Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavourable) pada objek tertentu (Azwar, 2011). Sikap merupakan

reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau objek.Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas,

hanya predisposisi suatu tindakan atau perilaku dan berupa reaksi yang

masih tertutup (Notoatmodjo, 2007).

Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan oleh

seseorang setelah melihat, mendengar atau membaca informasi serta

pemberitaan, gambar-gambar yang berbau porno dalam wujud suatu

orientasi atau kecenderungan dalam bertindak.Sikap yang dimaksud

adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah (Bungin, 2011).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung.Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat

dan pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak

langsungdapatdilakukan dengan pernyataan hipotesis kemudian

dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2007).

Kuesioner mengacu pada skala likert dengan bentuk jawaban

13
14

pertanyaan atau pernyataan terdiri dari jawaban sangat setuju, setuju,

tidak setuju, sangat tidak setuju (Hidayat, 2007).

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif

(Azwar, 2011):

1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

Dampak dari sikap positif terhadap seks pranikah (Azwar, 2011) :

a) Tidak dapat mengendalikan dorongan seksual

b) Melakukan aktivitas seksual seperti berpegangan tangan,

berpelukan, berciuman, saling meraba, dan berhubungan seksual

c) Berhubungan seksual sebelum nikah

b. Struktur sikap

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yaitu :

1) Komponen kognitif (cognitive) yaitu komponen yang berhubungan

dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang

berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap

suatu objek sikap.

2) Komponen afektif (affective), merupakan komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek

sikap. Rasa senang merupakan hal positif dan rasa tidak senang

merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap

positif dan negatif.


15

3) Komponen konatif (conative), merupakan aspek kecenderungan

berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh

seseorang. Berisi kecenderungan untuk bertindak atau beraksi

terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2011).

c. Tingkatan Sikap

Sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan

keputusan yang diteliti dan beralasan sehingga seseorang akan

melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif

dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin ia agar melakukannya

(Azwar,2011). Hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh

faktor-faktor situasional tertentu yaitu norma-norma, peranan, anggota

kelompok, kebudayaan dan sebagainya yang merupakan kondisi

ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku.

Ada 4 tingkatan sikap menurut (Notoatmodjo, 2007) yaitu:

1) Menerima (Receiving). Diartikan sebagai mau dan memperhatikan

rangsangan yang diberikan.

2) Menerima (Responding). Contohnya memberikan jawaban ketika

ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas.

3) Menghargai (Valuing). Contohnya mengajak orang lain untuk

mengerjakan atau mendiskusikan masalah alat kontrasepsi yang akan

dipilih.

4) Bertanggung jawab (Responsible). Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap

yang paling tinggi.


16

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami

oleh individu.Interaksi sosial lebih mengandung arti lebih daripada

sekedar adanya kontrak sosial dan hubungan antar individu sebagai

anggota kelompok social.

Faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2011) adalah:

1) Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi

haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam

situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen

sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita

anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi

setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak

ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita,

akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap

sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi

individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi,

teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri tau suami dan

lain-lain.

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam


17

budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan

heterokseksual, sangat memungkinkan kita akan mempunyai sikap

yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan

heteroseksual dan sebaliknya.

4) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berabagai bentuk media massa seperti

televise, radio, surat kabar mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula

pesan sugesti yang dapat mengarahkan seseorang.

5) Lembaga pendidikan

Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem yang mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah aturan sesuatu yang

boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan.

6) Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang.Kadang suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi

sebagai macam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk ego yang

bersifat sementara.
18

2. Seks Pra Nikah

a. Pengertian Seks Pranikah

Seks pranikah dapat diartikan segala bentuk aktivitas seksual

yang dilakukan sebelum menikah meliputi sentuhan seksual,

membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks anal, masturbasi dan

hubungan heteroseksual (Soetjiningsih, 2011).

