Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PERSALINAN NORMAL

OLEH :

NI KADEK MONI ARMINI

P07120018047
3.2 / DIII Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Karena rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Pada Persalinan Normal” dengan tepat waktu . Makalah ini diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas.
Saya menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu saya meminta kritik dan saran sebagai penyempurnaan makalah ini,
sehingga dikemudian hari makalah ini dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam penyusunan pembuatan makalah ini.

Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Denpasar, 3 November 2020

Ni Kadek Moni Armini

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Tujuan ........................................................................................................1

1.3 Manfaat.......................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Persalinan..................................................................................3


2.2 Proses terjadinya persalinan.......................................................................4
2.3 Pohon masalah ...........................................................................................6
2.4 Tanda dan gejala persalinan ......................................................................7
2.5 Faktor persalinan .......................................................................................8
2.6 Tahapan persalinan ....................................................................................13
2.7 Pemeriksaan diagnostik/penunjang............................................................17
2.8 Penatalaksanaan medis ..............................................................................18
2.9 Komplikasi..................................................................................................26

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN ANTENATAL

3.1 Pengkajian...................................................................................................29

3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................31

3.3 Intervensi....................................................................................................32

3.4 Implementasi...............................................................................................49

3.5 Evaluasi.......................................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010).
Persalinan adalah suatu proses yang dialami, peristiwa normal, namun apabila tidak
dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal (Mufdillah & Hidayat, 2008).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Nurhati
(2009).
Persalinan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Persalinan spontan adalah persalianan
berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri melaluai jalan lahir. Persalianan buatan adalah
persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forceps atau dilakukan
dengan operasi cesarean. Persalianan anjuran adalah persalinan tidak dimulai dengan
sendirinya, baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian phytomenadione.
Rukiyah, dkk (2012).
Intranatal care (persalinan) adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin
dari tubuh ibu ( Nugroho, 2011).
Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau settling atau dropping yang
merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Perut
kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. Perasaan sering-sering atau susah buang air kecil
karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. Perasaan sakit diperut dan
dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah di uterus (fase labor pains). Servik
menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody
show)
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa konsep dasar dari Intranatal Normal

4
2. Untuk mengetahui apa konsep asuhan keperawata Intranatal normal.
1.3 Manfaat
1. Masyarakat
Intisari dari laporan ini bermanfaat bagi masyarakat sebagai panduan mengenai Laporan
pendahulan Asuhan Keperawatan Intranatal Normal
2. Pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Hasil dari laporan ini bermanfaat sebagai pengembangan ilmu keperawatan khususnya
keperawatan maternitas

3. Penulis
Manfaat bagi penulis adalah penulis mempunyai pengetahuan dan pengalaman untuk
mengetahui lebih dalam mengenai intranatal normal.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
Persalinan dianggap normal apabila prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( 37
minggu ) tanpa disertai adanya penyulit (Asuhan Persalinan Normal,2007).
Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
( 37- 42 minggu ) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam
18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal,2007).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik dan janin turun ke dalam jalan
lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir
(Winkjosastro, H. 2008 : 100).
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar ( Sarwono,2007).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 1998).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat
hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Mochtar, 1998).

Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut :

1. Persalinan spontan
Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
2. Persalinan bantuan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forceps atau
dilakukan operasi section caesarea.
3. Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan
rangsangan misalnya dengan pemberian pitocin atau prostaglandin atau pemecahan
ketuban.

6
Menurut umur kehamilan dan berat janin yang dilahirkan adalah :

1. Partus immaturus adalah partus yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 28 minggu
lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-900 gram.
2. Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum
aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2499 gram atau tua kehamilan antara 28 -37
minggu.
3. Partus matures atau partus aterm adalah suatu partus yang terjadi pada kehamilan antara
37 – 42 minggu dengan berat badan 2500 gram atau lebih.
4. Partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi pada kehamilan lebih dari 42
minggu.
5. Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin viabel berat janin dibawah 500
gram atau tua kehamilan dibawah 20 minggu.

2.2 Proses Terjadinya Persalinan

Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan :

A. Teori keregangan otot


1) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
3) Pada kehamilan ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu dan inpartu.
B. Teori penurunan progesterone
1) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
2) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim sensitif terhadap
oksitosin.
3) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone
tertentu.
C. Teori oksitosin
1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior
2) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot
rahim, sehingga terjadi Braxton hicks.

