Anda di halaman 1dari 35

FARMAKOLOGI VETERINER

“FARMAKODINAMIK: OBAT ANTI HISTAMIN’’

OLEH :

MARIA FELISIANA ULE

1609511010

2016A

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
berkat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaian paper ini dengan
baik dan tepat pada waktunya.
Paper ini berisi tentang “Anti Histamin” yang dipelajari pada mata kuliah Farmakologi
Veteriner. Diharapkan paper ini dapat memberikan informasi kepada para pembaca dan manfaat
bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk dapat membangun tercapainya suatu
kesempurnaan dalam menambah wawasan kita bersama. Untuk itu penulis mengucapka n
terimakasih kepada para pembaca dan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
terselesaikannya paper ini.

Denpasar , November 2017

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

FARMAKOLOGI VETERINER ......................................................................................................i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................... iii
BAB 1 ............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................... 1
BAB 2 ............................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 2
2.1 Pengertian Histamin Dan Antihistamin................................................................................. 2
2.1.1.Histamin.......................................................................................................................... 2
2.1.2 Anti Histamin (AH1) ...................................................................................................... 3
2.2 Reseptor Histamin dan Antagonis Histamin ......................................................................... 4
2.3 Mekanisme Antagonis Menghambat Reseptor Histamin ...................................................... 5
2.4 Efek Samping Antihistamin .................................................................................................. 6
BAB 3 ............................................................................................................................................. 8
PENUTUP....................................................................................................................................... 8
3.1 Simpulan................................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 9

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah diketahui bahwa histamin mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik,
maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek histamine. Epinefrin merupakan antagonis
faalan pertama yang digunakan. Antara tahun 1937-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan
dan sebagian digunakan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda.
Sejak itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi.

Pada umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya
mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoresepto r
bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1) klasik.Yang digolongkan Antihista min
penghambat reseptor H1 (AH1) adalah antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelena min
dalam dosis terapi efektif mengobati udem, eritem dan pruritus.

Sesudah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru, yaitu burimamid, metiamid,
dan simetidin yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Kedua jenis ini
bekerja secara kompetetif yaitu dengan menghambat interaksi histamin dan reseptor histamin H1
atau H2.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu histamine dan antihistamin ?
2. Apa saja reseptor histamine ?
3. Bagaimana mekanisme antagonis reseptor histamine?
4. Bagaimana efek samping antihistamin?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Menjelaskan pengertian histamine dan antihistamin
2. Menjelaskan reseptor-reseptor hisatamin
3. Menjelaskan mekanisme antagonis reseptor histamine
4. Menjelaskan efek samping antihistamin

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Histamin Dan Antihistamin


2.1.1.Histamin
Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada
jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai fisiolo gis
penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-
protein dalam sel mast, sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsanga n
senyawa alergen. Histamin cepat dimetabolisis melalui reaksi oksidasi, N-metilasi dan
asetilasi. Sumber histamin dalam tubuh adalah histidin yang mengalami dekarboksilas i
menjadi histamin. Histamin menimbulkan efek yang bervariasi pada beberapa organ,
antara lain yaitu :
1. Vasodilatasi kapiler sehingga permeabel terhadap cairan dan plasma protein
sehingga
menyebabkan sembab, rasa gatal, dermatitis, dan urtikaria.
2. Merangsang sekresi asam lambung sehingga menyebabkan tukak lambung.
3. Meningkatkan sekresi kelenjar.
4. Meningkatkan kontraksi otot polos bronkus dan usus.
5. Mempercepat kerja jantung.
6. Menghambat kontraksi uterus.
Efek diatas umumnya merupakan fenomena alergi pada keadaan tertentu
kadang – kadang menyebabkan syok anafilaksis yang dapat berakibat fatal. Mediator
reaksi hipersensitivitas adalah antibodi IgE yang terikat pada sel sasaran, yaitu basofil,
platelet, dan sel mast. Sel sasaran tersebut dapat melepaskan mediator kimia, seperti
histamin, faktor kemostatik eosinofil, slow reacting substance (SRS), serotonin,
bradikinin, heparin, dan asetilkolin.
Karena histamin merupakan mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena
alergi. Penderita yang sensitif terhadap histamin atau mudah terkena alergi disebabkan
jumlah enzim-enzim yang dapat merusak histamin di tubuh, seperti histaminase dan
diamino oksidase, lebih rendah dari normal. Histamin tidak digunakan untuk
pengobatan, garam fosfatnya digunakan untuk mengetahui berkurangnya sekresi asam
lambung, untuk diagnosis karsinoma lambung dan untuk kontrol positif pada uji alergi
kulit.

2
2.1.2 Anti Histamin (AH1)
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghamba ta n
saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah
ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka
secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1
da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua
kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan
antagonis reseptor-H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).
Antihistamin yang digunakan sebagai anti alergi adalah golongan antagonis
reseptor H1. Secara farmakodinamik, AH1 dapat menghambat efek histamine pada
pembuluh darah, bronkus dan pemacam otot polos. AH1 bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen
berlebihan. Bronkokonstriksi, peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat
histamine dapat dihambat dengan baik.
Mekanisme aksi dari antihistamin diantaranya adalah:
 Mengeblok kerja histamine pada reseptornya.
 Berkompetisi dengan histamine untuk mengikat reseptor yang masih kosong.
Jika histamine sudah terikat, antihistamin tidak bisa memindahkan histamine.
 Pengikat AH1 mencegah efek merugikan akibat stimulasi histamine seperti
vasodilatasi, peningkatan secret gastrointestinal dan respirasi serta
peningkatan permeabilitas kapiler.
Antihistamin juga digunakan untuk mengatasi inflamasi. Invasi virus direspons
oleh sistem kekebalan, yang tersusun secara berlapis, dengan sasaran mempertahanka n
keseimbangan antara lingkungan di luar dan didalam. Alat pertahanan itu antara lain
kulit, selaput lender, batuk, flora normal, dan berbagai sel seperti limfosit T (sel T) dan
limfosit B (sel B) dalam jaringan limfoid. Meknisme pertahanan itu disebut sebagai
inflamasi yang dirasakan sebagai kemerahan, sembab, demam, dan nyeri.
Antihistamin disebut sebagai anti-alergi karena alergi juga menimbulka n
inflamasi. Ia adalah reaksi yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh terhadap
gangguan dari luar, baik makanan, obat, maupun udara dingin. Salah satu alat serang
yang dilepas tubuh ke dalam pembuluh darah adalah histamine yang menyebabkan
kontraksi atau menciutnya berbagai alat vital, sperti bronkus dan usus, serta
peningkatan sekresi mucus atau lender dan resistansi saluran napas.

3
2.2 Reseptor Histamin dan Antagonis Histamin

Receptor Antagonists
Function
Mechanism
 ileum contraction H1 -receptor antagonists
 modulate circadian
cycle  Diphenhydramine
 itching  Loratadine
 systemic  Cetirizine
H1
vasodilatation  Fexofenadine
 bronchoconstriction  Clemastine
(allergy- induced
asthma)

 speed up sinus H2 -receptor antagonists


rhythm
 Stimulation of  Ranitidine
gastric acid secretion  Cimetidine
 Smooth muscle  Famotidine
H2 relaxation  Nizatidine
 Inhibit antibody
synthesis, T-cell
proliferation and
cytokine production

 Decrease H3 -receptor antagonists


Acetylcholine,
Serotonin and  ABT-239
Norepinephrine  Ciproxifan
H3 Neurotransmitter  Clobenpropit
release in CNS  Thioperamide
 Presynaptic
autoreceptors

H4 mediate mast cell H4 -receptor antagonists


chemotaxis.
 Thioperamide
 JNJ 7777120

4
2.3 Mekanisme Antagonis Menghambat Reseptor Histamin
Antihistamin Penghambat Reseptor H1 (AH1)
 Antagonis Terhadap Histamin
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen
berlebihan.
 Otot Polos
Secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamin pada otot polos
(usus, bronkus). Bronkokonstriksi akibat histamin dapat dihambat oleh AH1 pada
percoabaan dengan marmot.
 Permeabilitas kapiler
Peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat
dengan efektif oleh AH1.
 Reaksi anafilaksis dan alergi
Reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian
AH1. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung
beratnya gejala akibat histamin.
 Histamin eksokrin
Efek perangsangan histamin terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat
dihambat oleh AH1. AH1 dapat mencegah asfiksi pada marmot akibat histamin,
tetapi hewan ini mungkin mati karena AH1 tidak mencegah perforasi lambung
akibat hipersekresi cairan lambung. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan
sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
 Susunan Saraf Pusat
AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek Perangsanga n
yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisa,
dan eksitasi. Efek perangsangan ini juga dapat terjadi pada keracunan AH1. Dosis
terapi AH1 umunya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya
kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Golongan
etanolamin misalnya difenhidramin paling jelas menimbulkan kantuk, akan tetapi
kepekaan pasien berbeda-beda untuk masing- masing obat.
Antihistamin yang relatif baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau
sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya
tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. Obat-
obat tersebut digolongkan sebagai antihistamin nonsedatif. Dalam golongan ini
termasuk juga loratadin, akrivastin, mequitazin, setirizin, yang data klinisnya masih

5
terbatas. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan
labirin atau sebab lain.
 Anastesi Lokal
Beberapa AH1 bersifat anestik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang
baik sebagai anastesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk
menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi dari
pada sebagai antihistamin.
 Antikolinergenik
Banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk terapi,
tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut
kering, kesukaran miksi dan impotensi. Terfenadin dan astemizol tidak
berpengaruh terhadap reseptor muskarinik.
 Sistem Kardiovaskular
Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada
sistem kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada
konduksi miokard berdasarkan sifat anastetik lokalnya.

