Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Imajinasi Vol. XIII No.

2 - Juli 2019

Jurnal Imajinasi
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/imajinasi

GAMBAR KARYA ANAK-ANAK PEGUNUNGAN:


Studi Kasus di SDN 2 Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali

Purwanto, 1
1
Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


Penelitian ini memfokuskan permasalahan karakteristik ungkapan
Sejarah Artikel: gambar karya anak-anak Desa Lencoh Kecamatan Selo Kabupaten
Diterima April 2018 Boyolali dan relasi ungkapan gambar tersebut dengan nilai kulturalnya.
Disetujui Juni 2018 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
Dipublikasikan Juli 2019 dalam bentuk studi kasus. Sasaran penelitian meliputi gambar siswa
Kelas V dan VI SD Negeri 2 Lencoh, Kabupaten Boyolali, yang dibuat
Keywords: dalam satu tahun terakhir, serta perilaku kehidupan masyarakat
gambar, anak pegunungan, Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali. Teknik pengumpulan data dilakukan
potensi lingkungan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data melalui
proses reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Hasil penelitian
menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, karakteristik gambar
anak-anak di Dukuh Lencoh cenderung banyak mengakomodasi objek
yang menjadi potensi lingkungannya, baik secara fisik maupun non
fisik. Kedua, ungkapan gambar anak-anak di daerah tersebut cenderung
kental merefleksikan nilai kehidupan masyarakat gunung yang masih
setia dengan kebudayaan Jawa.

PENDAHULUAN ritual sedhekah gunung tersebut berada di


Kecamatan Selo termasuk wilayah Desa Lencoh, sebagai bagian dari wilayah
administratif Kabupaten Boyolali, yang Kecamatan Selo.
berada di kawasan antara kaki lereng Gunung Desa Lencoh terdiri dari 11
Merbabu dan Merapi. Selain memiliki pedukuhan, yang tiap-tiap pedukuhan
potensi alam yang indah, Kecamatan Selo memiliki potensi Paguyuban Kesenian
juga memiliki kekayaan budaya tradisi yang Tradisi. Pada kondisi saat ini dapat
spesifik yang dapat dijadikan sebagai daya dikatakan bahwa potensi Desa Lencoh
tarik bagi wisatawan, yaitu setiap tanggal tersebut menjadi sentral dan andalan bagi
1 Muharom (Suro) melaksanakan upacara pengembangan kepariwisataan di kawasan
ritual sedhekah gunung. Puncak ritual Kecamatan Selo. Memerhatikan tingginya
tersebut adalah melarung kepala kerbau semangat masyarakat dan pemerintah
beserta serangkaian sesaji ke kawah Gunung untuk mempromosikan kawasan Selo
Merapi. Mengiringi kegiatan tersebut menjadi magnet destinasi wisata alam dan
masyarakat mentradisikan kegiatan budaya bagi Kabupaten Boyolali, menarik
berupa kirab budaya dan pementasan untuk dapat dikaji secara holistik sikap dan
potensi kesenian tradisi yang dimiliki perilaku berkesenian masyarakat di daerah
masyarakat tersebut. Konsentrasi kegiatan tersebut, tak terkecuali pada kehidupan
© 2019 Semarang State University. All rights reserved

Corresponding author :
UNNES JOURNALS
Address: Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang
email : purwanto_senirupa@mail.unnes.ac.id
28 Purwanto, Gambar Anak Pegunungan: Studi Kasus di SDN 2 Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali

kesenian anak-anak. pribadi bagian integral dari masyarakat


Kondisi lingkungan kehidupan dan kebudayaannya mengemban fungsi
gunung akan berpengaruh pada perilaku sebagai penyangga kebudayaan- demikian
kehidupan budaya masyarakatnya, tak pula kesenian yang ada di masyarakatnya,
terkecuali anak-anak. Pengaruh dalam di dalamnya ada proses mencipta,
berbudaya tersebut termasuk di dalamnya memelihara, mewariskan, mengembangkan,
adalah pemenuhan kebutuhan estetis yang kemudian membangunnya menjadi
mereka. Seperti disampaikan Suparlan kebudayaan baru yang menawarkan nilai-
(1980) bahwa hubungan antara manusia nilai baru yang relatif mampu memenuhi
dengan lingkungannya adalah hubungan kebutuhan estetisnya dalam konteks
timbal balik yang tak dapat dipisahkan. kekinian.
Demikian juga Forde (dalam Suparlan, Masyarakat Selo sebagai kelompok
1980) mengemukakan bahwa hubungan masyarakat pegunungan, bisa diasumsikan
antara kegiatan manusia dengan lingkungan orientasi kebudayaannya menempatkan
alamnya dijembatani oleh pola-pola gunung sebagai aspek yang sangat
kebudayaan yang dipunyai manusia. menentukan pandangan kebudayaannya.
Dengan menggunakan kebudayaannya Dalam konstelasi tata hubungan yang
tersebut, maka manusia berusaha integralistik antara manusia dengan
beradaptasi dengan lingkungannya. lingkungannya, seperti paparan beberapa
Dalam proses adaptasi tersebut, manusia pendapat di atas maka dapat diasumsikan
mendayagunakan lingkungannya untuk pula bahwa ungkapan ekspresi kebudayaan
tetap dapat melangsungkan kehidupannya. masyarakat Selo Boyolali termasuk di
Pada dasarnya hubungan antara manusia dalamnya anak-anak dalam berbagai hal
dengan lingkungannya bersifat integral. pemenuhan kebutuhan kehidupannya, akan
Proses interaksi manusia dengan dipengaruhi oleh kebudayaanya. Ekspresi
kondisi lingkungan sosial masyarakatnya kebudayaan pada masyarakat tradisional,
itu di dalamnya terdapat proses adaptasi pada dasarnya adalah manifestasi strategi
dan internalisasi diri, sehingga kebudayaan adaptasi masyarakat dalam merespons
yang digunakan sebagai pedoman dalam lingkungan serta potensi lingkungan yang
perilaku kehidupan masyarakatnya tersebut dimilikinya. Dengan kearifan lokalnya
terimplementasi dalam tata nilai perilaku masyarakat akan memainkan peran dalam
kehidupan pribadinya pula. Sebaliknya, merajut kebudayaannya untuk tetap menjaga
pola-pola kebudayaan ideal yang berasal harmoni kehidupannya dengan konsep
dari dirinya, sebagai potensi personal serasi, selaras, dan seimbang; antara dirinya
sebagai makluk yang berbudaya, ikut pula dengan Tuhannya serta lingkungannya baik
memberi konstribusi bagi pembentukan fisik maupun nonfisik.
rajutan jaring-jaring kebudayaan yang ada Kesadaran kosmik masyarakat
di kelompok masyarakatnya. Atas dasar Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali mampu
itu maka ekspresi pikiran, perasaan dan mengantarkan mereka tetap survive dalam
tindakannya senantiasa diwarnai dengan kehidupannya. Kesadaran kosmik tersebut
nilai-nilai budaya yang dianutnya, termasuk kiranya akan senantiasa dimanifestasikan
ekpresi estetisnya (Rohidi, 1994: 23). dalam berbagai aspek dalam pemenuhan
Khayam (1981: 38) menyatakan kebutahan hidup mereka. Mereka mengelola
bahwa kesenian tidak pernah berdiri sendiri tata kehidupannya dengan memosisikan
lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu keberadaan Gunung Merapi sebagai sentral
bagian yang penting dari kebudayaan, kosmiknya. Salah satu aspek dari manifestasi
kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan mereka adalah rajutan sistem
kebudayaan itu sendiri. Manusia sebagai simbol yang digunakan untuk menandai

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi Vol. XIII No. 2 - Juli 2019 29

dan berinteraksi dalam konteks religi serta Selo kelas V dan VI SD, didasarkan
interaksi dalam kehidupan sosial budayanya. pada pertimbangan bahwa kemampuan
Keberadaan anak-anak di kawasan tersebut menggambar anak-anak pada usia ini telah
menjadi bagian yang integral pula dalam memasuki masa naturalistik semu yakni
tata kehidupan masyarakatnya. Perilaku mereka telah memiliki kemampuan teknik
kehidupan anak-anak tersebut niscaya dan cara mempersepsikan objek yang
akan mewarisi nilai-nilai para orang tua dilihatnya. Menurut Lowenfeld (1975),
mereka yang diikat dalam sebuah sistem Kamaril (2005), perkembangan gambar
budaya masyarakat. Ketika Gunung Merapi anak pada usia kelas V dan VI SD. (12-14 th),
menjadi faktor penting yang berpengaruh memasuki masa naturalistik semu (pseudo
bagi perilaku budaya masyarakat Lencoh naturalistic) . yang ciri-ciri karyanya telah
Kecamatan Selo Boyolali, maka dapat mendekati ciri-ciri karya orang dewasa.
diasumsikan hal tersebut akan berpengaruh Untuk memperoleh data penelitian
pula pada perilaku anak-anak, termasuk digunakan beberapa teknik yaitu: teknik
dalam pemenuhan kebutuhan estetisnya. observasi, wawancara dan dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan menganalisis (Rohidi 2011). Teknik pengabsahan data
ungkapan gambar karya anak-anak Desa dilakukan dengan Teknik triangulasi. Teknik
Lencoh tersebut, untuk menjelaskan analisis data menggunakan langkah reduksi
relasi ungkapan gambar tersebut dengan data, sajian data, penarikan simpulan
kultur kehidupan masyarakatnya. Fokus dan Verifikasi (Miles & Hubberman dalam
permasaahan penelitian ini adalah: 1) Rohidi, 1992).
Bagaimanakah karakteristik ungkapan
gambar karya anak-anak Desa Lencoh HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali ? 2) Karakteristik Masyarakat Desa Lencoh
Bagaimanakah relasi ungkapan gambar Masyarakat Lencoh menunjukkan ciri
karya anak-anak Desa Lencoh Kecamatan masyarakat tradisional Jawa yang sangat
Selo Kabupaten Boyolali dengan nilai menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya.
kulturalnya ? Ciri-ciri kehidupan masyarakat tersebut
antara lain ditandai oleh mayoritas anggota
METODE masyarakatnya menggunakan bahasa ibu
Objek kajian dalam penelitihan ini bahasa Jawa dan menjunjung tinggi harmoni
adalah ungkapan gambar karya anak-anak kehidupan dengan mengedepankan sikap
siswa kelas, V, dan VI SD Negeri 2 Lencoh hidup serasi, selaras, dan seimbang. Hal
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Agar tersebut terefleksi dalam hubungan antara
kajian penelitian ini memperlihatkan kebutuhan material dan spiritual, hubungan
kedalaman makna, serta menunjukkan pribadi dengan lingkungan sosialnya,
keterlibatan peneliti secara langsung di hubungan pribadi dengan lingkungan
lapangan, maka dipilih pendekatan kualitatif alamnya, dan hubungan pribadi dengan
dalam bentuk studi kasus. Lokasi penelitian Tuhannya. Manifestasi dari sikap tersebut
di SD Negeri 2 Lencoh Kecamatan Selo adalah dimilikinya rasa tepa selira, guyub,
Kabupaten Boyolali. Peneliti mengambil rukun dan saling menghargai satu dengan
lokasi di Sekolah tersebut dengan yang lain, serta memiliki sistem pengetahuan
pertimbangan untuk mendapatkan data nilai estetis dan etis, yang diidealkan dalam
tentang ungkapan gambar karya siswa yang kehidupan masyarakatnya didasarkan pada
benar-benar mewakili ekspresi kehidupan komposisi binnary, antara lain kiwa-tengen,
masyarakat yang berbudaya gunung. ngisor-ndhuwur, kasar-alus. Klasifikiasi
Pertimbangan dipilihnya gambar kelompok nilai kiwa, ngisor, kasar bermakna
karya anak-anak siwa SD Lencoh Kecamatan negatif, sedangkan klasifikasi kelompok

UNNES JOURNALS
30 Purwanto, Gambar Anak Pegunungan: Studi Kasus di SDN 2 Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali

nilai tengen, ndhuwur, alus bermakna lingkungan alam, upacara, kesenian tradisi,
positif. Suseno (1996) menyatakan bahwa dan motif batik. Pilihan tema tersebut pada
pertimbangan alus dan kasar menjadi ciri dasarnya cenderung mengakomodasi obyek
estetis dan etik bagi masyarakat Jawa. Ciri yang ada di lingkungannya. Dari tujuh
lainnya mereka memiliki sikap hormat kelompok tersebut di bawah ini diambil
kepada orang yang lebih tua, orang tua, dan salah satu yang mewakili untuk dijelaskan
pemimpin yang dituakan dalam kelompok karaktristiknya.
masyarakatnya. Sikap religi masyarakat
memosisikan Gunung Merapi sebagai bagian Gambar Karya Siswa SDN 2 Lencoh
dari tata kosmologi mereka. Masyarakat Kecamatan Selo
percaya adanya hari baik, dan hari sial, serta Gambar 1, karya yang dibuat dengan
perhitungan-perhitungan waktu tertentu media krayon dengan teknik dusel, bertema
yang diyakini menjadi saat yang baik untuk pemandangan alam, dengan subjek sentral
melakukan aktivitas besar (menikah, sebuah gunung dengan subjek pendukung
membangun rumah, dan bepergian jauh). pepohonan dan sungai yang dikomposisi
Semangat melestarikan kesenian tradisional simetris. Menyusun unsur subjek secara
yang mereka miliki, yaitu Sorengan, Simetri menjadi ciri estetika Jawa dalam
Budi Tani, Lembu Seta, Turangga Mudha, upaya memperoleh harmoni.
Turangga Seta, Topeng Ireng, dan lain-lain
sangat kuat, baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, maupun sekolah.
Dapat tegaskan bahwa karakteristik
budaya masyarakat Lencoh berorientasi
pada tradisi budaya Jawa. Mereka masih
mempertahankan tradisi ritual tertentu,
untuk mengokohkan eksistensi kehidupan
sosial mereka baik pada dimensi horizontal
maupun fertikal. Cita rasa estetis masyarakat
didasarkan pada nilai-nilai kebudayaanya,
Gambar 1. Karya Siswa SDN 2 Lencoh
yakni kosmologis, klasifikasi simbolis, dan Kecamatan Selo
orientasi kehidupan masyarakatnya.
Gambar 2, karya ini bertema
Variasi Ungkapan Gambar Siswa pemandangan alam, dengan dua gunung
Gambar karya siswa SDN 2 Lencoh sebagai subjek sentral, terdapat jalan besar
kelas V dan VI yang berhasil dikumpulkan di tengah yang membelah bidang bawah
sejumlah 86 gambar. Dari sejumlah gambar menjadi dua dengan beberapa pohon
tersebut kemudian diidentifikasi dan ditata pada belahan kanan dan kiri, sekilas
dikelompokkan menjadi 7 kelompok. Variasi komposisi gambar inipun tampak simetri
gambar dapat diidentifikasi yang pertama pula. Bidang atas dielaborasi dengan
pada pilihan media. Media yang digunakan bentuk awan dan burung-burung terbang
untuk menggambar antara lain, krayon, disela-sela awan tersebut. Kehadiran
marker, pensil, dan ballpoint. Pada proses subjek pendukung dalam gambar tersebut
menggambar tersebut diperoleh informasi mengisi seluruh permukaan bidang gambar,
bahwa guru cenderung tidak memberikan seperti motif yang ditata mengisi/menghias
ketentuan khusus dengan media apa anak permukaan bidang.
harus menggambar melainkan sesuai
dengan apa yang dimiliki. Kedua, pilihan
tema yang banyak digambar anak meliputi:

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi Vol. XIII No. 2 - Juli 2019 31

Gambar 4. Karya Siswa SDN 2 Lencoh


Gambar 2. Karya Siswa SDN 2 Lencoh Kecamatan Selo
Kecamatan Selo
Gambar 5 termasuk gambar ragam
Gambar 3 bertema penebangan hutan, hias dengan pusat perhatian subjek gambar
memberikan pesan bahwa perbuatan ini berbentuk bunga Aster dengan empat daun
harus dicegah dan tidak boleh dilakukan. mengelilinginya. Subjek pendukung terdiri
terdapat subjek manusia berjumlah tiga dari unsur bentuk bunga-bunga kecil, sulur-
yang ditata secara piramidal sebagai pusat suluran, dan stilasi dari bentuk binatang
perhatian, demikian pula pokok pohon dan serangga. Pada karya inipun struktur
pepohonan yang masih berdiri ditata disela- gambar ditentukan dengan garis, dan warna
sela bidang kosong sehingga memberi kesan digunakan untuk mengisi bidang-bidang
keteraturan pada komposisi dan irama yang telah terbentuk. Fenomena pada
yang merefleksikan sifat kosmologis dalam gambar 5 hampir sama denga gambar no:
perspektif budaya Jawa. 3, 2, dan 1 bahwa menggambar sepertinya
menjadi proses menghias bidang untuk
mendapatkan harmoni harus ditata dengan
teratur.

Gambar 3. Karya Siswa SDN 2 Lencoh


Kecamatan Selo

Gambar 4 ini bertemakan kegiatan


Peringatan Hari Ulang Tahun RI, dengan
Gambar 5. Karya Siswa SDN 2 Lencoh
subjek pokok beberapa orang sedang Kecamatan Selo
berbaris dengan membawa bendera-
bendera Merah Putih. Struktur gambar Gambar 6 menampilkan subjek pokok
dibangun dengan garis, sedangkan warna penari tradisional. Hal demikian menjadi
diberikan pada bidang-bidang yang telah bukti bahwa anak-anak di SDN 2 Lencoh
terbentuk, proses membentuk gambar yang ini masih perhatian terhadap kehidupan
demikian ini hampir sama dengan proses kesenian tradisionalnya. Pada gambar
dalam batik. ini peran warna menjadi penting sebagai
pembentuk struktur gambar, bukan garis.
UNNES JOURNALS
32 Purwanto, Gambar Anak Pegunungan: Studi Kasus di SDN 2 Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali

Karakteristik Gambar Siswa


Sebagian besar gambar siswa
menunjukkan tipologi gambar yang bersifat
visual. Anak cenderung menggambar
sebagaimana obyek dilihatnya. Hal demikian
tampak dalam pemanfaatkan perspektif
untuk menyatakan subyek yang jauh dan
dekat, dalam menggarap plastisitas subyek
yang bervolume, serta dalam penggunaan
warna yang cenderung bersifat mimesis
Gambar 6. Karya Siswa SDN 2 Lencoh (meniru alam)-pseudo naturalism.
Kecamatan Selo
Stuktur gambar disusun dari kekuatan
unsur garis. Fungsi warna sebagai pengisi
Gambar 7 ini menampilkan sosok
bidang yang telah dipola dengan garis. Hal
penari Topeng Ireng. Anak-anak SDN 2
demikian menunjukkan bahwa dalam
Lencoh sangat memahami karakteristik
kegiatan menggambar ekspresi bebas pada
dari atribut penari Topeng Ireng, yang
anak-anak di sekolah, yang sesungguhnya
digambarkan dengan muka seram, dengan
sama dengan melukis, anak-anak masih
mahkota besar dari bahan rambut yang
lebih nyaman menggunakan media yang
ditata rapih, serta mengenakan kostum
penggunaannya dengan cara menggores (to
yang didominasi warna hitam. Gambar
draw).
ini merefleksikan tingkat kedekatan anak
Komposisi subyek cenderung simetris,
terhadap seni tradisi Topeng Ireng yang ada
khususnya pada gambar pemandangan.
di lingkungannya secara baik. Anak-anak di
Pilihan komposisi yang demikian menjadi
SDN 2 Lencoh masih peduli dengan kesenian
cara yang paling gampang dalam rangka
tradisionalnya, bahkan diantara mereka ada
memperoleh harmoni, seperti karakteristik
yang tergabung dan belajar pada kelompok-
estetika Jawa.
kelompok kesenian di lingkungannya, yakni:
Karya gambar siswa merefleksikan
Buto Gedruk, Topeng Ireng, Sorengan, dan
kedekatan hubungan antara mereka dengan
semacam Reogan.
lingkungannya baik secara fisik maupun non
fisik. Subyek gunung, penari Topeng Ireng,
pepohonan, binatang piaraan (sapi) banyak
diungkapkan dalam gambar mereka.
Memandang manusia sebagai bagian
dari alam. Kehadiran manusia sebagai
subjek tidak lebih dominan ketimbang
subyek yang lain. Pada dasarnya masyarakat
Jawa memandang alam sebagai bagian dari
kehidupannya, menempatkan manusia
menjadi bagian dari alam, mampu menjaga
hubungan dirinya dengan lingkungan alam
sekitar secara harmonis. Manusia harus
mampu mengendalikan diri, menjaga
hubungan serasi, selaras, dan seimbang.
Sikap egois dan superior menjadi watak
Gambar 6. Karya Siswa SDN 2 Lencoh yang tidak dikehendaki oleh kebudayaannya.
Kecamatan Selo Ekspresi dari karakter sikap yang demikian
implementasinya dalam gambar akan

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi Vol. XIII No. 2 - Juli 2019 33

cenderung memperlakukan sosok manusia pelaminan, dengan dua kembarmayang


dihadirkan dalam posisi yang tidak lebih yang mengapit tempat duduk pengantin,
penting ketimbang kehadiran objek yang atau pada penataan simpingan wayang
lain. Sebagaimana layaknya kepandaian dalam pertunjukan wayang kulit. Pada
orang Jawa menekan egonya, dalam ungkapan yang lain dapat disaksikan pada
kerangka beradaptasi dengan lingkungan penataan motif untuk menentukan pola
pergaulannya. pada kain batik (motif Gurdha), demikian
Cenderung suka mengungkapkan juga pada penataan elemen arsitektur pada
unsur gambar yang bersifat menghias. rumah tradisional Jawa. Pada sisi lain hal ini
Unsur-unsur visual tersebut bisa berupa mengingatkan pada komposisi binary, laki-
titik-titik (spot), garis berulang-ulang, laki dan perempuan, siang dan malam, hitam
atau unsur bentuk tertentu yang dibuat dan putih, sedih dan senang, dan lain-lain.
secara berulang-ulang, berfungsi sebagai Fakta ini dapat dikonfirmasikan dengan
penghias bidang. Ungkapan gambar pendapat Tabrani dalam Budiarto (2002:
involutif, rinci (elaboratif), objek gambar 8), Dharsono (2007: 130) yang menyatakan
direpresentasikan sedetail mungkin sesuai bahwa keharmonisan hidup dalam
dengan narasi yang diinginkan. masyarakat Timur (Jawa) dicapai dengan
Ungkapan gambar merepresentasikan adanya kesatuan antara makrokosmos
kekayaan budaya Jawa. Subjek gambar dan mikro kosmos. Senada dengan hal
penari Topeng Ireng, Kuda Lumping, ini Subagya dalam Budiharto (2002-8)
wayang, masih menjadi pilihan subjek pada menyebutnya sebagai ‘tata alam serba dua
gambar mereka. Anak-anak masih memiliki namun bersatu’, atau disebut ekagrhabuddhi,
ketertarikan dengan produk budaya tradisi eka advaytian, loro-loroning atunggal, atau
yang masih hidup dilingkungan mereka. rwa bhineda. Konsep kosmologi demikian
terimplementasi pada perpaduan dua
Hubungan Gambar Anak dengan Budaya unsur yang berlawanan, dalam berbagai
Masyarakatnya pencitraan bentuk, sifat, dan suasana
Ungkapan gambar yang dibuat oleh dalam kehidupan masyarakat Jawa, namun
anak-anak di Desa Lencoh menunjukkan dapat juga ditafsirkan sebagai pencapaian
gejala ungkap, yang esensinya merefleksikan harmoni dalam menata unsur estetis, yang
ciri budaya masyarakat pegunungan yang selalu berpatokan pada komposisi dua
sangat dipengaruhi alam lingkungannya, elemen yang setangkup atau simetri.
serta merefleksikan ciri budaya Jawa. Ciri- Kedua, menempatkan manusia sebagai
ciri tersebut terimplementasi pada beberapa subjek dalam gambar tidak lebih penting
kecenderungan sebagai berikut: dibanding subjek yang lain. Sebagaimana
Pertama, kecenderungan membuat layaknya kearifan orang Jawa yang
komposisi simetri (setangkup), hal berusaha menekan egonya, dalam kerangka
demikian dapat dilihat pada gejala gambar beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
pemandangan, yang selalu memunculkan Ketiga, kecenderungan ungkapan
fenomena gambar dua gunung di tengahnya unsur gambar yang bersifat menghias.
ada matahari, dan jalan lurus membelah Unsur-unsur visual tersebut bisa berupa
kedua sisi kertas; sehingga terbentuk titik-titik (spot), garis berulang-ulang, atau
komposisi belah dua (simetri). Dalam unsur bentuk tertentu yang dibuat secara
estetika kebudayaan Jawa, komposisi belah berulang-ulang; fungsinya menghias bidang.
dua, atau setangkup (simetri) menjadi pilihan Gejala demikian mengingatkan pada fungsi
utama untuk mencapai harmoni. Ungkapan isen-isen pada motif batik.
tersebut dapat disaksikan pada tradisi Keempat, kecenderungan ungkapan
menempatkan komposisi pada penataan gambar yang merepresentasikan kekayaan

UNNES JOURNALS
34 Purwanto, Gambar Anak Pegunungan: Studi Kasus di SDN 2 Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali

budaya Jawa. Bentuk-bentuk subjek gambar Terbuka.


tersebut antara lain Penari Topeng Ireng,
Kuda Lumping, Penari dengan kostum Jawa, Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat.
dan wayang. Jakarta: Sinar Harapan.
Pilihan mereka terhadap objek-objek Lowenfeld, Victor dan W. Lambert Brittain.
tersebut menjadi indikator bahwa mereka 1975. Creative and Mental Growth.
masih memiliki kedekatan dengan produk- New York: The Macmillian Company.
produk budayanya. Mereka masih memiliki
ketertarikan dengan produk budaya Miles, B & Hubberman. 1992. Analisis Data
tradisi yang diwariskan dari para leluhur Kualitatif. (terjemahan Rohidi, TR.).
mereka, serta memiliki rasa percaya diri Jakarta: UI Press.
untuk mengungkapkannya kembali dalam
Muharam dan Sundaryati. 1991. Pendidikan
pemenuhan kebutuhan estetis mereka,
Kesenian II, Seni Rupa. Jakarta:
rasa percaya diri tersebut terefleksi dari
Departemen Pendidikan dan
ungkapan garis yang lancar, tegas dan penuh
Kebudayaan.
rasa percaya diri.
Read, Herbert. 1958. Education Through
PENUTUP Art. London : Faber and Father.
Pertama, anak-anak di Dukuh Lencoh
berada dalam medan sosial masyarakat Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2011. Metode
pegunungan masih kuat mempertahankan Penelitian. Semarang: Cipta Prima
tradisi budaya Jawa, dan cenderung Nusantara.
mengakomodasi objek di lingkungan sekitar Rohidi, Tjetjep Rohendi.1994. Pendekatan
sebagai pilihan dalam mengembangkan Sistem Sosial Budaya dalam Pendidikan.
tema dalam karyanya. Kedua, hubungan Semarang: IKIP Semarang Press.
ungkapan gambar anak-anak di Desa
Lencoh, memiliki relasi yang sangat kuat Suparlan, Parsudi. 1980. “Manusia,
dengan karakteristik masyarakatnya yang Kebudayaan, dan Lingkungannya:
berbudaya Jawa. Gambar pemandangan yang Perspektif Antropologi Budaya”.
dibuat anak (dengan subjek dua gunung, Makalah Seminar Manusia dalam
matahari, dan sawah, yang selama ini sering Keserasian Lingkungan. PSLUI. Jakarta.
dijadikan bahan ejekan, atas kemandegan
Suseno, Franz Magnis. 1996. Etika Jawa.
kreativitas anak, sesungguhnya adalah
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
ciri ungkapan kultural yang merefleksikan
lingkungan kosmosnya. Dengan demikian
ciri tersebut harus diapresiasi secara
proporsional, karena hal tersebut bukan
merupakan kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA
Budiharto, Dwi. 2002. “Sejarah Seni Rupa
Indonesia II”, Diktat Perkuliahan, FBS-
UNNES, Semarang. tidak diterbitkan

Dharsono, Sony Kartika. 2007. Estetika.


Bandung: Rekayasa Sains.

Kamaril, Cut. 2005. Pendidikan Seni Rupa/


Kerajinan Tangan. Jakarta: Universitas
UNNES JOURNALS

Anda mungkin juga menyukai