Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), diketahui bahwa diseluruh dunia

terdapat kematian ibu sebesar 500 juta pertahun. Kematian maternal tersebut 99 %

terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes, 2009).

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, Angka

Kematian Ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Jumlah

kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai AKI 228 per

100 ribu kelahiran hidup. Dalam hal ini, fakta lonjakan kematian ini tentu sangat

memalukan pemerintah yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 102

per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2015 sesuai dengan target Milenium

Development Goals (MDGs) ( Rachmaningtyas, 2013).

Penyebab langsung angka kematian terutama dalam proses kehamilan dan

persalinan adalah perdarahan 28 %, Eklamsi 24 % dan infeksi 11 %, partus lama

5 % dan abortus 5 %. Perdarahan bisa terjadi pada kehamilan trimester I berupa

abortus, trimester II dan III karena kelainan letak dari plasenta. Perdarahan pada

persalinan yaitu karena atonia uteri, sisa plasenta dan luka jalan lahir (Depkes,2010).

Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa diantaranya

diakhiri dengan abortus. Tanpa penanganan yang tepat masalah ini bisa berakibat

fatal karena dapat mencetus peningkatan laju kematian ibu yang hingga saat ini

belum bisa diatasi. Menurut WHO kematian ibu berkisar 15 % – 20 % disebabkan

1
2

oleh aborsi, dari aborsi yang dilakukan setiap tahun, terdapat 70.000 wanita

meninggal dunia karenanya (Jurnal Media Kebidanan, 2009).

AKI di Propinsi Sumatera Selatan tahun 2012 adalah 149 per 100.000 kelahiran

hidup sedangkan pada tahun 2010 adalah 131 per 100.000 kelahiran hidup dan pada

tahun 2011 adalah 120 orang per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian oleh

karena perdarahan dan hipertensi (Dinkes Sumsel, 2013).

Suatu strategi sektor kesehatan dalam menurunkan kematian, kesakitan ibu dan

perinatal yaitu program Strategi Making Pregnancy Safer (MPS). Dalam pelaksanaan

MPS ada tiga kunci yaitu : (1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

terlatih, (2) setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat penanganan yang

adekuat dan (3) setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan

kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi abortus

(Saifuddin, 2010).

Abortus atau keguguran adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu

hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia

kehamilan kurang dari 28 minggu. Kejadian abortus sulit diketahui karena sebagian

besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan (Manuaba, 2010).

Resiko abortus meningkat seiring usia ibu. Frekuensi abortus yang secara klinis

terdeteksi meningkat dari 12 persen pada wanita berusia kurang dari 20 tahun

menjadi 26 persen pada ibu yang usianya lebih dari 40 tahun (Cuningham, 2006).

Insiden abortus juga meningkat apabila wanita yang bersangkutan hamil dalam 3

bulan setelah melahirkan bayi aterm. Resiko abortus akan semakin meningkat dengan

bertambahnya paritas pada multipara, lapisan endometrium disekitar tempat


3

implantasi kurang sempurna dan tidak siap menerima hasil konsepsi, sehingga

pemberian nutrisi dan oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang sempurna dan

mengakibatkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu (Cuningham, 2006).

Rata-rata terjadi 144 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan

kejadian abortus spontan antara 15 – 20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih

jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50 %. Hal ini dikarenakan tingginya

angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 -4 minggu setelah

konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet

(misalnya sperma dan disfungsi oosit). Pada 1988 Wilcok dan kawan-kawan

melakukan studi terhadap 221 perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total.

Didapatkan total 198 kehamilan, dimana 43 (22 %) mengalami abortus sebelum haid

berikutnya (Saifuddin 2009).

Faktor resiko ibu seperti usia, paritas, jarak persalinan dan riwayat obstetri yang

jelek dapat menimbulkan terjadinya gangguan kehamilan dan persalinan termasuk

didalamnya abortus (Cunningham 2006).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukan adanya hubungan usia dengan kejadian

abortus di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang terhadap 208 responden priode

Januari – Desember 2010 bahwa ada hubungan bermakna antara umur ibu dengan

kejadian abortus dimana p value = 0,005 lebih kecil dari α = 0,05 (Oci Bulan

Purnama Sari , 2011).

Terhadap paritas juga terdapat hubungan bermakna antara paritas dengan

kejadian abortus di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang terhadap 208


4

responden priode Januari – Desember 2010 dengan p value = 0,005 lebih kecil dari α

= 0,05 (Oci Bulan Purnama Sari , 2011).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas tahun 2013

didapatkan data abortus sebanyak 212 kasus. Kejadian abortus tersebut berdasarkan

laporan Puskesmas – Puskesmas dan Rumah Sakit di wilayah Kabupaten Musi

Rawas.

Data laporan tahunan register medik tahun 2013 di ruang kebidanan Rumah Sakit

Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas terdapat kasus abortus sebanyak 199 kasus

( 49,6 %) dari sebaran kasus rawat inap ginekologi berdasarkan diagnosis.

Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul

“Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013”.

1.2. Rumusan Masalah

Tingginya angka kejadian abortus (49,6 %) pada tahun 2013 di Rumah Sakit Dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas menyebabkan penulis tertarik menentukan rumusan

masalah apakah ada hubungan usia dan paritas dengan Kejadian Abortus di Rumah

Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Diketahuinya Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian Abortus di

Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013.


5

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Diketahuinya distribusi Frekuensi kejadian Abortus di Rumah Sakit Dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013.

1.3.2.2. Diketahuinya distribusi Frekuensi usia ibu terhadap kejadian abortus di

Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013.

1.3.2.3. Diketahuinya distribusi Frekuensi paritas terhadap kejadian abortus di

Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013.

1.3.2.4. Diketahuinya hubungan usia ibu dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013.

1.3.2.5. Diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan

salah satu wadah untuk mengaplikasikan ilmu dari mata kuliah biostatistik,

metodelogi penelitian dan ilmu kebidanan secara langsung khususnya tentang

kejadian abortus.

1.4.2. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber atau referensi

bagi mahasiwa D III Kebidanan yang berminat melanjutkan penelitian ini

lebih mendalam tentang kejadian abortus.


6

1.4.3. Bagi Instansi di Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Rumah Sakit untuk

lebih meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan

Anda mungkin juga menyukai