Laporan Hasil Ujian KGD
Laporan Hasil Ujian KGD
DISUSUN OLEH:
NIM : 20181959
2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fraktur terbuka
a. Definisi
fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri dan timbul
komplikasi berupa infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang
tajam dan keluar menembus kulit (from within) atau dari luar oleh karena
tertembus misal oleh peluru atau trauma langsung (from without).7 fraktur
terbuka merupakan suatu kondisi keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi.
b. Epidemiologi
frekuensi fraktur terbuka bervariasi tergantung faktor geografis dan
sosioekonomi, populasi penduduk, dan trauma yang terjadi. Dari data yang
diambil dari universitas gajah mada didapatkan insidensi fraktur terbuka
sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
sebesar 3,64:1 dan untuk kelompok usia mayoritas pada dekade dua atau
dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik tergolong tinggi.8 sedangkan
insiden fraktur terbuka di edinburgh orthopaedic trauma unit di skotlandia
mendata sebanyak 21.3 kasus per 100.000 dala setahun. Yang terbanyak
adalah fraktur diafisis pada tibia (21,6%), lalu pada femur (12,1%), radius dan
ulna (9,3%), dan humerus (5,7%). Pada tulan panjang, fraktur terbuka
diafiseal (15,3%) lebih sering terjadi disbanding metafiseal (1,2%).9
c. Etiologi
sachdeva membagi etiologi fraktur menjadi tiga, yaitu cedera traumatik,
fraktur patologik, dan cedera spontan. Cedera traumatik pada tulang bisa
disebabkan karena cedera langsung atau pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan, cedera tidak langsung berarti pukulan
langsung berada jauh dari lokasi benturan, dan fraktur yang disebabkan
kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. Fraktur patologik keadaan
dimana terjadinya fraktur pada tulang akibat proses penyakit dimana trauma
minor dapat menyebabkan fraktur. Fraktur patologik terjadi apabila terdapat
tumor tulang baik jinak maupun ganas, terdapat infeksi pada tulang seperti
pada osteomyelitis, dan pada rakhitis.10
Tingkat keparahan cedera fraktur terbuka berhubungan langsung
dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bias
hanya beberapa millimeter hingga terhitung diameter. Tulang yang fraktur
bias langsung terlihat atau tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya
dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dapat merusak saraf serta
pembuluh darah sekitarnya. Penyebab lain fraktur terbuka selain trauma bias
karena kecelakaan kerja maupun luka tembak.
d. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut gustilo
dan anderson yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera,
derajat kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur, dan derajat kontaminasi.
Klasifikasi gustilo membagi fraktur terbuka menjadi tipe i, ii, dan iii.11
e. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap
tulang, maka terjadi trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma
langsung, trauma tidak langsung, atau kondisi patologis. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah seta saraf dalam korteks, marrow dan
jaringan tulang yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang.
Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai darah atau nutrisi ke
jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang mengalami nektosis
dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini
menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga
menyebabkan dilatasi kapiler otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamine pada otot yang iskemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstisial, hal ini menyebabkan
terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang
dapat menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bias menyebabkan
sindroma kompartemen.
Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat
merubah jaringan sekitar seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi
kulit hal ini menyebabkan fraktur terbuka. Fraktur juga menyebabkan
terjadinya pergeseran fragmen tulang yang dapat mempengaruhi mobilitas
fisik sehingga terjadi gangguan pergerakan dan gangguan perfusi jaringan jika
terjadi penyumbatan pembuluh darah oleh emboli lemak dan trombosit yang
terjadi akibat reaksi stress dan memicu pelepasan katekolamin yang disbabkan
oleh peningkatan tekanan sumsum tulang disbanding tekanan kapiler. Faktor-
faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu faktor ekstrinsik, adanya tekanan dari
luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan
arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor intrinsik, yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur, seperti kapasitas absorbs dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekeras
Gangguan
mobilitas Shock
fisik hipovolemik
Gangguan
perfusi jaringan
f. Manifestasi klinis
penderita fraktur terbuka biasanya datang dengan suatu trauma, baik
trauma hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan
untuk menggunakan anggota gerak. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari tempat ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau
pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan prognosis jelek
dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Faktor trauma kecepatan
rendah atau taruma kecepatan tinggi sangat penting dalam menentukan
klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu
sendiri. Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita,
biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri serta faktor umur dan kondisi
penderita sebelum kejadian, seperti adanya riwayat hipertensi dan diabetes
melitus merupakan faktor yang penting untuk ditanyakan. Apabila trauma
yang menyebabkan fraktur adalah trauma ringan perlu dicurigai adanya lesi
patologi.12
Keluhan umum penderita adalah nyeri, memar, dan pembengkakan
merupakan gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan
fraktur dari cedera jaringan lunak, sehingga perlu diperhatikan ada tidaknya
deformitas dan krepitasi karena lebih mendukung terjadinya fraktur. Selain
keluhan umum, pada anamnesis juga perlu ditanyakan trauma yang terjadi
merupakan trauma langsung atau trauma tidak langsung serta ada tidaknya
luka pada daerah trauma dan fraktur, penting juga menanyakan mengenai
gejala-gejala cedera yang berkaitan, seperti baal atau hilangnya gerakan, kulit
yang pucat atau sianosis, darah dalam urin, nyeri perut, hilangnya kesadaran
untuk sementara, juga tentang riwayat cedera sebelumnya dan kemungkinan
terjadinya fraktur di daerah lain.10,12
g. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan generalisata meliputi pemeriksaan abc penderita, perhatikan
apakah terdapat gangguan pada airway, breathing, circulation and cervical
injury. Setelah melakukan pemeriksaan status generalis lanjutkan dengan
pemeriksaan status lokalis. Pemeriksaan lokalis yang harus dilakukan adalah
identisifikasi luka secara jelas dan gangguan neurovaskular bagian distal dan
lesi. Pulsasi arteri bagian distal penderita hipotensi akan melemah dan dapat
menghilang sehingga dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular. Apabila
disertai trauma kepala dan tulang belakang maka akan terjadi kelainan sensasi
nervus perifer dari distal lesi, serta perlu dilakukan pemeriksaan kulit untuk
kemungkinan terjadinya kontaminasi.13
1) Look (inspeksi)
Pembengkakan, memar, dan deformitas, berupa penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, ataupun pemendekan, mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh atau tidak, kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur menunjukkan bahwa fraktur tersebut
merupakan fraktur terbuka (compound).
2) Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan untuk memeriksa temperatur setempat, nyeri tekan,
krepitasi, pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior atau sesuai anggota gerak
yang terkena, refilling atau pengisisann arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma, serta pengukuran tungkai terutama pada tungkai
bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai. Palpasi juga
untuk memeriksa bagian distal dari fraktur merasakan nadi dan untuk menguji
sensasi. Trauma pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
3) Movement (pergerakan)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal
cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi paroksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pemeriksaan pergerakan harus dilakukan secara hati-hati karena pada
penderita dengan fraktur setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat dan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
h. Pemeriksaan penunjang
1) X-ray
Dengan pemeriksaan klinis, biasanya sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur dengan mengingat rule of
twos14:
a) Two views, minimal dua jenis proyeksi (anteroposterior dan lateral) harus diambil.
b) Two joints, sendi yang berada di atas dan di bawah dari fraktur harus difoto.
c) Two limbs, x-ray pada sisi anggota gerak yang tidak cidera dibutuhkan sebagai
pembanding.
d) Two injuries, trauma keras biasanya menyeabkan cidera lebih dari satu daerah
tulang. Maka dari itu, pada fraktur calcaneum atau femur, penting untuk
memfoto x-ray pada pelvis dan vertebra.
e) Two occasions, beberapa fraktur sulit kelihatan pada hasil foto x-ray pertama
sehingga pemeriksaan ulang x-ray dalam satu atau dua minggu kemudian
dapat menunjukkan lesi yang ada.
2) Pemeriksaan khusus
Ct scan dan mri memperlihatkan hasil yang lebih optimal pada cidera
tulang dan jaringan lunak, namun keduanya sering tidak diperlukan dalam
manejemen awal dari fraktur terbuka. (1) ct scan melihat lebih detail bagian
tulang sendi dengan membuat irisan foto lapis demi lapis. Mri digunakan
untuk mengidentifikasi cidera pada tendon, ligament, otot, tulang rawan, dan
tulang.
i. Tatalaksana
pasien dengan fraktur terbuka kemungkinan besar memiliki cidera
multipel, maka dari itu perlu dilakukan penatalaksanaan yang sesuai dengan
prinsip penanganan trauma yaitu penilaian awal (primary survey) yang
bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan proritas
berdasarkan trauma yang dialami.14 penanganan pasien terdiri dari evaluasi
awal segera serta resusitasi fungsi vital, penanganan trauma, dan identifikasi
keadaan yang mengancam jiwa.
A: airway, penilaian terhadap patensi jalan napas. Jika terdapat obstruksi jalan
napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila dicurigai terdapat kelainan
pada vertebra servikalis maka dilakukan pemasangan collar neck.
B: breathing, perlu diperhatikan dan dilihat secara menyeluruh daerah toraks
untuk menilai ventilasi pasien. Jalan napas yang bebas tidak menjadikan
pasien memiliki ventilasi yang adekuat. Jika terdapat gangguan
kardiovaskuler, respirasi atau gangguan neurologis, harus dilakukan bantuan
ventilasi menggunakan alat pernapasan berupa bag-valve-mask yang
disambung pada reservoir dan dialirkan oksigen.
C: circulation, kontrol perdarahan meliputi dua hal, yaitu (1) volume darah
dan output jantung; (2) perdarahan, baik dari luar maupun dalam, dengan
perdarahan luar yang harus diatasi dengan balut tekan.
D: disability, evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survey awal dengan
menilai tingkat kesadaran menggunakan glasgow coma scale, besar dan reaksi
pupil, serta refleks cahaya.
E: exposure, untuk melakukan pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh maka
pakaian pasien perlu dilepas, selain itu perlu dicegah terjadinya hipotermi.
PEMBIDAIAN
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan
dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang
berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi,
bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan
proximalnya.
Tujuan pembidaian :
a. Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah.
b. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang
patah.
c. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah.
d. Mengurangi rasa nyeri.
e. Mempercepat penyembuhan
Beberapa macam jenis bidai :
a. Bidai keras. Mumnya terbuat dari kayu! Alumunium! Karton! Plastik
atau bahan lain yang kuat dan ringan. "ada dasarnya merupakan bidai
yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya
adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan. Contoh
bidai kayu! Bidai udara! Bidai &akum.
b. Bidai traksi.bidai bentuk jadi dan ber&ariasi tergantung dari
pembuatannya! Hanya dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus!
Umumnya dipakai pada patah tulang paha.contoh bidai traksi tulang
paha.
c. Bidai impro&isasi.bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat
dan ringan untuk penopang. "embuatannya sangat tergantung dari
bahan yang tersedia dan kemampuan impro&isasi si
penolong.contoh majalah! Koran! Karton dan lain'lain.
d. (endongan/belat dan bebat."embidaian dengan menggunakan
pembalut! Umumnya dipakai mitela )kain segitiga dan memanfaatkan
tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah
cedera.
2. Rumusan malah
a. Prinsip pembidaian
b. Teknik pembidaian pada berbagai lokasi cedera
c. Jenis pembidaian
d. Indikasi pembidaian
e. Kontra indikasi pembidaian
f. Komplikasi pembidaian
g. Tujuan pembidaian
h. Evaluasi pasca pembidaian
3. Tujuan
a. Apa saja prinsip pembidaian dalam ppc ?
b. Teknik-teknik apa saja dalam pembidaian pada berbagai lokasi
cedera ?
c. Apa-apa saja jenis pembidaian ?
d. Bagaimana indikasi pembidaian ?
e. Kontra indikasi pembidaian ?
f. Komplikasi pembidaian ?
g. Mengetahui tujuan pembidaian ?
h. Mengetahui evaluasi pasca pembidaian.
PEMBAHASAN
A. Prinsip pembidaian
Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban
jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih
aman dipindahkan ketandu medis darurat setelah dilakukan tindakan
perawatan luka, pembalutan danpembidaian. Lakukan juga pembidaian pada
persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya
patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan setiap
terjadikecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan,
perlakukan sebagai fraktur.
5. Lengan atas
a. p a s a n g l a h sling (kain segitiga) untuk gendongan
l e n g a n b a w a h , s e d e m i k i a n s e h i n g g a s e n d i s i k u membentuk
sudut 90%, dengan cara
b. letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada
siku, dan puncak d a r i s l i n g b e r a d a p a d a b a h u s i s i l e n g a n
y a n g t i d a k c e d e r a . P o s i s i k a n l e n g a n b a w a h sedemikian
sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk
sudut 10°).ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud.
Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di sisi siku.
c. posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel
rapat pada bagian sisilateral dinding thoraks
d. p a s a n g l a h b i d a i y a n g t e l a h d i b a l u t k a i n / k a s s a
p a d a s i s i l a t e r a l l e n g a n a t a s y a n g mengalami fraktur.-
bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan
dinding thorax (pada sisimedial).
e. jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan
pembebatan menggunakan kain yang lebar.
1) Fraktur tangan dan pergelangan tangan
Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi
mekanik”, yakni posisi yangsenatural mungkin. Posisi natural
tangan adalah pada posisi seperti sedang menggenggamsebuah
bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang
lain dapat diletakkanpada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
2) Tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang
belakang/punggung, harus dibidaimenggunakan spine board atau
bahan yang semirip mungkin dengan spine board.
3) Fraktur/dislokasi sendi lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang
antara pinggulsampai dengan pergelangan kaki. Bidai ini
dipasang pada sisibelakang tungkai dan pantat
4) Fraktur panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua.
Jika seseorangyang berusia tua terjatuh dan mengeluhkan
nyeri daerah panggul,maka sebaiknya dianggap mengalami
fraktur.
5) Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekandan atau rotasi pada tungkai
(biasanya kearah lateral.
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur
panggulharus menggunakan tandu. Tungkai yang mengalami
cedera diamankan dengan merapatkan pada tungkai yang
tidak cedera sebagai bidai.anda bisa melakukan penarikan/traksi
untuk mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju rumah
sakit cukupjauh, dan terdapat orang yang bisa menggantikan anda
saat andasudah kelelahan.
6) Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi
cukupdengan menggunakan pembalutan. Gunakan pola figure
of eight: dimulai dari sisi bawah kaki, melalui sisi atas
kaki,mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang melalui sisi
ataskaki, kesisi bawah kaki, dan demikian seterusnya.
Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi
belakangdan sisi lateral pergelangan kaki untuk
mencegahpergerakan yang berlebihan. Saat melalukan
tindakanimobilisasi pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu
dijagapada sudut yang benar
D. Jenis pembidaian
1. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah
sakit.bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya.bertujuan
untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang
lebihberat.b i s a d i l a k u k a n o l e h s i a p a p u n y a n g s u d a h
m e n g e t a h u i p r i n s i p d a n t e k n i k d a s a r pembidaian.
2. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah
sakit).pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan
fraktur/dislokasi.menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar
pelayanan (gips, dll).harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
terlatih
E. Indikasi pembidaian
1. Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
3. Dislokasi persendian
4. Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah
satu bagiantubuh ditemukan :
5. Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar
bunyi krek.
6. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau
mengalamiangulasi abnormal
7. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
posisi ekstremitas yang abnormal
8. Memar
9. Bengkak
10. Perubahan bentuk
11. Nyeri gerak aktif dan pasif
12. Nyeri sumbu
13. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan
ekstremitasyang mengalami cedera (krepitasi) perdarahan
bisa ada atau tidak
14. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi
cedera
15. Kram otot di sekitar lokasi cedera
H. Tujuan pembidaian
1. Untuk mencegah gerakan fragmen patah tulang atau sendi yang
mengalami dislokasi.
2. Untuk meminimalisasi / mencegah kerusakan pada jaringan lunak
sekitar tulang yang patah.
3. Untuk mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul.
4. Untuk mencegah terjadinya syok.
5. Untuk mengurangi nyeri.
6. Mempercepat penyembuhan.
I. Evaluasi pasca pembidaian
periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai
lenganmaka periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama
kurang lebih 5detik. Kuku akan berwarna putih kemudian kembali merah
dalam waktukurang dari 2 detik setelah dilepaskan.
pemeriksaan denyut nadi dan raba seharusnya diperiksa di
bagian bawah bidai paling tidak satu jam sekali. Jika pasien
mengeluh terlalu ketat,atau kesemutan, maka pembalut harus
dilepas seluruhnya. Dan kemudian bidai di pasang kembali dengan lebih
longgar.
Tekan sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan.kalau 1-2 detik
berubah menjadi merah, berarti balutan bagus. Kalau lebihdari 1-2 detik tidak
berubah warna menjadi merah, maka longgarkan lagi balutan, itu artinya
terlalu keras.
meraba denyut arteri dorsalis pedis pada kaki (untuk kasus di kaki).bila
tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan.meraba denyut arteri
radialis pada tangan untuk kasus di tangan. Bilatidak teraba, maka balutan
kita buka dan longgarkan.