepemimpinan. Menurut Fread Fiedler,
kepemimpinan yang berhasil bergantung kepada penerapan gaya kepemimpinan
terhadap situasi tertentu. Sehingga suatu gaya kepemimpinan akan efektif pabila
gaya kepemimpinan tersebut digunakan dalam situasi yang tepat. Sehubungan
dengan hal tersebut Fiedler (dalam Abi Sujak, 1990:10) mengelompokkan gaya
kepemimpinan sebagai berikut:
a. Gaya kepemipinan yang berorientasi pada orang (hubungan). Dalam gaya
ini pemimpin akan mendapatkan kepuasan apabila terjadi hubungan yang
mapan diantara sesama anggota kelompok dalam suatu pekerjaan.
Pemimpin menekankan hubungan pemimpin degan bwahan atau anggota
sebagai teman sekerja.
b. Gaya kepemimpinan yang beroreitasi pada tugas. Dalam gaya ini pemimpin
akan merasa puas apabila mampu menyelesaikan tugas-tugas yang ada
padanya. Sehingga tidak memperhatikan hubungan yang harmonis dengan
bawahan atau anggota, tetapi lebih berorentasi pada pelaksanaan tugas
sebagai prioritas yang utama.

Anda mungkin juga menyukai