Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan dari satu tahap perkembangan

ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja

bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa dan merupakan

masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk

membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-

sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya (Sumiati dkk, 2009). Pada masa

remaja banyak sekali perubahan-perubahan yang dialami oleh mereka baik itu

perubahan biologis, kognitif maupun perubahan sosial. Salah satu perubahan

signifikan pada remaja adalah dengan matangnya organ-organ seksual pada

masa remaja disebabkan oleh perubahan-perubahan hormon yang akan

berdampak pada munculnya hasrat atau dorongan-dorongan seksual

(Santrock, 2013).

Dorongan perasaan dan keinginan seksual pada remaja dapat

mengakibatkan remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar

yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh

buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang

hubungan seksual, misalnya film-film, buku-buku, dan lainnya. Hal tersebut

dapat mendorong remaja untuk berperilaku seksual aktif. Kondisi tersebut

cukup mengkhawatirkan mengingat perilaku tersebutdapat menyebabkan

kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang selanjutnya memicu pihak

aborsi yang tidak aman, penularan PMS dan HIV/AIDS, bahkan kematian

(BKKBN, 2009).
1
2

Banyaknya kejadian seks pranikah di dunia dilihat dari tingginya

angka kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual

(PMS) (WHO, 2013). Data yang diperoleh dari population Council di dunia

pada tahun 2012 menunjukkan bahwa kejadian kehamilan tidak diinginkan

(KTD) sebesar 84,9% di usia 15-24 tahun. Sedangkan angka kejadian

penyakit menular seksual (PMS) di dunia sebanyak 448 juta orang (CDC,

2013).

Menurut catatan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

(PKBI) DIY tahun 2016, 1078 remaja perempuan yang semestinya masih

berstatus pelajar melahirkan bayi.Persalinan pada remaja tertinggi terjadi

pada usia 16-19 tahun. Dari angka 1078 remaja perempuan yang melahirkan

itu, 976 diantaranya berasal dari kehamilan yang tidak diiinginkan pada

remaja di Yogyakarta, pada kabupaten Bantul sebanyak 276 kasus, kota

Yogyakarta 228 kasus, kabupaten Sleman 219 kasus, Gunung Kidul 148

kasus, Kulon Progo 105 kasusyang merupakan dampak dari seks pranikah.

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014,

jumlah remaja di dunia saat ini mencapai ± 1,2 milyar atau 18% dari jumlah

penduduk dunia.Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) 2012 tentang Kesehatan Reproduksi Remaja ini dilakukan terhadap

remaja perempuan dan laki-laki yang belum menikah. Hampir sebagian

remaja perempuan dan laki-laki berumur 15-24 tahun yang belum menikah

mulai berpacaran pertama kali pada umur 15-17 tahun (47% bagi remaja

perempuan dan 45% bagi remaja laki-laki). Dan hasilnya 8,3% remajalaki-

laki dan 1% remaja perempuan pernah melakukan hubungan seksual

pranikah.
3

Hasil survey Yogyakarta tahun 2012 menyebutkan bahwa dari

1355 responden siswa SMA di Yogyakarta menunjukkan, sekitar 28,9%

siswa SMA setuju dengan seks pranikah dan 71,08% yang tidak setuju

dengan seks pranikah.

Tingginya persentase remaja melakukan hubungan seksual

pranikah yang berakibat terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta

aborsi dan berujung pada kematian ibu menjadi persoalan serius yang harus

diperhatikan. Hal ini berkaitan semakin tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)

akibat aborsi yang dilakukan oleh remaja yang merupakan satu indikator

penilaian derajat kesehatan masyarakat. Menurunnya kualitas kehidupan

remaja saat ini, misalnya status kesehatan, sangat berdampak buruk bagi

kualitas keluarga saat ini dan juga keluarga di masa mendatang. Dampak

buruk yaitu remaja yang tidak sehat baik fisik dan mentalnya dapat

melahirkan keturunan yang tidak sehat pula, misal menderita gizi buruk atau

penyakit tertentu. Identifikasi masalah perilaku berisiko secara lebih dini

sangat penting untuk mencegah masalah lainnya yang akan muncul apabila

tidak segera ditangani (Hidayangsih dkk, 2009).

