Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN TEORI

BAB 1

1.1 Tinjauan Teori Diabetes Melitus


1.1.1 Pengertian
Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Wijaya dan Putri,
2013).
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang
ditandai peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena
ketidakseimbangan antara supplai dan kebutuhan insulin (Tarwoto, 2012).
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Rendy,
2012).

1.1.2 Etiologi dan Klasifikasi


Menurut Wijaya dan Putri (2013), penyebab Diabetes Melitus yaitu :
1) Diabetes Melitus Tipe I (IDDM) :
a) Faktor genetik atau herediter
Peningkatan kerentanan sel – sel beta dan perkembangan antibodi
autoimun terhadap penghancuran sel – sel beta
b) Faktor infeksi virus
Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secara genetik
c) Faktor imunologi
Respon autoimun abnormal yaitu antibodi menyerang jaringan
normal yang dianggap jaringan asing.
2) Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
a) Obesitas
b) Usia
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
3) Diabetes Melitus Malnutrisi
4) Diabetes Tipe Lain
a) Penyakit pankreas
b) Penyakit hormonal
c) Obat – obatan

7
1.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Putri (2013), manifestasi klinis pada Diabetes Melitus
yaitu :
Tabel 1.1 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
No. Gejala DM Tipe I DM Tipe II
1. Polyuria ++ +
2. Polydipsia ++ +
3. Polyphagia ++ +
4. Kehilangan BB ++ -
5. Pruritus + ++
6. Infeksi kulit + ++
7. Vaginitis + ++
8. Ketonuria ++ -
9. Lemah, lelah dan pusing ++ +
Sumber : Wijaya dan Putri, 2013
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapat perhatian adalah :
1) Keluhan klasik
a) Banyak kencing (Poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada
waktu malam hari.
b) Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing.
c) Banyak makan (polifagi)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita
Diabetes Melitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar.
d) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan.
2) Keluhan lain
a) Gangguan saraf tepi (kesemutan)
b) Gangguan penglihatan
c) Gatal atau bisul
d) Gangguan ereksi
e) Keputihan

8
1.1.4 Patofisiologi (Riyadi & Sukarmin, 2008)

Kelainan genetik Gaya hidup stres Malnutrisi Obesitas Infeksi

Penyampaian kelainan Meningkatkan beban Penurunan Peningkatan Merusak


pankreas ke individu metabolik pankreas produk insulin kebutuhan pankreas
turunan insulin

Penurunan insulin (berakibat Diabetes Melitus)

Penurunan fasilitas glukosa dalam sel

Glukosa menumpuk Sel tidak memperoleh nutrisi


di darah

Starvasi selluler
Pk Peningkatan tekanan
hiperglikemi osmolaritas plasma

Pemecahan glikogen, Pembongkaran protein


asam lemak, keton untuk dan asam amino
Kelebihan ambang
glukosa pada ginjal energi

Diuresis osmotik Penurunan


gastropati Penumpukan benda perbaikan jaringan
keton
Penurunan cairan
intravaskuler Perubahan
Asidosis kondisi Kerusakan jaringan
Mual metabolik perifer
Devisit volume muntah
cairan Pola nafas
Nyeri
tidak efektif
Penurunan
masukan oral
Kerusakan Risiko tinggi
integritas kulit infeksi
Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

9
1.1.5 Komplikasi
1) Menurut Riyadi & Sukarmin (2008), komplikasi Diabetes Melitus :
a) Komplikasi bersifat akut
(1) Koma hypoglycemia
Karena pemakaian obat – obat diabetik melebihi dosis yang
dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.
(2) Ketoasidosis
Tidak adanya glukosa maka benda keton akan dipakai sel. Ini
mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda keton
yang berlebihan dapat mengakibatkan asidosis.
(3) Koma hiperosmolar nonketotik
Karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel
banyak di ekskresi lewat urine.
b) Komplikasi bersifat kronik
(1) Macroangiopathy
Mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Komplikasi
macroangiopathy adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri
koronaria dan penyakit vaskuler perifer.
(2) Microangiopathy
Mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika, nefropati
diabetik. Perubahan mikrovaskuler ditandai dengan penebalan
dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh darah
sekitar. Pada DMTI (Diabetes Melitus Tergantung Insulin)
terjadi neuropathy, nefropati dan retinopati. Retinopati adanya
perubahan dalam retina karena penurunan protein dalam retina
berakibat gangguan penglihatan. Retinopati mempunyai dua tipe
yaitu :
(a) Retinopati back ground dimulai dari mikroneuronisma di
dalam pembuluh retina menyebabkan pembentukan eksudat
keras.
(b) Retinopati proliferatif merupakan perkembangan lanjut dari
retinopati back ground.
(3) Neuropathy diabetika
Akumulasi orbital dalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun
kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.

10
(4) Rentan infeksi
Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi
saluran kemih
(5) Kaki diabetik
Perubahan microangiopathy, macroangiopathy dan neuropathy
menyebabkan perubahan ektremitas bawah.
2) Menurut Waspadji (2009), Diabetes Melitus apabila kadar gula tidak
dikelola dengan baik mengakibatkan timbulnya penyulit menahun atau
komplikasi kronis, seperti penyakit serebro-vaskuler, penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal
dan syaraf

1.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Wijaya dan Putri (2013), penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu:
1) Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Diabetik Amerika
Merekomendasikan 50-60% kalori yang berasal dari :
a) Karbohidrat 60-70%
b) Protein 12-20%
c) Lemak 20-30%
2) Obat hipoglikemik oral (OHO)
Sulfonilurea, biguanid, inhibitor ɑ glukosidase, insulin sensiting
agent, insulin
3) Latihan
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah,
dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin, serta
pada saat mengendalikan metabolik buruk
4) Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
5) Terapi (jika diperlukan)
6) Pendidikan

1.1.7 Tes Diagnostik


1) Menurut Riyadi & Sukarmin (2008), pemeriksaan gula darah pada
Diabetes Melitus antara lain :
a) Gula darah puasa (GDO) 70 – 110 mg/dl

11
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus > 140 mg/dl paling sedikit
dalam dua kali pemeriksaan atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik
hyperglycemia, atau IGT (Impaired Glukosa Tolerance) 115 – 140
mg/dl
b) Gula darah 2 jam post prandial < 140 mg/dl. Digunakan skrining
atau evaluasi pengobatan bukan di diagnostik
c) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan diagnostik
d) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Gula darah < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2 jam <
140 mg/dl. TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) dilakukan hanya
pasien yang bebas diet dan beraktivitas fisik 3 hari sebelum tes, tidak
dianjurkan pada, hyperglycemia yang sedang puasa, orang yang
mendapatkan Thiazide, dilantin, propanolol, lasik, thyroid, estrogen,
pil KB, steroid, pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien
inaktif
e) Tes Toleransi Glukosa Intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) merupakan
kontra indikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang
mempengaruhi absorpsi glukosa
f) Tes Toleransi Kortison Glukosa
Digunakan jika TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) tidak bermakna,
kortison menyebabkan peningkatan kadar gula darah abnormal dan
menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang
berpredisposisi menjadi Diabetes Melitus kadar glukosa darah 140
mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
g) Glycosatet Hemoglobin
Berguna memantau kadar glukosa darah rata – rata selama lebih dari
3 bulan
h) C-Pepticle 1 – 2 mg/dl (puasa) 5 – 6 kali meningkat setelah
pemberian glukosa.
Mengukur proinsulin (produk samping yang tidak aktif secara
biologis) dari pembentukan insulin dapat membantu mengetahui
sekresi insulin
i) Insulin serum puasa : 2 – 20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml,
tidak digunakan secara luas dalam klinik, dapat digunakan diagnosa
banding hypoglycemia atau dalam penelitian Diabetes Melitus

12
1.1.8 Konsep Asuhan Keperawatan
1) Menurut Riyadi & Sukarmin (2008), pengkajian pada pasien dengan
Diabetes Melitus meliputi :
a) Pengkajian
(1) Usia
Diabetes Melitus sering muncul setelah memasuki usia terutama
45 tahun terlebih pada orang dengan overweight.
(1) Pendidikan dan pekerjaan
Pendapatan tinggi cenderung mempunyai pola makan dan hidup
yang salah. Cenderung mengkonsumsi makanan banyak
mengandung gula dan lemak berlebihan, serta tingginya konsumsi
makanan yang berat serta aktivitas fisik yang sedikit.
(2) Keluhan utama
Keluhan yang menonjol badan terasa sangat lemas sekali disertai
penglihatan kabur. Meskipun muncul keluhan banyak kencing
(polyuria) kadang penderita belum tahu itu salah satu tanda
Diabetes Melitus.
(3) Riwayat penyakit
Munculnya sering buang air kecil (polyuria), sering lapar dan
haus (polydipsia dan polyphagia), sebelumnya mempunyai berat
badan berlebih. Biasanya penderita belum menyadari kalau itu
merupakan perjalanan Diabetes Melitus. Penderita baru tahu
kalau sudah memeriksakan diri di pelayanan kesehatan.
(4) Riwayat kesehatan dahulu
Diabetes Melitus dapat terjadi saat kehamilan, dan biasanya tidak
dialami setelah melahirkan, namun perlu diwaspadai
kemungkinan mengalami Diabetes Melitus yang sesungguhnya di
kemudian hari. Diabetes Melitus sekunder umumnya
digambarkan sebagai kondisi penderita pernah mengalami
penyakit dan mengkonsumsi obat – obatan atau zat kimia tertentu.
Penyakit yang menjadi pemicu Diabetes Melitus dan perlu
dilakukan pengkajian diantaranya :
(a) Penyakit pankreas
(b) Gangguan penerimaan insulin
(c) Gangguan hormonal
(d) Pemberian obat – obatan seperti Glukokortikoid (obat
radang), Furosemid (diuretik), Thiazid (diuretik), Beta bloker

13
(mengobati gangguan jantung), produk yang mengandung
estrogen (kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon).
(5) Riwayat kesehatan keluarga
Diabetes Melitus menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap Diabetes Melitus.
b) Pemeriksaan fisik yang dilakukan menurut Barbara Bates dalam
Riyadi & Sukarmin (2008), antara lain :
(1) Status penampilan kesehatan : yang sering muncul adalah
kelemahan fisik
(2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologi untuk melakukan
kompensasi kelebihan gula darah).
(3) Tanda – tanda vital
Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi (terjadi kekurangan
energi sel sehingga jantung melakukan kompensasi untuk
meningkatkan pengiriman), hipertensi (karena peningkatan
viskositas darah oleh glukosa sehingga peningkatan tekanan
pada dinding pembuluh darah dan resiko terbentuknya plak pada
pembuluh. pada Diabetes Melitus yang sudah lama atau
mempunyai bakat hipertensi).
Frekuensi pernafasan : takhipnea (kondisi ketoasidosis).
Suhu tubuh : demam (komplikasi infeksi luka atau jaringan
lain), hipotermia (tidak mengalami infeksi atau penurunan
metabolik akibat menurunnya masukan nutrisi secara drastis).
(4) Berat badan
Penampilan atau pengukuran : kurus ramping (fase lanjutan dan
lama tidak mengalami terapi), gemuk padat, gendut (fase awal
penyakit atau lanjutan dengan pengobatan rutin dan pola makan
masih tidak terkontrol).
(5) Kulit
(a) Kulit
Warna : perubahan pada melanin, kerotenemia (peningkatan
trauma mekanik berakibat luka sehingga menimbulkan
gangren. Kehitaman di sekitar luka. Daerah ekstremitas
bawah).

