KEPATUHAN PENATALAKSANAAN
DIABETES MELLITUS TIPE 2
Naskah Publikasi
ABSTRAK
3
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is not curable, but can be managed with four
pillars of the DM management. Comply with this rule for life must be so many
stressors for patients who fail to comply. Patient compliance to the management
of the disease is one indicator of the success of a treatment. Coaching support is
the one of method to help, managing, improving, DM type 2 patient and family
compliance. The aim of this study was to prove influence of coaching support in
improving compliance management of type 2 diabetes mellitus.
Quasi experiment with pretest-posttest control group design was carried
out this study. The subjects were 60 patient of diabetes mellitus type 2 were
selected by simple random sampling, and purposive sampling divided in to two
group, control group and treatment group. Data were collected by the compliance
questionaire. Coaching Support was given to treatment group during two weeks.
Data were analyzed by statistic software, using paired t test for pre-posttest and
independent t test, and multiple linear regression with p-value <0,05 was
considered significant.
The analysis showed that there was a significant difference in compliance
between the control group and the group treated with p-value = 0.000.
Intervention coaching support is the most influential variable for the compliance
of patients with type 2 diabetes mellitus with 0,000 sig.
Coaching support able to increase patient compliance support with type 2
diabetes Coaching can be done either because the respondent and family
proactive, and will better patient compliance measurement tool type 2 diabetes
mellitus is more developed for further research.
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai
dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Penyakit DM ini
memerlukan kemampuan dari penderita untuk mematuhi penatalaksanaan
penyakitnya yang dianjurkan oleh petugas kesehatan (ADA, 2015; IDF, 2010;
Vugt et al, 2013). Prevalensi DM di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun
2014 sebanyak 217 ribu kasus. Kabupaten Sleman memiliki kasus DM tipe 2
terbanyak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tahun 2014 di Kabupaten
Sleman terdapat 25 ribu kasus DM tipe 2, angka tersebut mengalami peningkatan
2 kali lipat di atas prevalensi tahun 2011 yaitu sebanyak 12 ribu kasus DM tipe 2
(Dinkes Sleman, 2015).
Penyakit DM ini tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikelola dengan
mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan,
perencanaan makan atau diet, latihan fisik teratur dan minum obat hipoglikemi
4
oral (OHO) atau insulin seumur hidup. Mematuhi peraturan ini seumur hidup
tentunya menjadi stressor berat bagi pasien sehingga banyak yang gagal
mematuhinya (Purba, 2008). Kepatuhan penderita terhadap pengelolaan
penyakitnya menjadi salah satu indikator keberhasilan suatu pengobatan.
Kepatuhan pengobatan pada penderita DM tipe 2 juga harus diikuti dengan
perbaikan kualitas pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, serta
pola hidup penderita beserta keluarganya. Kesadaran dari penderita DM tipe 2 itu
sendiri yang mampu menghasilkan kepatuhan yang optimal dalam mengelola
penyakit yang diderita sehingga dapat mencegah kegagalan terapi. Dampak
kegagalan terapi tersebut dapat menimbulkan komplikasi yang sangat fatal (Kim
et al, 2012).
Keberhasilan penatalaksanaan DM tipe 2 perlu ditingkatkan dengan
melaksanakan promosi kesehatan yang melibatkan tenaga kesehatan dan sistem
pendukungnya dari penderita DM tipe 2. Teori Health Promotion Model
menjelaskan bahwa perilaku promosi kesehatan merupakan hasil tindakan yang
ditujukan untuk mendapatkan hasil kesehatan yang optimal (Tomey & Alligood,
2010). Kesehatan yang optimal merupakan penunjang kehidupan penderita DM
tipe 2 menjadi produktif.
Coaching support merupakan penyedia layanan kesehatan yang dapat
membantu penderita DM tipe2 untuk mengidentifikasi isu-isu, kepercayaan, dan
kepedulian yang dapat menghalangi atau dukungan mengubah gaya hidupnya atau
tanggung jawab atas kesehatannya (Liddy et al, 2014). Peneliti mencoba
membuktikan membuktikan aplikasi metode coaching support sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kepatuhan penderita DM tipe 2 yang memunculkan
perbaikan perilaku penderita dalam mengelola empat pilar DM dengan
pendekatan Health Promotion Model Nola J Pender.