Hubungan seksual adalah perilaku yang dilakukan sepasang

individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis

ke dalam vagina. Hubungan seks pranikah merupakan tindakan seksual

tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maunpun

menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Depkes RI,

2010).Seks pranikah remaja adalah hubungan seksual yang dilakukan

remaja sebelum menikah (BKKBN, 2007). Sebagian besar remaja yang

terjerumus pada perilaku seks pra nikah merupakan akibat dari stimuli

atau rangsangan melalui gambar-gambar porno, seringnya nonton film

porno, dan stimuli melalui lingkungan pergaulan misalnya seorang

teman yang menceritakan pengalaman seksualitasnya

b. Faktor-faktor penyebab Seks Pranikah

Menurut Sarwono (2010) penyebab seks pranikah adalah :

1) Kontrol diri

Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan

emosi serta dorongan dari dalam dirinya, karena pada remaja akan

mengalami peubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan

hasrat seksual (libido seksual). Peningkatan hasrat seksual ini

membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual


19

tertentu. Sehingga jika individu tidak dapat mengontrol diri sendiri

maka akan meningkatkan kejadian seks pranikah.

2) Pemahaman keagamaan yang dimiliki oleh remaja

Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk

melakukan hubungan seksual sebelum menikah.Untuk remaja yang

tidak dapat menahan diri memilki kecenderungan untuk melanggar

hal-hal tersebut.

3) Pengaruh media elektronik

Kecenderungan pelanggaran meningkat oleh karena adanya

penyebaran informasi dengan adanya teknologi canggih oleh media

elektronik (video, internet, Video Compact Disc (VCD), telepon

genggam, dan lain-lain) yang disalah gunakan pemanfaatannya.

Media elektronik mempunyai peranan besar dalam memberikan

informasi seksual, remaja yang belum pernah mengetahui masalah

seksualitas dengan lengkap akan mencoba dan meniru apa yang

mereka dengar dan mereka lihat.

4) Peran orang tua

Peran orang tua sangat berpengaruh terhadap perilaku

remaja.Banyak orang tua yang masih mentabukan pembicaraan

mengenai seks dengan anak, baik karena ketidaktahuannya maupun

karena sikapnya, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak,

bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

5) Peran teman sebaya

Hubungan antara kelompok teman sebaya dalam kehidupan remaja

berkembang menjadi semakin bebas. Inilah yang membawa remaja


20

ke arah perilaku kehidupan yang tidak sehat, berkaitan dengan seks

pranikah, narkoba, dan HIV/AIDS (BKKBN, 2009).

6) Pengetahuan

Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksinya khususnya

tentang seks pranikah terdiri dari pemahaman tentang seksualitas

yang dilakukan sebelum menikah, yang terdiri dari pengetahuan

tentang fungsi hubungan seksual, akibat seksual pranikah dan faktor

yang mendorong seksual pranikah (Sarwono, 2010). Remaja yang

memiliki pengetahuan secara benar tentang seksual cenderung

memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan

untuk menyalurkan dorongan seksualnya (Notoatmodjo, 2007).

c. Dampak Seks Pra Nikah

Penyaluran atau pelepasan energi seksual remaja yang tidak

terkendali atau tidak pada tempatnya akan menimbulkan beberapa

dapak negatif yang akan dirasakan oleh remaja yang melakukan seks

sebelum menikah (Rice, 2005). Menurut Surbakti (2008) dalam Evina

(2010), jika seorang remaja hamil, ia memikul tiga kesulitan sekaligus

yang datang pada saat bersamaan, yakni :

1) Menyangkut keremajaan mereka sendiri sebagai remaja mereka

sedang mencari identitas. Mungkin sekali mereka sedang gelisah,

cemas dan bingung dalam pencarian identitas tersebut. Pada saat

pergumulan keremajaan mereka belum tuntas, kehamilan akan

menambah persoalan baru dan menambah kebingungan mereka.

2) Menjadi orang tua pada masa remaja


21

Dapat dibayangkan betapa sulitnya seorang remaja harus berperan

menjadi orang tua bagi bayinya, sementara sebagai remaja, mereka

sendiri masih labil dan sangat membutuhkan bimbingan dari orang

tuanya perihal keremajaannya. Melahirkan usia remaja memiliki

risiko bagi dirinya dan bayi yang dilahirkannya. Karena ia akan sulit

untuk merawat bayinya, bahkan kemungkian besar bayinya akan

terlantar dan sulit mengharapkan ia mampu memberikan pola asuh

yang baik terhadap bayinya.

