Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERWATAN KLIEN DENGAN DIABETES


MELITUS

Disusun untuk memenuhi tugas Laporan Individu praktek Profesi Ners Departemen
Gerontik

Oleh:

Nama : Florentina Narus

NIM: 200714901297

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners Departemen
Gerontik

DISUSUN OLEH

NAMA: Florentina Narus

NIM: 200714901297

Disetujui Oleh

Pembimbing Institusi Mahasiswa

( Kurniawan Erman W.,S.Kep.,Ners.,M.Kes ) ( Florentina Narus )


DIABETES MELITUS

A. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Henderina, 2010). Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat
didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti
poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan
gula darah puasa ≥126 mg/dl.
Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karateristik
hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Perawatan
pasien lanjut usia dengan diabetes sulit karena heterogenitas status klinis, mental, dan
fungsionalnya. Skrining gangguan kognitif dan risiko hipoglikemia direkomendasikan
pada pasien lansia. Direkomendasikan simplifikasi rejimen pengobatan dan penggunaan
obat dengan efek hipoglikemia minimal.

B. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes mellitus bisa dikelompokan menjadi factor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Factor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus,
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000gram, dan riwayat lahir
dengan dengan berat badan lahir rendah 9kurang dari 2500 gram). Sedangkan factor
risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang tidak sehat,
yaitu berat badan berlebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik,
hipertensi, dyslipidemia, diet yang tidak sehat,/tidak seimbang, riwayat toleransi glukosa
terganggu(TGT) atau gula darah puasa terganggu(GDP Terganggu), dan merokok.
1. Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes
mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik. Diabetes Melitus jenis ini disebabkan oleh
rusaknya sel beta pankreas sebagai penghasil insulin sehingga penderita
sangat kekurangan insulin. Akibatnya, yang bersangkutan harus disuntik insulin
secara teratur. Tipe ini diderita 1 dari 10 penderita Diabetes Melitus yang
kebanyakan terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor
lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanan atau
dewasa awal) menyebabkan kerusakan sistem kekebalan pada sel beta
pancreas.
2. Usia
Diabetes Melitus dapat menyerang warga penduduk dari berbagai lapisan, baik
dari segi ekonomi rendah, menengah, atas, ada pula dari segi usia. Tua maupun
muda dapat menjadi penderita DM. Umumnya manusia mengalami perubahan
fisiologi yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun.
Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan, terutama
setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga
tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin. Teori yang ada mengatakan bahwa
seseorang ≥45 tahun memiliki peningkatan resiko terhadap terjadinya DM dan
intoleransi glukosa yang di sebabkan oleh faktor degeneratif yaitu menurunya
fungsi tubuh, khususnya kemampuan dari sel β dalam memproduksi
insulin.untuk memetabolisme glukosa (Rakhmady, 2010).
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut non-
biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis (Siti Mutmainah,
2006). Penyakit Diabetes Mellitus ini sebagian besar dapat dijumpai pada
perempuan dibandingkan laki – laki. Hal ini dapat disebabkan karena pada
perempuan memiliki LDL (Low Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat tingkat
trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga terdapat
perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang
sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus. Jumlah lemak pada
laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15-20 % dari berat badan total, dan
pada perempuan sekitar 20-25 %. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah)
pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, sehingga faktor risiko
terjadinya diabetes melitus pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan
pada lak-laki yaitu 2-3 kali, (Soeharto, 2003 dalam Jelantik dan Haryati, 2014).
4. Obesitas
Salah satu resiko yang dihadapi oleh orang yang obesitas adalah penyakit
diabetes tipe 2. Menurut beberapa hasil penelitian, diabetes tipe 2 sangat erat
kaitannya dengan obesitas. Pada penderita diabetes tipe 2, pankreasnya
sebenarnya menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa darah pada tingkat normal, namun insulin
tersebut tidak dapat bekerja maksimal membantu sel-sel tubuh menyerap
glukosa karena terganggu oleh komplikasi-komplikasi obesitas, salah satunya
adalah kadar lemak darah yang tinggi (terutama kolesterol dan trigliserida)
(Soeharto, 2003 dalam Jelantik dan Haryati, 2014).