METODE
Penelitian Quasy Eksperimental dengan pre post test design with control
group. Peneliti akan melibatkan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan,
kemudian kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tersebut masing-masing
akan diberikan penyuluhan pilar penatalaksanaan DM dan dilakukan pre-test yaitu
berupa pengukuran kepatuhan, kemudian untuk pemberian intervensi coacing
support diberikan pada kelompok perlakuan. Setelah dua minggu kedua kelompok
dilakukan post-test. Penetapan sampel dilakukan pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan (simple random sampling) kemudian pembagiannya
dilakukan sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (purposive sampling) yaitu 30
orang untuk kelompok kontrol dan 30 orang untuk kelompok perlakuan.
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Depok III Kabupaten
Sleman Yogyakarta, dilaksanakan pada 24 Agustus sampai dengan 06 September
5
2015. Variabel penelitian terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen
adalah coaching support dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kepatuhan.
HASIL
Analisis Univariat
Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden (N=60)
Kelompok Kelompok ρ*
No. Karakteristik Kontrol (n=30) Perlakuan (n=30)
N % n %
1 Umur (tahun)
46-55 11 36,67 9 30 0,765**
56-65 12 40 12 40
66-75 7 23,33 9 30
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 11 36,67 8 26,67 0,580*
Perempuan 19 63,33 22 73,33
3 Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah 2 6,67 2 6,67 1,000**
SD 7 23,33 8 26,67
SMP 7 23,33 8 26,67
SMA 10 33,33 9 30
Diploma/S1/S2 4 13,33 3 10
4 Lama DM
<6 Tahun 17 56,67 10 33,33 0,119*
≥6 Tahun 13 43,33 20 66,67
Analisis Bivariat
Kepatuhan
Tabel 2 Perubahan kepatuhan responden sebelum dan setelah diberikan coaching
support
Responden Kepatuhan 95% CI T ρ*
Sebelum Setelah
(Mean±SD) (Mean±SD)
Kelompok Kontrol 25,93±3,88 26,93±3,24 -1,37 ; -0,63 5,58 0,0
0
Kelompok 25,93±3,43 30,73±2,83 -5,54 ; -4,07 13,33 0,0
Perlakuan 0
*p<0,05 Based on paired t-test
Tabel 2 menjelaskan bahwa berdasarkan hasil uji statistik Paired t-Test
didapatkan nilai p = 0,00. Nilai p<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
6
terdapat perubahan secara signifikan kepatuhan sebelum dan setelah diberikan
intervensi. Hal ini dibuktikan dengan nilai rerata 95% CI pada dua kelompok
tidak melibatkan angka 0 maka hasilnya dikatakan bermakna. Pada kelompok
perlakuan terjadi peningkatan kepatuhan lebih besar dibandingkan dengan
kelompok kontrol ditandai dengan nilai t hitung 13,33.
Analisis Multivariat
Regresi linear berganda Kepatuhan
Tabel 4 Hasil analisis bivariat faktor risiko yang berhubungan dengan kepatuhan
Faktor risiko ρ*
Umur responden 0,666
Jenis kelamin 0,497
Pendidikan 0,027
Lama menderita DM 0,802
Intervensi Coaching Support 0,000
*p<0,25 Based on data primer 2015
Hasil analisis bivariat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang memiliki nilai p<0,25
yaitu pendidikan dan intervensi Coaching Support. Variabel tersebut akan
dipaparkan pada analisis regresi linear berganda untuk variabel yang
mempengaruhi kepatuhan, sehingga dapat dilanjutkan ke analisis selanjutnya.
Tabel 5 Hasil analisis regresi linear intervensi coaching support terhadap
kepatuhan
Faktor Risiko B Beta Sig
Constant 25,82 0,000
Intervensi coaching support 3,69 0,52 0,000
Pendidikan 0,79 0,25 0,021
*p<0,05 Based on regresi linier
Tabel 5 menunjukkan nilai konstan untuk kepatuhan menunjukkan
terdapat perubahan kepatuhan tanpa ada kontribusi dari variabel lain adalah 25,82.
Hasil analisis regresi linear didapatkan intervensi Coaching Support merupakan
faktor yang paling mempengaruhi peningkatan kepatuhan. Persamaan regresi
7
linear: Y= a+b1x1+b2x2: 25,82 + 3,69 (Coaching Support) + 0,79 (Pendidikan),
jika variabel Coaching Support bernilai 0 maka kepatuhan sebesar 25,82. Setiap
penambahan 1 frekuensi intervensi Coaching Support maka kepatuhan akan
meningkat sebesar 3,69. Setiap penambahan 1 jenjang pendidikan, maka
kepatuhan akan meningkat sebesar 0,79.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Data karakteristik yang diperoleh dari responden pada kelompok kontrol
dan perlakuan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik umur, jenis
kelamin, pendidikan, dan lama menderita DM. Homogenitas dari karakteristik
responden antara kelompok kontrol dan perlakuan dapat disimpulkan dengan
akurat tanpa jenjang perbedaan yang bermakna.
Hasil pengukuran variabel karakteristik responden berdasarkan umur
terdapat pada rentang 56-65 tahun. Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepatuhan terkait dengan karakteristik penyakit DM. Secara fisik
pada usia lansia terjadi penurunan fungsi tubuh dan timbul permasalahan
degeneratif seperti menderita penyakit DM tipe 2. Orang yang berusia lanjut,
berkaitan dengan kepatuhan cenderung mengikuti anjuran petugas kesehatan,
lebih memiliki tanggung jawab, lebih tertib, dan lebih teliti dalam mengelola
penyakit DM tipe 2 yang diderita (Glauber et al, 2014).
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagian besar jenis
kelamin perempuan. Menurut penelitian Choudhry et al (2009), faktor risiko tidak
patuh berobat adalah dari jenis kelamin, perempuan kebanyakan lebih tidak patuh
dibandingkan laki-laki dalam mengontrol gula darah. Responden yang berjenis
kelamin perempuan cenderung untuk tidak patuh dalam mengikuti rejimen
pengobatan dikarenakan perempuan menganggap bahwa diet dan olah raga itu
tidak penting dalam mengontrol penyakit diabetes mellitus. Gaya hidup yang
serba instan, makan banyak dan kurang aktifitas fisik menjadi faktor rentannya
perempuan menderita diabetes mellitus (Korbel et al, 2007).
Karakteristik responden berdasarkan jenjang pendidikan terakhir sebagian
besar tamat SMA. Tingkat pendidikan formal merupakan landasan penderita
dalam berbuat sesuatu, membuat lebih mengerti dan memahami sesuatu, atau
menerima dan menolak sesuatu. Tingkat pendidikan formal juga memungkinkan
perbedaan pengetahuan dan pengambilan keputusan terkait kondisi kesehatannya.
Responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik memiliki peluang untuk
lebih patuh dibanding yang berpengetahuan kurang baik (Damayanti et al, 2011).
Penelitian Peters et al (2009) mengemukakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka dia akan cenderung berperilaku positif karena
pendidikan yang diperoleh dapat meletakkan dasar-dasar pengertian dalam diri
8
seseorang. Sementara itu Notoadmodjo (2012) mengemukakan bahwa
pengetahuan merupakan domain dari perilaku yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Begitu juga dengan pengetahuan yang dimiliki
oleh pasien DM tipe 2 mengenai manfaat terapi serta komplikasi yang mungkin
terjadi, sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku yang positif salah satunya
berupa kepatuhan dalam melaksanakan empat pilar penatalaksanaan DM di
rumah.
Hasil pengukuran karakteristik responden berdasarkan lama menderita DM
sebagian besar ≥6 tahun. Menurut penelitian Shapiro (2008), menyatakan bahwa
semakin lama penderita mengalami penyakit DM tipe 2 maka semakin tinggi
angka kejadian ketidakpatuhan. Hal itu dikarenakan program pengobatan yang
kompleks dan rumit sehingga dibutuhkan perubahan gaya hidup pada penderita.
9
Peningkatan kepatuhan pada kelompok perlakuan banyak dialami
responden berjenis kelamin perempuan. Responden yang berjenis kelamin
perempuan cenderung untuk lebih patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
dikarenakan laki-laki melakukan aktivitas fisik di luar rumah lebih banyak
daripada perempuan sehingga mempunyai kecenderungan untuk tidak patuh dan
laki-laki juga mengkonsumsi lebih banyak kalori dengan komposisi diitnya tidak
tepat (Mohebi et al, 2013). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Espino et al (2011) yang mengemukakan bahwa laki-laki lebih bersifat aktif
dalam menjalankan berbagai aturan dibandingkan perempuan. Selain itu, laki-laki
biasanya mengkonsumsi segala sesuatu yang sudah disediakan keluarganya,
dimana keluarganya sudah menyiapkan diet yang sesuai untuknya.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kepatuhan banyak dialami oleh
responden yang mempunyai pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Damayanti et al (2011) menyatakan responden
yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik memiliki peluang untuk lebih patuh
dibanding yang berpengetahuan kurang baik.
Faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan penatalaksanaan DM tipe 2
adalah lama menderita DM. Hasil penelitian didapatkan kepatuhan penderita DM
tipe 2 cenderung rendah pada responden dengan lama menderita DM ≥ 6 tahun.
Menurut penelitian Shapiro (2008), menyatakan bahwa semakin lama penderita
mengalami penyakit DM tipe 2 maka semakin tinggi angka kejadian
ketidakpatuhan. Hal itu dikarenakan program pengobatan yang kompleks dan
rumit sehingga dibutuhkan perubahan gaya hidup pada penderita.
Ketidakpatuhan yang dialami penderita DM tipe 2 dalam mengelola
penyakitnya dapat dicegah dengan pemberian edukasi terkait pilar
penatalaksanaan DM. Pilar penatalaksanaan DM meliputi perencanaan makan
atau pengelolaan diet, latihan jasmani, obat hiperglikemik dan pendidikan
kesehatan. Perencanaan makan atau pengelolaan diet merupakan hal yang paling
utama dalam penatalaksanaan DM. Pengelolaan diet yang baik harus memenuhi
3J yaitu jumlah, jenis, dan jadwal (Mansjoer, 2001).
Edukasi pasien merupakan salah satu pilar penting dalam pengelolaan DM
untuk mengoptimalkan terapi pengobatan. Jika edukasi dapat dijalankan secara
efektif dapat meningkatkan kepatuhan dan pengelolaan diri sendiri oleh pasien
terhadap penyakitnya (Cooper et al, 2009). Hasil dari edukasi tersebut dapat
meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap namun tidak merubah persepsi
negatif tentang DM sehingga ketidakpatuhan dapat muncul sewaktu-waktu dan
dapat memperburuk kondisi penderita (Bagner et al, 2007).
Coaching support merupakan metode lanjutan untuk membantu individu
mengelola penyakit yang diderita terutama yang bersifat kronis (Navicharern,
2012). Coaching support merupakan penyedia layanan kesehatan yang dapat
10
membantu penderita DM tipe 2 untuk mengidentifikasi isu-isu, kepercayaan, dan
kepedulian yang dapat menghalangi atau dukungan mengubah gaya hidupnya atau
tanggung jawab atas kesehatannya (Liddy et al, 2014).
Pemberian coaching support dapat mempengaruhi perilaku penderita DM
tipe 2 untuk melakukan pengelolaan penyakit DM sesuai dengan hal-hal yang
sudah disarankan oleh coach (Browning et al, 2011). Coaching support yaitu
berupa edukasi pada penderita DM dengan menunjukkan intervensi langsung dan
menawarkan intervensi secara tidak langsung dengan melibatkan peran serta
keluarga (Thom et al, 2013). Tujuan dari coaching support berfokus pada
peningkatan kepatuhan penderita DM tipe 2 dengan melibatkan peran serta
keluarga. Pemberian coaching support diawali dengan kontrak dengan keluarga
untuk menetapkan kesepakatan untuk berkomitmen mengubah sudut pandang
yang positif mengenai pengelolaan penyakit DM yang diderita melalui
peningkatan kepatuhan empat pilar penatalaksanaan DM (Vugt et al, 2013;
Wolever et al, 2013).
Keberhasilan dari intervensi coaching support tidak lepas dari peran aktif
responden, keluarga dan ketersediaan waktu. Peran peneliti sangat penting dalam
mengkoordinasi peserta dalam kelompok dan menjadi role model. Dukungan dan
motivasi tidak hanya dari diri namun dari lingkungan sekitar terutama dukungan
keluarga sangat membantu dalam proses peningkatan keluarga (Stacey et al,
2013).
11
Pendekatan coaching support guna memfasilitasi pencapaian tujuan
kesehatan. Pendidikan kesehatan dilakukan secara kontinu sesuai dengan masalah
yang dihadapi oleh penderita sehingga penderita DM menjadi mandiri.
Keuntungan metode ini adalah penderita DM tipe 2 dapat lebih berpartisipasi aktif
terhadap apa yang telah dibuat dalam melakukan aturan-aturan pengobatan yang
dianjurkan dengan atau tanpa bantuan praktisi kesehatan (Cooper et al, 2009).
Pendekatan coaching support lebih menekankan pada panduan penderita
DM tipe 2 untuk berbicara tentang apa yang paling mengganggu tentang kondisi
yang mereka alami, apa yang paling ingin mereka ubah, dukungan yang mereka
dapat untuk terjadi perubahan, hambatan atau kesulitan yang harus diminimalkan
untuk memajukan perilaku sehat (Liddy et al, 2014). Peran utama dari pelatih
kesehatan (health coach) bukan untuk mengajar, memberi saran atau nasihat
penderita tetapi pembinaan kesehatan berfokus pada isu-isu khusus dan masalah
yang unik untuk setiap penderita DM tipe 2 sesuai dengan konteks kehidupan
penderita (Vugt et al, 2013).
Faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan penderita DM dalam mengelola
penyakit DM tipe 2 yang diderita adalah tingkat pendidikan. Sebagian besar
penderita memiliki latar belakang pendidikan menengah atas (SMA). Tingkat
pendidikan formal merupakan landasan penderita dalam berbuat sesuatu,
membuat lebih mengerti dan memahami sesuatu, atau menerima dan menolak
sesuatu (Notoadmojo, 2012). Tingkat pendidikan formal juga memungkinkan
perbedaan pengetahuan dan pengambilan keputusan. Seseorang dengan
pendidikan baik, lebih matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga
lebih mudah menerima pengaruh luar yang positif, obyektif, dan terbuka terhadap
berbagai informasi termasuk informasi kesehatan (Damayanti et al, 2011).
Hal ini dapat diasumsikan bahwa pendidikan merupakan faktor penting
dalam memahami penyakit, dan pengelolaan penyakit DM. Penderita DM tipe 2
dengan pendidikan tinggi akan dapat mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam menghadapi stresor karena pemahaman yang baik terhadap
suatu informasi (Peters et al, 2009). Penderita DM tipe 2 yang telah mendapatkan
intervensi coaching support membuat individu bersikap positif serta akan
mengambil tindakan yang tepat dan bermanfaat bagi dirinya sehingga kepatuhan
meningkat (Liddy et al, 2014).
Intervensi coaching support dapat mengubah sudut pandang yang positif
mengenai pengelolaan penyakit DM yang diderita melalui peningkatan kepatuhan
empat pilar penatalaksanaan DM (Thom et al, 2013). Intervensi coaching support
diawali dengan tahap pengkajian terhadap permasalahan yang dialami penderita,
dilanjutkan mendefinisikan tujuan yang berfokus pada permasalahan perubahan
fisik berupa ketidakstabilan kadar gula dalam darah. Perubahan psikologis yang
dialami penderita DM tipe 2 berupa ketidakpatuhan dalam penatalaksanaan DM.
12
Tahap berikutnya analisa situasi yang terjadi, dan menetapkan berbagai pilihan,
serta mencapai perubahan dengan mengidentifikasi dan menentukan komitmen
dalam melaksanakan tindakan. Tahapan ini tercapai saat penderita DM tipe 2
memahami manfaat dari kepatuhan pengelolaan penyakit DM tipe 2 (Stacey et al,
2013).
Pelaksanaan coaching support pada penderita DM tipe 2 untuk
pengelolaan penyakit DM yang diderita melalui pendidikan kesehatan selama 2
minggu. Pendidikan kesehatan yang diberikan terbagi dalam empat pertemuan,
yang meliputi: pemberian materi dan leaflet tentang empat pilar penatalksanaan
DM. Pertemuan kedua evaluasi pemahaman materi pertama dan dilanjutkan
demonstrasi pengaturan diet dan latihan jasmani. Pertemuan ketiga evaluasi
pertemuan kedua dan dilanjutkan demonstrasi pengelolaan obat, Pertemuan
keempat evaluasi materi pertama sampai materi terakhir (Vugt et al, 2013;
Wolever et al, 2013).
Kepatuhan penderita DM untuk mengikuti aturan kesehatan tergantung
pada proses komunikasi antar penderita dengan petugas kesehatan. Pemberian
informasi kurang jelas disertai ketidakpuasan penderita terhadap pengobatan dari
praktisi akan mempengaruhi tingkat kepatuhan penderita DM (Bagner et al,
2007). Keuntungan intervensi coaching support adalah penderita DM tipe 2 dapat
lebih berpartisipasi aktif terhadap apa yang telah dibuat dalam melakukan aturan-
aturan pengobatan yang dianjurkan dengan atau tanpa bantuan praktisi kesehatan
(Cooper et al, 2009).
PENUTUP
Simpulan
Terdapat peningkatan kepatuhan pada kelompok perlakuan setelah
diberikan coaching support. Intervensi coaching support merupakan variabel
yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan setelah dibandingkan
dengan variabel karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lama menderita
DM.
Saran
Penderita DM tipe 2 diharapkan dapat menilai kemampuan diri sendiri
untuk melaksanakan perilaku promosi kesehatan yaitu berupa kepatuhan dalam
pengelolaan penyakit DM tipe 2 yang dideritanya. Pengelolaan penyakit DM tipe
2 melalui coaching support lebih teratur dilaksanakan, sehingga dapat
menyelesaikan masalah pasien lebih singkat dan bisa dilakukan secara
berkelanjutan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Liddy Clare, Jhonston Sharon, Nash Kate, Ward Natalie, Irving Hannah. (2014).
Health Coaching in Primary Care: a Feasibility Model for Diabetes Care.
BMC Family Practice 2014, 15:60. http://www.biomedcentral.com/
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3. Media Aesculapius,
Jakarta.
Mohebi, S., Sharifirad, G., Feizi, A., Botlani, S., Hozori, M., and Azadbakht, L.
(2013). Can health promotion model constructs predict nutritional
behavior among diabetic patients?. J Res Med Sci; 18(4): 346–359.
Navicharern, R. (2012). Diabetes Self-Management, Fasting Blood Sugar And
Quality Of Life Among Type 2 Diabetic Patients With Foot Ulcers. J Med
Assoc Thai; 95(5):746. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22435243
Notoadmojo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Peters, L.W.H., Kok, G., Dam, G.T.M.T., Buijs, G.J., and
Paulussen, T.G.W.M. (2009). Effective elements of school health
promotion across behavioral domains: a systematic review of reviews.
BMC Public Health, 9:182. http://www.biomedcentral.com/
Purba, C.I.(2008) Pengalaman Ketidakpatuhan Pasien Terhadap Penatalaksanaan
Diabetes Millitus (Studi Fenomenologi dalam konteks asuhan keperawatan
di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta). Depok : Thesis
Shapiro, L. (2008). Adherence to treatment in diabetes: A journey towards health
promoting behavior. Journal of Diabetes Nursing Vol 12 No 7.
http://www.thejournalofdiabetesnursing.co.uk/
Stacey Dawn, Krywhorucko J., Belkora J., Davison B.J., Durand M.A., Eden K.,
Hoffman A.S., Koerner M., Legare F., Loiselle M.C., Ricard. (2013).
Coaching and Guidance with Patient Decision Aids: A Review of
Theoretical and Empirical Evidence. BMC Medical Informatics and
Decision Making 2013, 13(Suppl 2):S11. http://www.biomedcentral.com/
Thom, D.H., Ghorob, A., Hessler, D., Vore, D.D., Chen, E., Bodenheimer, T.A.
(2013). Impact of Peer Health Coaching on Glycemic Control in Low-
Income Patients With Diabetes: A Randomized Controlled Trial. Ann Fam
Med;11:137-144. www.annfammed.org
Tomey, M., & Alligood. (2010). Nursing Theoriest and Their Work. 6th Ed. St
Louis: Mosby Elsevier, Inc
Vugt M.V., De Wit M., Hendriks S.H., Roelosfen Y., Bilo H.J., Snoek F.J. (2013).
Web-based Self Management with and without Coaching for Type 2
Diabetes Patients in Primary Care: Design of a Randomized Controlled
Trial. BMC Endocrine Disorders 2013, 13:53.
http://www.biomedcentral.com/
Wolever, R.Q., Simmons, L.A., Sforzo, G.A., Dill Diana. Kaye, Miranda,
Bechard, E.M., Southard, Elaine., Kennedy, Mary, Volsoo Justine. (2013).
A Systematic Review of the Literature on Health and Wellness Coaching:
Defining a Key Behavioral Intervention in Healthcare. Global Adv Health
Med. 2013;2(4)38-57. http://www.ncbi.nlm.nih.gov
15