Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DARING


BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA ( BPH )

Dosen pengampuh : Epi Rustiawati, M. Kep., Sp.Kep.MB

Disusun Oleh :

NILAWATI
3A
344070180094

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DARING
PRODI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi

Hyperplasia prostat adalah pembersaran prostat yang jinak bervariasi berupa


hyperplasia kelenjar atau fibromuscular. Namun orang sering menyebutnya
dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah
hyperplasia ( Long, 2006 ).
BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra dan menyebabkan
gelaja urtikaria ( Nursalam, 2006 ).
Hipertropi prostat jinak ( Benign prostatic hipertropy, BPH ) merupahan
kondisi yang belum diketahui penyebabnya , ditandai oleh meningkatnya ukuran
zona dalam ( kelenjar periuretra ) dari kelenjar prostat ( Grace, pierce A, dkk,
2007).
Hyperplasia prostat benign adalah pembesaran progestif dari kelnejar prostat
( secara umum pada pria lebih tua 50 tahun ) menyebabkan berbagai obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Doeges, E. Marily ,2002 )

2. Etiologi
Penyebab pastinya BPH sampai saat ini belum diketahuai secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa prostat erat kaitanyanya dengan kadar
dihidrotesteron ( DHT ) dan proses penuaan.
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut :
1. Dihydrotestosterone
Peningkatan 5 alfa reductasedan reseptor androgen meyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2. Ketidakseimbangan hormone estrogen-testosteron
Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan hormone esterogen dan
penurunan testosterone yang mengakibatkan hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal growth factor beta menyebabkan hyperplasi
stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
3. Epidemiologi
Epidemiologi benigh prostatic hyperplasia meningkatnya seiring dengan
bertambahnya usia. Di Indonesia, penelitian menunjukan benigh prostatic
hyperplasia mengenai hamper 50% laki-laki diatas 50 tahun.
Di dunia angkat kejadian benigh prostatic hyperplasia meningkat seringnya
dengan bertambahnya usia benigh prostatic hyperplasia merupakan tumor jinak
yang paling sering terjadi pada pria yaitu sekitar 8% pada pria usia 41-50 tahun ,
50% pada pria usia 51-60, dan > 90% pada pria diatas 80 tahun. Pada usia 55
tahun sekitar 25% pria mengalami obstruksi saluran kemih dan pada usia 75
tahun 50% pria mengalami pelemahan pancaran urin ( weak stream )
Di nindonesia epidiologi hyperplasia prostat jinak di diindonesiakurang
tercatat dengan baik. Salah satu penelitian menunjukan bahwa benigh prostatic
hyperplasia mengenai hamper 50% laki-laki di indonesiadiatas usiaa 50 tahun
dan sebanyak 20% laki-laki dengan lower urinary tract sympoms ( LUTS )
dinyatakan menderita benigh prostatic hyperplasia.

4. Patofisiologi
Menurut Tanto (2014) kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih
dan tembus oleh uretra.kelenjar ini dibagi empat zona yaitu zona perifer, sentral,
stoma fibromuskularis anterior, dan transsisional, yang disebut dengan benign
prostat obstruksi (BPO). Gejala klinis yang timbul terbagi atas dua jenis yaitu
gejala obstruksi dan gejala iritasi, gejala obstruksi timbul akibat sumbatan secara
langsung akibat uretra, gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung kemih
sebagai respon meningkatkan resitensi pengeluaran dan pengosongan yang tidak
sempurna menyebakan ransangan pada kandung kemih berkontraksi pada kondisi
belum penuh.
PATHWAY

Menurut Tanto (2014) perjalanan penyakit BPH

Faktor pencetus BPH :Riwayat Kongenital, faktor umur,


jenis kelamin

Pembesaran Kelenjar Prostat Stoma dan Epitel

BPH Rencana Operasi

Obstruksi Saluran Kemih Pengetahuan

Retensi Urine Informasi

Tindakan Sistotomi Produksi Urine


ANSIETAS
Luka Sayatan Miksi
Kuman Masuk Terbangun untuk miksi

Resiko Infeksi
istirahat dan tidur

GANGGUAN
POLA TIDUR

5. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

a. Gejala Obstruktif yaitu :

1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena


ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra
vesika sampai berakhirnya miksi.

3. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

4. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor


memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

b. Gejala Iritasi yaitu :

1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
3. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

6. klasifikasi
Derajat berat BPH menurut sjamsuhidajat ( 2005 ) dibedakan menjadi 4
stadium yaitu :

1) Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine


sampe habis.

2) Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine


walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150cc. Ada rasa
tidak enak BAK atau dysuria dan menjadi nocturia.

3) Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150cc.

4) Stadium IV

Retensi unine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan , urine


menetes secara periodic ( over flowin kontinen )

7. Farmakoterapi

a. Α adrenergik antagonis

Kategori Nama Dosis, Kerja Obat Kontra Efek samping


Obat Generik frekuensi indikasi
dan
Nama
Dagang
Prazosin Retensi Hipotensi Dosis Penghamb Hipotensi,
urin, ortostatik pertama at ACE: sedasi, pusing,
gagal menyebabk meningkat ngantuk,
jantung, an kolaps kan efek lemah, lesu,
anti karena hipotensi. sakit kepala,
hiperten hipotensi Alkohol: mulit kering,
si dan (oleh karna meningkat mual, sering
penyaki itu harus kan efek berkemih,
t istirahat), hipotemnsi takikardia,
vascular usia lanjut f, palpitasi
dosis mula- meningkat
mula kan efek
dikurangi sedative
pada gagal dari
ginjal indoramin
Terazosi Terapi Dosis Meningkat Menngantuk,
n untuk pertama kan sering urinasi,
-
gejala dapat efek/toksisi peningkatan
hiperpla menyebabk tas: BB, dispnea
sia an kolaps diuretik, (gangguan
prostat karena inhibitor pernafasan).
jinak hipotensi ACE
(BPH) (dalam 30-
dan 90 menit,
hiperten sehinga
si harus
diminum
sebelum
tidur)
Doxazos Hiperte Hipersen Hipotensi
in nsi, sitif postural, sakit
BPH kepala,
kelelahan,
vertigo, dan
edema
Silodosi Gangg Anti Obat ini - Diare,
n uan jamur menyebabk ortostatik
miksi an reaksi hipotensi
pada alergi yang (tekanan darah
hiperpla parah. rendah ketika
sia Gejala berdiri setelah
prostat mungkin duduk atau
jinak termasuk berbaring),
kesulitan sakit kepala.
bernafas,
pembengka
kak
tenggoroka
n atau
lidah,
gatal-gatal
Tamsulo Ganggu Hipotensi Antihiperte Pusing, sakit
sin an ortostatik, nsi, kepala,
miksi gangguan sildenafil gelisah,
pada fungsi hati, sitrat, hipotensiortos
hiperpla gangguan vardenafil tatik, palpitasi,
sia fungsi HCI obstrukso
prostat ginjal nasal
jinak ringan-
sedang.
Sumber : https://id.scribd.co
m/presentation/39
5102358/Farmakot
erapi-Bph-Fix-Bgt

8. Pemeriksaan penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan


pada pasien dengan BPH adalah :

1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.

b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.

b. IVP (Intra Vena Pielografi)


Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat,
penyakit pada buli-buli.

c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)


Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
9. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:

1. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien

2. Medika mentosa

Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan


berat tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi
(misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.

3. Pembedahan

Indikasi:

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut

b. Dengan residual urin >100 ml

c. Klien dengan pengulit

d. Terapi medika mentosa tidak berhasil

e. Flowmetri menunjukan pola obstruktif

Pembedahan dapat dilakukan dengan:

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).

2) Retropublic atau extravesical prostatectomy.

3) Perianal prostatectomy.

4) Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.

4. Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi


ultrasonic).

10. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah:


Seiring dengan semakin beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran kemih,
karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
(Corwin, 2000).

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik


mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.
Stasis dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme. Yang dapat menyebabkan
pyelonefritis (sjamsuhidrajat, 2005).

11. Diet dan nutrisi


12. Pengkajian
- Identitas : meliputi nama, tanggal lahir, umur, pekerjaan, alamat,
agama dll
- Keluhan utama : pasien mengeluh sulit untuk BAK
- Riwayat penyakit sekarang : Pengkajian dilakukan untuk
mendukung keluhan utama seperti menanyakan tentang perjalanan
sejak timbul keluhan hingga pasien meminta pertolongan. Misalnya:
sejak kapan keluhan nyeri dirasakan, beberapa lama dan berapa kali
keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan.
Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada pasien sejelas-
jelasnya, dan semuanya dijelaskan didalam riwayat kesehatan
sekarang (Muttaqin, 2011).
- Riwayat peyakit dahulu : apakah pasien pernah mengalami penyakit ini
sebelumya, apakah mempunyai penyakit turunan seperti DM, penyakit jantung dll.
13. Masalah Keperawatan :
- Retensi Urin
- Gangguan pola tidur
- Ansietas
- Resiko infeksi
Intervensi
Diagnosa Kriteria dan hasil Intervensi
Retensi Urin Eliminasi urin membaik Manajemen Eliminasi
Setelah melakukan asuhan keperawatan Urin
2x24 jam, dengan kriteria hasil : observasi
1. Frekuensi BAK membaik −        Identifikasi tanda dan
gejala retensi atau
2. Karakteristik urin membaik inkontinensia urine
−        Identifikasi faktor
yang menyebabkan retensi
atau inkontinensia urin
−        Monitor eliminasi
urine (misal frekuensi,
konsistensi, aroma dan
volume)
Terapeutik
−        Catat waktu-waktu
dan haluaran berkemih
−        Batasi asupan cairan
−        Ambil sampel urine
tengah (midstream) atau
kultur
Edukasi
−        Ajarkan tanda dan
gejala infeksi saluran kemih
−        Ajarkan mengukur
asupan cairan dan haluaran
urine
−        Ajarkan mengambil
spesimen urine midstream
−        Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan waktu
yang tepat untuk berkemih
−        Ajarkan terapi
modalitas penguatan otot-
otot panggul atau berkemih
anjurkan minum yang cukup
jika tidak ada kontraindikasi
−        Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
Kolaborasi
−        Kolaborasi pemberian
obat suppositoria uretra
Gangguan Pola tidur membaik Dukungan Tidur
pola tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama 2x24 jam, dengan kriiteria hasil −        Identifikasi pola
aktivitas dan tidur
:
−        Identifikasi faktor
1. Keluhan sulit tidur menurun pengganggu tidur fisik dan
atau psikologis
2. Keluhan sering terjaga menurun
3. Keluhan tidak puas tiud −        Identifikasi makanan
dan minuman yang
menurun mengganggu tidur (misal
kopi, teh, alkohol, makan
4. Keluhan pola tidur menurun mendekati waktu tidur,
5. Keluhan istirahat yang tidak minum banyak air sebelum
tidur)
cukup menurun
−        Identifikasi obat tidur
yang dikonsumsi
Terapeutik                             
−        Modifikasi lingkungan
(misal pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras dan
tempat tidur)
−        Batasi waktu tidur
siang
−        Fasilitasi
menghilangkan stres
sebelum tidur
−        Tetapkan jadwal tidur
rutin
−        Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan (misal pijat,
pengaturan posisi, terapi
akupresur)
−        Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang
siklus tidur terjaga
Edukasi
−        Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
−        Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
−        Anjurkan menghindari
makanan atau minuman yang
mengganggu tidur
−        Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
−        Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mental,
psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift bekerja)
−        Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara non
farmakologi lainnya

Ansietas Tingkat Ansietas menurun Reduksi Ansietas


Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama 2x24 jam, dengan kriteria −        Identifikasi saat
tingkat ansietas berubah
hasil : (misal kondisi, waktu,
1. Perilku tegang menurun stressor)
−        Identifikasi
2. Perilaku geliah menurun
kemampuan mengambil
keputusan
−        Monitor tanda-tanda
ansietas (verbal dan
nonverbal)
Terapeuik
−        Ciptakan suasana
terapetik untuk
menumbuhkan kepercayaan
−        Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
−        Pahami situasi yang
membuat ansietas
−        Dengarkan dengan
penuh perhatian
−        Gunakan pendekatan
yang tenang dan meyakinkan
−        Tempatkan barang
pribadi yang memberikan
kenyamanan
−        Motivasi
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
−        Diskusi perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan adatang
Edukasi
−        Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
−        Informasikan secara
faktual mengenai diagnosis
pengobatan dan prognosis
−        Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama pasien
−        Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif
−        Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
−        Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
−        Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
−        Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
−        Kolaborasi pemberian
obat antiansietas

Resiko Tingkat Infeksi menurun Pencegahan Infeksi


Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama 2x24jam, dengan kriteria hasil : −        Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal dan
1. Kemerahan menurun sistemik
2. Nyeri menurun Terapeutik
3. Bengkak menurun −        Batasi jumlah
pengunjung
−        Berikan perawatan
kulit pada area edema
−        Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
−        Pertahankan teknik
aseptik pada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
−        Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
−        Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
−        Ajarkan etika batuk
−        Ajarkan cara
memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
−        Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi
−        Anjurkan
meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
−        Kolaborasi pemberian
imunisasi
−        Kolaborasi terapi
antibiotik

Referensi
https://id.scribd.com/presentation/395102358/Farmakoterapi-Bph-Fix-Bgt (diakses tanggal
26 oktober 2020)

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
https://books.google.co.id/books?
id=EbDWDgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=asuhan+keperawatan+pada+pasien+post+o
p+bph&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiZ5JTr19HsAhXF6nMBHR98AQMQ6AEwAXoECA
EQAg#v=onepage&q&f=false ( diakses pada tanggal 26 oktober 2020 )

https://www.academia.edu/10659142/Asuhan_Keperawatan_Pada_Pasien_BPH ( diakses
pada tanggal 26 oktober 2020 )

Anda mungkin juga menyukai