14
Kelembaban : lembab (diuresis osmosis dan tidak
mengalami dehidrasi), kering (diuresis osmosis dan
dehidrasi).
Suhu : dingin (tidak infeksi dan menurunnya masukan
nutrisi), hangat (infeksi atau kondisi intake nutrisi normal
sesuai aturan diet).
Tekstur : halus (cadangan lemak dan glikogen belum
banyak di bongkar), kasar (pembongkaran lemak, protein,
glikogen otot untuk produksi energi).
Turgor : menurun pada dehidrasi
(b) Kuku
Warna : pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi
ketoasidosis atau komplikasi infeksi saluran pernafasan)
(c) Rambut
Kuantitas : tipis (rontok karena kekurangan nutrisi dan
buruknya sirkulasi), lebat
Penyebaran : jarang atau alopesia total
Tekstur : halus atau kasar
(6) Mata dan kepala
(a) Kepala
Rambut : kuantitas, penyebaran dan tekstur (kasar dan
halus)
Kulit kepala : benjolan atau lesi, kista pilar dan psoriasis
(rentan karena penurunan antibody)
Tulang tengkorak : ukuran dan kontur
Wajah : simetris dan ekspresi wajah : paralisis wajah
(komplikasi stroke dan emosi)
(b) Mata
Lapang pandang dan uji ketajaman pandang dari masing –
masing mata (ketajaman menghilang)
Inspeksi : Posisi dan kesejajaran mata : eksoftalmus,
strabismus
Alis mata : dermatitis, seborea (beresiko tumbuhnya
mikroorganisme dan jamur pada kulit)
Kelopak mata : aparatus akrimalis : mungkin ada
pembengkakan sakus lakrimalis

15
Sklera dan konjungtiva : sklera mungkin ikterik.
Konjungtiva anemis pada penderita sulit tidur karena
banyak kencing pada malam hari.
Kornea, iris dan lensa : opaksitas atau katarak (beresiko
kekeruhan lensa mata)
Pupil : miosis, midriosis atau anisokor.
b) Telinga
(a) Daun telinga inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
(b) Lubang hidung dan gendang telinga
Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai
mengganggu diameter lubang
Gendang telinga : tidak tertutup serumen berwarna putih
keabuan, dan masih dapat bervibrasi dengan baik apabila
tidak mengalami infeksi sekunder.
(c) Pendengaran
Ketajaman pendengaran terhadap bisikan atau tes garputala
dapat mengalami penurunan.
c) Hidung
Jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali
ada infeksi sekunder seperti influenza
d) Mulut dan faring
(a) Inspeksi
Bibir : sianosis, pucat (asidosis atau penurunan perfusi
jaringan pada stadium lanjut)
Mukosa oral : kering (dehidrasi akibat diuresis osmosis)
Gusi perlu diamati ada gingivitas karena penderita rentan
terhadap pertumbuhan mikroorganisme
Langit – langit mulut : bercak keputihan karena mengalami
penurunan kemampuan personal hygiene akibat kelemahan
fisik.
Lidah berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral
hygiene
Faring terlihat kemerahan akibat proses peradangan
(faringitis).
e) Leher
Inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran
kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik

16
f) Toraks dan paru – paru
(a) Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas
antara lain : takipnea, hipernea, dan pernafasan Chyne Stoke
(pada kondisi ketoasidosis)
(b) Amati bentuk dada : normal atau dada tong
(c) Dengarkan pernafasan pasien
Stridor pada osbtruksi jalan nafas
Mengi (riwayat asma atau bronkitis kronik)
g) Dada
(a) Dada posterior
Inspeksi : deformitas atau asimetris dan retruksi inspirasi
abdomen
Palpasi : nyeri tekan atau tidak
Perkusi : pekak bila cairan atau jaringan pada menggantikan
bagian paru yang normalnya terisi udara (dengan penyakit
efusi pleura, tumor atau pasca penyembuhan TBC).
(b) Dada anterior
Inspeksi : deformitas atau asimetris
Palpasi : nyeri tekan, ekspansi pernafasan
Perkusi : normal area paru terdengar sonor
Auskultasi bunyi nafas vaskuler, bronkovesikuler (tanpa
penyerta penyakit lain)
h) Aksila
(a) Inspeksi terhadap kemerahan, infeksi dan pigmentasi
(b) Palpasi kelenjar aksila sentralis apakah ada linfodenopati
i) Sistem kardiovaskuler
Riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardia, tekanan
darah cenderung meningkat, disritmia, nadi yang menurun, rasa
kesemutan dan kebas pada ekstremitas merupakan tanda dan
gejala Diabetes Melitus.
j) Abdomen
(a) Inspeksi
Kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran
organ (penyerta penyakit sirosis hepatic atau hepatomegali
dan splenomegali)
(b) Auskultasi

17
Bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan
motilitas
(c) Perkusi
Perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tympani serta
kepekaan
(d) Palpasi
Nyeri tekan atau masa
k) Ginjal
Palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral
l) Genetalia
Penis
Inspeksi apakah ada timosis pada prepusium dan hipospadia
pada meatus uretra, kemerahan pada kulit skrotum.
m) Sistem muskuloskeletal
Inspeksi persendian dan jaringan sekitar. Amati kemudahan dan
rentang gesekan kondisi jaringan sekitar, setiap deformitas
muskuloskeletal, termasuk kurvatura abnormal tulang belakang.
Sering mengalami penurunan kekuatan muskuloskeletal
dibuktikan skor kekuatan otot menurun dari angka 5.
n) Sistem Neurosensori
Penderita biasanya merasakan gejala seperti : pusing, sakit
kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia dan
gangguan penglihatan.

1. Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa keperawatan menurut Riyadi & Sukarmin (2008)
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastrik
berlebihan
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral
c) Risiko tinggi sepsis berhubungan dengan kadar glukosa darah tinggi
d) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asidosis metabolik
e) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi

18
2. Intervensi Keperawatan

1) Intervensi keperawatan menurut Riyadi & Sukarmin (2008),


a) Diagnosa keperawatan 1
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastrik
berlebih
(1) Kemungkinan dibuktikan oleh data :
Peningkatan keluaran urine, urine encer, kelemahan (haus,
penurunan berat badan tiba - tiba), kulit membran mukosa kering,
turgor kulit buruk, hipotensi, takikardi, pelambatan pengisian
kapiler, mual, muntah beberapa kali (misalnya 5 kali), BAB cair
lebih dari tiga kali.
(2) Kriteria evaluasi
(a) Tanda vital stabil (dan mendekati aman nadi 80–88x/menit,
tekanan darah 100 – 140/80 – 90 mmHg, suhu tubuh 36, 5–
37,4 o celcius, respiratory rate 20 – 22x/menit)
(b) Nadi perifer teraba pada arteri radialis, arteri brakialis, arteri
dorsalis pedis
(c) Turgor kulit dan pengisian kapiler baik dibuktikan dengan
capillary refille kurang dari 2 detik
(d) Keluaran urine dalam kategori aman (lebih dari 100 cc/hari
sampai batas normal 1500 cc – 1700 cc/hari)
(e) Kadar elektrolit urine dalam batas normal dengan nilai
natrium 130 – 220 meq/24 jam, kalium 25 – 100 meq/24 jam,
klorida 120 – 250 meq/liter, magnesium 1,0 – 2,5 mg/dl
(f) Buang air besar pasien 1- 2 x/hari dengan konsistensi padat,
warna kekuningan
(g) Pasien tidak muntah
(3) Intervensi
(a) Dapatkan riwayat pasien/ orang terdekat tentang lama dan
frekuensi mual, muntah dan diare
Rasional : Membantu dalam memperkirakan keseimbangan
cairan tubuh. Semakin tinggi lama, frekuensi dan volume
muntah serta diare maka semakin banyak risiko kehilangan
cairan
(b) Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan
darah

19
Rasional : Penurunan volume cairan darah (hipovolemia)
akibat muntah dan diare dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah
(c) Kaji suhu, warna, turgor kulit dan kelembabannya
Rasional : Dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas,
kemerahan dan kering di kulit. Sedangkan penurunan turgor
kulit sebagai indikasi penurunan volume cairan pada sel
(d) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
Rasional : Nadi yang lemah, pengisian kapiler yang lambat
sebagai indikasi penurunan cairan dalam tubuh. Semakin
lemah dan lambat dalam pengisian semakin tinggi derajat
kekurangan cairan
(e) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti dan membaiknya fungsi ginjal
(f) Ukur berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan gambaran status cairan dalam tubuh
(60 – 70% berat badan berasal dari cairan)
(g) Pertahankan untuk memberikan cairan 1500 – 2500 ml atau
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan
cairan melalui oral sudah dapat diberikan
Rasional : Mempertahankan komposisi cairan dalam tubuh,
volume sirkulasi dan menghindari over load jantung
(h) Batasi intake cairan yang merangsang gaster dan saluran
pencernaan seperti soda, kopi
Rasional : Menghindari rangsangan lambung yang berlebihan
(i) Catat hal – hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen
muntah dan distensi lambung
Rasional : Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah
mobilitas lambung, yang sering kali akan menimbulkan
muntah atau secara potensial akan menimbulkan muntah dan
kekurangan cairan atau elektrolit
(7) Kolaborasi
(a) Berikan terapi cairan normal satu atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dektrosa

20
Rasional : Untuk mengganti cairan dengan cepat. Tipe dan
jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respon pasien secara individual.
(b) Pemasangan kateter urine (kalau perlu)
Rasional : Memberikan pengukuran yang tepat atau akurat
terhadap pengukuran keluaran urine
(c) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti :
Hematokrit
Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat
akibat kemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis osmotik
Osmolaritas darah
Rasional : Meningkat sehubungan dengan adanya
hyperglycemia dan dehidrasi
Natrium
Rasional : Kadar natrium yang tinggi mencerminkan
kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium
dalam berespon terhadap sekresi aldosteron
(d) Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau
melalui oral sesuai indikasi
Rasional : Kekurangan kalium dan elektrolit akan
mempengaruhi sistem tubuh misalnya penurunan eksitasi
persarafan. Kalium harus ditambahkan pada intravena untuk
mencegah hipokalemia
(e) Kolaborasi pemberian obat anti emetic seperti
metokloperamid dan obat diare non spesifik seperti loperamid
HCl, furazolidone dan obat antibiotik diare seperti
metronidazol, tetrasiklin (disesuaikan dengan jenis
mikroorganismenya)
Rasional : Mengurangi stimulus gaster. Obat diare membantu
memadatkan tinja dan membatasi pertumbuhan
mikroorganisme.
b) Diagnosa keperawatan 2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral
(1) Kemungkinan dibuktikan dengan data :
Berat badan tidak normal (lebih rendah 10% dari berat badan
ideal), lingkar lengan < 10 cm, kelemahan, mudah lelah, tonus

21
otot buruk (dibuktikan dengan skor kekuatan otot), masukan
makanan tidak adekuat (Cuma beberapa sendok), penderita tidak
nafsu makan, terlihat mau muntah
(2) Kriteria evaluasi
(a) Pasien tidak lemah atau penurunan tingkat kelemahan
(b) Peningkatan berat badan atau berat badan ideal atau normal
(c) Lingkar lengan meningkat atau mendekati 10 cm
(d) Nilai laboratorium hemoglobin untuk pria 13 – 16 gr/dl,
untuk wanita 12 – 14 gr/dl.
(e) Pasien habis 1 porsi makan setiap kali makan (sesuai jumlah
kalori yang dianjurkan)
(f) Pasien tidak mengeluh mual lagi
(3) Intervensi :
(a) Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan setiap hari
sesuai dengan indikasi
Rasional : Mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi
dan menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi
penderita Diabetes Melitus
(b) Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan
kondisi pencernaan pasien dan kadar gula (dengan memakai
rumus kebutuhan kalori untuk laki – laki = berat badan ideal
x 30, sedangkan untuk wanita berat badan ideal x 25)
Rasional : Menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan
kemampuan saluran pencernaan untuk mengabsorbsi dan
kemampuan sel mangambil glukosa serta mencegah
terjadinya kekurangan energi
(c) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut
kembung, mual, muntah
Rasional : Peningkatan peristaltik usus sebagai indikasi
peningkatan rangsang gaster
(d) Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makanan sesuai
dengan indikasi
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi
pasien
(e) Anjurkan pasien makan makanan sedikit dan sering (sesuai
dengan jumlah kalori yang boleh dikonsumsi)

22
Rasional : Menurunkan beban kerja gaster dan usus sehingga
rangsangan gastrointestinal menjadi berkurang
(f) Observasi tanda – tanda hypoglycemia seperti perubahan
tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat,
lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing,
sempoyongan
Rasional : Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi,
gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan
insulin maka hyperglycemia dapat terjadi
(4) Kolaborasi
(a) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah
Rasional : Intake yang menurun berakibat penurunan sumber
energi dan pada pasien dengan terapi insulin dapat berakibat
hypoglycemia hebat kalau tidak diimbangi intake nutrisi yang
adekuat
(b) Berikan pengobatan insulin secara teratur
Rasional : Insulin memfasilitasi masuknya glukosa (yang
dimakan pasien) ke dalam jaringan

(c) Lakukan konsultasi dengan ahli diet


Rasional : Menentukan jumlah (kalori) nutrisi yang harus
masuk sesuai kondisi Diabetes Melitus
(d) Pemberian anti mual dan muntah (seperti metocloperamid)
Rasional : Mengurangi rangsangan gaster untuk
mengeluarkan makanan atau minuman yang masuk
c) Diagnosa keperawatan 3
Risiko tinggi sepsis berhubungan dengan kadar glukosa darah tinggi
(1) Data yang menunjang :
Angka leukosit > 11.000 ul, suhu tubuh kadang mengalami
periode naik dari 37 0C, akral teraba hangat/panas, GDS > 150
gr/dl, glukosa urine positif, nilai laborat angka leukosit < 5000 ul
(2) Kriteria evaluasi
(a) Tidak terdapat tanda – tanda peradangan dan infeksi seperti
rubor, calor, dolor, tumor, fungtioleisa, dan angka leukosit
dalam batas 5000 – 11000 ul
(b) Suhu tubuh tidak tinggi (36,5 oC – 37 oC)
(c) Kadar GDS 60 – 100 mg/dl

23
(d) Glukosa urine negatif
(e) Hitung jenis leukosit :
Basofil :0-1
Eosinofil :1-3
Neutrofil batang :2-6
Neutrofil segemn : 50 – 70
Limfosit : 20 - 40
Monosit :2–8
(3) Intervensi :
(a) Observasi tanda – tanda infeksi dan peradangan
Rasional : Memastikan kondisi pasien pada periode
peradangan atau sudah terjadi infeksi. Terjadinya sepsis dapat
dicegah lebih awal
(b) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci
tangan, memakai hand scoen, masker, kebersihan lingkungan
Rasional : Meminimalkan invasi mikroorganisme. Dengan
berkurangnya leukosit maka tubuh penderita lebih rentan
(c) Pertahankan tehnik aseptik dan sterilisasi alat pada prosedur
invasif
Rasional : Invasi alat dapat menjadi mediator masuknya
mikroorganisme terutama pada pasien kadar glukosa yang
tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman
(d) Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan
terutama membatasi masuknya gula
Rasional : Menurunkan resiko kadar gula darah tinggi yang
merupakan media terbaik untuk pertumbuhan
mikroorganisme
(e) Bantu pasien untuk personal hygiene
Rasional : Menurunkan resiko invasi mikroorganisme
(4) Kolaborasi
(a) Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional : Pemberian antibiotik yang rasional membantu
mencegah timbulnya sepsis
(b) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan
indikasi