Sikap remaja merupakan awal terjadinya permasalahan dalam

kesehatan reproduksi remaja. Sikap adalah suatu kesiapan pada diri seseorang

untuk bertindak secara tertentu yang bersifat positif atau negatif terhadap

objek tertentu. Bila seks pranikah dipersepsikan sebagai sesuatu yang positif,

maka individu cenderung berperilaku positif pada seks pranikah sesuai

dengan persepsinya tersebut. Namun sebaliknya, bila individu

mempersepsikan secara negatif, maka individu cenderung berperilaku negatif

pada seks pranikah sesuai dengan persepsinya. Maka dapat disimpulkan


4

bahwa remaja yang melakukan hubungan seks pranikah memiliki sikap yang

positif terhadap seks pranikah (Pawestri dkk, 2013)

Menurut Syarif (2009, dalam Sudiyanto 2014) Sikap yang

ditimbulkan oleh remaja terkadang menunjukan perbedaan antara remaja

putri dan remaja putra, perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka

informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh para

remaja, sehingga media massa dan segala hal yang bersifat prognosis akan

menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran

emosinya.

Sikap remaja yang lebih tertarik untuk mencari sendiri informasi

mengenai seks membuat remaja rawan berperilaku negatif terkait perilaku

seks pranikah. Remaja lebih tertarik untuk mencari segala informasi yang

berhubungan dengan seksualitas di internet secara mandiri tanpa pengawasan

dari orang dewasa (Parkes et al., 2013). Selanjutnya, Azwar (2011)

mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan

sikap diantaranya adalah adanya pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Di antara orang yang biasanya dianggap penting bagi remaja salah satunya

adalah orang tua.

Pada masa anak-anak dan remaja, orangtua biasanya menjadi figur

yang paling penting bagi anak. Middlebrook (dalam Azwar, 2011)

menyebutkan bahwa interaksi antara anak dan orangtua merupakan

determinan utama sikap si anak.Orang tua pula yang memiliki peranan

penting dalam pembentukan sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah.

Remaja yang tidak didampingi orangtua atau orang yang lebih dewasa dalam

memperoleh informasi seksual akan menggambarkan kesimpulan yang salah


5

berdasar pengetahuan yang tidak akurat dan mereka akan membuat

penjelasannya sendiri tanpa tahu benar ataukah salah (Vashista & Rajshree,

2012). Padahal seharusnya orangtua dapat mengarahkan para remaja itu ke

arah yang benar dan mendampingi, serta mengontrol anak dalam setiap

pengambilan keputusan merupakan peran dari orangtua (Santrock, 2007).

Peran orang tua sebagai titik awal proses identifikasi diri bagi

remaja yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan jiwa

(Aryani, 2010). Peran orang tua yang tidak memberikan informasi seputar

seks pranikah karena masih dianggap tabu untuk membicarakan seks

pranikah dan karena budaya yang tidak memperbolehkan berbicara masalah

seks di depan umum terutama di depan anak-anak mereka karena itu

merupakan hal yang negatif, sehingga orang tua merasa malu untuk

membicarakannya (Israwati, 2013). Menurut penelitian Wamoyi et al (2011)

di Tanzania menyatakan bahwa peran serta orangtua dalam mendampingi dan

melakukan monitoring pada remaja akan membantu remaja dalam

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, kontrol

dan monitoring orang tua kepada remaja berkontribusi dalam melindungi

remaja dari perilaku seksual yang tidak sehat.

Mengingat besarnya dampak buruk dari seks pranikah pada

remaja, perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Dari sini

masyarakat sangat ini menjaga anaknya di usia remaja, mereka tidak ingin

terjadi kehamilan yang tidak diinginkan sehingga mengakibatkan banyaknya

remaja putus sekolah (PKBI, 2013). Cara mengatasi masalah ini yaitu orang

tua agar lebih mengawasi anak-anaknya, bagaimana pergaulan mereka,

dimana mereka bermain, kemana mereka pergi, dan harus selalu dipantau
6

walau dari jauh. Berilah kasih sayang yang lebih agar anak tidak merasakan

kesenjangan pada kelurga, ajak anak untuk berlibur serta masukan anak ke

tempat kursus sesuai bakatnya (Annisa, 2015).

Kebijakan pemerintah yang dicantumkan pada UU no 36 tahun

2009 tentang kesehatan dalam pasal 137 yang berbunyi “Pemerintah

berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi,

dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan

bertanggungjawab”. Program kesehatan reproduksi remaja diintegrasikan

dalam Program Kesehatan Remaja di Indonesia.Kementrian Kesehatan telah

mengembangkan model pelayanan kesehatan yang disebut dengan pelayanan

Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Dan juga terdapat dalam program

Generasi Berencana (GenRe) yang diselenggarakan oleh Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) melalui program Bina

Keluarga Remaja (BKR). Program ini dilaksanakan melalui pendekatan dari

dua sisi yaitu pendekatan kepada remaja dan pendekataan kepada keluarga

yang memiliki remaja melalui upaya meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan keluarga dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang

remaja melalui peran orang tua dalam keluarga (Kemenkes RI, 2014).

Bidan memiiki peranan penting dalam memberikan pelayanan

terhadap kesehatan reproduksi remaja, dengan melakukan tindakan

penyuluhan dan melakukan konseling tentang kesehatan reproduksi

perempuan (Permenkes No. 28 pasal 21, 2017). Peran dan tugas bidan dalam

PHC (Primary Health Care) untuk kesehatan wanita yang menekankan pada

aspek pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Dengan menerapkan

asuhan kesehatan reproduksi pada remaja dan sebagai fasilitator dan konselor
7

yang bisa dijadikan tempat mencari jawaban dari suatu permasalahan yang

dihadapi oleh remaja.

Islam sendiri memandang seks pranikah sebagai sebuah dosa

besar yang tidak boleh dilakukan oleh umat muslim. Dan dilarang keras oleh

Allah SWT. Seperti dijelaskan dalam Q. S Al-Isra’ ayat 32 :

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina


itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-
Isra’: 32).
Dalam Surat Al-Isra’ ayat 32 ditegaskan oleh Allah bahwa zina

dikategorikan sebagai perbuatan yang keji, hina, dan buruk.Allah telah

memberikan predikat terhadap perbuatan zina melalui ayat tersebut sebagai

perbuatan yang merendahkan harkat, martabat, dan kehormatan

manusia.Karena demikian bahayanya perbuatan zina, maka sebagai langkah

pencegahan maka Allah juga melarang perbuatan yang mendekati atau

mengarah kepada zina, karena zina merupakan dosa yang sangat besar.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25

Januari 2018 di SMA Negeri 1 Banguntapan dengan melakukan wawancara

kepada Guru Bimbingan Konseling (BK) didapatkan informasi bahwa pada

bulan juli tahun 2016 terdapat 1 siswi putri dan 1 siswa putra yang

dikeluarkan dari sekolah karena akibat melakukan hubungan seks pranikah.

Menurut guru BK, kurangnya pengawasan dari orang tua kepada anaknya

dalam pergaulan sehingga remaja bebas berpacaran dan pacaran anak muda

zaman sekarang khususnya siswa-siswi di SMA negeri 1 Banguntapan itu

sendiri lebih bebas, mereka tidak segan lagi untuk bergandengan tangan dan

berpegangan dengan erat ketika berboncengan walaupun ada guru.

Berdasarkan wawancara dengan 5 siswa kelas XI, semua siswa mengatakan

bahwa mereka sudah mempunyai pacar dan sering jalan berdua tanpa
8

sepengetahuan orang tua dan orang tua tidak memberikan informasi tentang

seks, 2 siswa laki-laki dan 1 siswi perempuan mengatakan setuju dengan

perilaku seks pranikah seperti bergandengan tangan dengan lawan jenis,

berciuman, dan berpelukan atas dasar suka sama suka dan saling mencintai

dan 2 orang siswi perempuan yang lain tidak setuju dengan perilaku seks

pranikah dengan alasan takut dosa dan dilarang agama.

Berdasarkan masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Hubungan peran orang tua dengan sikap seks pranikah pada siswa

kelas XI di SMA Negeri 1 Banguntapan tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan peran orang tua dengan sikap

seks pranikah pada siswa kelas XI di SMANegeri 1 Banguntapan tahun

2018?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan peran orang tua dengan sikap seks pranikah pada

siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Banguntapan tahun 2018.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya hubungan peran orang tua pada siswa kelas XI di SMA

Negeri 1 Banguntapan.

b. Diketahuinya hubungan sikap seks pranikah pada siswa kelas XI di

SMA Negeri 1 Banguntapan.


9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang hubungan peran

orang tua dengan sikap seks pranikah pada siswa kelas XI di SMA

Negeri 1 Banguntapan.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi

kepada siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Banguntapan untuk

memperkaya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, bahaya-

bahaya apa saja yang akan mereka dapat jika melakukan seks

pranikah, sehingga dapat mencegah sikap seks pranikah pada siswa

kelas XI di SMA Negeri 1 Banguntapan.

b. Bagi Orangtua

Sebagai informasi bahwa orangtua mempunyai tanggung jawab

dan peran penting dalam mendidik remaja tentang pendidikan seks,

sehingga orang tua dapat mengubah pandangan tentang pendidikan

seks menjadi suatu hal yang penting dan pantas di dalam

memberikan pendidikan seks sedini mungkin kepada anaknya. Agar

remaja dapat terhindar dari perbuatan seksual pranikah yang justru

akan merusak masa depannya.

c. Bagi SMA Negeri 1 Banguntapan

Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan kepada pihak

sekolah tentang pentingnya memberikan pemahaman tentang

seksualitas yang benar kepada siswa-siswi sehingga dapat


10

mengantisipasi terjadinya sikap yang positif terhadap hubungan seks

pranikah.

d. Bagi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan di Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta sehingga dapat menambah informasi dan

wawasan bagi para pembaca.

e. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat sebagai satu informasi awal bagi

peneliti lain yang berminat melakukan penelitian serupa.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Materi

Materi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah peran orangtua

dengan sikap seks pranikah. Karena peran orang tua merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi sikap seks pranikah.

2. Ruang Lingkup Responden

Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI yang di SMA

Negeri 1 Banguntapan.

3. Ruang Lingkup Waktu

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulan November 2017

sampai dengan Bulan Juni 2018, dengan lingkup kegiatan mulai dari studi

pendahuluan, penyusunan proposal, penelitian, serta melaporkan hasil

penelitian.

4. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Banguntapan karena

berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, di sekolah ini pernah ada


11

1siswi putri dan 1 siswa putra yang di keluarkan dari sekolah karena

akibat melakukan hubungan seks pranikah yang merupakan salah satu

dampak dari seks pranikah.

F. Keaslian Penelitian

1. Diah Suci Haryani, Wahyiningsih, dan Kayat Haryani (2015) “Peran orang

tua berhubungan dengan perilaku seksual pranikah remaja pada di SMAN

1 Sedayu”. Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan

menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengambilan data

menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan analisis Kendal Tau.

Hasil analisis Kendal Tau menunjukkan ada hubunganyang signifikan

antara peran orang tua dengan peilaku seksual pranikah remaja di SMKN 1

Sedayu dengan nilai p=0,000 (p <0,05) dengan keeratan hubungan yang

lemah sebesar r=0,399.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian, variabel terikat

pada penelitian, dan analisa data. Persamaan dengan penelitian ini adalah

desain penelitian, dan alat pengumpulan data.

2. Saifuddin Zuhri dan Fanny Dwi S (2015) “Pola komunikasi orang tua

dengan anak pada kasus seks pranikah”. Jenis penelitian ini menggunakan

metode kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah keluarga yang

memiliki anak remaja berusia 18-21 tahun yang melakukan seks pranikah.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan depth interview.

Dari hasil penelitian melalui wawancara didapatkan pola komunikasi yang

diterapkan di keluarga informan berbeda-beda, ada yang menerapkan pola

komunikasi otoriter dengan peraturan ketat yang dibuat oleh orang tua

kepada anaknya dan pola komunikasi permisif (bebas) dengan


12

memberikan kebebasan penuh terhadap anak untuk menyatakan dorongan

serta keinginannya. Dan dijumpai dari tiga keluarga informan yang

diambil, keluarga informan menunjukkan bahwa remaja yang pernah

melakukan hubungan seks pranikah ditemukan dua keluarga menganut

pola komunikasi permissive (bebas) dan satu keluarga menganut pola

komunikasi authoritarian (otoriter).

Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian, variabel

penelitian, rancangan penelitian, teknik pengambilan sampel, metode

pengumpulan data, dan analisis data. Persamaan dengan penelitian ini

adalah variabel terikat dalam penelitian.

3. G.A. Martha Winingsih (2015) “Pola asuh orang tua terhadap pengetahuan

seks pranikah pada remajadi SMAN 1 Amlapura. Jenis penelitian ini

menggunakan desain penelitian analitik. Alat atau instrument

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

kuesioner. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi

spearman rank. Hasil uji menunjukkan nilai koefisiensi kolerasi sebesar

0,496 nilai probabilitasnya p<0,05 yaitu p=0,00 maka hipotesa Ha diterima

berarti ada hubungan pola asuh orang tua terhadap pemgetahuan seks

pranikah pada remaja.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian, variabel

penelitian, dan analisa data. Persamaan dengan penelitian ini adalah teknik

pengambilan sampel, dan alat pengumpulan data.

Anda mungkin juga menyukai