2.4 Efek Samping Antihistamin


Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang
bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping
yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat
di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau
penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizo l,
terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus,
lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan
tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan
berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek
samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria,
palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek
samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat
antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat
penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah
dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada

6
pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid
dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat
dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti
pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaa n
antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih
lanjut.

7
BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

 Histamin merupakan mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena alergi


sedangkan
 Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin
(penghambatan saingan).
 Reseptor histamine terdiri atas reseptor H1,H2,H3,dan H4.
 Mekanisme antagonis terhadap reseptor histamine yakni antagonis terhadap
histamine, antagonis terhadap histamine, permeabilitas kapiler, reaksi
anafilaksis dan alergi dsb
 Efek samping antihistamin yakni vertigo,tetanus dan sebagainya

8
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Anti Histamin. http://arintaantihistamin.com

Anonym.2013.Histmin dan Antihistamin. http://mayavie- info.com

Anonym. Clinical Science Session Antihistamin. https://www.scribd.com

Anonym. Histamine Reseptor. https://en.wikipedia.org

Tuarissa, dkk.2014. Jurnal Profil Penggunaan Obat Klorfeniramin Maleat Pada


Masyarakat Di Kelurahan Bailang Dan Kelurahan Karombasan Kota Manado.
Manado.

Pohan, Saut. 2007. Jurnal Mekanisme Antihistamin Pad Pengobatan Penyakit Alergi
Blokade Reseptor – Penghambat Aktivitas Reseptor. Surabaya.

9
10
Tinjauan Pustaka

Mekanisme Antihistamin pada


Pengobatan Penyakit Alergik:
Blokade Reseptor–Penghambatan
Aktivasi Reseptor

Saut Sahat Pohan

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya

Abstrak: Antihistamin H1 merupakan inhibitor kompetitif terhadap histamin. Antihistamin dan


histamin saling berlomba menempati reseptor histamin. Blokade reseptor H1 oleh antihistamin
H1 tidak diikuti aktivasi reseptor H1, tetapi hanya mencegah agar histamin tidak berikatan
dengan reseptor H 1, sehingga tidak terjadi efek biologik misalnya kontraksi otot polos,
vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Antihistamin H1 bukan hanya
sebagai antagonis tetapi juga sebagai inverse agonist yang dapat menurunkan aktivitas
konstitutif reseptor H1 atau menurunkan aktivitas reseptor H1 yang diinduksi agonis. Dahulu
dikatakan bahwa untuk dimulainya pengiriman sinyal transduksi yang diperantarai terikatnya
G protein dengan reseptor/G-protein-coupled receptors (GPCR) dibutuhkan ikatan agonis
pada reseptor H1. Akhir-akhir ini dibuktikan GPCR berperan dalam aktivasi reseptor kostitutif
tanpa disertai ikatan agonis pada reseptor H1. Aktivasi reseptor konstitutif H1 dan aktivasi
reseptor yang diinduksi agonis berperan pada aktivasi NF-κ B. Inverse agonist mampu
menurunkan aktivitas reseptor, sehingga menurunkan aktivitas NF-κB dan menghambat
terjadinya radang. Beberapa antagonis H1 misalnya cetirizin, ebastin, levocetirizin dapat
menghambat aktivasi NF-κB yang disebabkan aktivasi konstitutif reseptor H1. Ikatan histamin
dengan reseptor H1 didapatkan dalam bentuk 3 dimensi, sehingga disimpulkan bahwa ikatan
reseptor H 1 dengan histamin/antihistamin merupakan ikatan spesifik stereo. Beberapa
antihistamin misalnya cetirizin, loratadin, levocetirizin, dextrocetirizin berikatan dengan
reseptor H1 dalam bentuk ikatan spesifik stereo, tetapi afinitas setiap antihistamin tersebut
terhadap reseptor H1 berbeda. Perlu diteliti lebih lanjut mekanisme antihistamin pada pengobatan
penyakit alergik misalnya mekanisme antihistamin sebagai anti inflamasi, struktur reseptor H1,
afinitas pengikatan antihistamin terhadap reseptor H1. Diharapkan didapatkan antihistamin
yang efektif dan tidak menimbulkan efek samping pada pengobatan penyakit alergik .
Kata kunci: reseptor H1, agonis, inverse agonist, NF-κB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007 113


Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik

Antihistamine Mechanism on Allergic Disease Treatments:


Receptor blockage – Receptor inactivation

Saut Sahat Pohan

Department of Dermato-Venereology Faculty of Medicine, Airlangga University/


Dr. Soetomo Hospital, Surabaya, Indonesia

Abstract: H1 antihistamines are competitive inhibitors to histamine H1 receptor. They bind to the
receptor without activating it but prevent the subsequent binding of histamine. However, recent
studies have shown that H1 antihistamines are not antagonists but inverse agonists. They have
capacity to turn off an active receptor. H1 antihistamines, acting as inverse agonists, have the
ability to turn off these receptors and reduce allergic inflammation. Classical models of G-protein-
coupled receptors (GPCRs) require the occupation of receptors by an agonist to initiate the
activation of signal transduction pathways. Recently, the expression of GPCRs in recombinant
systems revealed a constitutive spontaneous receptor activity, which is independent to receptors
occupancy by an agonist. An agonist would lead the increase of the basic activity leading to
continuous activation signals. Gbg and Gaq/11 sub unit have an important role in sending consti-
tutive signal and agonist-mediated signal. Thus, H1 constitutive receptor has an important role in
activating the constitutive NF-κB. The H1 receptor-mediated NF-κB activation is inhibited by
several H1 antagonists, such as cetirizine, ebastine, levocetirizine. Histamine molecules exist and
their reactions take place in three-dimensional space. Therefore, they are stereospecific binding
between the H1 receptors and the histamine/antihistamine. Several antihistamines such as cetirizine,
loratadine, levocetirizine, dextrocetirizine bind perfectly with the H1-receptors in a stereo specific
binding, but the binding affinity among the antihistamines is different.
Further investigations in knowing how antihistamines work, such as the anti-inflammation mecha-
nisms, the H1 receptor structure and the binding affinity of H1 antihistamines to receptors are
needed in finding effective antihistamines to treat allergic diseases.
Key words: H1 receptor, agonist, inverse agonist, NF-κB

Pendahuluan
Peningkatan prevalensi penyakit alergik mengakibatkan dengan protein G yang terdapat pada membran sel di daerah
makin bergairahnya peneliti mencari obat yang efektif unuk yang berbatasan dengan sitoplasma (cytosolic domain of
mengatasi penyakit tersebut. cell membrane).1 Perubahan/peningkatan aktivitas reseptor
Histamin merupakan salah satu faktor yang menim- H1 yang dipengaruhi molekul dari luar sel mengakibatkan
bulkan kelainan akut dan kronis, sehingga perlu diteliti lebih perubahan/peningkatan aktivitas protein G. Perubahan/
lanjut mekanisme antihistamin pada pengobatan penyakit peningkatan aktivasi protein G menimbulkan transduksi sig-
alergik. Antihistamin merupakan inhibitor kompetitif terhadap nal (signal transduction) ke beberapa target (efektor),
histamin. Antihistamin dan histamin berlomba menempati sehingga mengakibatkan aktivasi NF-κB yang merupakan
reseptor yang sama. Blokade reseptor oleh antagonis H1 faktor transkripsi yang berperan pada terjadinya reaksi
menghambat terikatnya histamin pada reseptor sehingga radang.
menghambat dampak akibat histamin misalnya kontraksi otot Beberapa peneliti tertarik meneliti aktivasi reseptor H1
polos, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan yang mengakibatkan terjadinya reaksi radang dan mencari
vasodilatasi pembuluh darah. Akhir-akhir ini dibuktikan antihistamin yang efektif serta yang tidak mempunyai efek
bahwa antihistamin H1 bukan hanya sebagai antagonis tetapi samping, untuk mengatasi radang tersebut.
juga sebagai inverse agonist yang mempunyai kapasitas Pada makalah ini dibahas mekanisme antihistamin pada
menghambat aktivitas reseptor H1 sedangkan antagonis H1 pengobatan penyakit alergik misalnya mekanisme anti-
tidak berpengaruh terhadap aktivitas reseptor H1. Reseptor histamin sebagai anti-inflamasi, struktur reseptor H1 dan
pada permukaan sel (termasuk reseptor H1) dapat berikatan afinitas pengikatan antihistamin terhadap reseptor H1.