24
Rasional : Untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat
memilih atau memberikan terapi antibiotik yang terbaik
d) Diagnosa keperawatan 4
Pola nafas tidak efektif kemungkinan berhubungan dengan asidosis
metabolik
(1) Data yang mendukung :
(a) Respiratory rate pasien 30 kali/menit atau lebih
(b) Pasien mengeluh dadanya terasa berat kalau dibuat bernafas
(c) Pernafasan pasien kusmaull
(d) Pernafasan pasien berbau benda keton
(e) Data laboratorium menunjukan peningkatan benda keton
pada urine
(2) Kriteria evaluasi :
(a) Respiratory rate pasien 20 – 24 kali permenit atau mengalami
perubahan dari data pengkajian
(b) Pernafasan pasien reguler
(c) Pernafasan pasien tidak berbau benda keton
(3) Intervensi keperawatan :
(a) Auskultasi paru tiap 1 jam sampai stabil kemudian setiap 4
jam
Rasional : Mengidentifikasi tingkat pengembangan paru
dalam memenuhi ambilan oksigen
(b) Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk memudahkan
bernafas
Rasional : Mengurangi penekanan saat pengembangan paru
oleh diafragma
(c) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan setiap 4 jam
Rasional : Peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah
satu indikasi peningkatan benda keton dalam tubuh
(d) Anjurkan pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan
psikologi yang berlebihan seperti bicara keras
Rasional : Mengurangi tingkat penggunaan energi yang tidak
banyak diperoleh dari glukosa melainkan dari benda keton
(e) Berikan glukosa lewat bolus/ langsung intravena (jika
diperlukan)
Rasional : Mengurangi penggunaan benda keton sebagai
bahan pembentukan energi

25
e) Diagnosa keperawatan 5
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
(1) Data yang mendukung munculnya masalah :
(a) Terdapatnya luka pada kaki atau tempat lain seperti
punggung dengan panjang luka misalnya 2 cm lebar 1 cm
(b) Terdapat kehitaman sekitar luka.
(c) Di sekitar luka terlihat pucat atau kemerahan
(d) Sekitar luka teraba hangat atau dingin
(2) Kriteria evaluasi
(a) Terjadi perbaikan status metabolik yang dibuktikan oleh gula
darah dalam batas normal dalam 36 jam
(b) Bebas dari drainase purulen dalam 48 jam
(c) Menunjukan tanda – tanda penyembuhan dengan tepi luka
bersih dalam 60 jam
(d) Tidak terdapat pembengkakan pada luka
(3) Intervensi :
(a) Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional : Mengidentifikasi patogen penyebab disintegritas
kulit dan terapi pilihan
(b) Berikan dilokasasilin 500 mg per awal setiap 6 jam, mulai jam
10 malam diamati tanda – tanda hipersensitifitas
Rasional : Pengobatan infeksi atau pencegahan komplikasi
(c) Rendam kaki atau punggung (kalau memungkinkan memakai
ember khusus) dalam air steril dan hangat pada suhu kamar
dengan larutan bethadin yang diencerkan atau perhidrol 3 kali
sehari selama 15 menit
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan membersihkan luka
(d) Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan
Rasional : Mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka
(e) Balut luka dengan kasa steril
Rasional : Menjaga kebersihan luka atau meminimalkan
kontaminasi silang
(c) Berikan dilokasasilin 500 mg per awal setiap 6 jam, mulai
jam 10 malam diamati tanda – tanda hipersensitifitas
Rasional : Pengobatan infeksi atau pencegahan komplikasi

26
f) Diagnosa keperawatan 6
PK Hiperglikemia berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
(1) Data yang mendukung munculnya masalah
(a) Hasil pemeriksaan gula darah menunjukkan lebih dari batas
normal.
(2) Kriteria Evaluasi
(a) GDP : 70-120 mg/dl
(b) GD2JPP : < 150 mg/dl
(c) Tidak keluar keringat dingin
(d) TD : 110/70 mmHg – 120/ 80 mmmHg, P : 60-100x/menit
(3) Intervensi
(a) Kolaborasi dalam pemeriksaan GD
Rasional : Mendeteksi dini terjadinya hiperglikemia/
hipoglikemia
(b) Kolaborasi dalam pemberian obat hiperglikemia/hipoglikemia
secara tepat.
Rasional : Insulin mempunyai awitan yang cepat dan dengan
cepat pula membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
Cara yang optimal untuk mempermudah transisi pada
metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden
hipoglikemia
(c) Observasi tanda-tanda hiperglikemia, seperti perubahan
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, lemas, sakit kepala, pusing, sempoyongan
Rasional : Metabolisme karbohidrat mulai terjadi, gula darah
akan berkurang dan sementara tetap diberikan insulin maka
hipoglikemi dapat terjadi.
(d) Kolaborasi dalam terapi diit / konsultasi dengan ahli diet
Rasional : sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

27
2.3 Tinjauan Teori Gangren Pedis
2.3.1 Pengertian
Gangren adalah jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh
adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai
darah terhenti (Wijaya dan Putri, 2013).
Gangren adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau keseluruhan
(full thickness) pada kulit yang dapat meluas kejaringan dibawah kulit, tendon,
otot, tulang, persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit
Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul adanya peningkatan kadar gula darah
yang tinggi (Tarwoto, 2012).
Gangren adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit (Andyagreeni,
2010).
2.3.2 Etiologi Luka Gangren
Menurut Wijaya dan Putri (2013), penyebab luka gangren :
a) Faktor endogen : genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati Diabetic
b) Faktor eksogen : trauma, infeksi, obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi
pada kaki klien. Apabila sumbatan kaki terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antobiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
2.3.3 Patofisiologis Luka Gangren
Terjadinya luka kaki akibat adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya luka menyebabkan
timbulnya rasa nyeri serta adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan

28
infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang
kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki Diabetes.
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan
ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer,
kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratinin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya gangguan integritas jaringan area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas
yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal menghalangi resolsi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi di daerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi
sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan sehingga menyebabkna
resiko tinggi terjadinya infeksi (sepsis) bila sudah terjadi infeksi, maka infeksi
mudah menyebar kejaringan sekitarnya.
Penyakit neuropati dan vaskuler adalah faktor utama yang mengkontribusi
terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan Diabetik terkait
dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal
sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan Diabetik sering kali mengalami
gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan
“Pheripheral vasculal diaseases”. Gangguan perfusi jaringan inilah yang
menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan Diabetik neuropati
yang berdampak pada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot – otot
halus, kelenjar dan organ viseral.
Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah
terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah.
Dengan demikian akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak
mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi
kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini
akan menyebabkan kulit menjadi kering, antihidrosis; yang memudahkan kulit
menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Gangren yang
semakin luas akan menyebabkan gangguan mobilitas fisik. Dampak lain adalah
karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kepada saraf sensori dan
sistem motor yang menyebabkan tekanan dan perubahan temperatur (Wijaya dan
Putri, 2013).

29
2.3.4 Klasifikasi Luka Gangren
1) Menurut Brand dan Ward dalam Wijaya dan Putri (2013), klasifikasi
luka gangren yaitu :
a) Kaki Diabetik akibat Iskemia atau KDI
Disebabkan penurunan aliran darah ketungkai akibat adanya
makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama didaerah betis. Gambaran klinis KDI:
penderita mengeluh nyeri waktu istirahat, pada perabaan terasa
dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat, di dapatkan ulkus
sampai gangren
b) Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan saraf dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis dijumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan,
mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki
teraba baik.
2) Menurut Tarwoto (2012), Klasifikasi luka gangren yaitu :
Klasifikasi ulkus kaki Diabetik yang sering digunakan adalah
menggunakan skala dari Wagner (Tabel 2.2), sebagai berikut :
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner

Grad Deskripsi
e
0 Tidak ada lesi, kemungkinan deformitas kaki atau selulitis
1 Ulserasi superfisial
2 Ulserasi dalam meliputi persendian, tendon atau tulang
3 Ulserasi dalam dengan pembentukan abses, osteomylitis,
infeksi pada persendian
4 Nekrotik terbatas pada kaki depan atau tumit
5 Nekrotik pada seluruh bagian kaki
Sumber : Tarwoto, 2012

2.3.5 Manifestasi Klinis Luka Gangren


Menurut Wijaya dan Putri (2013), manifestasi klinis luka gangren yaitu:
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (Lumpuh)

30
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine :
1) Stadium I : Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
2) Stadium II : Terjadi klaudikalsio intermiten
3) Stadium III : Timbul nyeri saat istirahat
4) Stadium IV : Terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
Gambaran neuropatik yaitu gangguan sensorik, perubahan trofik
kulit, ulkus plantar, artropati degeneratif (sendi Charcot), pulsasi sering
teraba, sepsis (bakteri atau jamur). Gambaran iskemia yaitu nyeri saat
istirahat, ulkus yang nyeri disekitar daerah yang tertekan, riwayat
klaudikasio intermiten, pulsasi tidak teraba, sepsis (bakteri/ jamur)
2.3.6 Pemeriksaan Luka Gangren
1) Menurut Wijaya dan Putri (2013), pemeriksaan luka gangren adalah :
a) Pemeriksaan fisik
(1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,
sehingga kulit kaki kering, pecah, rambut kaki atau jari (-),
kalus, calw toe. Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5).
(2) Palpasi
(a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
(b) Klusi arteri dingin, palpasi (-)
(c) Ulkus : kalus tebal dan keras.
b) Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvase : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle
brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI adalah
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.
c) Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis.
d) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
(1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa 120 mg/dl dan dua jam post prandial 200 mg/dl.
(2) Urin
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau (+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
(3) Kultur pus

31
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
2.3.7 Pencegahan Luka Gangren
Menurut Tarwoto (2012), pencegahan luka gangren yaitu :
1) Penyuluhan kesehatan Diabetes Melitus, komplikasi dan kesehatan
kaki
2) Status gizi yang baik dan pengendalian Diabetes Melitus
3) Pemeriksaan berkala Diabetes Melitus dan komplikasinya
4) Pencegahan/ perlindungan terhadap trauma dengan alas kaki sepatu
(khusus)
5) Higiene personal termasuk kaki
6) Menghilangkan faktor biomekanis yang mungkin menyebabkan ulkus
2.3.8 Penatalaksanaan Luka Gangren
1) Menurut Ekaputra (2013), perawatan luka gangren yaitu :
a) Debridemen
Debridemen harus dilakukan karena jaringan mati yang ada pada
luka adalah sumber infeksi, tempat bakteri tumbuh terutama bakteri
anaerob seperti Clostridium Perferingen penyebab gas gangren,
serta menghambat kontraksi luka. Callus pada kaki penyandang
Diabetes juga harus dihilangkan karena akan menghambat
terjadinya kontraksi luka. Metode debridemen yang bisa dipilih :
(1) Autolisis debridement
Rehidrasi jaringan nekrotik menggunakan hidrogel atau
dengan mempertahankan luka tetap lembab dan melepaskan
jaringan mati memakai tubuh sendiri
(2) Conservatif Sharp Wound debridement
Mengangkat jaringan mati dengan menggunakan scapel atau
gunting, sangat efektif, cepat dan harus dilakukan oleh tenaga
yang terlatih.
(3) Surgical debridement
Hanya dilakukan oleh dokter bedah, dibawah narkose dan
dilakukan dikamar operasi
(4) Biological debridement
Menggunakan larva lalat (Lucilia sericata) untuk memakan
jaringan nekrotik. Debridemen jenis ini belum terlalu dikenal
di Indonesia meskipun sudah dilakukan di negara – negara
barat

32
(5) Enzimatik debridement
Debridement yang dilakukan dengan memberikan salep, untuk
merangsang terlepasnya jaringan nekrotik
(6) Chemical debridement
Menggunakan cairan kimia seperti Hypocloride, akan tetapi
metode ini sudah tidak banyak lagi digunakan karena
menyebabkan nyeri dan merusak jaringan. Dalam melakukan
debridemen faktor utama yang menjadi pertimbangan adalah
peredaran darah. Untuk penyandang Diabetes dengan
gangguan sirkulasi darah, dengan debridemen merupakan
kontraindikasi dan akan lebih baik bila jaringan nekrotik
tersebut dibiarkan saja, yang tidak menutup kemungkinan akan
terjadi auto amputasi.
b) Topical terapi
Tidak ada sesuatu yang khusus dalam memilih topical terapi untuk
luka kaki Diabetes.
2) Menurut Rendy (2012), perawatan luka gangren dibagi menjadi empat
tahap, yang saling terkait dan tidak bisa dikerjakan tanpa berurutan,
yaitu :
a) Mengangkat jaringan mati
Semasih didalam luka ada jaringan mati (nekrotik), upaya apapun
dikerjakan tidak akan berhasil. Sebab dengan adanya bagian
jaringan yang membusuk, merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Mengakibatkan koloni bakteri akan makin
berkembang, nanah semakin banyak dan kerusakan jaringan
tambah lama tambah luas, sehingga jaringan yang rusak inipun
menjadi mati dan membusuk. Upaya untuk membersihkan luka
macam ini disebut dengan debridement. Pengertiannya, selain
menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka dari
kotoran yang berasal dari luar termasuk benda asing bagi tubuh.
Cara yang dikerjakan bisa secara pasif dengan mengompres luka
menggunakan cairan atau beberapa material perawatan luka yang
fungsinya untuk menyerapan dan mengangkat bagian – bagian
luka yang nekrotik. Ada juga yang kurang umum diketahui, yakni
dengan mechanical debridement dan biological debridement
(menggunakan serangga).
b) Menghilangkan nanah

33
Luka bernanah kebanyakan disebabkan oleh bakteri. Ada bakteri
yang menyebabkan banyak nanah, ada bakteri yang menimbulkan
nanah dan bau khas, menghasilkan gas gangrene dan bau busuk
yang menyengat dan ada yang dominan menyebabkan jaringan
mati atau nekrosis. Jadi dari kondisi luka saja sudah bisa diduga
kuman penyebabnya. Walaupun sangat dibutuhkan pemeriksaan
cultur – pembiakan kuman untuk mencari secara pasti jenis
kuman penyebab guna menentukan therapy antibiotika yang
tepat. Dengan pembedahan, membuka serta mengalirkan nanah
yang terperangkap didalam tubuh merupakan cara terbaik untuk
mengurangi pembentukan nanah.
c) Menjaga kelembaban luka
Setelah jaringan mati berhasil dibersihkan dan pengeluaran nanah
oleh luka bisa diminimalisir, fase berikutnya adalah keluarnya
cairan bening yang merupakan cairan tubuh sebagai pertanda
tahap penyembuhan luka akan segera dimulai. Semasih produksi
cairan ini berlebihan, dibutuhkan usaha untuk menguranginya
atau mengeringkan luka tersebut. Material yang digunakan bisa
sama dengan digunakan untuk mengurangi nanah seperti diatas.
Namun demikian harus tetap dijaga kelembaban luka. Makin
kering kondisi luka, basahnya kasa penutup luka juga semakin
diperas. Seperti prinsip yang sudah umum diketahui dalam
menangani luka, basah dilawan dengan basah, kering diimbangi
dengan penutup luka yang semakin kering juga. Sehingga dengan
demikian waktu untuk mengganti penutup lukapun bisa
diperjarang, tidak seperti tahap – tahap sebelumnya.
d) Menunjang masa penyembuhan
Penyembuhan luka atau masa granulasi dimulai jika dasar luka
sudah tampak kemerahan. Bisa diibaratkan seperti penampakan
daging segar. Selain tetap menjaga kelembaban luka harus tetap
dijaga bersih serta hindari dari trauma sebab dengan pembentukan
jaringan yang baru tumbuh ini, rawan sekali akan terjadinya
perdarahan. Tersedia juga banyak produk perawatan luka baik
berupa cairan, cream, gel atau pasta yang berguna untuk
merangsang terbentuknya sel – sel baru, membentuk kolagen dan
mengisi bagian tubuh yang rusak dan tergerus sebelumnya.
Problem yang biasanya dihadapi pada fase ini adalah penutupan

34
luka dipermukaan. Kalau lukanya tidak luas, bisa berharap kulit
disekitar luka akan tumbuh juga untuk melapisi luka. Namun jika
lukanya luas, bisa dilakukan penjahitan sekunder dengan lebih
mendekatkan tepi – tepi luka atau sekalian dilakukan flap atau
tandur kulit yang mengambil kulit dari bagian luar tubuh.

2.3.9 Education Luka Gangren


Menurut Wijaya dan Putri (2013), Education Luka Gangren yaitu :
1. Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan
dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan.
2. Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta meberikan
perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki.
3. Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau
jamur pada kuku kaki.
4. Suhu air yang digunakan untuk mencuci kaki antara 29,5-300C dan diukur
dulu dengan thermometer.
5. Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol disisi air panas.
6. Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada
ekstermitas bawah yang harus dilakukan, yaitu hindari kebiasaan merokok,
hindari bertumpang kaki duduk, lindungilah kaki dari kedinginan, hindari
meredam kaki dalam air dingin, gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak
menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu, periksalah kaki
setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-
tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal dan jika kulit kaki
kering gunakan pelembab atau cream.

35

Anda mungkin juga menyukai