C. Tanda Dan Gejala


Gejala adalah hal-hal yang dirasakan dan dikeluhkan oleh penderita, sedangkan
tanda-tanda berarti keadaan yang dapat dilihat dari pemeriksaan badan. Ada
bermacam-macam gejala DM, yaitu:
a. Sering buang air kecil dengan volume yang banyak, yaitu lebih sering dari pada
biasanya, apalagi pada malam hari (poliuri), hal ini terjadi karena kadar gula
darah melebihi nilai ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan keluar
bersama urine. Untuk menjaga agar urine yang keluar tidak terlalu pekat, tubuh
akan menarik air sebanyak mungkin kedalam urine sehingga urine keluar dalam
volume yang banyak dan buang air kecil pun menjadi sering. dalam keadaan
normal, urine akan keluar sekitar 1,5 liter perhari, tetapi pada penderita DM yang
tidak terkontrol dapat memproduksi lima kali dari jumlah itu.
b. Sering merasa haus dan ingin minum sebanyak-banyaknya (polidipsi). Dengan
banyaknya urine yang keluar, badan akan kekurangan air atau dehidrasi. Untuk
mengatasi hal tersebut tubuh akan menimbulkan rasa haus sehingga penderita
selalu ingin minum terutama yang dingin, manis, segar, dan banyak.
c. Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi
bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel
tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab
mengapa penderita merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin
gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan,
maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan
menimbulkan alarm rasa lapar.
d. Berat badan turun dan menjadi kurus. ketika tubuh tidak bisa mendapatkan
energi yang cukup dari gula karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas
mengolah lemak dan protein yang ada didalam tubuh untuk diubah menjadi
energi. Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali
bisa kehilangan sebanyak 500 gram glukosa dalam urine per 24 jam (setara
dengan 2000 kalori perhari hilang dari tubuh).
e. Gejala lain. gejala lain yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan karena
komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung
sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus
vulva) dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis) (Kurniadi; Nurrahmani,
2014).

D. Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus


Berdasarkan sebab yang mendasari kemunculannya, DM dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran sel pulau pankreas. Biasanya mengenai
anak-anak dan remaja sehingga DM ini disebut juvenile diabetes (diabetes usia
muda), namun saat ini DM ini juga dapat terjadi pada orang dewasa. Faktor
penyebab DM tipe 1 adalah infeksi virus dan reaksi auto-imun (rusaknya system
kekebalan tubuh) yang merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel β pada pankreas,
secara menyeluruh. Oleh karena itu, pada tipe ini pankreas sama sekali tidak dapat
menghasilkan insulin.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin dan disfungsi sekresi insulin
sel β. Diabetes tipe 2 biasanya disebut diabetes life style karena selain faktor
keturunan, juga disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat.
c. Diabetes Tipe Khusus
DM tipe khusus disebabkan oleh suatu kondisi seperti endokrinopati, penyakit
eksokrin pankreas, sindrom genetic, induksi obat atau zat kimia, infeksi, dan lain-
lain.
d. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah Diabetes yang terjadi pertama kali saat hamil atau
diabetes yang hanya muncul pada saat kehamilan.Biasanya diabetes ini muncul
pada minggu ke-24 (bulan keenam).Diabetes ini biasanya menghilang sesudah
melahirkan (Bilous; Donelly, 2014).

E. Pathofisiologi
1) Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi
sel anti-islet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa
autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi
selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh
tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang
berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan
terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2) Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini
berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi
insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti
terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin
menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA,
2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk
merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui
suntikan dapat menjadi alternatif.
3) Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang
berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan
glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor
insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).
F. Web Of Caution

Autoimun, idiopati, Obesitas, genetic, diet,


genetic, kelainan umur, obat-obatan, alcohol,
pankreas polusi, bahan kimia

Sel beta P. Langerhans Ketidaknormalan sel


pancreas rusak reseptor insulin di
membrane sel

Diabetes mellitus tipe


1 Kerusakan reseptor
insulin
Defisit
Pengetahuan
Diabetes mellitus tipe
Kurangnya 2
informasi

Defisiensi Insulin
Prognosa penyakit

Glukosa tidak bisa


Glukagon
masuk ke jaringan
meningkat

Glukoneogenesis BUN Hiperglikemia

Filtrasi ginjal Viskositas darah


terganggu meningkat

Glukosuria Penurunan o2 dan


nutrisi
Ketonemia

Pembongkaran
protein otot
Ketoasidosis diabetik

Diuresis
Asidosis kelema BB osmotik
Polydipsia,
metabolik han menurun poliuria

Polydipsia,
poliuria

Gangguan Nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh
Kehilangan Kekurangan Volume
kalori, cairan, cairan
elektrolit

Gangguan Mobilitas Polifagia


fisik

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Barbara C. Long (1995 : 9 ) pemeriksaan diagnostik untuk penyakit diabetes
millitus adalah :

Pemeriksaan Prosedur dan persiapan Interpretasi


Gula darah puasa (GDP) : Puas mulai tengah malam Kriteria diagnostik untuk
70 – 110 mg/dL diabetes millitue >
plasmavena 140mg/dL palni sedikit dal
m 2x pemeriksaan atau >
140 mg/dL disertai gejala
klasik hiperglikemia atau
CGT : 115 : 140 mg/dL
Gula darah 2 jam Gula darah diukur 2jam Digunakan untuk skrining
postprandial < 140 mg/dL setelah makan berat atau atau evaluasi pengobatan,
2 jam setelah mendapat bukan diagnostik
100 gr gula
Gula darah sewaktu : 140 Digunakan untuk skrining
mg/dL bukan diagnostik
Tes intoleransi glukosa Puasa mulai tengah Kriteria diagnotik unuk
oral (TTGO).GD < malam, GDP diambil diberi diabetes millitus , GDP :
115mg/dL 75 mg glukosa, sampel 140 mg/dL. Tapi gula
darah (dan urine) darah 2 jam dan
ditampung pada ½ 1, dan pemeriksaan lainya > 200
2 jam kadangkadang mg/dL dalam 2x
pada2, 4, dan 5 jam pemeriksaan untuk 165
berikut. GDP < 140 mg/dL 2 jam
natara 140-200 mg/dL dan
pemeriksaan untuk IGT :
GDP < 140 mg/dL . TTGO
dilakukan hanya pada
pasien yang bebas diit dan
beraktivitaas fisik 3 hari
sebelum tes, tidak
dianjurkan pad (1)
hiperglekimia yang sedang
puasa (2) orang yang
mendapat thiazide, dilantin
propanolol, lasix, tiroid,
estrogen, pil KB, steroid (3)
pasien yang dirawat
Tes toleransi glukosa Sama untuk TTGO Dilakukan jika TTGO
intravena (TTGI) merupakan kontra indikasi
kelainan gaastrointestinal
yang mempengaruhi
glukosa

H. Penatalaksanaan
1. Target Terapi
Perawatan pasien lansia dengan DM sulit karena heterogenitas gejala klinis,
mental, dan fungsionalnya. Beberapa pasien lansia mungkin telah menderita DM
bertahun-tahun sebelumnya dan sudah memiliki komplikasi, ada lansia yang baru
menderita DM dengan sedikit atau tanpa komplikasi. Pasien lansia dengan sedikit
penyakit kronik komorbid dan fungsi kognitif masih baik memiliki target glikemik
yang lebih ketat (A1C < 7,5%), sedangkan pasien dengan penyakit kronik multipel,
gangguan kognitif atau ketergantungan aktivitas fungsional memiliki target glikemik
yang tidak ketat (A1C < 8,0 – 8,5%). Dokter yang menangani pasien lansia dengan
DM harus mempertimbangkan heterogenitas ini saat menetapkan dan
memprioritaskan sasaran pengobatan.
2. Terapi Farmakologi
Polifarmasi dalam pengobatan DM pada pasien lansia sering terjadi.
Simplifikasi rejimen pengobatan direkomendasikan untuk mengurangi risiko
hipoglikemia. Dalam penentuan rejimen pengobatan, direkomendasikan obat yang
memiliki risiko hipoglikemia rendah .
a) Metformin
Metformin adalah agen lini pertama untuk DM tipe 2.13 Metformin
aman dan efektif bagi pasien lansia karena tidak menyebabkan
hipoglikemia.8 Studi terbaru14 menunjukkan bahwa metformin dapat
digunakan dengan aman pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus ≥
30 mL/min/1,73 m2. Namun, obat ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal tahap lanjut dan digunakan secara hati-hati
pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau gagal jantung karena
meningkatkan risiko asidosis laktat.13 Metformin dapat dihentikan
sementara sebelum prosedur invasif, selama rawat inap, dan terdapat
penyakit akut yang dapat mengganggu fungsi ginjal atau hati.
b) Thiazolidinediones
Obat golongan ini harus digunakan dengan sangat hati-hati pada
pasien lansia dengan gagal jantung kongestif dan pasien lansia yang
memiliki risiko tinggi terjatuh atau patah tulang.
c) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea berhubungan dengan risiko
hipoglikemia dan harus
digunakan dengan hati-hati. Jika digunakan, sulfonilureas kerja
lebih pendek seperti glipizid lebih direkomendasikan. Glibenclamide/
glyburide merupakan sulfonilurea kerja lama dan dikontraindikasikan
pada pasien.
d) DPP-IV inhibitor
Obat golongan DPP-IV inhibitor memiliki risiko hipoglikemia minimal,
namun harga obat yang mahal mungkin menjadi penghalang bagi
beberapa pasien lansia.
e) SGLT-2 inhibitor
Data penggunaan jangka panjang obat golongan ini masih terbatas
meski data keamanan dan keamanan awal telah dilaporkan.

3. Terapi insulin
Terapi insulin mengharuskan pasien atau pengasuh pasien memiliki
kemampuan fungsional dan kemampuan kognitif yang baik. Terapi insulin
bergantung pada kemampuan pasien untuk menyuntikkan insulin sendiri
atau dengan bantuan pengasuh. Dosis insulin harus dititrasi untuk
memenuhi target glikemik individual dan untuk menghindari hipoglikemia.
Terapi injeksi insulin basal yang diberikan sekali per hari dikaitkan dengan
efek samping minimal dan mungkin merupakan pilihan yang baik.
Penggunaan insulin dengan dosis lebih dari sekali per hari mungkin terlalu
rumit untuk pasien lansia dengan komplikasi diabetes lanjut, penyakit
komorbiditas yang membatasi aktivitas, atau status fungsional terbatas.

Diagnosa keperawatan yang muncul


a). Risiko ketidakseimbangan cairan ( SDKI 0036)
b). Gngguan Mobilitas fisik (SDKI 0054)
c). Gangguan pola tidur (0055)
Intervensi Keperawatan

Manajemen Cairan SIKI 1.03098

Observasi.
1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi,kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah).
2. Monitor berat badan harian
3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis.
4. Monitor hasil pemeriksaan labolatorium ( mis. Hematocrit, Na,K, Cl, berat jenis urine,
BUN)
5. Monitor status hemodinamik

Terapeutik
1. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan
asupan cairan tidak berkurang atau kembali normal.

Kriteria Skor
Asupan cairan
Haluaran urin
Kelembapan
membrane mukosa
Asupan makanan

Daftar Pustaka
Prasetyo, Agung. 2019. Tata Laksana Diabetes Melitus Pada Pasien Geriatri. Vol.46. No.6.

Simatumpang, Rumiris. 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media Leaflet Tentang Diet Dm
Terhadap Pengetahuan Pasien Dm Di Rsud Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017.
Jurnal Ilmiah Kohehsi: Vol.1. No.2. Juli 2017.
Suara Pembaruan, (2012). Konsumsi kedelai baik untuk diabetes mellitus. Dalam
http://www.suarapembaruan.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2013
PPNI. 2016. Standar Diaknosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan Indikator Diaknosisi). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. 2018. Standar Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan Tindakan Keperawatan).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai