OLEH :
KELOMPOK V
1. ANNA HERLINDA
2. ANDI ISTIANA
3. HARIANI
4. INDIRIANI
5. NURMAWATI
6. TRIVINA AHMAD PENDI
B. Etiologi
Etiologi terjadinya infeksi pada neonatus adalah dari bakteri.virus, jamur dan protozoa
(jarang). Penyebab yang paling sering dari infeksi awitan awal adalah Streptokokus grup B dan
bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Infeksi awitan lanjut dapat disebabkan oleh
SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang
paling umum pada infeksi awitan lanjut. Jika dikelompokan maka didapat:
a. Bakteri Gram Positif
Streptokokus grup B → penyebab paling sering.
Stafilokokus koagulase negatif → merupakan penyebab utama bakterimia nosokomial.
Streptokokus bukan grup B.
b. Bakteri Gram Negatif
Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.
H. influenzae.
Listeria monositogenes.
Pseudomonas
Klebsiella.
Enterobakter.
Salmonella.
Bakteria anaerob.
Gardenerella vaginalis.
Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan
pneumonia dan infeksi dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus.
Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di masyarakat
merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.
C. PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati
plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman
penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur
ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis
dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu
saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk
ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi
atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis.
Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya
terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat;
pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial, infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat
berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung. Gejala dari
infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar.
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena.
4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi
yang terkena teraba hangat.
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.
E. Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolic
3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
4. Ikterus/kernikterus
G. PENCEGAHAN
1. Pada masa Antenatal :
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai,
penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin.
Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
2. Pada masa Persalinan :
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
3. Pada masa pasca Persalinan :
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan
tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.
6. Perbandingan netrofil immature(stab) dibanding total (stb+segmen)atau I/T ratio >0,2
I. PENATALAKSANAAN
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi
2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan
Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-
hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus
diencerkan dan waktu pemberian ? sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos
dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah
dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem
dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari
i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes
kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
antibiotika minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok,
koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma,
trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Neonatrum merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro
30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir
yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Untuk mencegah terjadinya infeksi neonatorum akibat adanya infeksi nosokomial adalah :
1. Kebersihan tangan
Mencuci tangan adalah cara yang paling sederhana dan merupakan tindakan utama dalam
pengendalaian infeksi nosokomial.
2. Penggunaan air susu ibu (asi)
Bayi yang mendapat ASI mempunyai resiko lebih kecil untuk memperoleh infeksi dari pada
bayi yang mendapat susu formula. Efektivitas ASI tergantung dari jumlah yang diberikan,
semakin banyak ASI yang diberikan semakin sedikit resiko untuk terkena infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta:
Infomedika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta:
Infomedika.
Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV.
Sagung Seto