114 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007


Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik

Mekanisme Antihistamin sebagai Anti Inflamasi domain of cell membrane (Gambar1). Amplitudo sinyal
Walaupun belakangan ini penelitian mengenai anti- sitosolik yang jauh lebih besar daripada sinyal pertama yang
histamin berkembang dengan pesat, demi peningkatan nilai diterima membran sel akan berinteraksi dengan beberapa pro-
pengobatan penyakit alergi, sampai saat ini masih terus tein yang terdapat pada sitoplasma.
diusahakan menemukan antihistamin yang efektif dan tidak
mempunyai efek samping, yang disebut sebagai neutral
antagonist. Diharapkan antagonis netral mempunyai khasiat
blokade reseptor H1 ditambah dengan beberapa khasiat
lainnya, tetapi tidak mempunyai efek samping yang tak
diharapkan, sehingga merupakan antihistamin yang mem-
punyai karakter spesifik. Sampai saat ini belum teridentifikasi
antagonis netral tersebut, sehingga sering yang diartikan
dengan antagonis netral adalah antagonis H1 yang efektif
pada pengobatan penyakit alergi.2
Berdasarkan pengamatan, diduga sebagian besar
reseptor pada permukaan sel termasuk reseptor H1 berada
dalam keadaan aktif sampai tingkat tertentu yang dikenal
sebagai aktivitas konstitutif (constitutive activity), tanpa
kehadiran agonis. Akibatnya terjadilah reklasifikasi dalam
hal ikatan ligand dengan reseptor H1 menjadi 3 subdivisi
yaitu agonis, inverse agonist, dan antagonis netral. 3
Klasifikasi sebelumnya terdiri atas agonis dan competitive
antagonist. Interaksi reseptor pada permukaan sel dengan
agonis meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor, walaupun
agonis tidak harus menempati/terikat pada reseptor H1.2
Agonis adalah molekul yang mempunyai kemampuan
merangsang/meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor.
Interaksi reseptor dengan inverse agonist menurunkan
aktivitas konstitutif reseptor, sedangkan interaksi reseptor
dengan antagonis netral tidak mempengaruhi aktivitas
Gambar 1. Informasi dari Luar yang Diterima Sel Melalui
konstitutif reseptor. Antagonis netral yang terikat pada Pergerakan Ligand dan Transduksi Signal 5
reseptor hanya dapat menghambat kegiatan agonis. Diduga
antihistamin H 1 juga bersifat sebagai inverse agonist.4
Terdapat perbedaan farmakologik antara inverse agonist dan Sinyal sitosolik menginduksi aktivitas protein secara
antagonis netral, tetapi dugaan ini masih perlu diteliti lebih berurutan atau meningkatkan jumlah molekul kecil yang
lanjut.2 terdapat di dalam sel.
Membran sel merupakan batas antara sel dengan luar Reseptor juga mempunyai aktivitas kinase protein; ki-
sel. Membran sel bersifat permeabel terhadap molekul yang nase diaktivasi pada waktu ligand terikat pada membran sel,
larut dalam lemak, misalnya steroid. Steroid melakukan difusi yang akan menyebabkan otofosforilase pada cytoplasmic
ke dalam sel melalui membran sel. Membran sel bersifat domain receptor, sehingga menginduksi protein target pada
impermeabel terhadap materi yang larut dalam air misalnya sitoplasma yang akhirnya membentuk substrat baru di dalam
ion, molekul inorganik yang kecil dan polipeptida. Respons sel. Pada umumnya reseptor kinase adalah tyrosine kinase,
terhadap materi yang hidrofilik tersebut tergantung pada selain itu didapatkan juga reseptor serin kinase/treonin ki-
interaksi antara materi/molekul ekstraseluler dengan kom- nase. Beberapa peneliti juga telah membuktikan terjadinya
ponen protein pada membran plasma. Molekul ekstraseluler aktivasi NF-κB, melalui akivasi tyrosine kinase.4
itu disebut ligand, sedangkan protein membran plasma yang Reseptor bagian luar (extracellular domain receptor)
mengikat ligand disebut reseptor. Materi ekstraseluler yang juga berinteraksi dengan protein G yang terdapat pada
tidak dapat langsung masuk ke sel melalui membran plasma reseptor yang berbatasan dengan sitoplasma (cytoplasmic
misalnya makromolekul akan melalui lipid bilayer.5 Di domain receptor). Protein G inaktif didapatkan dalam bentuk
samping itu ligand yang tidak dapat melalui membran sel, trimer yang berikatan dengan guanine diphosphate (GDP).
dapat mengirim sinyal yaitu dengan cara mengubah sifat Pada keadaan reseptor menjadi aktif, terjadi perubahan
protein dari membran sel bagian ekstraseluler (extracellular konfirmasi yang akan menyebabkan perubahan konfirmasi
domain of cell membrane), dan akhirnya sinyal dikirim ke pada protein G sub unit α. Perubahan tersebut menyebabkan
membran sel yang berbatasan dengan sitoplasma /cytosolic lepasnya GDP yang sebelumnya terikat pada protein G sub-

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007 115


Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik

unit α dan diganti guanine triphosphate (GTP). Pengikatan agonist. Diduga beberapa antagonis H1 misalnya cetirizin,
GTP menyebabkan protein G sub-unit α melepaskan diri dari ebastin, loratadin, feksofenadin dapat menghambat aktivasi
reseptor dan protein G sub unit β γ. Lama berlangsungnya NF-κB konstitutif yang diperantarai oleh aktivasi konstitutif
aktivasi protein G dikontrol oleh protein G sub-unit α. Pro- reseptor H1.
tein G sub-unit α merupakan bentuk GTPase, yang akan Pengobatan penyakit alergik dengan cara menghambat
menghidrolisis GTP menjadi GDP, dan akhirnya protein G inflamasi yang diduga disebabkan peningkatan aktivitas NF-
sub unit α akan terikat lagi dengan protein G sub unit β γ, κB sedang dipikirkan oleh beberapa peneliti.4 Beberapa
sehingga siklus seperti semula akan berlangsung lagi. antagonis H1 yang selama ini lebih dikenal untuk meng-
Peningkatan aktivasi beberapa reseptor pada permukaan sel hilangkan rasa gatal dapat digunakan sebagai anti-inflamasi
termasuk reseptor H1 mengakibatkan peningkatan aktivasi pada penyakit yang disebabkan reaksi alergik.2,6,7
protein G sehingga menimbulkan transduksi sinyal ke Ciprandi et al6 meneliti efikasi cetirizin pada penderita
beberapa target/efektor (Gambar 2). konjungtivitis yang disebabkan alergen spesifik yaitu
Berhubung telah dibuktikan bahwa histamin mengak- Parietaria judaica. Dari hasil penelitian itu, disimpulkan
tivasi NF-κB melalui aktivasi reseptor H1; mekanisme aktivasi bahwa pada kelompok yang diberi cetirizin didapatkan
NF-κB dalam arti yang lebih luas masih diteliti lebih lanjut. penurunan ekspresi ICAM-1 dan jumlah sel radang, diban-
Aktivitas reseptor H1 dapat berupa aktivitas konstitutif; dingkan dengan kelompok yang diberi plasebo.
reseptor sudah dalam keadaan “siap” sampai tingkat tertentu. Boguniewicz8 menduga bahwa cetirizin juga mempunyai
Agonis H1 adalah histamin H1 yang mempunyai afinitas khasiat anti-inflamasi dengan cara menghambat migrasi
meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor H1. eosinofil. Holgate et al,2 mengutarakan mekanisme anti
Akibat transduksi sinyal dari reseptor konstitutif, inflamasi yang dimiliki beberapa antihistamin tidak selalu
terjadilah aktivasi NF-kB konstitutif. Begitu juga dengan cara tergantung pada inverse agonist, sehingga masih perlu diteliti
yang sama terjadi peningkatan aktivasi NF-κB akibat lebih lanjut mekanisme antihistamin sebagai anti inflamasi.
peningkatan aktivasi reseptor yang disebabkan agonis. Sampai saat ini masih diusahakan mendapatkan anti-
Bakker et al4 membuktikan bahwa aktivasi NF-κB yang histamin yang berkhasiat sebagai “antagonis H1 ditambah
diperantarai oleh aktivasi reseptor histamin H1 diperankan faktor ekstra” terutama faktor ekstra yang bersifat anti-
oleh protein G subunit β γ dan αq/11.4 Peningkatan aktivitas inflamasi.
NF-κB terutama didapatkan pada penderita asma, sehingga
diduga NF-κB berperan penting pada patogenesis asma. Struktur Reseptor H1
Penghambatan aktivasi NF-κB konstitutif yang disebabkan Ikatan histamin dengan reseptor H1 didapatkan dalam
aktivasi reseptor H 1 konstitutif hanya dapat dilakukan bentuk 3 dimensi,9 sehingga disimpulkan bahwa ikatan
antagonis H1, sedangkan antagonis H2 dan H3 tidak berperan, reseptor H1 dengan histamin/antihistamin merupakan ikatan
sehingga diduga antagonis H1 juga bersifat sebagai inverse spesifik stereo. Beberapa antihistamin seperti cetirizin,