3) Terpaksa menikah dini

Hamil muda menyebabkan remaja perempuan harus meninggalkan

bangku sekolah. Kalau ia menikah dengan remaja laki-laki yang

menghamilinya, pasangannya juga harus berhenti sekolah.

Bagaimana mereka harus membiayai rumah tangga mereka

sedangkan mereka tidak bekerja. Situasi ini akan membuat mereka

stress sehingga memicu persoalan berikutnya.

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual pranikah dapat

menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya

sebagai berikut :

a) Dampak psikologis diantaranya menimbulkan hilangnya

keperawanan pada perempuan pada laki-laki kehilangan

keperjakaan. Kedua hal tersebut dapat mengakibatkan timbulnya

masalah cemas, suka melamun, perasaan marah, takut, cemas,

depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

b) Dampak fsiologis diantaranya dapat menimbulkan banyak hal

negative yaitu kehamilan yang tidak di inginkan yang berujung


22

pada anemia dalam kehamilan, kurang gizi, persalinan premature,

berat badan rendah, terjadi infeksi saat hamil, terjadi komplikasi

kehamilan sampai dengan kematian pada ibu dan bayi, aborsi,

berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja

seperti HIV/AIDS, gonorrhoe, sifilis, herpes genetalis.

c) Dampak sosial antar lain putus sekolah pada remaja perempuan

yang hamil, bagi keluarga dianggap tidak mapu memberikan

moral pada anak gadisnya, menimbulkan dosa dan aib bagi

keluarga, dikucilkan dari pergaulan, teman sebaya atau

masyarakat sekitarnya dan kawin terpaksa dapat dimungkinkan

perkawinan tersebut tidak dapat berlangsung lama karena

diadakan dalam keadaan kesiapan mental dan jiwa belum matang.

d. Penanggulangan Dampak Seks Pranikah

Menurut Dwi (2011) ada beberapa upaya preventif yang bisa

dilakukan untuk penanggulangan dampak seks pranikah antara lain :

1) Pendidikan agama dan akhlak

Pendidikan agama wajib ditanamkan sedini mungki pada anak.

Dengan adanya dasar agama yang kuat dan telah tertanam pada diri

anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam

kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang

harus dijalankan dan perbuatan yang harus dihindari.

2) Pendidikan seks dan reproduksi

Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya

berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam

posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat


23

para orang tua merawa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali

pengertian tentang pendidikan seks. Pendidikan seks berusaha

menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah

anggapan negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat

memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan

wajar terjadi pada semua orang. Selain itu, remaja juga dapat

diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual beresiko sehingga

mereka dapat menghindarinya.Remaja perlu mengetahui kesehatan

reproduksi agar memilki informasi yang benar mengenai proses

reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Dengan

informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah

laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

3) Bimbingan orang tua

Peranan orang tua merupakan salah satu hal terpenting dalam

menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang tua harus

memperhatikan perkembangan anak dan memberikan informasi yang

benar tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi kepada anak.

Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan

reproduksi kepada anak sedini mungkin saat anak sudah mulai

beranjak dewasa. Hal ini merupakan salah satu tindakan preventif

agar anak tidak terlibat pergaulan bebas dan dampak-dampak

negatifnya. Selain itu orang tua juga harus selalu mengawasi

pergaulan anaknya dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang

mereka lakukan di luar rumah. Setidaknya harus ada komunikasi

antara anak dengan orang tua setiap saat. Apabila anak menemukan
24

masalah, maka orang tua berkewajiban untuk membantu mencarikan

solusinya.

4) Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif

Melatih dan mendidik para remaja yang telah dipilih untuk menjadi

anggota suatu organisasi, misalnya Karang Taruna, Karya Ilmiah

Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan Reproduksi

Remaja karena remaja biasanya dapat lebih mudah melakukan

komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara sesamanya,

dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.

3. Remaja

a. Pengertian Remaja

Remaja ataau adolescence diartikan tumbuh kearah

kematangan.Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya

kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis.

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun.

Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum

kawin.Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Widiastutui dkk,

2009).

b. Perkembangan Remaja

Menurut Widiastuti dkk, (2009) masa remaja ada tiga tahap

berdasarkan sifat atau ciri perkembangan sifat atau ciri

perkembangannya, yaitu:

1) Masa Remaja Awal (10 sampai 12 tahun)

Ciri-ciri perkembangan masa remaja awal adalah sebagai berikut :

a) Tampak dan memang lebih dekat dengan teman sebaya


25

b) Tampak dan merasa ingin bebas

c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya dan mulai berfikir yang khayal (abstrak).

2) Masa Remaja Tengah (13 sampai 15 tahun)

Ciri-ciri perkembangan masa remaja tengah adalah sebagai berikut:

a) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri.

b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan

jenis.

c) Timbul perasaan cinta mendalam.

d) Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.

e) Berkhayal dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

3) Masa Remaja Akhir (16 sampai 19 tahun)

Ciri-ciri perkembangan masa remaja akhir adalah sebagai berikut:

a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.

b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, dan peranan) terhadap

dirinya.

d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.

e) Memiliki kemampuan berpikir khayal yang abstrak.

c. Perubahan Kejiwaan pada Masa Remaja

Menurut Widiastuti,dkk. (2009), pada masa remaja terjadi pada

perubahan kejiwaan yang mencakup perubahan model dan

perkembangan intelegensia.

1) Perubahan Emosi

Perubahan tersebut berupa kondisi:


26

a) Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan

sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering

terjadi pada remaja puteri, lebih-lebih menjelang menstruasi.

b) Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau

rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah

terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian, dan bertindak tanpa

berpikir terlebih dahulu.

2) Perkembangan Intelegensia

Pada perkembangan ini menyebabkan remaja:

a) Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka

memberikan kritik.

b) Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul

perilaku ingin mencoba-coba.

3. Peran Orang Tua

a. Pengertian Peran Orang tua

Peran adalah adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang

lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam suatu system

(Hidayat dan Mufdillah, 2009).

Peran orang tua merupakan perilaku yang harus dijelaskan

sebagai orang tua atas kedudukannya dalam keluarga. Peran orang tua

dalam rangka memfasilitasi perkembangan remaja menurut BKKBN

(2010) yaitu:

1) Menjelaskan ciri-ciri perkembangan remaja baik yang normal

maupun menyimpang.

2) Memberikan fasilitas terhadap perkembangan remaja.


27

3) Fasilitas untuk melakukan interaksi dengan teman sebaya.

4) Menganjurkan remaja bergaul dengan orang lain yang membuat

remaja nyaman untuk mencurahkan perasaan, perhatian, dan

kekhawatirannya.

5) Menganjurkan untuk mengikuti organisasi atau kegiatan yang

positif.

6) Berperan sebagai teman dan sahabat bagi remaja.

7) Berperan sebagai contoh bagi remaja dalam melakukan interaksi

sosial yang baik.

8) Memberikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk

beraktivitas bersama kelompoknya.

9) Membimbing remaja dalam menentukan rencana masa depan.

b. Macam-macam Peran Orang tua

Menurut BKKBN (2010), peran oran tua terdiri dari :

1) Peran sebagai pendidik

Orang tua hendaknya menyadari banyak perubahan fisik maupun

psikis yang akan dialami, sehingga orang tua memberikan bimbingan

dan arahan kepada anak. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang

tua kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan benteng mereka

untuk menghadapi perubahan-peribahan yang terjadi.Agar kelak

remaja dapat membentuk rencana hidup mandiri, disiplin,

danbertanggungjawab.Orang tua perlu menanamkan kepada remaja

arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka

dapatkan di sekolah.
28

2) Peran sebagai pendorong

Menghadapi masa peralihan menuju dewasa sering membutuhkan

dorongan orang tua, terutama saat mengalami kegagalan yang

mampu menyusutkan semangat mereka.Pada saat seperti itu orang

tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri remaja

dalam menghadapi masalah serta tidak mudah menyerah dari

kesulitan.

3) Peran sebagai pengawas

Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi

sikap pada remaja agar tidak merugikan diri sendiri. Orang tua

melakukan pengawasan tidak semata dengan cara mengawasi secara

ketat semua aktivitas remaja, namun memberikan kesempatan

kepada mereka untuk memutuskan penyelesaian masalah yang

mereka hadapi sehingga dalam diri remaja tumbuh kepercayaan diri

dan sikap bertanggung jawab.

4) Peran sebagai teman

Menghadapi remaja yang sudah memasuki masa akil baligh, orang

tua leboh sabar dan mau mengerti tentang perubahan pada remaja.

Orang tua dapat menciptakan dialog yang akrab sebagaimana

layaknya seorang teman. Bila remaja merasa aman dan terlindungi

maka bagi remaja prang tualah tempat untuk bercerita mengenai

masalah yang mereka hadapi.

5) Peran sebagai konselor

Peran orang tua sangat penting dalam menghadapi remaja, ketika

mengahdapi masalah-masalah sulit dalam mengambil keputusan bagi


29

dirinya.Orang tua memberikan pemikiran dan pertimbangan kepada

anaknya tentang alternative peneyelesaian masalah yang sedang

dihadapi, jika mereka berhasil memutuskan permasalahan mereka

dengan baik maka orang tua perlu memberikan penghargaan,

sebaliknya jika keputusan yang diambil salah maka perlu

didiskusikan lagi.

Pengasuhan orang tua berbeda-beda. Orang tua bersikap otoriter

terhadap anaknya karena dulu ia dididik secara keras oleh orang tuanya.

Padahal anak belum tentu dapat menerima dengan pengasuhan yang

otoriter. Orang tua ragu apabila anak tidak dididik dengan cara tersebut

maka anak akan manja dan tidak disiplin (Sarwono, 2010).

Memurut Maramis (2006) peran orang tua adalah memahami

anak dan menyediakan lingkungan yang dibutuhkan oleh

anak.Lingkungan yang dibutuhkan anak adalah lingkungan yang dapat

memberikan kebebasan untuk mengaktualisasikan dirinya, tidak terus

menerus diatur maupun dibantu.

Teknik dispilin yang diterapkan orang tua akan mempengaruhi

perkembangan anak remaja. Teknik-teknik disiplin itu meliputi menarik

cinta, memperlihatkan kekuasaan dan membujuk (Santrock, 2007).

a) Menarik cinta

Berkaitan dengan penekanan psikoanalisis terhadap takut atau

hukuman dan kehilangan cinta orang tua. Contohny orng tua

menyatakan bahwa ia tidak menyukai anak itu.


30

b) Memperlihatkan kekuasaan

Suatu teknik disiplin dimana orang tua berusaha memperoleh control

terhadap remaja. Contohnya memukul, mengancam, dan lain

sebagainya.

c) Membujuk

Suatu teknik disiplin dimana orang tua menggunakan penalaran dan

penjelasan mengenai konsekuensi dari tindakan remaja terhadap

orang lain.

c. Karakteristik peran orang tua

Menurut Hamner (1990) karakteristik peran orang tua dapat

diringkas sebagai berikut :

1) Peran orang tua menjadi model yang secara langsung diikuti oleh

anak. Orang tua menanamkan nilai, sikap, dan perilaku yang baik

sehingga berguna untuk anak sebagai orang dewasa pada masa

depan.

2) Peraturan orang tua tidak terbats. Para orang tua diharapkan untuk

sukses dan membuang penyakit-penyakit yang ada di masyarakat.

3) Orang tua tidak cukup mampu mempersiapkan perannya. Sistem

pendidikan tidak termasuk pelatihan yang cukup di kalangan orang

tua. Sehingga anak tidak belajar untuk menjadi orang tua dari orang

tua yang sewajarnya.

4) Ada maksud yang romantis tentang orang tua. Arti secara sosial

orang tua di masyarakat umum kita banyak mitosnya. Menjadi orang

yang tumbuh dan berkembang percaya bahwa orang tua


31

menyenangkan, dapat memenuhi kebutuhan dan sebagai peran yang

diperlukan sekali.

5) Orang tua memiliki tanggung jawab yang penuh dalam

perkembangan perilaku anak secara hukum dan sosial.

6) Orang tua yang menjalankan perannya dapat menjadi teman bagi

anaknya.

7) Orang tua memperoleh ilmu sosial yang tidak memadai.

8) Orang tua tidak dapat memilih sesuai dengan keinginan pribadi

terhadap anak-anaknya. Meskipun faktor keturunan memainkan

peran penting dalam menentukan perkembangan dan perilaku.

9) Peran lain diasumsikan oleh orang tua tidak selalu sesuai dengan

peran orang tua semestinya. Misalnya peran ganda wanita sebagai

orang tua dan juga sebagai istri.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran orang tua

Faktor-faktor yang mempengaruhi peran orang tua Whaley &

Wong, 1991 dalam Santika, E, 2012).

1) Usia orang tua

Usia 18-35 tahun dianggap usia yang paling baik dalam berperan

menjadi orang tua, karena pada usia ini tingkat kekuatan, kesehatan,

dan waktu berada pada tahap optimum untuk keluarga dan mengasuh

anak.

2) Pengalaman menjadi orang tua

Pengalaman sebelumnya dalam membesarkan anak berpengaruh

terhadap cara orang tua membesarkan anak dan cara selanjutnya.


32

3) Hubungan perkawinan

Kondisi perkawinan dapat berpengaruh secara tidak langsung

terhadap pengasuhan anak.Perilaku salah satu orang tua

mempengaruhi perilaku pasangannya maka anak sebagai bagian dari

anggota keluarga dapat terpengaruh atas kondisi tersebut.

4) Dampak dari stres pada keluarga

Stres yang dialami oleh ayah atau ibu atau keduanya akan

mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menjalankan peran

pengasuhan, terutama dalam kaitannya dengan strategi koping yang

dimiliki dalam menghadapi permasalahan anak.

5) Karakteristik anak

Anak memiliki karakteristik yang berbeda, bahkan untuk anak

kembar sekalipun.Anak yang baik lebih disukai orang tua dibanding

anak yang nakal dan hal ini mempengaruhi bagaimana orang tua

bersikap terhadap anak.

4. Hubungan Peran Orang Tua dengan Sikap Seks Pranikah

Menurut Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 2011) sikap tumbuh

diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik

(positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian diintemalisasikan ke

dalam dirinya, dari sana sikap menjadi predisposisi yang memunculkan

perilaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bila seks pranikah dipersepsikan

sebagai sesuatu yang positif, maka individu cenderung berperilaku positif

pada seks pranikah sesuai dengan persepsinya tersebut.Namun sebaliknya,

bila individu mempersepsikan secara negatif, maka individu cenderung

berperilaku negatif pada seks pranikah sesuai dengan persepsinya.Maka


33

dapat disimpulkan bahwa remaja yang melakukan hubungan seks pranikah

memiliki sikap yang positif terhadap seks pranikah (Pawestri, 2013).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap

remaja yaitu orang tua.Kekurangtahuan orang tua terhadap pengetahuan

yang jelas dan benar serta memadai tentang aspek-aspek perkembangan

putra-putrinya menjadi permasalahan bagi remaja untuk memperoleh

penjelasan yang tepat. Pada kenyataannya, orang tua masih merasa risih

atau segan bahkan tidak mengerti cara yang tepat untuk berdiskusi tentang

perkembangan biologis, psikologis serta permasalahan kesehatan

reproduksi dengan putra-putrinya (Irianto, 2015).

Menurut penelitian (Wamoyi et al, 2011) di Tanzania

menyatakan bahwa peran serta orangtua dalam mendampingi dan

melakukan monitoring pada remaja akan membantu remaja dalam

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi,

kontrol dan monitoring orang tua kepada remaja berkontribusi dalam

melindungi remaja dari perilaku seksual yang tidak sehat.

Menurut SIECUS, salah satu dewan informasi dan pendidikan

tentang seks milik Amerika Serikat mengatakan bahwa seharusnya

pendidikan seks itu berawal dari rumah, dimana orangtua atau pengasuh

adalah pemberi pendidikan seksual yang sifatnya primer atau pertama kali

(“Sexuality Education Question & Answer,” 2012, dalam Fauzy &

Indrijati 2014). Penelitian yang mengangkat tentang informasi seksual

orangtua kepada anak dilakukan oleh Asfriyati & Sanusi (2006) dimana

penelitian tersebut dilakukan di sebuah pesantren dan menemukan bahwa

tidak satupun para santri yang berhubungan baik dengan orangtuanya


34

memperoleh informasi seksual dari orangtuanya. Hal ini terjadi karena,

orangtua masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksual

pada anak sehingga komunikasi orangtua dengan anak hanya bersifat

umum.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Haryani,

Wahyuningsih, dan Kayat (2015) didapatkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara peran orang tua dengan perilaku seksual pra nikah

remaja di SMKN 1 Sedayu,peran orang tua siswa di SMKN 1 Sedayu

sebagian besar baik sebesar 66 orang (84,6%).Peran orang tua di SMKN 1

Sedayu dalam menjalankan perannya dalam mendidik, memberikan contoh

yang baik, mendampingi, mengawasi dan sebagai konselor bagi anak

sebagian besar tergolong baik. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan

perilaku seksual tergolong baik.Hasil penelitian ini menggambarkan

perilaku seksual pranikah pada remaja yang rendah di SMKN 1

Sedayu.Perilaku seksual pra nikah remaja di SMKN 1 Sedayu kategori

baik tidak terlepas dari peran orang tua dalam memberikan pendidikan

seksualitas pada remaja.

5. Tinjauan Islam

Masa akil baligh adalah masa bagi seorang anak yang dipandang

cukup untuk mengemban misi kehidupan. Di dalam Al-Qur’an telah

ditetapkan bahwa saat memasuki masa baligh ada ketentuan yang wajib

dilakukan dalam ajaran Islam, berdasarkan Q.S An-Nur ayat 59 :

Artinya : “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka


hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum
mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S An-Nur:59)”.
35

Ayat di atas menggambarkan adab dalam berkehidupan, karena

pada seorang remaja terjadi perubahan siginifikan baik secara fisik

maupun psikis, sehingga perlu diberi batasan agar tidak terjadi sesuatu

yang tidak diinginkan. Dalam ayat ini memberikan contoh spesifik bagi

orang-orang yang telah baligh atau anak-anak yang sudah baligh,

perintahkan agar mereka selalu meminta izin jika akan masuk rumah atau

menemui penghuni rumah lainnya pada kondisi apapun.

Islam menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk

menikah agar segera untuk menjalankannya supaya terhindar dari perilaku

seks pranikah yang tentunya telah terpengaruh godaan setan. Seks

pranikah menurut islam adalah hal yang diharamkan, larangan berdua-

berduan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim terdapat pada

Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 32.

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu


adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (Q.S Al-
Isra’:32)

Selain itu, terdapat juga pada Al-Qur’an surat An-Nur ayat 30 :

Artinya : “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah


mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat" (Q.S An-Nur:30).

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Islam memberikan landasan

hukum yang sangat jelas bahwasanya kita dilarang untuk mendekati zina

karena zina merupakan perbuatan yang sangat tercela. Di samping itu juga,

diwajibkan bagi kita untuk menutup aurat dan menjaga pandangan dengan

lawan jenis, hal tersebut juga merupakan upaya untuk menjaga diri agar

kita terhindar dari perbuatan zina.


36

B. Kerangka Konsep

Variabel Bebas : Variabel Terikat :

Peran Orang Tua Sikap Seks Pranikah

Variabel Pengganggu :

1. Pengalaman pribadi
2. Pengaruh kebudayaan
3. Media massa
4. Lembaga pendidikan dan agama
5. Pengaruh faktor emosional

Keterangan :
Variabel yang diteliti
Varibel yang tidak diteliti

Arah hubungan
Gambar 2.2
Kerangka Konsep Hubungan Peran orang dengan Sikap Seks Pranikah
(Azwar, 2011).

Peran orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap seks pranikah pada remaja yang merupakan variabel

bebas yang akan diteliti. Dan ada beberapa faktor-faktor lain yang tidak

diteliti seperti pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, media massa,

lembaga pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional. Di dalam

faktor tersebut ada faktor yang dikendalikan dan ada yang tidak dikendalikan.

C. Hipotesis

Ada hubungan antara peran orang tua dengan sikap seks pranikah

pada siswa kelas XI di SMANegeri 1 Banguntapan tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai