Disusun Oleh :
NILAWATI
3A
344070180094
DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DARING
PRODI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
2. Etiologi
Penyebab pastinya BPH sampai saat ini belum diketahuai secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa prostat erat kaitanyanya dengan kadar
dihidrotesteron ( DHT ) dan proses penuaan.
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut :
1. Dihydrotestosterone
Peningkatan 5 alfa reductasedan reseptor androgen meyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2. Ketidakseimbangan hormone estrogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormone esterogen dan
penurunan testosterone yang mengakibatkan hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal growth factor beta menyebabkan hyperplasi
stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
3. Epidemiologi
Epidemiologi benigh prostatic hyperplasia meningkatnya seiring dengan
bertambahnya usia. Di Indonesia, penelitian menunjukan benigh prostatic
hyperplasia mengenai hamper 50% laki-laki diatas 50 tahun.
Di dunia angkat kejadian benigh prostatic hyperplasia meningkat seringnya
dengan bertambahnya usia benigh prostatic hyperplasia merupakan tumor jinak
yang paling sering terjadi pada pria yaitu sekitar 8% pada pria usia 41-50 tahun ,
50% pada pria usia 51-60, dan > 90% pada pria diatas 80 tahun. Pada usia 55
tahun sekitar 25% pria mengalami obstruksi saluran kemih dan pada usia 75
tahun 50% pria mengalami pelemahan pancaran urin ( weak stream )
Di nindonesia epidiologi hyperplasia prostat jinak di diindonesiakurang
tercatat dengan baik. Salah satu penelitian menunjukan bahwa benigh prostatic
hyperplasia mengenai hamper 50% laki-laki di indonesiadiatas usiaa 50 tahun
dan sebanyak 20% laki-laki dengan lower urinary tract sympoms ( LUTS )
dinyatakan menderita benigh prostatic hyperplasia.
4. Patofisiologi
Menurut Tanto (2014) kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih
dan tembus oleh uretra.kelenjar ini dibagi empat zona yaitu zona perifer, sentral,
stoma fibromuskularis anterior, dan transsisional, yang disebut dengan benign
prostat obstruksi (BPO). Gejala klinis yang timbul terbagi atas dua jenis yaitu
gejala obstruksi dan gejala iritasi, gejala obstruksi timbul akibat sumbatan secara
langsung akibat uretra, gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung kemih
sebagai respon meningkatkan resitensi pengeluaran dan pengosongan yang tidak
sempurna menyebakan ransangan pada kandung kemih berkontraksi pada kondisi
belum penuh.
PATHWAY
Resiko Infeksi
istirahat dan tidur
GANGGUAN
POLA TIDUR
5. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
3. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
6. klasifikasi
Derajat berat BPH menurut sjamsuhidajat ( 2005 ) dibedakan menjadi 4
stadium yaitu :
1) Stadium I
2) Stadium II
3) Stadium III
4) Stadium IV
7. Farmakoterapi
a. Α adrenergik antagonis
8. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
9. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2. Medika mentosa
3. Pembedahan
Indikasi:
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
3) Perianal prostatectomy.
10. Komplikasi
Referensi
https://id.scribd.com/presentation/395102358/Farmakoterapi-Bph-Fix-Bgt (diakses tanggal
26 oktober 2020)
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
https://www.academia.edu/10659142/Asuhan_Keperawatan_Pada_Pasien_BPH ( diakses
pada tanggal 26 oktober 2020 )