Anda di halaman 1dari 5

PENERAPAN TEPID SPONGE PADA PASIEN ANAK

DENGAN GANGGUAN SISTEM TERMOREGULASI :


DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Dinny Dwi Haryanti


21117041

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan sumber daya manusia suatu bangsa. Anak balita adalah
anak yang menginjak usai diatas 1 tahun atau lebih popular dengan pengertian
anak di bawah 5 tahun dan usia anak-anak pra-sekolah 3-6 tahun.Masa balita
merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh
kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan
pernah terulang,karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
Balita merupakan kelompok masayarakat yang rentan terhadap penyakit.
Pada kelompok tersebut membutuhkan pertahanan tubuh yang tinggi dan
memadai sebagai pemdukung pertumbuhan dan perkembangan.
(Kurniati&Azizah, 2018)
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi anak menjadi sering
sakit,salah satunya yaitu wilayah tropis,dimana wilayah tropis seperti di
indonesia merupakan tempat berkembang biak yang baik bagi kuman
misalnya flu,malaria,demam berdarah,dan diare. Penyakit-penyakit tersebut
biasanya mewabah pada musim peralihan,baik dari musim kemarau ke
penghujan begitu juga sebaliknya. Perubahan cuaca tersebut dapat
mempengaruhi perubahan kondisi kesehatan anak dari sehat menjadi sakit
dan dapat mengakibatkan tubuh bereaksi sehingga suhu tubuh mengalami
peningkatan. Para ahli mengatakan pada usia ini anak-anak rentan terkena
berbagai penaykit terutama penyakit infeksi.penyakit infekasi akan direspon
oleh tubuh dengan mekanisme demam (Kementrian kesehatan RI,2015).
Demam (hipertermi) adalah suatu kondisi saat suhu tubuh lebih tinggi
daripada biasanya atau diatas suhu normal yaitu 37,50oC. Demam dapat
disebabkan karena adanya kelainan pada pengaturan suhu di otak atau karena
adanya mikroba dan mikrofag yang mengeluarkan pirogen endogen yang
dapat meningkatkan set-point pada thermostat di hipotalamus (Guyton,2016
dan sherwood,2014). Dampak lain yang dapat ditimbulkan jika demam tidak
ditangani maka akan dapat menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang
akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau ketidakmampuan
belajar. (Sunarti, dkk, 2019)
Menurut data World health organization WHO (2004-2010) Indonesia
menduduki Negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar di Asia Afrika sehingga
kasus DBD di Indonesia masih menjadi perhatian besar terutama bagi pakar,
peneliti dan mahasiswa (Marhtyni, 2020).
Berdasarkan data terbaru dari direktorat pencegahan dan pengendalian
penyakit tular vektor dan zoonotik mengenai situasi DBD di Indonesia,
jumlah kasus DBD mengalami fluktasi. Pada tahun 2014 jumlah kasus DBD
di 34 provinsi mencapai 100.347, setahun berselang angka tersebut meningkat
menjadi 126.675 kasus pada tahum 2015. Pada tahun 2016, jumlah kasus
DBD kembali melonjak menjadi 204.171 kasus. Namun, pada tahun 2017
jumlah tersebut menurun signifikan menjadi 68.407 kasus. Kasus DBD pada
tahun 2018 kembali turun menjadi 65.602 kasus dengan kasus meninggal 462
kasus. Pada awal tahum 2019 data yang masuk sampai tanggal 29 Januari
2019 tercatat jumlah penderita DBD meningkat sebesar 13.683 penderita,
dilaporkan dari 34 provinsi dengan 132 kasus diantaranya meninggal dunia.
Pada awaltahun 2019 ini tercatat beberapa daerah melaporkan Kejadian Luar
Biasa(KLB) DBD diantaranya kota Manado (Sulawesi Utara) dan 7
kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) yaitu Sumba Timur, Sumba
Barat, Manggarai Barat, Ngada, Timor Tengah Selatan Ende dan Manggarai
Timur. Sedangkan wilayah lain mengalami peningkatan kasus namun
melaporkan status Kejadian Luar Biasa (Kemenkes 2018 & 2019).
Di Provinsi Sumatera Selatan tercatat 1449 kasus DBD dengan angka
kematian 7 kasus. Sampai dengan Februari 2019, menurut direktur penyakit
tular vektor pada Zoonotik Kemenkes tercatat 11,280 kasus DBD di 22
provinsi berstatus di Indonesia dan beberapa diantaranya berstatus Kejadian
Luar Biasa sebanyak 17 Kasus terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ulu
Selatan (OKUS) dan 1 orang meninggal (Dinkes, 2019).
Perawat sangat berperan untuk mengatasi demam melalui peran mandiri
maupun kolaborasi. Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan
tindakan farmakologis,tindakan non farmakologis maupun kombinasi
keduanya. Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik.
Tindakan non farmakologi yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan panas
yang dilakukan setelah pemberian obat antipiretik. (Suntari dkk, 2019)
Kompres adalah salah satu tindakan non farmakologis untuk menurunkan
suhu tubuh bila anak mengalami demam. Ada beberapa macam kompres yang
bisa diberikan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu tepid water sponge dan
kompres hangat (Dewi, 2016).
Kompres Tepid Sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisal
dengan teknik seka. Pemberian Tepid Sponge memungkinkan aliran udara
lembab membantu pelepasan panas tubuh dengan cara konveksi. Suhu tubuh
lebih hangat daripada suhu udara atau suhu air memungkinkan panas akan
pindah ke molekul udara melalui kontak langsung dengan permukaan kulit.
Pemberian Tepid Sponge dilakukan dengan cara menyeka seluruh tubu klien
dengan air hangat, Tepid Sponge efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada
anak dengan demam dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit atau
ketidaknyamanan. Setelah dilakukan pemberian kompre Tepid Sponge rata-
rata dapat mengalami penurunan sebesar 1,400C dalam waktu 20 menit
(Dewi, 2016).
Berdasarkan uraian diatas ini penulis tertarik memahami lebih jauh
intervensi yang tepat untuk diterapkan pada anak yang mengalami Demam
berdarah Dengue(DBD).
B. Rumusan masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah : apa intervensi yang tepat
untuk diterapkan pada anak yang mengalami mengalami Demam berdarah
Dengue (DBD).

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Efektivitas Penerapan Tepid
Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Penderita Demam Berdarah
Dengue (DBD).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kompres Tepid Sponge.U
b. Untuk Mengetahui Efektivitas mekanismekompres Tepid Sponge dalam
menurunkan suhu tubuh.

Anda mungkin juga menyukai