5
Gambar-2 : Aktivasi Protein G Melalui Aktivasi Reseptor.

116 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007


Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik

loratadin dan levocetirizin dapat berikatan dengan reseptor Daftar Pustaka


H1 dalam ikatan spesifik stereo.9 1. Lázar-Molnár E. Signal-transduction pathways of histamine re-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa afinitas dan durasi ceptors. In: Falus A, Grosman N, Darvas Zs.eds. Histamine: bio-
ikatan antihistamin dengan reseptor berperan pada efektivitas logy and medical aspects. Budapest, Hungary: Spring Med Pub-
lishing; 2004.p.89-96.
antihistamin. Metode untuk mengukur efektivitas 2. Holgate ST, Simons FER, Tagliala M. Tharp M, Timmerman H,
antihistamin dapat dengan cara melakukan uji tusuk kulit Yanai K. Consensus group on new-generation antihistamines
(skin prick test), yang diikuti penilaian penghambatan (CONGA): present status and recommendation. Clin Exp Allergy
antihistamin terhadap warna merah (flare) dan sembab 2003;33:1305-24.
3. Tömösközi Z. Histamine agonists, antagonists, and inverse
(wheal) yang ditimbulkan histamin.10,11 agonosts. In: Falus A, Grosman N, Darvas Zs.eds. Histamine:
Antihistamin yang mempunyai afinitas besar terhadap iology and medical aspects. Budapest, Hungary: Spring Med Pub-
reseptor H1, durasi ikatan antara antihistamin dengan reseptor lishing; 2004.p.78-88
yang lebih lama dan mempunyai khasiat antiinflamasi akan 4. Bakker RA, Schoonus SBJ, Smit MJ, Timmerman H, Leurs R.
Histamine H1-receptor activation of nuclear factor-KB: Roles for
mempunyai efektivitas yang lebih baik daripada antihistamin Gbg and Gaq/11-subunits in constitutive and agonist-mediated sig-
lainnya. Selain itu farmakokinetik dan farmakodinamik naling. Mol Pharmacol 2001;60:1133-42.
antihistamin masih perlu diteliti sehingga didapatkan anti- 5. Lewin B. Signal transduction. In: Genes VII. Oxford: Oxford
histamin yang tidak menimbulkan efek samping yang berarti. University Press; 2000.p.801-34
6. Ciprandi G, Buscaglia S, Pasce G. Cetirizine reduces inflammatory
cell recruitment and ICAM-1 (or CD54) expression on conjunc-
Penutup tival epithelium in both early and late-phase reactions after aller-
Pada awalnya mekanisme antihistamin pada pengobatan gen-specific challenge. J Allergy Clin Immunol 1995; 95:612-21.
7. Day JH, Ellis AK, Rafeiro E. A new selective H1 receptor antago-
penyakit alergik dikenal sebagai blokade reseptor H1 terhadap nist for use in allergic disorders. Drugs of Today 2004:40(5):415-
histamin. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa antihistamin 21.
mempunyai khasiat anti inflamasi. Mekanisme antihistamin 8. Boguniewicz M, Leung DYM. Management of atopic dermatitis.
dalam menghambat radang melalui penekanan ekspresi In: Leung DYM ed. Atopic dermatitis: from pathogenesis to treat-
ment. New York: Springer-Verlag; 1996.p.185-220.
molekul adhesi, menghambat migrasi sel radang telah 9. Noszál B, Kraszni M, Rácz A. Histamine: fundamentals of bio-
dibuktikan. Telah diteliti juga hubungan antihistamin dengan logical chemistry. In: Falus A, Grosman N, Darvas Zs.eds. Hista-
aktivitas konstitutif reseptor H1, peningkatan aktivitas mine: biology and medical Aspects. Budapest, Hungary: Spring
reseptor H1 yang disebabkan agonis misalnya histamin. Med Publishing; 2004.p.15-28
10. Purohit A, Melac M, Pauli G, Frossard N. Twenty-four-hour ac-
Peningkatan aktivitas reseptor H1 mengakibatkan pening- tivity and consistency of activity of levocetirizine and
katan aktivitas NF-κB yang merupakan faktor transkripsi desloratadine in the skin. Br J Clin Pharmacol 2003;56:388-94.
yang berperan pada terjadinya reaksi radang, sedangkan 11. Grant JA, Riethuisen JM, Moulaert B, DeVos C. A double-blind,
antagonis H1 tidak dapat mempengaruhi aktivitas reseptor randomized, single-dose, crossover comparison of levocetirizine
with ebastine, fexofenadine, loratadine, mizolastine, and placebo:
H1. Akhir-akhir ini diduga beberapa antagonis H1 mempunyai suppression of histamine-induced wheal-and-flare response du-
khasiat sebagai inverse agonist yaitu menghambat aktivasi ring 24 hours in healthy male subjects. Ann Allergy Asthma
reseptor H1, yang mengakibatkan penghambatan aktivasi NF- Immunol 2002;88:190-7.
κB. Disimpulkan reaksi radang juga dapat dihambat anti-
histamin. Pada pengobatan penyakit alergik, diharapkan
antihistamin yang mempunyai khasiat anti-inflamasi dapat SS
mengurangi pemakaian kortikosteroid yang sering menim-
bulkan efek samping yang tidak diinginkan.

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007 117


PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

PROFIL PENGGUNAAN OBAT KLORFENIRAMIN MALEAT PADA


MASYARAKAT DI KELURAHAN BAILANG DAN KELURAHAN
KAROMBASAN KOTA MANADO

Sally Tuarissa¹⁾, Adeanne C. Wullur²⁾, Gayatri Citraningtyas¹⁾


¹⁾Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115

ABSTRACT

Medication errors often occur in societies due to the lack of information about
drugs is a good and correct. One of the thype of drugs that are already known by
public is Klorfeniramin maleat (CTM). CTM is currently not only as drugs allergies
but also as sleeping pills by human because negative effects that can use drowsiness.
This research aims to examine drug use of CTM on the community in Bailang and
Karombasan villages Manado. This research is descriptive and population of this
research is the village community in Bailang and Karombasan ever using drugs CTM.
Non-probability sampling with technique sampling is quota sampling where the 169
respondents to the village Bailang and 137 respondents to the village karombasan.
This research is descriptive research by using questionnaires. Result of this study
demonstrate a lack of understanding of the ages, educations, and occupations in
Bailang and Karombasan villages. Abuse on the charactteristics of age tend to be
found in the categoris 10-19 years old and 50 years old and above. On the
caracteristics of education tend to be there is abuse in primary and junior Hight
School education category. Drug abuse of CTM tends to be inversely proportional to
education level of the peoples in term of the lower education level. In this case the
caracteristics of the work are likely to occur in the private job and housewifes.
Keywords : CTM, Profile of drug use, Manado City community.

ABSTRAK

Kesalahan pengobatan sering terjadi pada kalangan masyarakat akibat


kurangnya informasi tentang penggunaan obat yang baik dan benar.Salah satu jenis
obat yang sudah dikenal oleh masyarakat ialah Klorfeniramin maleat (CTM).CTM
saat ini digunakan, tidak hanya sebagai obat alergi namun juga sebagai obat tidur oleh
masyarakat karena efek samping yang dapat menimbulkan kantuk.Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji profil penggunaan obat CTM pada masyarakat Kelurahan
Bailang dan Kelurahan Karombasan di Kota Manado.Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dan populasi adalah masyarakat Kelurahan Karombasan dan
Kelurahan Bailang yang pernah menggunakan obat CTM. Pengambilan sampel
secara non probability dengan teknik pengambilan sampel secara quota sampling
dimana 169 responden pada Kelurahan Bailang dan 137 responden pada Kelurahan
Karombasan. Hasil penelitian menunjukan kurangnya pemahaman masyarakat
tentang penggunaan obat CTM yang benar berdasarkan indikasi sehingga CTM
disalahgunakan sebagai obat tidur.Penyalahgunaan yang dilakukan pada masyarakat

22
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

dapat dikategorikan sebagai drug abuse yaitu penyalahgunaan obat selain tujuan
kesembuhan dengan tujuan mencapai kondisi semu dan drug misuse yaitu
penggunaan obat yang tidak benar atau salah.Penyalahgunaannya ditemukan pada
setiap karakteristik umur, pendidikan dan pekerjaan masyarakat di Kelurahan Bailang
dan Kelurahan Karombasan.Penyalahgunaan pada karakteristik umur cenderung
terdapat pada kategori umur 10-19 tahun dan 50 tahun ke atas.Pada karakteristik
pendidikan cenderung terdapat penyalahgunaan pada kategori pendidikan SD dan
SMP.Pada karakteristik pekerjaan cenderung terjadi pada kategori pekerjaan swasta
dan ibu rumah tangga.

Kata Kunci : CTM, Profil Penggunaan Obat, Masyarakat Kota Manado.

23
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

PENDAHULUAN pemakaian obat di luar indikasi medik,


Upaya masyarakat untuk tanpa petunjuk resep dokter,
mengobati dirinya sendiri yang dikenal pemakaian sendiri secara relatif teratur
dengan istilah swamedikasi, biasanya atau berkala sekurang-kurangnya satu
dilakukan untuk mengatasi keluhan- bulan. Menurut (Muhamaddih, 2004)
keluhan dan penyakit ringan yang penyalahgunaan obat pada dasarnya
banyak dialami terdiri atas dua bagian yaitu drug
masyarakat.Swamedikasi menjadi abuse dan drug Misuse.
alternatif yang diambil masyarakat Drug misuse, penggunaan obat secara
untuk meningkatkan keterjangkauan tidak benar atau salah, juga berkaitan
pengobatan. Namun dalam dengan ketepatan diagnosa penyakit.
pelaksanaannya swamedikasi dapat Untuk mencapai tujuan utama dalam
menjadi sumber terjadinya kesalahan penggunaan obat ada beberapa hal
pengobatan (medication error) karena yang harus dipenuhi yaitu pasien yang
keterbatasan pengetahuan masyarakat tepat, obat yang tepat, takaran yang
akan obat dan penggunaannya tepat, cara penggunaan yang tepat,
(Departemen Kesehatan, pada waktu yang tepat dan dalam
2006).Medication error sering terjadi kurun waktu yang tepat. Drug abuse,
pada kalangan masyarakat dikarenakan penggunaan obat dengan tujuan selain
kurangnya informasi tentang kesembuhan.Misalnya untuk bunuh
penggunaan obat yang baik dan diri.Penyalahgunaan obat biasanya
benar.Jenis obat yang sudah dikenal berkaitan dengan obat atau zat
oleh masyarakat ialah Klorfeniramin psikoaktif dengan tujuan utama
maleat (CTM).Masyarakat sering mencapai ‘kondisi semu’ yang
menyalahgunakan CTM sebagai obat menyenangkan.
tidur karena efek sampingnya yang
dapat menimbulkan kantuk. Kenyataan METODOLOGI PENELITIAN
yang sering terjadi, seseorang dapat Pengumpulan data pada
dengan mudah mengkonsumsi obat penelitian ini dengan mengajukan
CTM 2-3 butir padahal penambahan daftar pertanyaan secara tertulis
dosis yang tidak terbatas akan (kuesioner) yang sudah di uji validasi
memberikan efek toksik (Safana, dan realibilitas.Merupakan data primer
2013). yakni data yang dikumpulkan sendiri
Penggunaan obat untuk suatu oleh peneliti langsung dari sumber
penyakit seharusnya berdasarkan (Sangadji, 2010).Pengambilan sampel
indikasi dari obat tersebut dan bukan secara non probability atau bukan
memanfaatkan efek samping sebagai secara acak dengan teknik
efek terapi dari suatu obat/aturan pengambilan sampel secara quota
baru.Penyalahgunaan obat adalah sampling, dimana banyaknya sampel

24
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

telah ditentukan.Sampel penelitian konsumen (pasien) mengenai


ialah masyarakat Kelurahan Bailang terjaminya mutu obat yang sampai ke
dan Kelurahan Karombasan di Kota tangan pasien, serta dapat memberikan
Manado yang pernah menggunakan segala informasi terkait obat yang
CTM. dikonsumsi (cara pemberian, efek
HASIL DAN PEMBAHASAN samping, dan interaksi obat). Menurut
Kelurahan Bailang surfey dari peneliti yang didapat
Berdasarkan jawaban dari bahwa masyarakat sering mendapatkan
masing-masing responden mengenai setengah strip sampai 1 strip CTM
penyalahgunaan obat CTM dapat untuk pembelian di warung. Hal ini
dilihat pada karakteristik responden masih dalam tahap kewajaran karena
yang mana pertanyaannya mengenai obat CTM ialah obat bebas terbatas
responden mendapatkan obat CTM yaitu obat keras dengan batasan
dan 98 responden menjawab jumlah dan kadar isi berkhasiat dan
mendapatkan obat CTM dari Apotek, harus ada tanda (P) boleh di jual bebas.
52 responden mendapatkan CTM dari Tanda khusus pada kemasan dan etiket
puskesmas sedangkan 19 responden obat bebas terbatas adalah warna biru
menjawab mendapatkan obat CTM dengan garis tepi berwarna hitam
dari apotek. Obat CTM merupakan Pada pertanyaan nomor satu
salah satu golongan obat bebas dan nomor dua mengenai manfaat dari
terbatas yang bisa diperoleh tanpa obat CTM dan pada saat apa
menggunakan resep dokter.Sistem masyarakat mengkonsumsi CTM. 73
distribusi obat bebas dan obat bebas responden dari Kelurahan Bailang,
terbatas yang ideal didistribusikan menjawab manfaat CTM adalah
kesarana pelayanan seperti apotek, sebagai obat alergi dan 96 responden
puskesmas, instalasi farmasi, dan toko menjawab manfaat CTM sebagai obat
obat. Dalam hal ini obat bebas dan tidur sedangkan untuk pertanyaan
obat bebas terbatas harus nomor dua, 67 responden dari
didistribusikan ke sarana-saran Kelurahan Bailang menjawab
pelayanan farmasi yang telah memiliki menggunakan CTM saat terserang
izin menyimpan obat-obatan untuk alergi dan 102 responden menjawab
dijual secara eceran di tempat tertentu menggunakan CTM saat mengalami
dan telah mempekerjakan seorang kurang tidur. Pentingnya peran
farmasis seperti apoteker ataupun farmasis sangat dibutuhkan pada setiap
asisten apoteker sebagai penanggung konsumen (pasien) layaknya dalam
jawab teknis farmasi (Keputusan memberikan obat serta memberikan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia informasi yang tepat mengenai cara
nomor 1331/Menkes/Sk/X/2002 hal ini penggunaan, indikasi, serta efek
untuk memberi perlindungan terhadap samping dari suatu obat agar tidak

25
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

terjadi medication eror yang bisa Pada pertanyaan nomor 5


membahayak nyawa dari masyarakat mengenai penggunaan dosis dewasa
(pasien) ( Supardi, 2009). yang tepat. 71 responden menjawab 3x
Pada pertanyaan nomor 3-4 1 / hari, sedangkan 59 responden
dimana nomor 3 mengenai apa menjawab 2 x 1/hari dan 39 responden
dampak dari pemberian CTM yang menjawab 1 x 1/ hari. Pada jawaban
berlebihan. 151 responden menjawab nomor 5 di atas telihat bahwa
menyebabkan keracunan dan 18 penggunaan obat yang efektif belum
responden menjawab memberikan efek dilaksanakan dengan baik dalam
yang lebih baik. Sedangkan nomor 4 mengobati suatu penyakit.Dosis
mengenai anak berusia balita merupakan hal yang perlu diperhatikan
diperbolehkan mengkonsumsi CTM dalam pengobatan untuk mencapai
secara berlebihan ketika mengalami efek terapi yang baik. Dosis lazim /
susah tidur. 7 responden menjawab tahun = 4 mg dan dosis maksimal 24
bisa dikonsumsikan karena dapat mg/ hari. Perlu diperhatikan bahwa
memberikan efek ngantuk sedangkan penambahan dosis yang tidak terbatas
162 responden menjawab tidak karena akan memberikan efek toksik
dapat menyebabkan keracunan.Dapat (Anonim,1995)
dilihat dari jawaban masyarakat Pada pertanyaan nomor 6 dan 7
sebenarnya masyarakat mengetahui yang mana pertanyaan nomor 6
dampak dari penggunaan CTM yang mengenai CTM yang sementara
berlebihan tapi mereka sering dikonsumsi dapat dibagi/diberikan
menyalahgunakan CTM untuk kepada keluarga yang mengalami
menyembuhkan suatu penyakit yang gejala yang sama tanpa pemeriksaan
bukan indikasi dari obat CTM. Selain ke dokter. 113 responden menjawab ya
itu juga pemberian obat pada anak atau dan 59responden tidak.Sedangkan
balita tidak sama dengan yang pada nomor 7 mengenai anjuran
dilakukan pada orang dewasa. Adanya masyarakat jika melihat seseorang
perbedaan kematangan organ tubuh yang mengkonsumsi CTM
menurut usia menyebabkan terjadinya mengendarai mobil/motor.161
perbedaan kinetika obat. Pada responden menjawab menyarankan
penggunaan suatu obat perlu untuk tidak berkendaraan karena efek
mengetahui farmakodinamik, samping CTM adalah ngantuk dan itu
farmakokinetik, efek samping, dan sangat berbahaya untuk nyawa
interaksi dari suatu obat yang dapat seseorang dan 8 responden menjawab
terjadi. CTM yang digunakan membiarkan dan tidak menyarankan
berlebihan pada bayi akan apa-apa. Menurut Federan, 2011
menyebabkan rusaknya hati. (Lacman, pemeriksaan harusnya dilakukan oleh
1994). para medis seperti dokter agar dapat

26
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

memberikan diagnosa yang tepat pemudabahkan orang dewasa pun


terhadap suatu penyakit. Pemberian sering mengkonsumsi obat CTM
obat pada pasien juga sebaiknya dengan alkohol demi mendapatkan
dilakukan oleh seorang apoteker agar efek mabuk yang lebih tinggi. Jika
dapat memberikan informasi obat yang CTM dikonsumsi bersama alkohol
baik pada pasien.Dosis terhadap 𝐴𝐻1 maka efek sedasi akan lebih meningkat
umumnya menyebabkan dan akan menyebabkan hipertensi,
penghambatan sistem saraf pusat jantung berdetak cepat, sakit kepala
dengan gejala seperti kantuk, hingga serangan stroke. Jumlah setiap
berkurangnya kewaspadaan dan reaksi responden dari nomor 8 yang
yang lambat.Efek samping ini menjawab menkonsumsi dengan
menguntungkan bagi pasien yang alkohol adalah responden yang masuk
memerlukan istirahat namun dirasa dalam penyalahgunaan drug abuse
mengganggu bagi mereka yang yaitu penggunaan obat dengan tujuan
dituntut melakukan pekerjaan dengan selain kesembuhan.Penyalahgunaan
kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu obat biasanya berkaitan dengan obat
pengguna CTM atau obat yang atau zat psikoaktif dengan tujuan
mengandung CTM dilarang utama mencapai ‘kondisi semu’ yang
mengendarai kendaraan ( Ibrahim et menyenangkan (sementara).
all., 2009). Pada pertanyaan nomor 10 dan
Pada pertanyaan nomor 8 11 mengenai efek samping dari obat
mengenai minuman apa yang CTM diimana pertanyaan nomor 10
digunakan saat menelan CTM, 162 mengenai efek yang di rasakan saat
responden menjawab air mineral, 7 mengkonsumsi CTM. 164 responden
responden menjawab minuman soda menjawab efek ngantuk, 4 responden
dan 8 responden menjawab menjawab sakit kepala. Sedangkan
menggunakan alkohol. Pada nomor 9 pertanyaan nomor 11 mengenai efek
mengenai efek lain jika CTM apa yang timbul selain efek ngantuk
dikonsumsi dengan alkohol. 160 dari CTM. 31 responden menjawab
responden menjawab Ya dan 9 mulut kering, 15 responden menjawab
responden menjawab Tidak. Menurut sakit kepala dan 123 responden
(Eka et all., 2008) air mineral adalah menjawab tidak mendapatkan efek
minuman yang baik jika digunakan samping.Pada dasarnya efek samping
untuk menelan obat yang akan yang besar pada CTM yang sering
dikonsumsi karena air mineral tidak masyarakat rasakan adalah efek
memiliki zat yang akan mengurangi ngantuk karena dosis terapi 𝐴𝐻1
efek terapi yang baik bagi Tubuh. umumnya menyebabkan
Menurut survey awal yang dilakukan penghambatan sistem saraf pusat
peneliti pada masa sekarang dengan gejala seperti

27
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

kantuk.Sedangkan efek samaping lain Suatu penyakit yang timbul dan di


yang dirasakan adalah mulut dan rasakan alangkah baiknya segera
sekitar kerongkongan terasa kering memeriksakan diri ke tenaga medis
(Eka, 2002). agar mendapatkan diagnosa yang tepat
Pada pertanyaan nomor 12 dan pengobatan yang baik.Tapi
mengenai apakah masyarakat sering tekadang masyarakat lebih memilih
mengkonsumsi CTM jika mengalami untuk mengobati dirinya sendiri
susah tidur. 103 responden menjawab berdasarkan pengalaman
ya, setiap mengalami susah tidur mereka.Upaya masyarakat untuk
sering mengkonsumsi CTM, 41 mengobati dirinya sendiri yang dikenal
responden menjawab kadang-kadang dengan istilah swamedikasi, biasanya
mengkonsumsi CTM ketika susah dilakukan untuk mengatasi keluhan-
tidur dan 25 responden menjawab keluhan dan penyakit ringan yang
tidak pernah mengkonsumsi CTM banyak dialami masyarakat.
ketika susah tidur. Hal ini disebabkan Swamedikasi menjadi alternatif yang
kerena pengetahuan responden yang diambil masyarakat untuk
masih kurang tentang manfaat dan meningkatkan keterjangkauan
kegunaan dari obat CTM itu sendiri. pengobatan namun, dalam
Terkadang masyarakat setempat tahu pelaksanaannya swamedikasi dapat
manfaat dari suatu obat tetapi sering menjadi sumber terjadinya kesalahan
mencoba-coba menggunakan efek pengobatan (medication error) karena
samping demi kesembuhan suatu keterbatasan pengetahuan masyarakat
penyakit yang bukan merupakan akan obat dan penggunaannya
indikasi dari obat tersebut. Pada (Direktorat Bina Farmasi Komunitas
pertanyaan nomor 13 mengenai apa dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
anjuran masyarakat Ketika melihat dan Alat Kesehatan Departemen
atau mendengar keluarga atau teman Kesehatan, 2006).
terkena insomnia (susah tidur). 78 Pada pertanyaan nomor 15
responden menjawab menganjurkan mengenai CTM layak diberikan untuk
untuk periksa ke dokter, 87 responden menyembuhkan penyakit alergi.80
menjawab menganjurkan untuk responden menjawab ya dan 89
membeli CTM dan 4 responden responden menjawab tidak. Sedangkan
menjawab tidak menganjurkan apa- pada pertanyaan nomor 16 mengenai
apa. Pada pertanyaan nomor nomor 14 CTM layak diberikan untuk
mengenai penggunaan obat CTM menyembuhkan penyakit susah
dengan baik dan 164 responden tidur.92 responden menjawab ya dan
menjawab diminum sesuai anjuran 77 responden menjawab Tidak.Pada
dokter, 8 responden menjawab pertanyaan nomor 17 mengenaiapakah
diminum berdasarkan pengalaman. tepat jika anda memberikan CTM pada

28
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

kenalan/keluarga anda yang menderita menjawab ya dan 8 responden


kurang tidur.88 responden menjawab menjawab tidak.CTM sendiri bukanlah
ya dan 81 responden menjawab vitamin atau suplemen.Menurut
tidak.sedangkan pada pertanyaan formularium, Komposisi dari CTM
nomor 18 mengenai apakah tepat jika sendiri adalah tiap tablet mengandung
anda memberika CTM pada 4 mg chlorpheniraminin maleat dan zat
kenalan/keluarga anda yang menderita tambahan secukupnya.Jadi tidak
alergi. 82 responden menjawab ya dan terdapat vitamin pada komposisi dari
87 responden menjawab CTM.Penggunaan CTM sendiri dapat
tidak.Chlorpheniraminin maleas dihentikan jika seseorang merasakan
termasuk golongan obat antihistamin penyakit yang dideritanya telah
yang merupakan obat dengan efek sembuh.jika tidak dihentikan, efek
antagonis terhadap histamin.CTM samping dari CTM sendiri akan
merupakan salah satu antihistamin menganggu konsentrasi pekerjaan
yang memiliki efek sedativ atau dengan kewaspadaan tinggi.
menimbulkan rasa ngantuk.Namun Kelurahan Karombasan.
penggunaannya dalam masyarakat Berdasarkan jawaban dari
lebih sering digunakan sebagai obat masing-masing responden mengenai
tidur dibandingkan sebagai penyalahgunaan obat CTM dapat
antihistamin sendiri.Obat ini hanya dilihat pada karakteristik responden
digunakan untuk meredakan bersin, yang pertanyaannya adalah dari mana
gatal, hidung atau tenggorokan gatal responden mendapatkan obat
dan pilek yang disebabkan oleh hay CTM.102 responden menjawab
fever (rhinitis alergi) atau alergi mendapatkan dari warung, 23
pernapasan lainnya (Kafes, 2008). responden menjawab mendapatkan
Pada pertanyaan nomor 19 obat CTM dari puskesmas sedangkan
mengenai CTM dapat digunakan setiap 12 responden menjawab mendapatkan
hari seperti suplemen/vitamin.8 obat CTM dari apotek.Obat CTM
responden menjawab ya dan 161 merupakan salah satu golongan obat
responden menjawab Tidak. Pada bebas terbatas yang dalam hal ini bisa
pertanyaan nomor 20 mengenai jika diperoleh tanpa menggunakan resep
mengkonsumsi CTM itu dapat dokter.Sistem distribusi obat bebas dan
mengalami ketergantungan ?5 obat bebas terbatas yang ideal
responden menjawab ya dan 164 didistribusikan kesarana pelayanan
responden menjawab tidak. Sedangkan seperti apotek, puskesmas, instalasi
pada pertanyaan nomor 21 mengenai farmasi, dan toko obat. Dalam hal ini
penggunaan CTM dapat dihentikan obat bebas dan obat bebas terbatas
jika kita sudah merasa sehat dan harus didistribusikan ke sarana-sarana
sembuh dari alergi.161 responden pelayanan farmasi yang telah memiliki

29
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

izin menyimpan obat-obatan untuk adalah sebgai obat alergi, 78


dijual secara eceran di tempat tertentu responden menjawab manfaat CTM
dan telah mempekerjakan seorang sebagai obat tidur sedangkan untuk
farmasis seperti apoteker ataupun pertanyaan nomor dua, 54 responden
asisten apoteker sebagai penanggung menjawab menggunakan CTM saat
jawab teknis farmasi (Keputusan terserang alergi dan 83 responden
Menteri Kesehatan Republik Indonesia menjawab menggunakan CTM saat
nomor 1331/Menkes/Sk/X/2002), hal mengalami susah tidur. Pentingnya
ini memberi perlindungan terhadap peran farmasis sangat dibutuhkan pada
konsumen (pasien) mengenai setiap konsumen (pasien) layaknya
terjaminya mutu obat yang sampai ke dalam memberikan obat serta
tangan pasien, serta dapat memberikan memberikan informasi yang tepat
segala informasi terkait obat yang mengenai cara penggunaan, indikasi,
dikonsumsi (cara pemberian, efek serta efek samping dari suatu obat agar
samping, dan interaksi obat). Menurut tidak terjadi Medication eror yang
survey dari peneliti yang didapat berdampak membahayak nyawa dari
bahwa masyarakat sering mendapatkan konsumen (pasien) ( Supardi, 2009).
1-2 strip CTM untuk pembelian di Pada pertanyaan nomor 3-4
warung. Hal ini masih dalam tahap yang mana nomor 3 mengenai dampak
kewajaran karena obat CTM adalah dari pemberian CTM yang
obat bebas terbatas yaitu obat keras berlebihan.126 responden menjawab
dengan batasan jumlah dan kadar isi menyebabkan keracunan, 11
berkhasiat dan harus ada tanda (P) responden menjawab memberikan efek
boleh di jual bebas. Tanda khusus pada yang lebih baik.Sedangkan nomor 4
kemasan dan etiket obat bebas terbatas mengenai bayi diperbolehkan
adalah warna biru dengan garis tepi mengkonsumsi CTM secara berlebihan
berwarna hitam.Menurut survey yang ketika mengalami susah tidur.3
di dapat beberapa masyarakat lebih responden menjawab bisa
sering membeli CTM di warung dikonsumsikan karena dapat
alasanya dikarenakan rumah tempat memberikan efek ngantuk sedangkan
mereka tinggal lebih dekat dengan 134 responden menjawab tidak karena
warung yang menjual obat yang dapat menyebabkan keracunan.Dapat
mereka butuhkan hingga mereka lebih dilihat dari jawaban responden
sering membeli ke warung. sebenarnya responden mengetahui
Pada pertanyaan nomor satu dampak dari penggunaan CTM yang
dan nomor dua mengenai apa manfaat berlebihan tapi mereka sering
dari obat CTM itu sendiri dan pada menyalahgunakan CTM untuk
saat apa mengkonsumsi CTM. 59 menyembuhkan suatu penyakit yang
responden menjawab manfaat CTM bukan efek terapi dari obat

30
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

CTM.Selain itu juga pemberian obat satu yang akan mempengaruhi efek
pada bayi sekalipun tidak sama dengan terapi obat.penambahan dosis yang
yang dilakukan pada orang dewasa. tidak terbatas akan memberikan efek
Adanya perbedaan kematangan organ toksik (Anonim,1995)
tubuh menurut usia menyebabkan Pada pertanyaan nomor 6 dan 7
terjadinya perbedaan kinetika obat. yang mana pertanyaan nomor 6 adalah
Pada penggunaan suatu obat perlu jika CTM yang sementara dikonsumsi
mengetahui farmakodinamik, dapat dibagi/diberikan kepada
farmakokinetik, efek samping, dan keluarga yang mengalami gejala yang
interaksi dari suatu obat yang dapat sama tanpa pemeriksaan ke dokter.
terjadi. CTM yang digunakan 102 responden menjawab ya dan 35
berlebihan pada bayi akan responden menjawab tidak.Sedangkan
menyebabkan rusaknya.Pada bayi baru pada nomor 7 pertanyaannya adalah
lahir hati belum terbentuk sempurna, bagaimana anjuran anda jika melihat
begitu untuk fungsi hati untuk seseorang yang mengkonsumsi CTM
mengeluarkan residu obat. Alhasil mengendarai mobil/motor. 128
akan menyebabkan penumpukan racun responden menjawab menyarankan
didalam darah. Selain memperburuk untuk tidak berkendaraan karena efek
kerja hati, penggunaan CTM pada bayi samping CTM sendiri akan
juga akan mengganggu saraf dan menimbulkan kantuk dan itu sangat
sistem saraf pusat. Tidak hanya itu berbahaya untuk nyawa seseorang, dan
gangguan juga bisa terjadi pada otot 9 responden d menjawab membiarkan
diamana akan melemahkan jaringan dan tidak menyarankan apa-apa.
otot sehingga mengganggu tumbuh Menurut (Federan, 2011) Pemeriksaan
kembangnya bayi. Di bawah 1 tahun harusnya dilakukan oleh para medis
tidak dianjurkan mengkonsumsi CTM seperti dokter agar dapat memberikan
hanya pada 1-2 tahun : 1 mg 2x /hari diagnosa yang tepat terhadap suatu
(Lacman, 1994). penyakit.Pemberian obat pada pasien
Pada pertanyaan nomor 5 juga sebaiknya dilakukan oleh seorang
mengenai dosis obat CTM yang tepat apoteker agar dapat memberikan
bagi usia dewasa.64 responden informasi obat yang baik pada
menjawab 3 x 1/hari, sedangkan 56 pasien.Dosis terhadap 𝐴𝐻1 umumnya
responden menjawab 2 x 1/hari dan 17 menyebabkan penghambatan sistem
responden menjawab 1 x 1/hari. saraf pusat dengan gejala seperti
Menurut (Anonim, 1995). Dosis lazim kantuk, berkurangnya kewaspadaan
= 4 mg dan dosis maksimal 24 mg/ dan reaksi yang lambat.Efek samping
hari. Pengetahuan masyarakat masih ini menguntungkan bagi pasien yang
sangat minim dalam dosis suatu obat memerlukan istirahat namun dirasa
karena dosis juga merupakan salah mengganggu bagi mereka yang

31
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

dituntut melakukan pekerjaan dengan biasanya berkaitan dengan obat atau


kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu zat psikoaktif dengan tujuan utama
pengguna CTM atau obat yang mencapai ‘kondisi semu’ yang
mengandung CTM dilarang menyenangkan (sementara).
mengendarai kendaraan ( Ibrahim et Pada pertanyaan nomor 10 dan
all., 2009). 11 mengenai efek samping dari obat
Pada pertanyaan nomor 8 CTM yang mana pertanyaan nomor 10
mengenai minuman apa yang di mengenai efek yang dirasakan saat
gunakan saat menelan CTM.129 mengkonsumsi CTM. 131 responden
responden menjawab air mineral dan 8 menjawab efek ngantuk, 4 responden
responden menjawab menggunakan menjawab sakit kepala. Pada
alkohol. Dan juga pada pertanyaan pertanyaan nomor 11 mengenai
nomor 9 mengenai apakah ada efek Apaefek samping selain ngantuk yang
lain jika CTM dikonsumsi dengan timbul pada saat mengkonsumsi
alkohol.131 responden menjawab ya, 8 CTM.36 responden menjawab mulut
responden menjawab tidak. Menurut kering, 13 responden menjawab sakit
(Eka et all., 2008) air mineral adalah kepala dan 88 responden menjawab
minuman yang baik jika digunakan tidak mendapatkan efek samping.Pada
untuk menelan obat yang akan dasarnya efek samping yang besar
dikonsumsi karena air mineral tidak pada CTM yang sering masyarakat
memiliki zat yang akan mengurangi rasakan adalah efek ngantuk karena
efek terapi yang baik bagi Tubuh. dosis terapi 𝐴𝐻1 umumnya
Menurut penelitian dan survey pada menyebabkan penghambatan sistem
masa sekarang pemuda bahkan orang saraf pusat dengan gejala seperti
dewasa pun sering mengkonsumsikan kantuk. Sedangkan efek samaping lain
obat CTM dengan alkohol demi yang di rasakan adalah mulut dan
mendapatkan efek mabuk yang lebih sekitar kerongkongan terasa kering
tinggi. Jika CTM dikonsumsikan (IONI, 2002).
bersama alkohol maka efek sedasi Pada pertanyaan nomor 12
akan lebih meningkat dan mengenai apakah masyarakat sering
menyebabkan hipertensi, jantung mengkonsumsi CTM jika mengalami
berdetak cepat, sakit kepala hingga susah tidur. 83 responden menjawab
serangan stroke.Jumlah responden dari ya, setiap mengalami susah tidur
nomor 8 yang menjawab sering mengkonsumsi CTM, 21
mengkonsumsi dengan alkohol adalah responden menjawab kadang-kadang
responden yang masuk dalam mengkonsumsi CTM ketika susah
penyalahgunaan drug abuse yaitu tidur dan 33 responden menjawab
penggunaan obat dengan tujuan selain tidak pernah mengkonsumsi CTM
kesembuhan.Penyalahgunaan obat ketika susah tidur. Hal ini disebabkan

32
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

kerena pemahaman responden yang alternatif yang diambil masyarakat


masih kurang tentang manfaat dan untuk meningkatkan keterjangkauan
kegunaan dari obat CTM itu pengobatan. Namun dalam
sendiri.Terkadang masyarakat pelaksanaannya swamedikasi dapat
setempat tahu manfaat dari suatu obat menjadi sumber terjadinya kesalahan
tetapi sering mencoba-coba pengobatan (medication error) karena
menggunakan efek samping demi keterbatasan pengetahuan masyarakat
kesembuhan suatu penyakit yang akan obat dan penggunaannya
bukan merupakan efek terapi dari obat (Anonim, 2006).
tersebut. Pada pertanyaan nomor 13 Pada pertanyaan nomor 15
mengenai ketika melihat atau mengenai apakah benar CTM layak
mendengar keluarga atau teman diberikan untuk menyembuhkan
terkena insomnia (susahtidur) apa yang penyakit alergi.65 responden
akan dianjurkan.63 responden menjawab ya dan 72 responden
menjawab menganjurkan untuk menjawab tidak. Sedangkan pada
periksa ke dokter, 71 responden pertanyaan nomor 16 mengenai apakah
menjawab menganjurkan untuk CTM layak diberikan untuk
membeli CTM dan 3 responden menyembuhkan penyakit susah
menjawab tidak menganjurkan apa- tidur.71 responden menjawab ya dan
apa.Pada pertanyaan nomor nomor 14 66 Responden menjawab tidak.Pada
mengenai penggunaan obat CTM yang pertanyaan nomor 17 Apakah tepat
baik.132 responden menjawab jika anda memberikan CTM pada
diminum sesuai anjuran dokter, 5 kenalan/keluarga yang menderita
responden menjawabdiminum kurang tidur.70 responden menjawab
berdasarkan pengalaman.Suatu ya, 66 responden menjawab tidak.Pada
penyakit yang timbul dan dirasakan pertanyaan nomor 18 mengenai apakah
alangkah baiknya segera memeriksa tepat jika anda memberika CTM pada
diri ke tenaga medis agar mendapatkan kenalan/keluarga anda yang menderita
diagnosa yang tepat dan pengobatan alergi.64 responden menjawab ya dan
yang baik.Terkadang masyarakat lebih 73 responden menjawab tidak.CTM
memilih untuk mengobati dirinya termasuk golongan obat antihistamin
sendiri berdasarkan pengalaman yang merupakan obat dengan efek
mereka.Upaya masyarakat untuk antagonis terhadap histamin.CTM
mengobati dirinya sendiri yang dikenal merupakan salah satu antihistamin
dengan istilah swamedikasi, biasanya yang memiliki efek sedativ atau
dilakukan untuk mengatasi keluhan- menimbulkan rasa ngantuk.Namun
keluhan dan penyakit ringan yang penggunaannya dalam masyarakat
banyak dialami lebih sering sebagai obat tidur
masyarakat.Swamedikasi menjadi dibandingkan sebagai antihistamin

