Anda di halaman 1dari 16

Makalah

FARMASI KLINIK

“STUDI KASUS PENYAKIT THYPOID”

OLEH

NAMA : INTAN PUTRI P. MOBILINGO


NIM : 821316051
KELAS : B-D3 2016

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2018
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960an di Amerika,
dengan penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung
bersentuhan dengan pasien. Saat itu farmasi klinik merupakan suatu
disiplin ilmu dan profesi yang relatif baru, di mana munculnya disiplin ini
berawal dari ketidakpuasan atas norma praktek pelayanan kesehatan pada
saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga kesehatan
profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai
pengobatan. Gerakan munculnya farmasi klinik dimulai dari University of
Michigan dan University of Kentucky pada tahun 1960-an.
Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak
Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang dokter
yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker”
yang menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin
rumit, baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya
suatu keahlian tersendiri.
Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan
pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya
yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu
direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah
sama.
Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya
industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang
industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat ( apotek ). Dalam hal
ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi
dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi
pembuatan obat.
Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi
merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi :
isolasi/sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.
Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and
Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan
“Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Clinical Resources and Audit Group (1996) mendefinisikan
farmasi klinik sebagai “ A discipline concerned with the application of
pharmaceutical expertise to help maximise drug efficacy and minimize
drug toxicity in individual patients”. 
Farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu
kesehatan yang bertanggung jawab  untuk memastikan penggunaan obat
yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan
pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien
yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur.
Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek
terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya
obat.
Kesimpulannya, farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu
kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan (“care”; bukan hanya
jasa pelayanan klinis) kepada pasien dengan tujuan untuk mengoptimalkan
terapi obat dan mempromosikan kesehatan, wellness dan prevensi
penyakit.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan farmasi klinik ?
2. Bagaimana cara menganalisis resep obat ?
I.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang definisi farmasi
klinik
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara menganalisis resep
obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
 Farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu
kesehatan yang bertanggung jawab  untuk memastikan penggunaan obat
yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan
pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien
yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur.
Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek
terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya
obat.
II.2 Sejarah Farmasi Klinik
Secara historis, perubahan-perubahan dalam profesi kefarmasian di
Inggris, khususnya dalam abad ke-20, dapat dibagi dalam periode/tahap:
1. Periode / tahap tradisional
Dalam periode tradisional ini, fungsi farmasis yaitu menyediakan,
membuat, dan mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Tenaga
farmasi sangat dibutuhkan di apotek sebagai peracik obat. Periode ini
mulai mulai goyah saat terjadi revolusi industri dimana terjadi
perkembangan pesat di bidang industri tidak terkecuali industri
farmasi. Ketika itu sediaan obat jadi dibuat oleh industri farmasi dalam
jumlah besar-besaran. Dengan beralihnya sebagian besar pembuatan
obat oleh industri maka fungsi dan tugas farmasis berubah. Dalam
pelayanan resep dokter, farmasis tidak lagi banyak berperan pada
peracikan obat karena obat yang tertulis di resep sudah bentuk obat
jadi yang tinggal diserahkan kepada pasien. Dengan demikian peran
profesi kefarmasian makin menyempit.
2. Tahap Transisional (1960-1970)
Perkembangan-perkembangan dan kecenderungan tahun 1960-
an/1970-an
a) Ilmu kedokteran cenderung semakin spesialistis
Kemajuan dalam ilmu kedokteran yang pesat, khusunya
dalam bidang farmakologi dan banyaknya macam obat yang mulai
membanjiri dunia menyebabkan para dokter merasa ketinggalan
dalam ilmunya. Selain ini kemajuan dalam ilmu diagnosa, aalat-
alat diagnosa baru serta penyakit-penyakit yang baru muncul (atau
yangbaru dapat didefinisikan) membingungkan para dokter. Satu
profesi tiadak dapat lagi menangani semua pengetahuan yang
berkembang dengan pesat.
b) Obat-obat baru yang efektif secara terapeutik berkembang pesat
sekali dalam dekade-dekade tersebut. Akan tetapi keuntungan dari
segi terapi ini membawa masalah-masalah tersendiri dengan
meningkatnya pula masalah baru yang menyangkut obat; antara
lain efek samping obat, teratogenesis, interaksi obat-obat, interaksi
obat-makanan, dan interaksi obat-uji laboratorium.
c) Meningkatnya biaya kesehatan sektor publik amtara lain
disebabkan oleh penggunaan teknologi canggih yang mahal,
meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan secara kualitatif
maupun kuantitatif, serta meningkatnya jumlah penduduk lansia
dalam struktur demografi di negara-negara maju, seperti Inggris.
Karena tekanan biaya kesehatan yang semakin mahal, pemerintah
melakuakn berbagai kebijakan untuk meningkatkan efektifitas
biaya (cost-effectiveness), termasuk dalam hal belanja obat (drugs
expenditure).
d) Tuntunan masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi yang
bermutu tinggi disertai tuntunan pertanggungjawaban peran para
dokter dan farmasis, sampai gugatan atas setiap kekurangan atau
kesalahan pengobatan.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut terjadi secara
paralel dengan perubahan peranan farmasis yang semakin sempit.
Banyak orang mempertanyakan peranan farmasis yang overtrained
dan underutilised, yaitu pendidikan yang tinggi akan tetapi tidak
dimanfaatkan sesuai dengan pendidikan mereka. Situasi ini
memunculkan perkembangan farmasi bangsal (ward pharmacy)
atau farmasi klinis (clinical pharmacy).
Farmasi klinis lahir pada tahun 1960-an di Amerika Serikat
dan Inggris dalam periode transisi ini. Masa transisi ini adalah
masa perubahan yang cepat dari perkembangan fungsi dan
peningkatan jenis-jenis pelayanan profesional yang dilakukan oleh
bebrapa perintis dan sifatnya masih individual. Yang paling
menonjol adalah kehadiran farmasis di ruang rawat rumah sakit,
meskipun masukan mereka masih terbatas. Banyak farmasis mulai
mengembangkan fungsi-fungsi baru dan mencoba menerapkannya.
Akan tetapi tampaknya, perkembangannya masih cukup lambat.
Diantara para dokter, farmasis dan perawat, ada yang mendukung,
tetapi adapula yang menolaknya.
3. Tahap Masa Kini
Pada periode ini mulai terjadi pergeseran paradigma yang semula
pelayanan farmasi berorientasi pada produk, beralih ke pelayanan
farmasi yang berorientasi lebih pada pasien. Farmasis ditekankan pada
kemampuan memberian pelayanan pengobatan rasional. Terjadi
perubahan yang mencolok pada praktek kefarmasian khususnya di
rumah sakit, yaitu dengan ikut sertanya tenaga farmasi di bangsal dan
terlibat langsung dalam pengobatan pasien. 
4. Tahap Masa Depan Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
Gagasan ini masih dalam proses perkembangan. Diberikan disini
untuk perluasan wawasan karena kita akan sering mendengar konsep
ini. Pelayanan kefarmasiaan (Pharmaceutical Care) didefinisikan oleh
Cipolle, Strand, dan Morley (1998) sebagai: “A practice in which the
practitioner takes responsibility for a patient’s drug therapy needs, and
is held accountable for this commitment”. Dalam prakteknya,
tanggung jawab terapi obat diwujudkan pada pencapaian hasil positif
bagi pasien.
Proses pelayanan kefarmasian dapat dibagi menjadi tiga
komponen, yaitu;
a) Penilaian (assessment): untuk menjamin bahwa semua terapi obat
yang diiberikan kepada pasien terindikasikan, berkasiat, aman dan
sesuai serta untuk mengidentifikasi setiap masalah terapi obat yang
muncul, atau memerlikan pencegahan dini.
b) Pengembangan perencanaan perawatan (Development of a Care
Plan): secara bersama – sama, pasien dan praktisi membuat suatu
perencanaan untuk menyelesaikan dan mencegah masalah terapi
obat dan untuk mencapai tujuan terapi. Tujuan ini (dan intervensi)
didesain untuk: Menyelesaikan setiap masalah terapi yang muncul,
Mencapai tujuan terapi individual, serta  Mencegah masalah terapi
obat yang potensial terjadi kemudian
c) Evaluasi: mencatat hasil terapi, untuk mengkaji perkembangan
dalam pencapaian tujuan terapi dan menilai kembali munculnya
masalah baru.
Ketiga tahap proses ini terjadi secara terus – menerus bagi seorang
pasien. Konsep perencanaan pelayanan kefarmasian telah dirangkai
oleh banyak praktisi farmasi klinis. Meskipun definisi pelayanan
kefarmasian telah diterapkan secara berbeda dalam negara yang
berbeda, gagasan dasar  adalah farmasis bertanggungjawab terhadap
hasil penggunaan obat oleh/untuk pasien sama seperti seorang dokter
atau perawat bertanggungjawab terhadap pelayanan medis dan
keperawatan yang mereka berikan. Dengan kata lain, praktek ini
berorientasi pada pelayanan yang terpusat kepada pasien dan
tanggungjawab farmasis terhadap morbiditas dan mortalitas yang
berkaitan dengan obat.
II.3 Tujuan Farmasi Klinik
Adapun tujuan farmasi klinik sebgai berikut :
1. Memaksimalkan efek terapeutik
a) Ketepatan indikasi
b) Ketepatan pemilihan obat
c) Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien
d) Evaluasi terapi
2. Meminimalkan resiko
a) Memastikan risiko yang sekecil mungkin bagi pasien
b) Meminimalkan masalah ketidakamanan pemakaian obat meliputi
efek samping, dosis, interaksi, dan kontra indikasi
3. Meminimalkan biaya
a) Apakah jenis obat yang dipilih adalah yang paling efektif dalam
hal biaya dan rasional ?
b) Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit ?
c) Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan kemanfaatan
dan keamanan yang sama
4. Menghormati pilihan pasien
a) Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menetukan
keberhasilan terapi.
b) Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihan
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Resep
Thypoid atau penyakit demam tifoid yang biasa juga disebut typus
atau types merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella
enteric, khususnya turunannya yaitu salmonella thypi terutama menyerang
bagian saluran pencernaan.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut akibat infeksi
salmonella typhi dari komsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.
Gejala umum dari penyakit ini yaitu suhu tinggi mencapai 40oC, sakit
kepala, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, ruam, sakit perut, perasaan
sakit, sembelit. Berikut adalah studi kasus pengobatan deman tifoid:
Resep 1:

Pada resep pertama yang diberikan kepada pasien bernama ibu


Kantini yang berumur 40 tahun yang memiliki keluhan mual muntah
dan demam. Kemudian mendapat resep dengan obat paracetamol 500
mg sebanyak 10 dan diminum 3 kali sehari, cravit sebanyak 10 dan
diminum 1 kali sehari, klorampenikol 500 mg diminum 3 kali sehari,
Berikut adalah profil pengobatan yang rasional meliputi:
1. Tepat Indikasi:
Nama Obat Indikasi Pasien
Paracetamol Pasien mengalami demam
Cravit Pasien mengalami infeksi akibat
bakteri salmonella
Chlorampenicol Pasien mengalami demam dan
infeksi berat serta mengalami
mual muntah

2. Tepat pasien
Gejala Nama Obat
Demam Paracetamol
Mual, muntah serta infeksi berat Chlorampenocol
Cravit

3. Tepat obat
- Paracetamol adalah obat yang digunakan untuk mengubati rasa
sakit ringan hingga sedang serta menurunkan demam.
- Klorampenikol adalah antibiotk yang digunaka untuk
pengobatan tifus (demam tifoid), dan infeksi berat.
- Cravit (levofloxacin) merupakan jenis fluroquinolones yang
digunakan untuk pengobatan akibat infeksi bakteri. Namun
menurut WHO penggunaan jenis fluoroquinolones tidak cocok
bila digunakan bersama cholamphenicol karena dapat terjadi
resistensi obat yang berkelanjutan
4. Tepat dosis
- Paracetamol dengan dosis lazim untuk dosis dewasa 250-500
mg setiap 4-6 jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosis
dalam 24 jam). Untuk dosis pada resep menggunakan dosis 500
mg dengan usia pasien 40 tahun, dikonsumsi setiap 3 kali
sehari.
- Klorampenikol untuk penggunaan antibiotik sebagai terapi
penyakit tifus (demam tifoid) dengan dosis dewasa 50
mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam
- Cravit untuk dosis dewas 250-500 mg sekali sehari selama 7-14
hari
5. Waspada efek samping
- Paracetamol dapat menyebabkan penurunan jumlah sel-sel
darah, seperti sel darah putih atau trombosit, kesulitan bernapas
karena alergi, hipotensi, takikardi, kerusakan pada hati dan
ginjal
- Klorampenikol mungkin terjadi kemerahan pada tubuh,
bengkak pada wajah dan mata, anemia, penurunan jumlah sel
darah putih maupun trombosit
- Cravit menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan insomnia
Resep 2:

Pada resp ini diberikan kepada pasien bernama Andika


dengan umur 7 tahun dengan keluhan panas, sakit perut, mual
muntah. Kemudian mendapat resep dengan obat ciiprofloksasin
sirup sebanyak 1 diminum dalam 2 kali sehari satu sendok teh,
paracetamol sirup diminum 3 kali sehari dua sendok teh, dan
curcuma plus sebanyak 1 diminum 3 kali sehari 1 sendok teh.
Berikut adalah profil pengobatan yang rasional meliputi:
1. Tepat indikasi
Nama Obat Indikasi Pasien
Paracetamol Pasien mengalami demam
Ciprofloxacin Pasien mengalami infeksi akibat
bakteri salmonella sehingga
merasa mual, muntah dan sakit
perut
Curcuma plus Pasien mengalami sakit perut,
sehingga berkurang nafsu makan

2. Tepat pasien
Gejala Nama Obat
Demam Paracetamol
Mual, muntah akibat infeksi Ciprofloxacin
bakteri
Sakit perut akibat perut kosong Curcuma plus
sehingga berkurang nafsu makan

3. Tepat obat
- Paracetamol adalah obat yang digunakan untuk mengubati
rasa sakit ringan hingga sedang serta menurunkan demam.
- Ciprofloxacin merupakan jenis fluroquinolones yang
digunakan untuk pengobatan akibat infeksi bakteri
salmonella.
- Curcuma plus merupaka multivitamin untuk memperbaiki
nafsu makan yang dikonsumsi oleh anak-anak usia 1-12
tahun.
4. Tepat dosis
- Paracetamol sirup 125 mg/5 mL untuk anak usia 6-9 tahun:
2-3 sendok teh, 3-4 kali sehari
- Ciprofloxacin sirup dengan dosis 125mg/5 mL dalam 2 kali
sehari untuk 1 sendok the
- Curcuma plus dengan dosis 125mg/5 mL pada anak usia 5-
12 tahun dalam 2 kali sehari untuk 1 sendok the
5. Waspada efek samping
- Paracetamol dapat menyebabkan penurunan jumlah sel-sel
darah, seperti sel darah putih atau trombosit, kesulitan
bernapas karena alergi, hipotensi, takikardi, kerusakan pada
hati dan ginjal.
- Ciprofloxacin biasanya timbul efek diare, gangguan
sususunan saraf pusat serta kerusakan hati
- Curcuma plus tidak memiliki efek samping jika digunakan
sesuai dosis
Resep 3:

Resep ini berikan untuk pasien bernama Muh. Yasin


dengan obat cravit sebanyak 10 diminum 1 kali sehari, sanmol
sebanyak 10 dalam 3 kali sehari, enerbex sebanyak 10 dalam 1
kali sehari, dan pompaton 2 kali sehari.
Berikut adalah profil pengobatan yang rasional meliputi:
1. Tepat indikasi
Nama Obat Indikasi Pasien
Cravit Pasien mengalami infeksi akibat
bakteri salmonella sehingga
merasa mual, muntah dan sakit
perut
Sanmol Pasien mengalami demam
Enerbex Pasien mengalami kekurangan
gizi
Pompaton Pasien mengalami sakit perut

2. Tepat pasien
Gejala Nama Obat
Demam Paracetamol
Mual, muntah akibat infeksi Cravit
bakteri
Kurang gizi Enerbex
Sakit perut Pompaton

3. Tepat obat
- Sanmol adalah obat yang digunakan untuk mengubati rasa
sakit ringan hingga sedang serta menurunkan demam.
- Cravit merupakan jenis fluroquinolones yang digunakan
untuk pengobatan akibat infeksi bakteri salmonella
- Enerbex merupakan multivitamin atau sebagai tambahan
gizi dan vitamin
- Pompaton adalah obat yang digunakan untuk mengobati
sakit maag dan tukak lambung
4. Tepat dosis
- Sanmol dengan dosis 250-500 mg setiap 4-6 jam jika
diperlukan (maksimum 4 kali dosis dalam 24 jam).
- Cravit dengan dosis 250-500 mg sekali sehari selama 7-14
hari
- Pompaton dengan dosis 2 kali sehari 20 mg pengobatan
cukup selama 4 minggu
- Enerbex untuk dewasa dan anak >12 tahun sehari 1 tablet

5. Waspada efek samping


- Sanmol dapat menyebabkan penurunan jumlah sel-sel
darah, seperti sel darah putih atau trombosit, kesulitan
bernapas karena alergi, hipotensi, takikardi, kerusakan pada
hati dan ginjal
- Cravit menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan insomnia
- Pompaton dapat menyebabkan sakit kepala, sembelit, mulut
kering, hipotensi serta reaksi hipersensitivitas
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu
kesehatan yang bertanggung jawab  untuk memastikan penggunaan obat
yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan
pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien
yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur.
Dalam farmasi klinik juga mempelajari kasus-kasus pengobatan pasien
seperti penggunaan resep yang rasional meliputi 4T+1W (tepat indikasi,
tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek samping.

Anda mungkin juga menyukai