Anda di halaman 1dari 6

A.

Kajian Tentang Tunagrahita


1. Pengertian Anak Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata anak normal pada umumnya.
Menurut bahasa tunagrahita yang terdiri dari “tuna” yang berarti kurang, terbatas, dan
tidak mampu dan “grahita” yang berarti berfikir atau memperkirakan, sehingga istilah
tunagrahita merupakan ketidakmampuan anak dalam berfikir atau memperkirakan
suatu hal. Sedangkan menurut istilah tunagrahita dapat diartikan seseorang yang
mengalami keterbelakangan atau keterbatasan dalam hal perkembangan sosial dan
kecerdasannya. Istilah lain tunagrahita sering disebut dengan keterbelakangan mental,
lemah ingatan, cacat mental, feebleminded, retardasi mental dan sebagainya.
Anak tunagrahita merupakan anak yang secara signifikan memiliki kecerdasan
dibawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai hambatan dalam penyesuaian
diri dengan lingkungan sekitarnya. Mereka memiliki keterlambatan dalam segala
bidang dan itu sifatnya permanen. Rentang memori mereka pendek terutama yang
berhubungan dengan akademik, kurang dapat berpikir abstrak dan pelik (Nunung
Apriyanto, 2012: 21).
Seseorang dikategorikan berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita,
yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian
rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya
memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk didalamnya program
pendidikan dan bimbingannya (Mohammad Efendi, 2006: 9).
Menurut WHO, seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial, yaitu fungsi
intelektual secara nyata dibawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam
menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku dalam masyarakat.
Sedangkan menurut American Association on Mental Retardation (AAMR),
tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum dan keterbatasan
pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif mencakup area komunikasi, merawat
diri, home living, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol diri, functional
academics, waktu luang, dan kerja. Menurut definisi diatas, ketunagrahitaan muncul
sebelum usia 18 tahun (Rani Wulandari, 2013:11).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, penulis menyimpulkan bahwa anak
tunagrahita adalah anak yang fungsi intelektualnya lamban yaitu memiliki IQ di
bawah rata-rata anak pada umumnya, anak tunagrahita juga tidak bisa memadukan
informasi seperti yang dilakukan anak normal pada umumnya karena gangguan
intelektual, sehingga perlu adanya materi pembelajaran khusus yang diberikan kepada
anak tunagrahita tersebut.

2. Klasifikasi Anak Tunagrahita


Berdasarkan tinggi rendahnya kecerdasan intelegensi yag diukur dengan
menggunakan tes Stanford Binet dan skala Wescheler (WISC), tunagrahita
digolongkan:
1) Kategori Ringan (Moron atau Debil)
Pada kategori ringan, memiliki IQ 50-55 sampai 70. Berdasarkan tes Binet
kemampuan IQ-nya menunjukan angka 68-52, sedangkan dengan tes WISC,
kemampuan IQnya 69-55.
2) Kategori Sedang (Imbesil)
Biasanya, pada kategori ini memiliki IQ 35-40 sampai 50-55. Menurut
hasil tes Binet IQ-nya 51-36, sedangkan tes WISC 54-40.
3) Kategori Berat (Severe)
Pada kategori ini, penderita memiliki IQ yang sangat rendah. Menurut
hasil skala binet IQ penderita dibawah 19, sedangkan menurut tes WISC IQ-nya
dibawah 24 (Aqila Smart: 2010: 49-51).
4) Kategori Sangat Berat (Profound)
Pada tingkat ini, penderita memiliki IQ yang sangat rendah. Menurut hasil
skala binet IQ penderita dibawah 19, sedangkan menurut tes WISC IQ-nya
dibawah 24 (Aqila Smart, 2010: 49-51).

Menurut Nur’aeni (1997: 107) berdasarkan tinggi rendahnya kecerdasan


intelegensi, bagi seorang pedagogik, klasifikaksi anak tunagrahita didasarkan pada
penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak. Yaitu anak tunagrahita
mampu didik (debil), anak tunagrahita mampu latih (imbecil), dan anak tunagrahita
mampu rawat (idiot).
1) Anak tunagrahita mampu didik (debil)
Debil adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program
sekolah biasa, teteapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan walaupun tidak maksimal. Kemampuan
yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain:
a. Membaca, menulis, berhitung
b. Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan pada orang lain.
c. Ketrampilan yag sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.

Jadi, debil tergolong anak tunagrahita yang dapat di didik dalam bidang-
bidang akademis, sosial, dan pekerjaan tetapi hasil yang didapatkan tidak
maksimal.

2) Anak tunagrahita mampu latih (imbecile)


Imbecile adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedemikian
rendah sehingga tidak dapat mengikuti pembelajaran yang diperuntukkan bagi
anak debil. Kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang dapat
diberdayakan antara lain:
a. Belajar mengurusi diri sendiri
b. Belajar menyesuaikan diri di lingkunaga rumah dan sekitarnya.
c. Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di lingkungan pekerjaan, atau
lembaga khusus.

Anak imbecile disebut juga anak tunagrahita sedang, mereka adalah


penyandang Down Syndrome yang disebut Mongoloid. Ciri-cirinya adalah
kepala kecil, mata sipit seperti orang Mongolia, gendut, pendek, hidung pesek.
Penyebabnya dikarenakan keturunan, kerusakan otak, infeksi. Infeksi dapat
tejadi pada ibu hamil, seperti rubela, herpes, sipilis. Infeksi akan menimbulkan
kerusakan otak kanan dapat juga timbul akibat bayi yang baru lahir itu adalah
meningitis, hydrocephalus, acephalitis dan microcephalus (Nur’aeni, 1997:
107).

3) Anak tunagrahita mampu rawat (idiot)


Idiot adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah
sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Dari segi fisik
lemah pada umumnya disertai keumpuhan. Intelegeni sangat rendah serta
dorongan emosi mereka tidak tidak dapat mengendalikan emosinya. Segi
kepribadian tidak berfungsi secara normal maupun dari segi motorik tidak bisa
melakikan secara baik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mengklasifikasikan anak tunagrahita
mengarah kepada aspek indeks mental unteligensinya, indikasinya dapat
dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ
25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 dikategorikan debil atau moron.
Seorang pedagagok dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan
pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak. Dari penilaian
tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak
tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat.

3. Karakteristik Anak Tunagrahita


Karakteristik yang dimiliki oleh anak tunagrahita sebagaimana diungkapkan oleh
(Aqila Smart, 2010: 49), yaitu :
1) Keterbatasan Intelegensi
Keterbatasan intelegensi adalah kemampuan belajar anak sangat kurang,
terutama yang bersifat abstrak, seperti membaca dan menulis, belajar dan
berhitung terbatas.
2) Keterbatasan Sosial
Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam mengurus dirinya didalam
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bantuan. Anak
tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya,
ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung
jawab sosial dengan bijaksana sehingga butuh bimbingan dn pengawasan yang
lebih.
3) Keterbatasan Fungsi Mental Lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan
reaksi pada situasi baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya
bila mengikuti halhal yang rutin dan secara konsisten.Anak tunagrahita tidak
dapat menghadapi suatu tugas dalam jangka waktu yang lama.

4. Dampak Akibat Ketunagrahitaaan


Terhambatnya perkembangan kognitif pada tunagrahita banyak berdampak pada
kelangsungan hidupanya sehari-hari, sebagaimana yang kita tahu bahwa kemampuan
mental dan kogntif berperan besar dalam kehidupan seperti untuk berfikir seara
rasional maupun bertindak secara terarah, oleh karenanya seorang tunagrahita yang
memiliki hambatan dalam berpikir cenderung banyak memiliki masalah dalam
melakukan interaksi terhadap lingkungannya. Mussen, Conger dan Ragan dalam buku
psikopedagogik anak berkelaianan proses kognitif terbagi atas beberapa tahapan,
yaitu: a) Presepsi, b) ingatan, c) pengembangan ide, d) penilaian, dan e) penalaran.
Seseorang dengan tunagrahita mengalami satu atau mungkin lebih hambatan
dalam proses kognitifnya, yang berakibat pada rendahnya prestasi serta kemampuan
kognitif dalam menerima suatu informasi serta daya ingat tunagrahita yang lemah
sehingga dalam proses belajar tunagrahita memerlukan pengulangan-pengulangan
kembali, selain itu tunagrahita cenderung memiliki kemampuan berfikir yang
kongkret serta sukar dalam berfikir dengan cara yang abstrak, kemampuan
sosialisasinya terbatas serta kesulitan dalam mencari pekerjaan yang disebabkan
karena kondisinya. hal ini pula yang menyebabkan usia kalender seorang dengan
tunagrahita tidak sama dengan usia mentalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Amin, Ortopedagogik Anak Tunagrahita, Bandung: Depdikbud, 1995.

Muhammad Efendi, Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).

Anda mungkin juga menyukai