33
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

sendiri.Obat ini hanya digunakan PENUTUP


untuk meredakan bersin, gatal, hidung Kesimpulan
dan tenggorokan gatal serta pilek yang Kelurahan Bailangdan Kelurahan
disebabkan oleh hay fever (rhinitis Karombasan
alergi) atau alergi pernapasan lainnya 1.Profil penggunaan obat CTM pada
(Kafes, 2008). masyarakat Kelurahan Bailang masih
Pada pertanyaan nomor 19 terlihat kurangnya pemahaman tentang
mengenai CTM dapat digunakan setiap manfaat obat CTM serta efek yang
hari seperti suplemen/vitamin.6 ditimbulkan obat tersebut selanjutnya
responden menjawab ya, 131 memungkinkan terjadi
responden menjawab Tidak.Pada penyalahgunaan obat yang dikonsumsi
pertanyaan nomor 20 mengenai jika bukan semata-mata berdasarkan
mengkonsumsi CTM itu dapat manfaat dari obat tersebut tetapi sering
mengalami ketergantungan.3 digunakan berdasarkan efek samping
responden menjawab ya dan 134 yang ditimbulkan dari obat CTM
responden menjawab tidak. Sedangkan tersebut. Penyalahgunaan ini masuk
pada pertanyaan nomor 21 mengenai dalam karakteristik penyalahgunaan
penggunaan CTM dapat dihentikan drug abuse yaitu penggunaan obat
jika sudah merasa sehat dan sembuh dengan tujuan selain kesembuhan.
dari alergi.128 responden menjawab Pada masyarakat Kelurahan Bailang
ya dan 9 responden menjawab tidak. kadang menyalahgunakan obat dengan
CTM sendiri bukanlah vitamin atau tidak mematuhi derajat kepatuhan
suplemen dan Komposisi dari CTM yang merupakan faktor utama penentu
sendiri adalah tiap tablet mengandung tercapainya tujuan utama pengobatan
4 mg chlorpheniraminin maleas serta dengan demikian penyalahgunaan
zat tambahan secukupnya jadi tidak tersebut masuk dalam karakteristik
terdapat vitamin pada komposisi dari penyalahgunaan drug
CTM. Penggunaan CTM sendiri dapat misuse.Penyalahgunaan pada
dihentikan jika seseorang merasakan masyarakat Kelurahan Bailang
penyakit yang dideritanya telah ditemukan pada setiap karakteristik
sembuh.jika tidak dihentikan, efek umur, pendidikan dan pekerjaan.Pada
samping dari CTM akan mengganggu karakteristik umur cenderung terlihat
konsentrasi pekerjaan dengan pada umur 10-19 dan 50 tahun
kewaspadaan tinggi. keatas.Pada karakteristik pendidikan
cenderung pada pendidikan SD dan
SMP sedangkan pada pekerjaan
cenderung terdapat pada pekerjaan ibu
rumah tangga dan swasta.2) Profil
penggunaan obat CTM pada

34
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

masyarakat Kelurahan Karombasan masyarakat di kelurahan lain serta


masih belum memahami sepenuhnya adanya partisipasi tenaga kesehatan
tentang indikasi dari obat CTM yang untuk memberikan informasi
seharusnya CTM adalah obat antialergi penggunaan obat CTM yang tepat.
yang digunakaan untuk mengobati
alergi tetapi masyarakat menggunakan DAFTAR PUSTAKA
obat CTM untuk mengobatai penyakit Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur
susah tidur. Masyarakat Kelurahan Penelitian Suatu Pendekatan
Karombasan terlihat masih kurang Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
pemahaman tentang penggunaan CTM Badan Pusat Statistika Kota
yang baik sehingga menimbulkan Manado.2014. Banyaknya
penyalahgunaan obat CTM yang Penduduk Menurut
sering digunakan sebagai obat Kecamatan.http://manadokota.bp
tidur.Penyalahgunaan ini masuk dalam s.go.id/narasi.php?data=pendudu
kategori penyalahgunaan drug abuse k&kat=1 (19 Agustus 2014).
yaitu penggunaan obat dengan tujuan Balai Pengawasan Obat Dan
selain kesembuhan.Pada masyarakat Makanan.2013.Kota Manado.
Kelurahan Karombasan juga Connors, K.A., Amido, G.L., Stella,
menyalahgunakan obat dengan tidak V.J,. 2001. Stabilitas Kimiawi
mematuhi derajat kepatuhan yang Sediaan Farmasi : Buku
merupakan faktor utama penentu Pegangan Bagi Tenaga Farmasi,
tercapainya tujuan utama pengobatan Terjemahan Didk, G., Ed. 2,
dengan demikian penyalahgunaan Semarang : IKIP Semarang
tersebut masuk dalam karakteristik Kementrian Depertamen Kesehatan
penyalahgunaan drug Republik Indonesia.1995.
misuse.Penyalahgunaanya di temukan Farmakope Indonesia. Edisi III.
pada setiap karakteristik umur, Jakarta
pendidikan dan pekerjaan.Pada Kementrian Depertamen Kesehatan
karakteristik pendidikan cenderung Republik Indonesia.1995.
terlihat pada umur 10-19 dan 50 tahun Farmakope Indonesia. Edisi IV:
keatas.Pada karakteristik pendidikan Jakarta
cenderung pada pendidikan SD dan Direktorat Bina Farmasi Komunitas
SMP, sedangkan pada karakteristik dan Klinik Ditjen Bina
pekerjaan cenderung terdapat pada Kefarmasian dan Alat Kesehatan
pekerjaan ibu rumah tangga dan Departemen Kesehatan
swasta. 2006.Pedoman Penggunaan
Saran Obat Bebas dan Bebas Terbatas:
Perlu dilakukan penyuluhan Jakarta.
penggunaan obat CTM pada kelompok

35
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

Ernst, 1991.Dinamika Obat. Bandung : Riyanto.A. 2012.Metodologi


ITB Penelitian. Erlangga : Jakarta.
Fajar Kena. 2002. Manfaat
Sekar Anif. 2007. Penggunaan Obat
Penggunaan Antihistamin
Bebas dan Obat Bebas Terbatas ;
Generasi Ke 3. 125-127 :
21-32. Yogyakarta
Jakarta.
Hergana Hafari. 1999. Surfey Siswandono. 1995. Faramasetika
Dasar. EleksMedia : Jakarta
Penggunaan Obat Rasional Pada
Masyarakat Kota Balikpapan. 3- Silverstein, 1986.Chlorfeniraminin
4 : Jakarta. Maleas, Jakarta : PPPBUI Jakarta
Khalifah, S. 2003. Kekurangan Dan
Kelebihan Obat Tidur. Alpabeta Sugiyono. 2003.Statistik Untuk
Epha, Keners. 1995. Dinamika Penelitian. CV. Alpabeta: Bandung
Kesehatan. Erlangga : Jakarta
Safana. 2013. Kekurangan Dan
Linda Kafes.2001Manfaat CTM pada
Kelebihan Obat Tidur. halaman 123 –
Masyarakatjatinegoro. Jurnal
124. Jakarta
farmasi 10 (4) :08/-061.
Supardi, Sudibyo, Raharni. 2006.
Muhamaddih. 2004Drug Misuse And
Penggunaan obat yang
Drug Abuse. Jurnal Farmasi 9
sesuai dengan aturan dalam
(3) : 08/-061. Bandung
pengobatan sendiri keluhan
Nazir, M. 1998 Metode Penelitian, demam, sakit kepala, batuk
Ghalia Indonesia : Jakarta flu analisis lanjut usia data
Surfey Kesehatan Rumah
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Tangga (SKRT) 2001. Jurnal
Kesehatan Teori dan Kedokteran Yarsi 14 (1) :06/-
Aplikasinya. Rineka Cipta. 069 (2006).
Jakarta.
Tan H.T, Raharja. 2008. Obat-Obat
Pohan, Saut. 2007. Mekanisme Penting. Gramedia : Jakarta
Antihistamin Pad
Pengobatan Penyakit Alergi
: Blokade Reseptor –
Penghambat Aktivitas
Reseptor.57 ; 114-115.
Surabaya.

Galang Rianto. 2006. Penggunaan


Obat Rasional ; 12-18.
Bandung

36
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 4 November 2014 ISSN 2302 - 2493

37

Anda mungkin juga menyukai