Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MATERNITAS

Infeksi Penyakit Radang Panggul


Dosen pembimbing: Ns. Surtikanti, M., Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Thosimah
Imam Khairul Anwar
Andhi Pranata
Yakobus Victor Pranata
Ade Aulia Utami
Juliat

Program Studi S1 Non Reguler B


Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Infeksi
Penyakit Radang Panggul ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas 
pada mata kuliah Maternitas II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “infeksi penyakit radang panggul” bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ns. Surtikanti, M., Kep. selaku
dosen mata kuliah maternitas yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, Maret 2020

 
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................1
C. Tujuan ..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................3
A. Definisi .............................................................................................................3
B. Penyebab ..........................................................................................................4
C. Faktor Resiko ...................................................................................................5
D. Gejala Klinis ....................................................................................................5
E. Pencegahan ......................................................................................................6
F. Pengobatan .......................................................................................................6
BAB III PENUTUP ....................................................................................................7
A. Kesimpulan ......................................................................................................7
B. Saran ................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang wanita kerap mengalami keluhan nyeri berkepanjangan pada daerah
perut dan panggulnya. Nyeri tersebut merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan pada wanita yang bagian atas wanita yang sebagian besar akibat
hubungan seksual. Biasanya disebabkan oleh Neisseria gonore dan Klamidia
trakomatis dapat pual oleh organisme lain yang menyebabkan vaginosis bacteria
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit
tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba,
indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul.
Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular
Seksual (PMS).
Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease [PID]) merupakan
suatu infeksi umum pada organ pelvis wanita dan struktur penyokong vagina atau
bahkan mengenai tuba falopii, yang pada kasus tertentu disebut salpingitis.
Salpingitis sinonim dengan PID akut dalam penggunaan istilah umum.
Salpingitis merupakan penyebab signifikan infertilitas dan 15%-25% wanita
yang menderita penyakit tersebut infertil (Lowdermik D., L., 2012).
Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang
merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk
lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami
komplikasi seperti nyeri perut kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau
kehamilan abnormal.Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade
terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah
peningkatan jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi seperti spiral. 15% kasus
penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret,
histeroskopi, dan pemasangan IUD (spiral). 85% kasus terjadi secara spontan
pada wanita usia reproduktif yang seksual aktif (Vihi Atina1 & Intan Oktaviani,
2019).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di latar belakang penulis merumuskan masalah yaitu
“Bagaimana Gambaran Penyakit Infeksi Radang Panggul”?.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Gambaran Penyakit Infeksi Radang Panggul
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperdalam pengetahuan tentang Penyakit Radang Panggul
(PID)
b. Untuk mengetahui definisi dari penyakit radang panggul
c. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit radang panggul
d. Untuk mengetahui faktor resiko, gejala dan pengobatan dari penyakit
radang panggul.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit Radang Panggul (Pelvic Inflammatory Disease)


Penyakit Radang Panggul atau Pelvic Inflammatory Disesase (selanjutnya
dalam tulisan ini akan disingkat menjadi PID) merupakan istilah yang merujuk
pada suatu infeksi pada uterus (rahim), tuba fallopii (suatu saluran yang
membawa sel telur dari ovarium ke uterus), dan organ reproduksi lainnya.
Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit-penyakit
menular seksual (Sexually Transmitted Disease/STDs), utamanya yang
disebabkan oleh chlamydia dan gonorrhea. PID dapat merusak tuba fallopii dan
jaringan yang dekat dengan uterus dan ovarium (Putri Kartika Sari, 2012).
Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease [PID]) merupakan
suatu infeksi umum pada organ pelvis wanita dan struktur penyokong vagina atau
bahkan mengenai tuba falopii, yang pada kasus tertentu disebut salpingitis.
Salpingitis sinonim dengan PID akut dalam penggunaan istilah umum.
Salpingitis merupakan penyebab signifikan infertilitas dan 15%-25% wanita
yang menderita penyakit tersebut infertil (Lowdermik D., L., 2012).
Berdasarkan data epidemiologis yang dikeluarkan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat (tahun 2008) disebutkan
bahwa lebih dari 1 juta wanita pernah mengalami episode PID akut dalam
kehidupannya. Dan lebih dari 100.000 wanita menjadi infertil setiap tahunnya
karena PID dan proporsi yang semakin besar dari kejadian kehamilan ektopik
setiap tahunnya terkait dengan dampak lanjutan dari PID yang tidak tertangani
dengan baik.
Setiap wanita sesungguhnya memiliki barrier fisiologis yang menyebabkan
kuman-kuman mengalami hambatan mekanik, biokemik, dan imunologis, baik
itu pada vagina, ostium uteri eksternum, kavum uterus, maupun pada lumen tuba
uterina fallopii. Bentuk-bentuk hambatan itu diantaranya adalah: epitel vagina
wanita dewasa yang cukup tebal dan terdiri atas glikogen, serta basil Doderlein
yang memungkinkan pembuatan asidum laktikum sehingga terdapat reaksi asam
dalam vagina, yang selanjutnya memperkuat daya tahan vagina. Walaupun dalam
vagina terdapat banyak kuman lain, akan tetapi dalam keadaan normal basil
Doderlein lebih dominan. Pada serviks uteri terdapat kelenjar-kelenjar yang
mengeluarkan lendir yang alkalis serta mengental di bawah kanalis servikalis dan
ini menyulitkan masuknya kuman ke atas. Getaran rambut getar pada mukosa
tuba fallopii menyebabkan arah pergerakannya menuju uterus dan hal ini
disokong oleh gerakan peristaltik tuba yang merupakan halangan pada infeksi
untuk terus meluas ke rongga peritonium. Barrier fisiologis ini akan terganggu
pada keadaan-keadaan perdarahan, abortus, dan instrumentasi kanalis servikalis
(Nur Fitriana Arifin, 2012).
B. Penyebab
Pelvic Inflammatory Disesase ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
yang juga menyebabkan penyakit menular seksual lainnya. Diantaranya adalah:
C. trachomatis, N gonorrhoeae, Gardnerella vaginalis, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli (organisme gram negatif yang enterik), Bacteroides fragilis, dan
Mycoplasma genitalium. Sedangkan penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi
adalah: aktinomikosis (infeksi jamur), skistosomiasis (infeksi parasit),
tuberkulosis, dan penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
Pelvic Inflammatory Disesase terjadi jika mikroorganisme penyebab
tersebut bergerak naik dari vagina atau servik menuju organ reproduksi di
atasnya.Dan kuman terbanyak penyebab PID ini adalah gonorrhea dan
chlamydia, yang juga penyebab penyakit menular seksual terbanyak. Wanita
yang telah memulai aktivitas seksualnya pada usia remaja dan juga berganti-ganti
pasangan (di bawah usia 25 tahun) memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan
wanita berusia di atas 25 tahun untuk menderita PID. Hal ini dikarenakan serviks
pada remaja perempuan dan wanita muda belum sepenuhnya matur, sehingga
meningkatkan suseptibilitas terkena penyakit menular seksual yang berkaitan
pula dengan PID tersebut. Faktor resiko lainnya adalah berganti-ganti pasangan
seksual, sering mencuci vagina dengan produk pembersih padahal dapat merubah
suasana vagina sehingga dapat memudahkan kuman untuk menembus barier
alamiah tersebut.Wanita yang menggunakan IUD (intrauterine device) juga
memiliki resiko untuk menderita PID dibandingkan dengan wanita yang tidak
menggunakan, terutama dalam 4 bulan setelah pemasangan IUD. Hal ini
disebabkan adanya penghubung yang memudahkan kuman untuk masuk ke
dalam uterus.
Namun resiko ini dapat ditekan, jika sebelum pemasangan telah dilakukan
pemeriksaan terhadap kemungkinan menderita penyakit menular seksual
sebelumnya. Di samping itu faktor resiko lainnya adalah pada saat menstruasi.
Dimana minggu pertama haid merupakan periode rawan untuk PID, karena
jaringan nekrotik merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan N.
gonorrhoeae.Oleh karenanya, penting diperhatikan oleh wanita yang sedang
menstruasi untuk meningkatkan kebersihan daerah sekitar kemaluannya (Arif
Kurniawan, 2012).
C. Faktor Resiko
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi
untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda
berkecenderungan untuk berganti-ganti pasangan seksual dan melakukan
hubungan seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang
berkaitan dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang
tebal dapat melindungi masuknya bakteri melalui serviks (seperti gonorea),
namun wanita muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga
tidak dapat memproteksi masuknya bakteri (Anita Herawati, 2016).
D. Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien yang menderita PID biasanya beragam.
Mulai dari tidak ada keluhan sampai dengan keluhan yang sangat berat. Keluhan-
keluhan tersebut dapat berupa demam, keluar cairan dari vagina dengan warna,
konsistensi, dan bau yang abnormal, timbul bercak-bercak kemerahan di celana
dalam,nyeri senggama,nyeri saat buang air kecil, menstruasi yang tidak teratur,
kram perut saat menstruasi, terjadi perdarahan hebat saat menstruasi, nyeri pada
daerah perut bawah dan dapat memburuk jika disertai mual muntah,serta
kelelahan yang disertai dengan nafsu makan yang berkurang. Nyeri yang
mendadak pada perut bagian bawah dapat terjadi jika abses pecah, di mana
daerah nyeri tersebut mulai dari daerah sekitar abses yang pecah menjalar ke
seluruh dinding perut yang mengakibatkan peritonitis generalisata dan dapat
ditemukan anemia pada abses pelvik yang telah berlangsung beberapa minggu.
Pelvic Inflammatory Disesase sulit didiagnosis karena seringkali gejala yang
ditunjukkan tidak begitu kelihatan dan biasanya ringan. Banyak PID tidak
terdeteksi dengan baik karena seringkali wanita yang menderita ataupun dokter
yang dikunjunginya tidak begitu memikirkan PID oleh karena keluhan dan gejala
yang tidak spesifik. Dalam membantu diagnosis PID, dapat dikerjakan
pemeriksaan darah untuk melihat kenaikan dari sel darah putih (leukosit) yang
menandakan terjadinya infeksi, serta peningkatan C-reactive protein (CRP) dan
laju endap darah (namun tidak spesifik). Kemudian kultur untuk GO dan
chlamydia digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Ultrasonografi atau USG
dapat digunakan baik USG abdomen (perut) atau USG vagina, untuk
mengevaluasi saluran tuba dan alat reproduksi lainnya. Biopsi endometrium
dapat dipakai untuk melihat adanya infeksi (Anita Herawati, 2016).
E. Macam-macam penyakit radang panggul atau Pelvic Inflammatory
Disesase (PID)
1. Salpingitis
a. Definisi
Salpingitis adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium
yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan
organ sekitar. Terjadi dalam trimester pertama kehamilan, akibat migrasi
bakteri ke atas dari serviks hingga mencapai endosalping. Begitu terjadi
penyatuan korion dengan desidua sehingga menyumbat total kavum uteri
alam trimester kedua, lintasan untuk penyebaran bakteri.
Salpingitis Akut adalah suatu infeksi tuba fallopi yang dapat gonore
atau piogenik. Salpingitis Subakut adalah stadium infeksi pertengahan
diantara salpingitis akut dan kronis. Salpingittis Kronis adalah stadium
infeksi tuba fallopi setelah stadium subakut.
b. Penyebab
Infeksi biasanya berasal di vagina, dan naik ke tabung falopi dari sana.
Karena infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi
pada satu tabung fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang lain.
c. Faktor resiko
Sudah berteori bahwa aliran menstruasi retrograde dan bahwa serviks
terbuka selama menstruasi infeksi memungkinkan untuk mencapai
saluran tuba.
Faktor risiko lain termasuk prosedur bedah, menembus dinding serviks:
1) Biopsi endometrium
2) Kuret
3) Histeroskopi

Risiko lain adalah faktor yang mengubah lingkungan mikro dalam vagina
dan leher rahim, menginfeksi memungkinkan organisme berkembang
biak dan akhirnya naik ke tuba fallopi:

1) Antibiotik
2) Ovulasi
3) Haid
4) Penyakit menular seksual (PMS)
d. Gejala klinis
1) Nyeri Abdomen
Nyeri abdomen bagian bawah merupakan gejala yang paling dapat
dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral,
bilateral, atau suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau
segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahannya meningkat
secara bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri
cenderung menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah, dn
semakin berat dengan adanya pergerakan.
2) Perdarahan pervaginam atau sekret vagina
Perdarahan antar menstruasiatau meningkatnya aliran menstruasi atau
kedua-duanya dapat merupakan akibat langsung dari endometritis
atau pengaruh tidak langsung dari perubahan-peubahan hormonalyang
berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat disebabkan oleh
servitis.
3) Gejala-gejala penyerta
Menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia, nausea dan
vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering
kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan uretritis dan
sistitis. Nyeri bahu atau nyeri kuadran kanan atas mungkin merupakan
gejala dari perihepatitis gonokokus.
2. Infeksi uterus
a. Definisi
Sub involusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi/proses involusi rahim tidak berjalan sebagaimana
mestinya,sehingga proses pengecilan uterus terhambat. Sub involusi
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan kemunduran yang
terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif,kadang lebih banyak
mengarah secara spesifik pada kemunduran uterus yang mengarah ke
ukurannya.
b. Etiologi
1) Terjadi infeksi
2) Terdapat sisa plasenta atau selaput plasenta di dalam uterus

c. Manifestasi klinis
1) Letak fundus uteri tetap tinggi atau penurunan fundus uteri lambat
2) Pengeluaran lochea seringkali gagal berubah
3) Terdapat bekuan darah
4) Lochea berbau menyengat
5) Uterus tidak berkontraksi
6) Terlihat pucat
7) Tekanan darah rendah serta suhu tubuh tinggi
8) Lemah
3. Kelainan tuba falopi
a. Definisi
Kelainan kongenital tuba fallopi adalah kejadian jarang dan sering
dikaitkan dengan kelainan bawaan uterus seperti uterus bicornis.
Kelainankelainan bawaan ini merupakan kelainan yang timbul pada
pertumbuhan duktus Mulleri berupa idak terbentuknya satu atau kedua
duktus, dan gangguan dalam kedua duktus, dan gangguan dalam
kanalisasi setelah fusi.
Kelainan-kelainan tersebut sering disertai kelainan pada traktus
urinarius, sedangkan ovarium sendiri biasanya normal. Apabila satu
duktus mulleri tidak terbentuk, terdapat uterus unikornis. Dalam hal ini
vagina dan serviks bentuknya normal, sedangkan uterus hanya
mempunyai satu tanduk serta satu tuba. Apabila kedua duktus mulleri
tidak terbentuk, maka uterus dan vagina tidak ada, kecuali sepertiga
bagian bawah vagina, kedua tuba tidak terbentuk atau terdapat rudimenter
uterus.
Kelainan konginetal tuba fallopi termasuk dalam kategori berikut:
1) Tidak adanya tuba biasanya bagian dari agenesis uterus dan vagina.
Ovarium ada dan tergantung di ligamentum yang luas dalam kasus
ini. Tidak adanya satu tuba dikaitkan dengan letak ovarium, ureter,
atau agenesis ginjal atau kelainan bawaan.
2) Tidak adanya muskularis ampullary telah dilaporkan sebagai kurang
lengkapnya dari lapisan otot dari segmen ampula saluran telur.
3) Tidak adanya segmen tuba pada tuba proksimal juga telah dilaporkan.
4) Aksesori tuba dapat berasal dari setiap segmen dari tuba fallopi,
meskipun itu tidak terhubung dengan lumen saluran telur. Osmium
perut dari aksesori tuba biasanya ditemukan di sekitar oviduct primer
5) Anomali terkait dengan dietilstilbestrol (DES) dalam rahim
perempuan yang terpapar dapat terlihat dengan tepat di ostium tuba
fallopi, fimbriae menyempit, pendek, atau tuba fallopi berbelit-belit.
kondisi klinis dapat menyebabkan infertilitas wanita dan tidak dapat
dideteksi oleh histerosalpingogram. Selain itu salpingitis isthmica
nodosa dapat mengikuti paparan DES selama kehamilan.
6) Duplikasi tuba dianggap oleh beberapa dokter sebagai bentuk aksesori
tuba, meskipun dalam literatur, itu ada sebagai kondisi yang terpisah.
b. Etiologi
Etiologi bawaan menular dari salpingitis isthmica nodosa belum
terpecahkan. Dalam gangguan ini, divertikula dari mukosa tuba di
wilayah isthmic memperpanjang ke muskularis dan serosa tersebut. Hal
ini biasanya progresif dan berujung pada oklusi tuba dan infertilitas.
Salpingitis isthmica nodosa juga telah dikaitkan dengan peningkatan
risiko kehamilan ektopik.Salpingitis isthmica nodosa (SIN) atau tuba
divertikulum adalah kondisi patologis yang diperoleh bahwa hasil dari
invasi langsung dari lapisan muskularis oleh endosalpinx di bagian
isthmic dari tuba untuk berbagai jarak antara lumen dan serosa tersebut.
Koreksi bedah dari SIN oleh anastomosis tubocornual (TCA) atau
dengan rekanalisasi transcervical (TCR) dari tabung telah disarankan.
c. Terapi atau pengobatan
Terapi konvensional adalah bedah rekonstruksi. Kehamilan dapat
dicapai dengan teknologi reproduksi yang membantu dalam kasus ada
tuba falopi atau ketika ada disfungsional rahim. Ketika rahim dan/atau
vagina tidak ada, embrio transfer ke pengganti yang dapat dimanfaatkan.
F. Pencegahan
Wanita dapat melindungi diri mereka dari PID dengan mencegah terkena
STDs atau segera berobat ke dokter jika mereka menderita STDs. Cara terbaik
untuk mencegah STDs adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual
berganti pasangan atau setia pada pasangannya yang telah dikenalnya betul serta
pernah menjalani skrining test STDs. Kondom pria yang mengandung latex, yang
digunakan dengan benar dan berkelanjutan, dapat menurunkan resiko terinfeksi
chlamydia dan gonorrhea. Center For Disease Control (CDC) merekomendasikan
pemeriksaan chlamydia kepada seluruh wanita berusia 25 tahun atau kurang yang
telah aktif secara seksual ataupun kepada wanita yang lebih tua dengan resiko
menderita infeksi chlamydia (mereka yang memiliki pasangan baru atau
melakukan hubungan multipartner), serta kepada seluruh wanita hamil.
G. Pengobatan
Pelvic Inflammatory Disesase dapat diobati dengan beberapa macam
antibiotika.Namun pemberian antibiotika ini tidak sepenuhnya mengembalikan
kondisi pasien apabila telah terjadi kerusakan pada organ reproduksi wanita ini.
Jika seorang wanita memiliki nyeri pelvis dan keluhan PID yang lain, sebaiknya
segera berobat ke dokter. Pemberian antibiotika yang tepat akan dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut pada saluran reproduksi wanita. Seorang wanita yang
menunda pengobatan PID, akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita
infertilitas atau dapat terjadi kehamilan ektopik oleh karena kerusakan tuba
fallopii.
Karena sulitnya untuk mengidentifikasi organisme yang menyerang organ
reproduksi internal dan juga kemungkinan lebih dari satu organisme sebagai
penyebab PID, maka PID biasanya diobati dengan sedikitnya dua macam
antibiotika yang memiliki efektivitas yang baik di dalam mematikan organisme
penyebab tersebut.Antibiotika ini dapat diberikan secara oral maupun secara
injeksi. Antibiotika yang dapat digunakan antara lain: ofloxacin, metronidazole,
dan doxycycline. Di mana lamanya pengobatan biasanya ± 14 hari.
Pengobatan yang tepat dan sesuai dapat mencegah komplikasi PID.Tanpa
pengobatan yang tepat PID dapat menyebabkan kerusakan permanen dari organ
reproduksi wanita.Organisme penyebab PID dapat menginvasi tuba fallopii dan
menyebabkan terbentuknya jaringan parut (scar tissue) (Rizky Amelia, 2015).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Radang Panggul biasa nya seperti Salpingitis dan PID (Pelvic
Inflammatory Disease) adalah suatu peradangan pada tuba fallopi (saluran yang
menghubungkan indung telur dengan Rahim).Peradangan tuba fallopi terutama
terjadipada wanita yang secar seksual aktif.Resiko terutama ditemukan pada
wanita yang memakai IUD.
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital
bagian bawah,yang menyebar keatas melalui leher Rahim.buth waktu dalam
hitunganhari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang
panggul.Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonnorhoeae dan Chlamydia
trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jarigan sehingga
menyebabkan berbagai bakteri dari leher Rahim maupun vagina menginfeksi
daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS.Proses
menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan
endometriumyang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari Rahim,serta
menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).
B. Saran
Untuk menghindari Penyakit Radng Panggul yang sering dialami oleh
kebanyakan wanita sebaiknya dimulai terlebih dahulu dari hal yang paling
mudah yaitu menjaga diri termasuk merawat pada daerah yang rawan mikroba
termasuk di daerah genetalia bagian dalam vagina, agar terhindar dari bakteri
yang dapat menyebabkan rasa nyeri,serta harus setia pada satu pasangan saja.Dan
mulailah menjaga anggota tubuh kita agar terhindar dari penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Anita Herawati, (2016). Hubungan Pekerjaan Dan Vulva Hygiene Dengan Kejadian
Keputihan Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Sungai Bilu Banjarmasin.
Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No. 2 Desember 2016.
Arif Kurniawan, (2012). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan
Pelayanan Pengobatan Infeksi Menular Seksual (Ims) Di Puskesmas
Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas. Jurnal Kesmasindo Volume 5
Nomor 1 Januari 2012, hlm. 33-43.
Lowdermik D., L., 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas (maternity nursing).
Jakarta: EGC
Nur Fitriana A, (2012). Penggunaan Kondom Dan Vaginal Higiene Sebagai Faktor
Risiko Kejadian Infeksi Menular Seksual Pada Wanita Pekerja Seks Di Lokasi
Batu 24 Kabupaten Bintan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1 Nomor 2
Tahun 2012 Halaman 357 – 363.
Putri Kartika S, (2012). Kejadian infeksi gonore pada pekerja seks komersial di eks
lokalisasi Pembatuan Kecamatan Landasan Ulin Banjarbaru. Jurnal
Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang Vol. 4 No. 1 Juni 2012 Hal:
29 – 35.
Rizky Amelia, (2015). Karakteristik Dan Dukungan Tenaga Kesehatan Terhadap
Praktik Genital Hygiene Ibu Hamil Di Kota Semarang 2015. Jurnal
Kebidanan Vol. 4 No. 9, Oktober 2015 Issn: 2089-7669.
Vihi Atina1 & Intan Oktaviani, (2019). Pemodelan Finite State Automata Dan
Certainty Factor Untuk Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Radang Genetalia
Interna Pada Wanita. Jurnal INFORMA Politeknik Indonusa Surakarta ISSN:
2442-7942 Vol. 5 Nomor 4 Tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai