Anda di halaman 1dari 14

Tata Nama Senyawa Organik

Berdasarkan IUPAC

Oleh
Fitra Ariana (105131100519)

Universitas Muhammadiyah Makassar


Program Studi Farmasi
Sejarah Nomenklatur

Dahulu Zat Kimia Diberi Nama Sesuai Dengan Nama Penemunya, Nama Tempat, Nama Zat
Asal, Sifat Zat, Dan Lain-Lain. Dengan Semakin Bertambahnya Jumlah Zat Yang Ditemukan
Baik Alami Ataupun Buatan, Maka Perlu Adanya Tata Nama Yang Dapat Memudahkan
Penyebutan Nama Suatu Zat. Iupac (International Union Pure And Applied Chemistry)
Merupakan Badan Internasional Yang Membuat Tata Nama Zat Kimia Yang Ada Di Dunia Ini.
Akan Tetapi, Untuk Kepentingan Tertentu Nama Zat .Yang Sudah Lazim (Nama Trivial)
Sering Digunakan Karena Telah Diketahui Khalayak. Contohnya Nama Asam Cuka Lebih
Dikenal Dibanding Asam Asetat Atau Asam Etanoat.
Tata Nama IUPAC Dan Trivial
Tata nama IUPAC
Tata Nama Trivial
1) Tata nama alkohol tidak begitu berbeda                        Tata nama trivial atau nama
dengan pemberian nama pada alkana. umum hanya berlaku untuk alkohol-alkohol
Perbedaannya yaitu akhiran –a pada alkana suku rendah atau alkohol-alkohol dengan
terkait diganti dengan akhiran –ol. rumus molekul sederhana. Tata nama trivial
2) Pemberian nomor pada atom karbon untuk alkohol yaitu dengan menyebut nama
dimulai dari atom karbon yang paling dekat gugus alkil yang mengikat gugus –OH
dengan gugus –OH. kemudian diikuti dengan kata alkohol.
Contoh
 
Senyawa Turunan Alkana

Alkana merupakan senyawa hidrokarbon alifatik jenuh. Senyawa turunan


alkana merupakan senyawa yang dianggap berasal dari alkana, di mana
salah satu atau beberapa atom hidrogennya digantikan oleh atom atau
gugus atom tertentu. Gugus pengganti ini disebut sebagai gugus fungsi.
Masing-masing gugus fungsi akan memberikan ciri khas pada sifat fisik
maupun kimia pada senyawa-senyawa yang memiliki gugus tersebut.
Berikut tata Nama Senyawa Turunan
Alkana
1. Alkohol (alkanol)
yaitu senyawa turunan alkana yang memiliki gugus hidroksil (−OH). Senyawa alkohol
dengan satu gugus −OH mempunyai rumus umum C nH2n+2O.
Berdasarkan jumlah atom C yang terikat pada atom C yang mengikat gugus −OH,
alkohol dibedakan menjadi:
 alkohol primer, yaitu alkohol dengan gugus −OH terikat pada atom C primer (atom C
yang hanya terikat langsung dengan 1 atom C lainnya)
 alkohol sekunder, yaitu alkohol dengan gugus −OH terikat pada atom C sekunder
(atom C yang terikat langsung dengan 2 atom C lainnya)
 alkohol tersier, yaitu alkohol dengan gugus −OH terikat pada atom C tersier (atom C
yang terikat langsung dengan 3 atom C lainnya)
Tata nama IUPAC:
 Rantai karbon terpanjang dengan cabang terbanyak yang mengandung gugus
−OH ditetapkan sebagai rantai induk. Selanjutnya, rantai induk tersebut diberi
nama dengan mengganti akhiran “-a” pada alkana menjadi “-ol”. Misalnya, etana
menjadi etanol.

 Penomoran dilakukan sedemikian sehingga atom C yang mengikat gugus −OH


diprioritaskan mempunyai nomor yang sekecil mungkin.
2. Eter (alkoksialkana),
yaitu senyawa turunan alkana yang memiliki gugus alkoksi (−OR′). Senyawa eter dengan satu gugus
−OR′ mempunyai rumus umum CnH2n+2O. Eter dapat dilihat sebagai dua gugus alkil, yakni R dan R′
yang terikat pada satu atom O.

Tata nama IUPAC:


 Gugus alkil yang lebih panjang ditetapkan sebagai rantai induk alkana. Sedangkan, gugus alkil
yang lebih pendek sebagai gugus alkoksi.

 Penomoran dilakukan sedemikian sehingga atom C yang mengikat gugus −OR′ diprioritaskan
mempunyai nomor yang sekecil mungkin.
3. Aldehida (alkanal),
yaitu senyawa turunan alkana yang memiliki gugus −CHO, yaitu
gugus karbonil (−CO−) pada ujung rantai. Gugus −CO− pada aldehida
terikat dengan satu atom H dan satu gugus alkil R. Senyawa aldehida
dengan satu gugus −CO− mempunyai rumus umum CnH2nO.
Tata nama IUPAC:
Rantai karbon terpanjang dengan cabang terbanyak yang mengandung
gugus −CHO ditetapkan sebagai rantai induk. Selanjutnya, rantai
induk tersebut diberi nama dengan mengganti akhiran “-a” pada
alkana menjadi “-al”. Misalnya, propana menjadi propanal. Gugus
fungsi −CHO selalu ditetapkan sebagai atom C nomor satu pada rantai Tata nama trivial:
induk, sehingga tidak perlu dinyatakan nomor posisinya.
4. Keton (alkanon),
yaitu senyawa turunan alkana yang memiliki gugus karbonil (−CO−) pada tengah rantai. Gugus −CO− pada
keton terikat dengan dua gugus alkil R dan R′. Senyawa keton dengan satu gugus −CO− mempunyai rumus
umum CnH2nO.
Tata nama IUPAC:
 Rantai terpanjang dengan cabang terbanyak yang mengandung gugus −CO− ditetapkan sebagai rantai
induk. Selanjutnya, rantai induk tersebut diberi nama dengan mengganti akhiran “-a” pada alkana menjadi
“-on”. Misalnya, propana menjadi propanon.

 Penomoran dilakukan sedemikian sehingga posisi gugus −CO− diprioritaskan mempunyai nomor yang
sekecil mungkin.
5. Asam karboksilat (asam alkanoat),
yaitu senyawa turunan alkana yang memiliki gugus karboksil (−COOH). Gugus
−COOH merupakan gugus yang terdiri dari gugus karbonil (−CO−) dan gugus
hidroksil (−OH). Senyawa asam karboksilat dengan satu gugus −COOH
mempunyai rumus umum CnH2nO2.
Tata nama IUPAC:
 Rantai terpanjang dengan cabang terbanyak yang mengandung gugus −COOH
ditetapkan sebagai rantai induk. Selanjutnya, rantai induk tersebut diberi nama
dengan awalan kata “asam” dan akhiran “-a” pada alkana diganti menjadi “-oat”.
Misalnya, butana menjadi asam butanoat.

 Penomoran selalu dimulai dari atom C gugus −COOH sebagai atom C nomor 1.
6. Ester (alkil alkanoat),
yaitu senyawa turunan alkana yang memiliki gugus karboalkoksi (−COOR′). Gugus
−COOR′ merupakan gugus yang terdiri dari gugus karbonil (−CO−) dan gugus alkoksi
(−OR′). Senyawa ester dengan satu gugus −COOR′ mempunyai rumus umum
CnH2nO2.
Tata nama IUPAC:
Rumus ester dapat ditulis sebagai RCOOR′ dan nama IUPAC ester adalah alkil
alkanoat. Nama gugus alkil berasal dari nama gugus R′ yang terikat pada atom O.
Sedangkan, nama alkanoat diambil dari nama gugus RCOO.
7. Alkil halida (haloalkana),
yaitu senyawa turunan alkana yang memiliki atom halogen −X (F, Cl, Br, atau I).
Senyawa haloalkana dengan satu atom halogen X mempunyai rumus umum CnH2n+1X.
Alkil
Tata nama IUPAC:
 Rantai karbon terpanjang dengan cabang terbanyak yang mengandung atom
halogen ditetapkan sebagai rantai induk.
 Penomoran dilakukan sedemikian sehingga atom C yang mengikat atom halogen
diprioritaskan mempunyai nomor yang sekecil mungkin.
 Atom halogen diberi nama bromo (Br), kloro (Cl), fluoro (F), dan iodo (I). Nama
atom halogen ditulis terlebih dahulu sebelum nama cabang alkil.
 Jika terdapat dua atau lebih atom halogen sejenis, maka nama dinyatakan dengan awalan
“di-”, “tri-”, “tetra-”, dan seterusnya. Misalnya, difluoro, trikloro, dan sebagainya.

 Jika terdapat lebih dari satu jenis atom halogen, maka prioritas penomoran didasarkan
pada kereaktifan atom halogen mulai dari F, Cl, Br, kemudian I. Akan tetapi, penulisan nama
tetap secara alfabetik, yaitu dari bromo (Br), kloro (Cl), fluoro (F), lalu iodo (I).
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai