Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“SEJARAH MUHAMMADIYAH SEBELUM


KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA”

OLEH :

FITRA ARIANA (105131100519)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PRODI S1 FARMASI

2020
KATA PENGANTAR

 Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
puja dan puji syukur kita panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga makalah tentang Sejarah
Muhammadiyah Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia

Makalah ilmiah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
dapat memperbaiki makalah ini.

    Akhir kata, penulis berharap semoga makalah tentang Sejarah Muhammadiyah
Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
   

Makassar, 24 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

a. Latar Belakang.............................................................................................

b. Tujuan..........................................................................................................

c. Manfaat........................................................................................................

BAB II ISI...............................................................................................................

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara
bahasa berarti penjagaan/perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal yang
menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa adalah
orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakanperintah-
Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut terjerumus ke dalam perbuatan
dosa.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap
sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan
melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat
penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan
ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan
bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang
wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar
dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya.
Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang
diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa
yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di
atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang
datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan

ii
dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu
dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang
insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian
atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-
Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah
Ruang lingkup taqwa ada 4 yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT,
Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri, Hubungan manusia
dengan sesama manusia, Hubungan manusia dengan lingkungan hidup. Dalam
makalah ini penulis akan menjelaskan tentang hubungan manusia dengan dirinya
sendiri

b. Tujuan
Makalah ini bertujuan agar pembaca mengetahui hubungan manusia dengan
dirinya sendiri.

c. Manfaat
Manfaat di buat agar pembaca mengetahui hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, selain itu makalan ini juga dapat dijadikan sebagai sumber referensi.

ii
BAB II
ISI

Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama
serta lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik
seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang
sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu
manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara
umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa
hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran
Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:

“Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu


menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku.
Sesungguhnya tuhanku maha pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf 12:53)

Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar
mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat
ditandai dengan ciri-ciri, antara lain :

1. Sabar

Secara bahasa: Berasal dari kata “ ‫ يص>>>بر‬ -  ‫”ص>>>بر‬ yang artinya menahan.


Secara istilah: Menahan diri dari kesusahan dan menjaga lisan dari celaan, serta
menahan anggota badan dari berbuat dosa.

Definisi sabar menurut sufi ternama Dzun-nun Al-Mishri, “Sabar ialah menajuhi
perselisihan, bersikap tenang dalam menghadapi cobaan yang menyesakkan hati, dan
menampakkan rasa kecukupan ketika ditimpa kesusahan dalam kehidupan”. Sedikit
berbeda dengan Ar-Raghib Al-Ashfihani, yang mengatakan bahwa sabar memiliki

ii
makna yang berbeda sesuai dengan konteks kejadiannya. Menahan diri saat ditimpa
musibah dinamakan shabr (sabar), sedangkan lawan katanya jaza’ (gelisah, cemas,
risau), menahan diri dalam peperangan dinamakan syaja’ah (keberanian) dan lawan
katanya jubn (pengecut, lari dari peperangan), menahan diri dari kata-kata kasar
disebut kitman (diam) dan lawan katanya ihdzar/hadzar (mengecam, marah). Namun
secara umum, semua yang berkaitan dengan menahan biasanya dikategorikan sabar.

Sabar ini tidak hanya identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk
tidak bersikap berlebihan atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu
juga merupakan bagian dari sabar. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi
ketika dalam kemudahaan dan kesenangan.

Allah menyebutkan orang-orang yang sabar dengan berbagai sifat dan


menyebutkan kesabaran dalam al-Qur’an lebih dari sembilan puluh tempat. Bahkan
Allah menambahkan keterangan tentang sejumlah derajat yang tinggi dan kebaikan
dan menjadikannya sebagai buah kesabaran . Firman-Nya: “dan kami jadikan
diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah
kami ketika mereka bersabar .”(as-Sajdah:24) 

 Setiap ibadah pahalanya ditentukan kecuali sabar. Oleh karena itu, puasa
memiliki pahala yang sangat besar karena ia merupakan separuh kesabaran . Allah
berfirman: “Dan bersabarlah kalian sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar .”(al- Anfal:46).

Allah mengaitkan kemenangan dengan kesabaran . Firmannya:” Ya,(Cukup) ,jika


kamu bersabar dan bersiap siaga ,dan mereka datang menyerang kamu dengan
seketika itu juga ,niscya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang
memkai tanda.” (Ali Imran :125)

 Kesabaran ada dua macam yaitu kesabaran yang berkaitan dengan fisik , seperti
ketabahan dan ketegaran memikul beban dengabn badan .Kesabaran ini kadang

ii
dengan perbuatan, seperti melakukan amal perbuatan yang berat berupa ibadah atau
yang lainnya.  Kedua, Kesabaran yang terpuji   dan sempurna yaitu kesabaran yang
berkaitan dengan jiwa dalam menahan diri dari berbagai keinginan tabi’at dan
tuntunan hawa nafsu. 

Sebagaian orang yang’arif berkata: Orang yang sabar memiliki 3 maqam:

a. Meninggal kan syahwat, ini merupakan tingkatan orang-orang yang bertaubat


.
b. Ridha kepada apa yang telah ditakdirkan, ini merupakan tingkatan orang
yang zuhud .
c. Mencintai apa yang di perbuat tuannya terhadap dirinya ,ini merupakan
tingkatan orang-orang yang siddiq .

Sifat sabar dalam Islam menempati posisi yang istimewa.Al-Qur’an


mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam sifat mulia lainnya. Antara lain di
kaitkan dengan keyakinan, syukur, tawakkal, dan taqwa.mengaitkan satu sifat dengan
banyak sifat mulia lainnya menunjukkan betapa istimewanya sifat itu.Karena sabar
merupakan sifat mulia yang istimewa, tentu dengan sendirinya orang-orang yang
sabar juga menempati posisi yang istimewa. Sifat sabar memang sangat di butuhkan
sekali unyuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat. Seorang mahasiswa tidak akan
berhasil mencapai gelarkesarjanaan tanpa sifat sabar dalam belajar.

Manfaat Bersikap Sabar yaitu :

a. Dapat memiliki emosi yang stabil dan tidak mudah dipengauhi oleh keadaan
lingkungan
b. Cukup stabil dan tenteram rumah tangganya sehingga dapat menikmati hidup
ini sebagai karunia dari Allah SWT.
c. Memiliki harapan akan masuk sorga, seuai janji Allah dalam Q.S.Al-Baqarah
ayat 155.

ii
2. Tawaqal

Tawakal ( Bahasa Arab : ‫) توكل‬ atau tawakkul berarti mewakilkan atau


menyerahkan. Dalam agama Islam ,tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada
Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat
dari suatu kondisi.
         Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut,
"Tawakkal adalah menyandarkan kepada Allah tatkal amenghadapi suatu
kepentingan, bersandar kepada dalam waktu kesukaran, teguh hatitat kala ditimpa
bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram. Menurut Abu Zakaria
Anshari, tawakkal adalah "keteguhan hati dalam menyerahkan urusan kepada orang
lain". Sifat yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang yang
diserahi urusan tadi. Artinya, ia benar-bena rmemiliki sifata manah (tepercaya)
terhadap apa yang diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman terhadap orang
yang memberikan amanat tersebut.
   Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari
keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar
meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, Pengetahuan Maha
Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang
mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya
tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha
Bijaksana. Sementara orang, ada yang salah paham dalam melakukan tawakkal. Dia
enggan berusaha dan bekerja, tetapi hanya menunggu. Orang semacam ini memiliki
pemikiran, tidak perlu belajar, jika Allah menghendaki pandai tentu menjadi orang
pandai. Atau tidak perlu bekerja, jika Allah menghendaki menjadi orang kaya tentu
kaya, dan seterusnya.
Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya, seklipun ada
berbagai makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah menghendaki ia kenyang,
tentulah kenyang. Jika pendapat ini dipegang teguh pasti akan menyengsarakan diri

ii
sendiri. Menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan terakhir dalam suatu
usaha atau perjuangan. Jadi, arti tawakkal yang sebenarnya menurut ajaran Islam
adalah menyerah diri kepada Allah setelah berusaha keras dalam berusaha dan
bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang Diatetapkan.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan barang siapa bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan member rizki dari arah yang tidak
ia sangka-sangka, dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup
baginya." (AthTholaq : 2-3)
 Banyak di antara para ulama yang telah menjelaskan makna Tawakkal,
diantaranya adalah Al Allamah Al Munawi. Ia mengatakan, "Tawakkal adalah
menampakkan kelemahan
sertapenyandaran(diri)kepadayangdiTawakkali."( FaidhulQadir ,5/311). IbnuAbbas
radhiyallahu'anhuma mengatakanbahwaTawakkal berarti percaya sepenuhnya kepada
Allah Ta'ala. Imam Ahmad mengatakan, "Tawakkal berarti memutuskan pencarian
disertai keputus-asaan terhadap makhluk." Al Hasan Al Bashri pernah ditanya tentang
Tawakkal, maka beliau menjawab, "Ridho kepada Allah Ta'ala", Ibnu Rojab Al
Hambali mengatakan, "Tawakkal adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya
kepada Allah Ta'ala dalam memperoleh kemashlahatan dan menolak bahaya, baik
urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan. " Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani
mengatakan, "Tawakkal yaitu memalingkan pandangan dari berbagai sebab setelah
sebab disiapkan."

Semua perintah dalam bertawakkal, biasanya selalu didahului oleh perintah


melakukan sesuatu.

Firman Allah SWT :


‫فَإ ِ َذا َعزَ ْمتَفَتَ َو َّكلْ َعلَى هَلّلَا ِ إِ َّن هللاَ يُ َحبُّ ْال ُمت ََو ِّكلِيْن‬
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
(QS. Ali Imran: 159)

ii
Oleh rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya sebagai berikut :

‫ق‬َّ >‫ لَ>>وْ أَنَّ ُك ْم تَت ََو َّكلُ>>وْ نَ َعلَى هللاِ َح‬: ‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُ>>وْ ُل‬ َّ ‫صل‬ ُ ‫ َس ِمع‬: ‫ض َى هللاُ َع ْنهُ قَ َل‬
َ ِ‫ْت َرسُوْ َل هللا‬ ِ ‫ع َْن ُع َم َر َر‬
‫ تَ ْغ ُدوْ ِخ َما صًا َوتَرُوْ ُح بِطَانًا‬،‫ق الطَّ ْي َر‬ ُ ‫تَ َو َّكلِ ِه لَ َر َز قَ ُك ْم َك َما يَرْ ُز‬

 (‫)رواه الترمذي‬

“Umar r.a. berkata : “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda :


“Andaikan kamu bertawakkal (menyerah) kepada Allah dengan sungguh-sungguh,
niscaya Allah akan memberi rizky kepadamu sebagaimana burung yang keluar pagi
dengan perut kosong (lapar) dan kembali pada senja hari dalam keadaan sudah
kenyang”. (HR. Turmudzi)

Sebagian buah yang agung yang bisa dipetik oleh orang yang bertawakal setelah
berhasil mewujudkan maqam ‘kedudukan yang sangat tinggi dan mulia ini. Hal
terpenting diantaranya adalah :
a. Mewujudkan iman.
b. Ketenangan jiwa dan rehat hati.
c. Kecukupan dari Allah segala kebutuhan orang yang bertawakal.
d. Sebab terkuat dalam mendatangkan berbagai manfaat dan menolak berbagai
mudlarat.
e. Mewariskan cinta Allah kepada sang hamba.
f. Mewariskan kekuatan hati, keberanian, keteguhan dan menantang para
musuh.
g. Mewariskan kesabaran, ketahanan, kemenangan dan kekokohan.
h. Mewariskan rezeki, rasa ridha dan memelihara dari kekuasaan syetan
i. Sebab masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

3. Syukur

ii
Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,dan wa syukuran
yang berarti berterima kasih keapda-Nya .Bila disebut kata asy-syukru, maka artinya
ucapan terimakasih, syukranlaka artinya berterimakasih bagimu, asy-syukru artinya
berterimakasih, asy-syakir artinya yang banyak berterima kasih .
Menurut Kamus Arab – Indonesia, kata syukur diambil dari kata syakara,
yaskuru, syukran dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya . Syukur
berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya . 
 Menurut bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta
mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan,
dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan. 
Dalam kamus besar Bahasa indonesia, memiliki 2 arti:
a. Rasa berterima kasih kepada Allah
b. Untunglah atau merasa lega, senang dll.

Ada tiga ayat yang dikemukakan tentang pengertian syukur ini, yaitu sebagai
berikut :
a. Surah al-Furqan, ayat 62 
‫َوهُ َو الَّ ِذي َج َع َل اللَّ ْي َل َوالنَّهَا َر ِخ ْلفَةً لِ َم ْن أَ َرا َد أَ ْن يَ َّذ َّك َر أَوْ أَ َرا َد ُش ُكورًا‬
artinya:
“Dan Dia(pula)yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang
yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur ”. (QS. Al-
Furqan: 62).
Ayat ini ditafsirkan oleh al-Maragi sebagai berikut bahwa Allah telah
menjadikan malam dan siang silih berganti, agar hal itu dijadikan pelajaran bagi
orang yang hendak mengambil pelajaran dari pergantian keduanya, dan berpikir
tentang ciptaan-Nya, serta mensyukuri nikmat tuhannya untuk memperoleh buah dari
keduanya. Sebab, jika dia hanya memusatkan kehidupan akhirat maka dia akan
kehilangan waktu untuk melakukan-Nya. Jadi arti syukur menurut al-Maragi adalah

ii
mensyukuri nikmat Tuhan-Nya dan berpikir tentang cipataan-Nya dengan mengingat
limpahan karunia-Nya.
Hal senada dikemukakan Ibn Katsir bahwa syukur adalah bersyukur dengan
mengingat-Nya.Penafsiran senada dikemukakan Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad
al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd Rahman Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan
bahwa syukur adalah bersyukur atas segala nikmat Rabb yang telah dilimpahkan-Nya
pada waktu itu.Departemen Agama RI juga memaparkan demikian, bahwa syukur
adalah bersyukur atas segala nikmat Allah dengan jalan mengingat-Nya dan
memikirkan tentang ciptaan-Nya.
b. Surah Saba, ayat :13 
‫ت ا ْع َملُوا آَ َل دَا ُوو َد ُش ْكرًا َوقَلِي ٌل‬
ٍ ‫اسيَا‬ ِ ‫يب َوتَ َماثِي َل َو ِجفَا ٍن َك ْال َج َوا‬
ٍ ‫ب َوقُد‬
ِ ‫ُور َر‬ ِ ‫يَ ْع َملُونَ لَهُ َما يَ َشا ُء ِم ْن َم َح‬
َ ‫ار‬
‫ي ال َّش ُكو ُر‬
َ ‫ِم ْن ِعبَا ِد‬
artinya:
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-
gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya)
seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang berterima kasih”. (QS. Saba: 13).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyebut-nyebut apa yang pernah Dia
anugrahkan kepada Sulaiman as,. Yaitu mereka melaksanakan perintah Sulaiman as
untuk membuat istana-istana yang megah dan patung-patung yang beragam tembaga,
kaca dan pualam. Juga piring-piring besar yang cukup untuk sepuluh orang dan tetap
pada tempatnya, tidak berpindah tempat. Allah berkata kepada mereka “agar
mensyukuri-Nya atas segala nikmat yang telah Dia limpahkan kepada kalian”.
Kemudian Dia menyebutkan tentang sebab mereka diperintahkan bersyukur yaitu
dikarenakan sedikit dari hamba-hamba-Nya yang patuh sebagai rasa syukur atas
nikmat Allah swt dengan menggunakan nikmat tersebut sesuai kehendak-Nya.
Menurut al-Maragi arti kata asy-Syukurdi atas adalah orang yang berusaha untuk

ii
bersyukur. Hati dan lidahnya serta seluruh anggota tubuhnya sibuk dengan rasa
syukur dalam bentuk pengakuan, keyakinan dan perbuatan. Dan ada pula yang
menyatakan asy-syukur adalah orang yang melihat kelemahan dirinya sendiri untuk
bersyukur.
Sementara itu Ibn Katsir memberikan arti dari kata asy-syukur adalah berterima kasih
atas segala pemberian dari Tuhan yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Penafsiran yang senada dikemukakan oleh jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-
Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bkar al-Suyutiy dengan
menambahkan bahwa rasa syukurnya itu dilakukan dengan taat menjalankan
perintah-Nya.
c. Surah al-Insan, ayat 9 
ْ ُ‫إِنَّ َما ن‬
‫ط ِع ُم ُك ْم لِ َوجْ ِه هَّللا ِ اَل نُ ِري ُد ِم ْن ُك ْم َج َزا ًء َواَل ُش ُكورًا‬
artinya:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu
dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al-Insaan: 9)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak meminta dan mengharapkan dari
kalian balasan dan lain-lainnya yang mengurangi pahala, kemudian Allah
memperkuat dan menjelaskan lagi bahwa Dia tidak mengharapkan balasan dari
Hamba-Nya, dan tidak pula meminta agar kalian berterimakasih kepada-Nya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa syukur menurut
istilah adalah bersykur dan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut
nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan,
hati maupun perbuatan.

Adapun manfaat bersyukur pada Allah atas nikmatnya, yaitu :


a. Kenikmatan Bertambah

ii
Allah berfirman melalui (Q.S Ibrohim :7) " Dan jika kalian manusia mau
bersyukur atas nikmat yang telah aku berikan kepada kalian makaniscaya
aku akan menambah nikmat yang telah akuberikan kepada kalian, dan jika
kalian kufur (tidak mau bersyukur) maka ketahuilah niscaya siksa ku itu
pedih." Dari pengalan ayat di atas bahwa orang yang bersyukur akan
diberikan nikmat tambahan. Ini bisa berupa keberuntungan didalam hidup
kita.

b. Membuat Hati Menjadi Bergembira 


Bersyukur merupakan hal dimamana kita dapat menerima apapun yang kita
miliki dan terima dari allah yang juga bentuk dari kedekatan dan kecintaan
seseorang kepada tuhannya. Orang yang bersyukur lebih bisamelihat
keindahan dalam setiap nikmat yang saat ini dia miliki. Rosul pernah
bersabda :“Jika Allah memberikan harta kepadamu, maka akan tampak
kegembiraan pada dirimu dengan nikmat dan karunia Allah itu. (Ramuz el-
Hadis, jilid 1, hal. 22)

c. Hidup Menjadi Lebih Bahagia dan damai


Kalau hati sudah merasa cukup dan penuh dengan syukur hidup menjadi
lebih bahagia, hari-hari terasa indah. Dampaknya sangatluar biasa, hidup
sehat karena fikiran selalu berfikir positif. 

4. Berani
Keberanian berasal dari bahasa latin yaitu Cor yang berati “jantung”, dan bahasa
Perancis Corage yang berarti “hati dan jiwa” atau cuer, yang berarti “hati.”
Maksudnya, untuk memiliki keberanian harus memiliki hati untuk menghadapi
ketakutan, bahaya atau sakit yang diperlukan dalam membela kebenaran, kehidupan
rumah, mata pencaharian, budaya keluarga, maupun keyakinan.

ii
Menurut Peter Irons (2003) keberanian adalah suatu tindakan memperjuangkan
sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi segala sesuatu yang dapat
menghalanginya karena percaya kebenarannya. Sedangkan menurut Paul Findley,
keberanian adalah suatu sifat mempertahankan dan memperjuangkan apa yang
dianggap benar dengan menghadapi segala bentuk bahaya, kesulitan, kesakitan, dan
lain-lain.

“The conquering of fear is the beginning of wisdom”, kemampuan menaklukkan


rasa takut merupakan awal dari kebijaksanaan (Aristoteles). Artinya, orang yang
mempunyai keberanian akan mampu bertindak bijaksana tanpa dibayangi ketakutan-
ketakutan yang sebenarnya merupakan halusinasi belaka. Orang-orang yang
mempunyai keberanian akan sanggup menghidupkan mimpi-mimpi dan mengubah
kehidupan pribadi sekaligus orang-orang di sekitarnya. Komentar Bennet mengenai
kutipan Aristoteles diatas : “Kita menjadi pemberani dengan melakukan tindakan
berani” . “Tidak setiap orang akan memiliki keberanian yang sejati.” Keberanian
sejati dapat diartikan sebagai sikap siap sedia untuk dikoreksi apabila berbuat salah
dan siap menerima kebenaran meskipun dari orang yang memiliki kedudukan lebih
rendah (dalam Kris :2012).
Syaja’ah artinya berani, tetapi bukan berani dalam arti siap menentang siapa saja
tanpa mempedulikan apakah dia berada di pihak yang benar atau salah, dan bukan
pula berani mempeturutkan hawa nafsu, tetapi berani yang berlandaskan kebenaran
dan dilakukan dengan penuh pertimbangan (Ilyas, 2012 : 116).Menurut pandangan
Islam, berani tidaklah ditentukan oleh kekuatan fisik, tetapi oleh kekuatan hati dan
kebersihan jiwa. Rasulullah SAW bersabda : “Bukanlah yang dinamakan pemberani
itu orang yang kuat bergulat. Sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang sanggup
menguasai dirinya diwaktu marah”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih). Kemampuan seseorang
untuk mengendalikan diri (hawa nafsu) ketika marah adalah bentuk keberanian yang
muncul dari hati yang dan jiwa yang kuat.

ii
Marilyn King (dalam Indra : 2010) mengatakan bahwa keberanian kita secara
garis besar dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu :

a. Visi (vision), yakni tujuan (goal) yang ingin kita capai.


b. Tindakan nyata (action), berupa usaha yang kita lakukan dalam
mengupayakan tercapainya tujuan.
c. Semangat (passion), kondisi untuk tetap bertahan dalam rangka usaha untuk
memperoleh tujuan.
Menurut Raid ‘Abdul Hadi dalam bukunya Mamarat Al-Haq (dalam Ilyas, 2012
: 118), ada tujuh faktor yang menyebabkan seseorang memiliki keberanian :
a. Rasa takut kepada Allah SWT.
Selama seseorang yakin bahwa yang dilakukannya dalam rangka
menjalankan perintah Allah, maka orang tersebut tidak takut kepada siapapun
kecuali Allah SWT. Apabila ada yang membuatnya takut, maka dia harus
yakin bahwa Allah adalah penolong dan pelingdung. “Cukuplah Allah yang
menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (QS. Ali-
Imran : 173)
b. Lebih mencintai akhirat daripada dunia
Perlu dipahami bahwa dunia bukanlah tujuan akhir, namun hanya sebagai
jembatan menuju akhirat. Seorang muslim tidak akan ragu meninggalkan
dunia asalakan dia mendapat kebahagiaan di akhirat.

c. Tidak takut mati

Apabila ajal sudah datang, tidak ada yang dapat mencegah atau lari darinya.
Kematian adalah sebuah kepastian dan setiap orang pasti akan mati.
“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun
kamu didalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”. (QS. An-Nisa :78)
Seorang muslim tidak akan takut mati, apalagi mati dalam Jihad.

ii
d. Tidak ragu-ragu

Salah satu yang menyebabkan munculnya rasa takut adalah perasaan ragu-
ragu. Apabila seseorang ragu dengan kebenaran yang dia lakukan tentu dia
akan menghadapi resiko. Tetapi apabila dia penuh keyakinan maka
muncullah keberanian. Rasulullah SAW mengajarkan :
“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu, menuju apa-apa yang tidak
meragukanmu”. (HR. Tirmidzi dan Nasa’i)

e. Tidak menomorsatukan kekuatan materi

Kekuatan materi diperlukan dalam perjuangan, tetapi materi bukanlah segala-


galanya. Allah yang menentukan segala sesuatu.

f. Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah

Orang yang berjuang untuk kebenaran tidak pernah takut, karena setelah
berusaha dengan keras maka dia akan bertawakal dan memohon pertolongan
kepada Allah SWT,“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan) nya…” (QS. Ath-Thalaq : 3)

g. Hasil Pendidikan

Sikap berani lahir melalui pendidikan yang diterapkan dirumah, sekolah,


masjid, maupun lingkungan. Sebagai contoh, anak yang dididik dan diasuh
oleh orang tua pemberani juga akan tumbuh dan berkembang menjadi
pemberani.

ii
BAB III
KESIMPULAN

Hubungan yang paling penting dalam hidup kita ini adalah hubungan kita dengan
diri kita sendiri. Kalau kita “sejalan” dengan diri kita sendiri, berlaku baik, di dalam
hati berbicara sopan, manis serta penuh rasa hormat kepada diri kita sendiri. Hidup
kita akan Nyaman dan bahagia. Kita bisa memperoleh dukungan, kekuatan, serta
motivasi, disaat kita memerlukan itu semua, diri kita sendiri: juga mampu mencintai
diri sendiri disaat kita memerlukan sahabat. Tapi kalau kita “bertentangan” dengan
diri sendiri, itu berarti kita menghancurkan diri sendiri dari dalam, dan nggak perduli
sama kebutuhan serta suara batin kita.
Belajar bersahabat dengan diri kita sendiri adalah usaha yang harus dilakukan
setiap hari. Perjalanan mengungkapkan jati diri adalah perjalanan yang paling
mengasyikkan di dunia. Kalau kita sudah kenal dengan diri kita sendiri. Menerima
kata batin, serta berupaya memanfaatkannya . Kita akan menjadi orang dengan
pribadi yang kuat dan sehat. Untuk melakukan itu kita harus bersabar. Bersungguh-
sungguh dan bertanggung jawab kepada dan untuk diri kita sendiri. Perlakuan kita
terhadap diri kita sendiri berpengaruh besar pada cara orang lain memperlakukan kita.
Cobalah memberikan kesempatan kepada diri kita sendiri untuk berhasil, serta
cobalah memperoleh bantuan selama kita melakukan itu. Kita perlu memiliki
keyakinan bahwa hidup ini bisa berhasil.

ii
DAFTAR PUSTAKA

http://www.ngekul.com/sikap-berani-syajaah-dalam-islam

http://hubungandengandirikitasendiri.blogspot.co.id/

http://fitriandaniie.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-dengan-diri-kita-
sendiri.html

http://hubungandengandirikitasendiri.blogspot.co.id/

http://slideplayer.com/slide/3036313/

http://www.ilmusaudara.com/2015/10/pengertian-hakikat-dan-manfaat-
sabar.html

http://fatim12.blogspot.co.id/2015/01/makalah-tawakal.html

https://www.scribd.com/document/389178222/Agama-Hubungan-Manusia-Dengan-
Dirinya-Sendiri#download

ii

Anda mungkin juga menyukai