Anda di halaman 1dari 4

Syok kardiogenik adalah penyakit yang sering ditemui di Instalasi Gawat

Darurat. Sebagai dokter garda terdepan, dokter umum memiliki tanggungjawab


untuk menguasai kompetensi penatalaksanaan kegawatdaruratan pada syok
kardiogenik.

Hal pertama yang harus diketahui dokter umum adalah tanda syok


kardiogenik. Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi sistemik karena
depresi berat cardiac index dan hipotensi sistolik arterial yang menetap (< 90
mmHg).

Presentasi Klinis Pasien dengan Syok


Kardiogenik
Sederhanya, penampakan klinis syok kardiogenik dapat menjadi panduan.
Kebanyakan pasien syok kardiogenik datang ke Instalasi Gawat
Darurat dengan mengeluhkan nyeri dada, sesak, tampak pucat dan keringat
dingin. Perubahan status mental sering dilaporkan, termasuk somnolen, tampak
kebingungan dan agitasi.

Dari hasil pemeriksaan fisik, pulsasi nadi biasanya lemah dan cepat. Pulsasi nadi
bisa sangat lambat (bradikardia berat) bila telah terjadi blok AV derajat berat.
Pengukuran tekanan darah sistolik menurun dengan tekanan nadi yang sempit (<
30 mmHg).

Gangguan napas yang dapat terjadi diantaranya takipneu dan respirasi Cheyne-
Stokes. Distensi vena juguler dapat terjadi. Ronkhi basah halus dapat terdengar
pada sebagian besar kasus syok kardiogenik karena kegagalan ventrikel kiri.
Oligouria pada kondisi gagal ginjal akut juga sering dilaporkan.

Pada pemeriksaan auskultasi jantung, bunyi jantung S1 dapat terdengar lembut.


Suara gallop S3 juga dapat didengar. Tanda akut regurgitasi mitral berat atau
ruptur septum ventrikel biasanya berhubungan dengan murmur sistolik khas.

Pemeriksaan Laboratorium Penting Syok Kardiogenik


Pemeriksaan fungsi ginjal penting karena pada pasien syok kardiogenik sering
terjadi perburukan ginjal progresif. Pemeriksaan kadar BUN dan serum kreatinin
akan memberikan gambaran kondisi ginjal saat ini.

Pemeriksaan transaminasi hepar (ALT dan AST) sering mengalami peningkatan


bermakna karena hipoperfusi hepar yang memicu kematian hepatosit secara luas.
Lebih lanjut hipoperfusi pada jaringan secara sistemik akan mengakibatkan
asidosis metabolik dengan anion gap yang tinggi dan kadar laktat yang
meningkat.

Sehingga, pemeriksaan analisis gas darah penting untuk mengkonfirmasi


hipoksemia dan asidosis metabolik yang dapat dikompensasi oleh alkalosis
respiratorik. Pemeriksaan biomarka jantung seperti CK, CKMB dan troponin
penting untuk mengkonfirmasi kondisi infark miokard akut.

Pemeriksaan EKG pada Syok Kardiogenik


Pemeriksaan EKG adalah modalitas yang penting dalam penatalaksanaan syok
kardiogenik. Ketersediaan EKG yang memadai di Instalasi Gawat
Darurat menunjukkan komitmen manajemen rumah sakit dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang handal.

Pada syok kardiogenik karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri,


sering ditemukan gelombang Q dan atau ST elevasi pada lead multiple atau
LBBB. Lebih dari 50% dari semua infark yang berhubungan dengan syok
berlokasi di anterior.

Obat-Obat Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik sering terjadi sebagai kelanjutan dari gagal jantung berat atau
kelanjutan infark miokard yang luas. Dalam keadaan ini diperlukan obat-obat
inotropik antara lain dopamin, dobutamin dan norepinefrin.

Dopamin

1. Indikasi :Syok Kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan


syok setelah mendapat terapi cairan
2. Mekanisme :Bekerja sebagai agonis reseptor Beta 1. Meningkatkan
kontraktilitas miokard dan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek klinis
yang diharapkan setelah pemberian dopamin adalah peningkatkan cardiac
output dan tekanan darah. Memiliki efek renal, pemberian dopamin dalam dosis
rendah memiliki efek proteksi terhadap renal.
3. Dosis: Diberikan secara drip 1-5 mcg/kgBB/min dan dapat ditingkatkan
sampai 5-10 mcg/kgBB/min. Pada kondisi syok berat boleh diberikan sampai 20-
50 mcg/kgBB/menit.
4. Kontraindikasi: Hipertiroidisme, feokromositoma, takiaritmia, fibrilasi
ventrikel, glaukoma sudut sempit, adenoma prostat
5. Efek Samping: Hipertensi, aritmia, pelebaran komplek QRS, azotemia dan
iskemia miokard
6. Interaksi Obat: Potensiasi efek dengan penghambat MAO, fenotiazin,
butirofenon, antagonistik dengan penghambat reseptor B adrenergik.
7. Sediaan: Ampul 200 mg/10 mL
Dobutamin

1. Indikasi :Syok Kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan


syok setelah mendapat terapi cairan
2. Mekanisme :Bekerja sebagai agonis reseptor Beta 2 adrenergik.
Meningkatkan kontraktilitas miokard dan meningkatkan frekuensi denyut
jantung. Efek klinis yang diharapkan setelah pemberian dopamin adalah
peningkatkan cardiac output dan tekanan darah. Efek renal tidak ada. Efek
takikardi lebih ringan dari dopamin. Dobutamin sering digunakan bersama
dopamin, dengan mempertahankan dosis dopamin tetap rendah dan
meningkatkan dosis dobutamin secara bertahap untuk menstabilkan
hemodinamik pada syok kardiogenik.
3. Dosis: Diberikan secara drip 2-15 mcg/kgBB/min dan pada kondisi syok
berat boleh diberikan sampai 40 mcg/kgBB/menit.
4. Kontraindikasi: Idiopathic hypertropic subaortic stenosis, riwayat
hipersensitivitas terhadap dobutamin
5. Efek Samping: takikardia, palpitasi, hipertensi, aritmia ventrikel ektopik,
mual, sakit kepala, angina pektoris dan napas pendek.
6. Interaksi Obat: Beta-Blockers dan nitroprusside
7. Sediaan: Ampul 250 mg/20 mL
Norepinefrin

1. Indikasi :Hipotensi dan syok, sebagai obat tambahan pada henti jantung


2. Mekanisme :Norepinefrin disintesis dari dopamin dan dilepaskan oleh
medulla adrenal ke sirkulasi. Agonis reseptor alfa 1. Aktivasi reseptor alfa
adrenergik menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
Frekuensi denyut jantung akan turun sebagai refleks kompensasi peningkatan
tekanan darah.
3. Dosis: 1 ampul 4 mg dilarutkan dalam 1000 mL dekstrose 5%. Infus 0,5-1
mL/menit.
4. Kontraindikasi: Hipertensi, kehamilan, laktasi. Hipotensi akibat defisit
volume sirkulasi.
5. Efek Samping: Bradikardia, iskemia serebral dan kardia, aritmia, ansietas,
sakit kepala, nekrosis bila terjadi ekstravasasi infus.
6. Interaksi Obat: Potensiasi efek dengan penghambat MAO, Trisiklik
Antidepresan
7. Sediaan: Ampul 4 mg/4 mL
Semoga bermanfaat.

Sumber: Emergency in Internal Medicine (EIMED) Basic PAPDI

Anda mungkin juga menyukai