7
3) Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan, masa oksitosin dapat
meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.
D. Teori protoglandin
1) Konsentrasi progesteron meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan
oleh desidua.
2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga
hasil konsepsi dikeluarkan.
3) Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan
E. Teori hipotalamus Pituari dan Glandula Suprarenalis
1) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anenchepalus sering terjadi kelambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh liggin (1973)
2) Malpas pada tahun 1993 mengangkat otak kelinci percobaan hasilnya kehamilan kelinci
lebih lama.
3) Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya)
persalinan.
4) Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituari dengan
mulainya persalinan.
5) Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
F. Teori Placenta menjadi tua
Proses penuaan placenta terjadi mulai umur kehamilan 28 mgg dimana terjadi penimbunan
jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesterone
mengalami penurunan sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah, sehingga otot-otot
rahim lebih sering berkontraksi.

G. Teori iritasi mekanik


Dibelakang serviks terletak ganglion serviks (fleksus fronkenhauser). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

H. Teori fetal kortisel


Sapi yang diinfus ACTH dapat lahir premature. Hal ini menunjukkan fetus mempunyai
peranan penting dalam memulai persalinan. Fetus anconcheptal lebih lama lahir dibanding
fetus normal.

8
9
2.3 Pohon Masalah

Kehamilan 36-40 mg

Penurunan kadar
progesteron & estrogen
Krisis Kontraksi
Ansietas situasional pada uterus
Tekanan hidrostatis air ketuban & Ketuban
tekanan intrauterin naik pecah dini

Serviks mendatar Risiko infeksi


& terbuka maternal

Pembuluh darah Kontraksi kuat Iskemia korpus uteri


pada kapiler & cepat
kanalis Saraf nyeri aferen serviks &
Pertukaran O2
servikalis pecah Kepala janin masuk uterus masuk ke medula
pada sirkulasi
rongga panggul
Bloody utero-plasenter spinalis melalui akar
show kurang posterior T10-L1
Pembukaan lengkap
Hipoksia janin
Penekanan pd Tekanan meningkat Nyeri akut
vena inferior pada otot dasar
Risiko cedera panggul
janin
Penurunan
Reflek mengedan
aliran balik
ke jantung Merangsang saraf
nyeri pudendus Kontraksi Pelebaran vulva &
melalui S2-S4 perineum menonjol
Curah Memasuki
jantung & kala 3
tekanan darah Nyeri akut Episiotomi
Tekanan pada fundus uterus pada primipara
menurun
meningkat akibat his

Energi Perubahan curah Plasenta lepas Bayi lahir Kerusakan


berkurang jantung dari dindingnya integritas
kulit
Kontraksi uterus setelah
Kelelahan plasenta lahir tidak
Perubahan
adekuat
proses
Risiko keluarga
perdarahan
10
Risiko kekurangan
volume cairan
2.4 Tanda dan Gejala Persalinan
Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau settling atau dropping
yang merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida.
Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. Perasaan sering-sering atau susah buang
air kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. Perasaan sakit diperut
dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah di uterus (fase labor pains). Servik
menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody
show) (Haffieva, 2011).
a. Timbulnya his persalinan adalah his pembukaan sebagai berikut:
1) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan
2) Teratur
3) Makin lama makin pendek intervalnya dan makin kuat intensitasnya
4) Kalau dibawa berjalan bertambah kuat
5) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaaan cervik
His Kala I
1) Kontraksi bersifat simetris
2) Fundal dominan
3) Involunter
4) Intervalnya makin lama makin pendek
5) Diikuti retraksi
6) Kontraksi menimbulkan rasa sakit pada pinggang, pada daerah perut dan dapat menjalar
ke daerah paha
His Kala II
1) His semakin kuat ( Durasi 2 – 3 menit, durasi 50 – 100 detik )
2) His menimbulkan putar paksi dalam, penurunan kepala atau bagian terendah
3) Menimbulkan crowning dan penipisan perineum
4) Adanya dorongan mengedan menyebabkan ekspulsi kepala
b. Keluarnya lendir berdarah dari jalan lahir (bloody show)
Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari kanalis cervikalis keluar disertai dengan
sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena penekanan pada daerah
serviks yang menyebabkan pembuluh darah disekitar serviks menjadi lecet.

11
c. Keluarnya cairan banyak dari jalan lahir
Hal ini terjadi kalau ketuban pecah atau selaput janin robek. Ketuban itu pecah kalau
pembukaan lengkap atau hampir lengkap dalam hal ini keluar cairan merupakan tanda
yang lambat sekali. Tetapi kadan-kadang ketuban itu pecah pada pembukaan kecil,
malahan kadang-kadang selaput robek sebelum persalinan.Sebab mulainya persalinan
dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab misalnya terjadinya penurunan kadar estrogen dan
progesteron yang disebabkan plasenta menjadi tua pada kehamilan tua, serta juga dapat
akibat terjadi iskemia otot-otot uterus sehingga terganggunya sirkulasi uteroplasenta
sehingga plasenta mengalami degenerasi. Faktor lain misalnya tekanan pada ganglion
servikale dari plexus frankenhauser yang terdapat dibelakang serviks, akibatnya kontraksi
uterus dibangkitkan.
d. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks:
1) Perlunakan serviks
2) Pendataran serviks
3) Terjadi pembukaan serviks

2. 5 Faktor Persalinan
1. PASSAGE (JALAN LAHIR)
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar
panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa
ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal. Passage terdiri dari :
a. Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul)
1) Os. Coxae
 Os illium
 Os. Ischium
 Os. Pubis
2) Os. Sacrum = promotorium

3) Os. Coccygis

b. Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen

12
Pintu Panggul

a. Pintu atas panggul (PAP) = Disebut Inlet dibatasi oleh promontorium, linea inominata dan
pinggir atas symphisis.
b. Ruang tengah panggul (RTP) kira-kira pada spina ischiadica, disebut midlet
c. Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus pubis, disebut outlet
d. Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada antara inlet dan outlet.

Bidang-bidang
a. Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas symphisis dan
promontorium
b. Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir bawah symphisis.
c. Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadika kanan dan kiri.
d. Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi os coccyges

2. POWER
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi
uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama
yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim.
Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
a. His (kontraksi otot uterus)
Adalah kontraksi uterus karena otot – otot polos rahim bekerja dengan baik dan   
sempurna. Pada waktu kontraksi otot – otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal
dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung
amneon ke arah segmen bawah rahim dan serviks.
b. kontraksi otot-otot dinding perut
c. kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
d. ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum rotundum

Kontraksi uterus/His yang normal karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan
sempurna mempunyai sifat-sifat :

a. kontraksi simetris

13
b. fundus dominan
c. relaksasiinvoluntir : terjadi di luar kehendak
d. intermitten : terjadi secara berkala (berselang-seling)
e. terasa sakit
f. terkoordinasi
g. kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis

Perubahan-perubahan akibat his :

a. Pada uterus dan servik, Uterus teraba keras/padat karena kontraksi. Tekanan hidrostatis
air ketuban dan tekanan intrauterin naik serta menyebabkan serviks menjadi mendatar
(effacement) dan terbuka (dilatasi).
b. Pada ibu Rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim. Juga ada kenaikan nadi
dan tekanan darah.
c. Pada janin Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero-plasenter kurang, maka timbul
hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat (bradikardi) dan kurang jelas didengar
karena adanya iskemia fisiologis.

Dalam melakukan observasi pada ibu – ibu bersalin hal – hal yang harus diperhatikan dari his:

a. Frekuensi his Jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau  persepuluh menit.
b. Intensitas his Kekuatan his diukurr dalam mmHg. intensitas dan frekuensi kontraksi
uterus bervariasi selama persalinan, semakin meningkat waktu persalinan semakin maju.
Telah diketahui bahwa aktifitas uterus bertambah besar jika wanita tersebut berjalan –
jalan sewaktu persalinan masih dini.
c. Durasi atau lama his Lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik, misalnya
selama 40 detik.
d. Datangnya his Apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
e. Interval Jarak antara his satu dengan his berikutnya, misalnya his datang tiap 2 sampe 3
menit
f. Aktivitas his Frekuensi x amplitudo diukur dengan unit Montevideo.

14
His Palsu

His palsu adalah kontraksi uterus yang tidak efisien atau spasme usus, kandung kencing dan otot-
otot dinding perut yang terasa nyeri. His palsu timbul beberapa hari sampai satu bulan sebelum
kehamilan cukup bulan. His palsu dapat merugikan yaitu dengan membuat lelah pasien sehingga
pada waktu persalinan sungguhan mulai pasien berada dalam kondisi yang jelek, baik fisik
maupun mental.
Kelainan kontraksi otot rahim

a.      Inertia Uteri

1) His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang    terbagi
menjadi : Inertia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
2) Inertia uteri sekunder : His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian terendah
terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah. His yang lemah dapat menimbulkan
bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan  konsultasi atau merujuk
penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke dokter spesialis.

b.      Tetania uteri

His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan reaksi otot rahim.
Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :

1)      Persalinan Presipitatus

2)      Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal

3)      Terjadi persalinan tidak pada tempatnya

 Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinanT


 trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan  inversion  uteri
 Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin  dalam rahim

c.       Inkoordinasi otot rahim

Keadaan Inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim
untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim. Penyebab

15
inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah :

a. Faktor usia penderita elative tua


b. Pimpinan persalinan
c. Karena induksi persalinan dengan oksitosin
b. Rasa takut dan cemas

3. PASSANGER
Passanger  terdiri dari janin dan plasentaa. Janin merupakan passangge utama dan bagian
janin yang paling penting adalah kepala karena bagian yang paling besar dan keras dari janin
adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan.
Kelainan – kelainan yang sering menghambat dari pihak passangger adalah  kelainan ukuran
dan bentuk kepala anak seperti hydrocephalus ataupun anencephalus, kelainan letak seperti
letak muka atau pun letak dahi, kelainan kedudukan anak seperti kedudukan lintang atau
letak sungsang.

4. PSIKIS (PSIKOLOGIS)
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas
“kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga bias melahirkan atau memproduksi
anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan yang semula
dianggap sebagai suatu “ keadaan yang belum pasti “ sekarang menjadi hal yang nyata.
Psikologis meliputi :
a.  Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual
b.  Pengalaman bayi sebelumnya
c. Kebiasaan adat
d. Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu

Sikap negatif terhadap peralinan dipengaruhi oleh:

a.   Persalinan sebagai ancaman terhadap keamanan


b.   Persalinan sebagai ancaman pada self-image
c.   Medikasi persalinan
d.   Nyeri persalinan dan kelahiran

16
5. PENOLONG
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini Bidan adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan
skill dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

2.6 Tahapan Persalinan


A. Kala I (Kala Pembukaan)
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya placenta secara lengkap ibu
belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.
1. Tanda dan gejala inpartu meliputi :
a. Penipisan dan pembukaan serviks
b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks
c. Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina
1. Fase-fase dalam kala I persalinan :
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). kala I persalinan
dimulai sejak kontraksi. Kala I persalinan dibagi menjadi 2 fase yaitu :

a. Fase laten
(1) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
secara bertahap.
(2) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
(3) Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam
(4) Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih antara 20-30 detik.
b. Fase aktif
Fase aktif dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu :
(1) Fase akselarasi (fase percepatan)
Dari pembukaan 3 cm – 4 cm yang dicapai dalam 2 jam.

(2) Fase kemajuan maksimal

17
Dari pembukaan 4 cm – 9 cm yang dicapai dalam 2 jam

(3) Fase deselerasi


Dari pembukaan 9 cm – 10 cm selama 2 jam

Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedangkan pada multigravida


berlangsung kira-kira 8 jam.

B. Kala II
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagian kala pengeluaran bayi. Gejala
dan tanda kala II persalinan yaitu :

1. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.

2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau vaginanya.

3. Perineum menonjol

4. Vulva dan vagina, spingter ani membuka

5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang hasilnya adalah :

1. Pembukaan serviks telah lengkap

2. Terlihatnya bagian kepala bayi.

Pada saat kepala janin tampak dalam vulva, seorang penolong persalinan harus menahan
perineum dengan kain sedangkan tangan satunya menahan keluarnya kepala supaya tidak terjadi
expulsi berlebihan. Dengan adanya his dan kekuatan mengejan yang baik, maximal kepala janin
dilahirkan dengan sub uccipito dibawah symphisis. Kemudian dahi, muka dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat his muncul lagi untuk mengeluarkan tubuh bayi.

Pada primigravida kala II berlangsung kira-kira 2 jam sedangkan pada multigravida kira-kira 1
jam.

C. Kala III (Pengeluaran uri)


Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan

18
selaput ketuban pada kala III persalinan, otot miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya
bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta.
Karena perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan melipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah plasenta lepas,
maka plasenta dalam akan turun ke bagian bawah atau kedalam vagina bersamaan dengan
adanya his.

Tanda-tanda lepasnya plasenta

1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus


Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh dan TFU biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong
ke bawah uterus berbentuk segitiga seperti buah pear/alpukat dan fundus diatas pusat.

2. Tali pusat memanjang


Tali pusat terlihat menjulur ke luar vagina (tanda Ahfeld)

3. Semburan darah mendadak dan singkat


Kala III maximal 30 menit (biasanya 15 menit)

Fase pelepasan uri :

1. Schultze
Lepasnya uri seperti menutup payung, cara ini biasanya tidak ada perdarahan sebelum uri
lahir dan banyak setelah uri lahir.

2. Duncan
Lepasnya uri mulai dari pinggir, darah akan menjalar keluar antara selaput ketuban.

Fase pengeluaran uri

Uri yang sudah lepas oleh kontraksi rahim akan didorong ke bawah hal ini dibantu pula oleh
tekanan abdominal atau mengejan. Perasat-perasat untuk mengetahuuri :

1. Kutsner
Meletakkan tangan disertai dengan tekanan pada sympisis. Tali pusat ditegangkan, bila tali

19
pusat masuk berarti belum lepas, bila bertambah panjang atau maju berarti sudah lepas.

2. Klein
Sewaktu ada his, rahim kita dorong sedikit. Bila tali pusat kembali berarti belum lepas, jika
diam atau bertambah panjang berarti sudah lepas.

3. Strassmen
Tegangkan tali pusat dan letakkan tangan difundus, ketok bila tali pusat bergetar berarti
belum lepas.

4. Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim sedangkan tangan kanan
memegang dan mencangkan tali pusat kemudian menarik secara berlawanan (dorso kranial).
Placenta belum lepas bila terasa berat dan tali pusat tidak memanjang. Bila sudah lepas, bila
ditarik terasa ringan dan tali pusat memanjang.

D. Kala IV
Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu :

Pada kala IV dilakukan observasi sebagai berikut :

1. Tanda-tanda vital ibu

2. Pemeriksaan perdarahan pada ibu

3. Pemantauan kontraksi uterus

4. Dokumentasi asuhan yang telah dilakukan

Perdarahan pada ibu dianggap normal jika < 500 cc

Lamanya persalinan pada primi dan multi adalah :

Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam

Kala II 1 jam ½ jam

Kala III ½ jam ¼ jam

20
Lama Persalinan 14 ½ jam 7 ¾ jam

Tambahan pemantauan pada kala I pada persalinan normal

Parameter Fase Laten Fase Aktif


Suhu badan Setiap 4 jam Setiap 4 jam

Tekanan darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam

Nadi Setiap 30-60 menit Setiap 30-60 menit

Djj Setiap 1 jam Setiap 30 jam

Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 jam

Pembukaan serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam

Penurunan Setiap 4 jam Setiap 4 jam

2.7 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan urine protein (Albumin) : Untuk mengetahui adanya risiko pada


keadaan preeklamsi maupun adanya gangguan pada ginjal dilakukan pada trimester II
dan III.
2. Pemeriksaan urin gula
Menggunakan reagen benedict dan menggunakan diastic.
3. Pemeriksaan darah
b. Ultrasonografi (USG)
Alat yang menggunakan gelombang ultrasound untuk mendapatkan gambaran dari
janin, plasenta dan uterus.
c. Partograf.
Adalah suatu alat untuk memantau kemajuan proses persalinan dan membantu petugas
kesehatan dan mengambil keputusan dalam penatalaksanaan pasien. Partograf berbentuk
kertas grafik yang berisi data ibu, janin dan proses persalinan. Partograf dimulai pada

21
pembukaan mulut rahim 4 cm (fase aktif).
d. Stetoskop Monokuler
Mendengar denyut jantung janin, daerah yang paling jelas terdengar DJJ, daerah tersebut
disebut fungtum maksimum.
e. Memakai alat Kardiotokografi (KTG)
Kardiotokografi adalah gelombang ultrasound untuk mendeteksi frekuensi jantung janin
dan tokodynomometer untuk mendeteksi kontraksi uterus kemudian keduanya direkam
pada kertas yang sama sehingga terlihat gambaran keadaan jantung janin dan kontraksi
uterus pada saat yang sama

2.8 Penatalaksanaan Medis


a. Penatalaksanaan persalinan kala I
1) Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi parturient
2) Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada parturien dan
pendampingnya.
3) Pengamatan kesehatan janin selama persalinan
a) Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa setiap 30 menit dan
pada kala II setiap 15 menit setelah berakhirnya kontraksi uterus ( his ).
b) Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa dengan frekuensi
yang lbih sering (setiap 15 menit ) dan pada kala II setiap 5 menit.
4) Pengamatan kontraksi uterus
Meskipun dapat ditentukan dengan menggunakan kardiotokografi, namun penilaian
kualitas his dapat pula dilakukan secara manual dengan telapak tangan penolong
persalinan yang diletakkan diatas abdomen (uterus) parturien.
5) Tanda vital ibu
a) Suhu tubuh, nadi dan tekanan darah dinilai setiap 4 jam.
b) Bila selaput ketuban sudah pecah dan suhu tubuh sekitar 37.50 C (“borderline”)
maka pemeriksaan suhu tubuh dilakukan setiap jam.
c) Bila ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotika profilaksis.
6) Pemeriksaan VT berikut
a) Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan posisi bagian

22
terendah janin sangat bervariasi.
b) Umumnya pemeriksaan dalam (VT) untuk menilai kemajuan persalinan dilakukan
tiap 4 jam.
c) Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah:
(1) Menentukan fase persalinan.
(2) Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum masuk PAP
(3) Ibu merasa ingin meneran.
(4) Detik jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160 dpm).
7) Makanan oral
a) Sebaiknya pasien tidak mengkonsumsi makanan padat selama persalinan fase aktif
dan kala II. Pengosongan lambung saat persalinan aktif berlangsung sangat lambat.
b) Penyerapan obat peroral berlangsung lambat sehingga terdapat bahaya aspirasi saat
parturien muntah.
c) Pada saat persalinan aktif, pasien masih diperkenankan untuk mengkonsumsi
makanan cair.
8) Cairan intravena
Keuntungan pemberian cairan intravena selama inpartu:
a) Bilamana pada kala III dibutuhkan pemberian oksitosin profilaksis pada
kasus atonia uteri.
b) Pemberian cairan glukosa, natrium dan air dengan jumlah 60–120 ml per
jam dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada ibu.
9) Posisi ibu selama persalinan
a) Pasien diberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih posisi yang paling
nyaman bagi dirinya.
b) Berjalan pada saat inpartu tidak selalu merupakan kontraindikasi.
10) Analgesia
Kebutuhan analgesia selama persalinan tergantung atas permintaan pasien.
11) Lengkapi partogram
a) Keadaan umum parturien ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan ).
b) Pengamatan frekuensi – durasi – intensitas his.
c) Pemberian cairan intravena.

23
d) Pemberian obat-obatan.
12) Amniotomi
a) Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang diperkirakan normal
terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter yang bekerja di beberapa pusat
kesehatan untuk melakukan amniotomi dengan alasan:
1) Persalinan akan berlangsung lebih cepat.
2) Deteksi dini keadaan air ketuban yang bercampur mekonium ( yang merupakan
indikasi adanya gawat janin ) berlangsung lebih cepat.
3) Kesempatan untuk melakukan pemasangan elektrode pada kulit kepala janin dan
prosedur pengukuran tekanan intrauterin.
b) Namun harus dingat bahwa tindakan amniotomi dini memerlukan observasi yang
teramat ketat sehingga tidak layak dilakukan sebagai tindakan rutin.
13) Fungsi kandung kemih
Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena dapat:
a) Menghambat penurunan kepala janin
b) Menyebabkan hipotonia dan infeksi kandung kemih
c) Carley dkk (2002) menemukan bahwa 51 dari 11.322 persalinan
pervaginam mengalami komplikasi retensio urinae (1 : 200 persalinan).
d) Faktor resiko terjadinya retensio urinae pasca persalinan:
(1) Persalinan pervaginam operatif
(2) Pemberian analgesia regional
b. Penatalaksanaan persalinan kala II
Tujuan penatalaksanaan persalinan kala II:
1) Mencegah infeksi traktus genitalis melalui tindakan asepsis dan antisepsis.
2) Melahirkan “well born baby”.
3) Mencegah agar tidak terjadi kerusakan otot dasar panggul secara berlebihan.
Penentuan kala II:
Ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan vaginal toucher yang acapkali dilakukan
atas indikasi :
1) Kontraksi uterus sangat kuat dan disertai ibu yang merasa sangat ingin meneran.
2) Pecahnya ketuban secara tiba-tiba.

24
Pada kala II sangat diperlukan kerjasama yang baik antara parturien dengan penolong
persalinan.
1) Persiapan :
a) Persiapan set “pertolongan persalinan” lengkap.
b) Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih bila teraba kandung kemih
diatas simfisis pubis.
c) Membersihkan perineum, rambut pubis dan paha dengan larutan disinfektan.
d) Meletakkan kain bersih dibagian bawah bokong parturien.
e) Penolong persalinan mengenakan peralatan untuk pengamanan diri (sepatu boot,
apron, kacamata pelindung dan penutup hidung & mulut).

2) Pertolongan persalinan:
a) Posisi pasien sebaiknya dalam keadaan datar diatas tempat tidur persalinan.
b) Untuk pemaparan yang baik, digunakan penahan regio poplitea yang tidak
terlampau renggang dengan kedudukan yang sama tinggi.
3) Persalinan kepala:
a) Setelah dilatasi servik lengkap, pada setiap his vulva semakin terbuka akibat
dorongan kepala dan terjadi “crowning”.
b) Anus menjadi teregang dan menonjol. Dinding anterior rektum biasanya menjadi
lebih mudah dilihat.
c) Bila tidak dilakukan episiotomi, terutama pada nulipara akan terjadi penipisan
perineum dan selanjutnya terjadi laserasi perineum secara spontan.
d) Episotomi tidak perlu dilakukan secara rutin dan hendaknya dilakukan secara
individual atas sepengetahuan dan seijin parturien. Episiotomi terutama dari jenis
episiotomi mediana mudah menyebabkan terjadinya ruptura perinei totalis
(mengenai rektum) ; sebaliknya bila tidak dilakukan episiotomi dapat menyebabkan
robekan didaerah depan yang mengenai urethrae.
Manuver Ritgen :
Tujuan maneuver Ritgen :
1) Membantu pengendalian persalinan kepala janin

25
2) Membantu defleksi (ekstensi) kepala
3) Diameter kepala janin yang melewati perineum adalah diameter yang paling kecil
sehingga dapat
4) Mencegah terjadinya cedera perineum
Saat kepala janin meregang vulva dan perineum (“crowning”) dengan diameter 5
cm, dengan dialasi oleh kain basah tangan kanan penolong melakukan dorongan pada
perineum dekat dengan dagu janin kearah depan atas. Tangan kiri melakukan tekanan
ringan pada daerah oksiput. Maneuver ini dilakukan untuk mengatur defleksi kepala
agar tidak terjadi cedera berlebihan pada perineum.
Setelah lahir, kepala janin terkulai keposterior sehingga muka janin mendekat pada
anus ibu. Selanjutnya oksiput berputar (putaran restitusi) yang menunjukkan bahwa
diameter bis-acromial (diameter tranversal thorax) berada pada posisi anteroposterior
Pintu Atas Panggul dan pada saat itu muka dan hidung anak hendaknya dibersihkan
Seringkali, sesaat setelah putar paksi luar, bahu terlihat di vulva dan lahir secara
spontan. Bila tidak, perlu dilakukan ekstraksi dengan jalan melakukan cekapan pada
kepala anak dan dilakukan traksi curam kebawah untuk melahirkan bahu depan
dibawah arcus pubis.
Untuk mencegah terjadinya distosia bahu, sejumlah ahli obstetri menyarankan agar
terlebih dulu melahirkan bahu depan sebelum melakukan pembersihan hidung dan
mulut janin atau memeriksa adanya lilitan talipusat .
Persalinan sisa tubuh janin biasanya akan mengikuti persalinan bahu tanpa
kesulitan, bila agak sedikit lama maka persalinan sisa tubuh janin tersebut dapat
dilakukan dengan traksi kepala sesuai dengan aksis tubuh janin dan disertai dengan
tekanan ringan pada fundus uteri. Jangan melakukan kaitan pada ketiak janin untuk
menghindari terjadinya cedera saraf ekstrimitas atas
5) Membersihkan nasopharynx
Perlu dilakukan tindakan pembersihan muka, hidung dan mulut anak setelah dada
lahir dan anak mulai mengadakan inspirasi, untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya aspirasi cairan amnion, bahan tertentu didalam cairan amnion serta darah.
6) Lilitan talipusat
Setelah bahu depan lahir, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat dileher

26
anak dengan menggunakan jari telunjuk. Lilitan talipusat terjadi pada 25% persalinan
dan bukan merupakan keadaan yang berbahaya.Bila terdapat lilitan talipusat, maka
lilitan tersebut dapat dikendorkanmelewati bagian atas kepala dan bila lilitan
terlampau erat atau berganda maka dapat dilakukan pemotongan talipusat terlebih dulu
setelah dilakukan pemasangan dua buah klem penjepit talipusat.
7) Menjepit talipusat
Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen anak dan penjepit talipusat
(plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem penjepit. Pemotongan dilakukan
diantara klem dan penjepit talipusat.
Saat pemasangan penjepit talipusat:
Bila setelah persalinan, neonatus diletakkan pada ketinggian dibawah introitus
vaginae selama 3 menit dan sirkulasi uteroplasenta tidak segera dihentikan dengan
memasang penjepit talipusat, maka akan terdapat pengaliran darah sebanyak 80 ml
dari plasenta ke tubuh neonatus dan hal tersebut dapat mencegah defisiensi zat besi
pada masa neonatus.
Pemasangan penjepit talipusat sebaiknya dilakukan segera setelah pembersihan
jalan nafas yang biasanya berlangsung sekitar 30 detik dan sebaiknya neonatus tidak
ditempatkan lebih tinggi dari introitus vaginae atau abdomen (saat sectio caesar)
c. Penatalaksanaan persalinan kala III
Persalinan Kala III adalah periode setelah lahirnya anak sampai plasenta lahir.
Segera setelah anak lahir dilakukan penilaian atas ukuran besar dan konsistensi uterus
dan ditentukan apakah ini aalah persalinan pada kehamilan tunggal atau kembar. Bila
kontraksi uterus berlangsung dengan baik dan tidak terdapat perdarahan maka dapat
dilakukan pengamatan atas lancarnya proses persalinan kala III.
Penatalaksanaan kala III:
Tanda-tanda lepasnya plasenta:
1) Uterus menjadi semakin bundar dan menjadi keras.
2) Pengeluaran darah secara mendadak.
3) Fundus uteri naik oleh karena plasenta yang lepas berjalan kebawah kedalam segmen
bawah uterus.
4) Talipusat di depan menjadi semakin panjang yang menunjukkan bahwa plasenta sudah

27
turun.
Tanda-tanda diatas kadang-kadang dapat terjadi dalam waktu sekitar 1 menit
setelah anak lahir dan umumnya berlangsung dalam waktu 5 menit. Bila plasenta
sudah lepas, harus ditentukan apakah terdapat kontraksi uterus yang baik. Parturien
diminta untuk meneran dan kekuatan tekanan intrabdominal tersebut biasanya sudah
cukup untuk melahirkan plasenta.Bila dengan cara diatas plasenta belum dapat
dilahirkan, maka pada saat terdapat kontraksi uterus dilakukan tekanan ringan pada
fundus uteri dan talipusat sedikit ditarik keluar untuk mengeluarkan plasenta
Tehnik melahirkan plasenta :
1) Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan tangan kanan
mempertahankan posisi talipusat.
2) Parturien dapat diminta untuk membantu lahirnya plasenta dengan meneran.
3) Setelah plasenta sampai di perineum, angkat keluar plasenta dengan menarik talipusat
keatas.
4) Plasenta dilahirkan dengan gerakan “memelintir” plasenta sampai selaput ketuban agar
selaput ketuban tidak robek dan lahir secara lengkap oleh karena sisa selaput ketuban
dalam uterus dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan kala III aktif:
Penatalaksanaan aktif kala III (pengeluaran plasenta secara aktif) dapat menurunkan
angka kejadian perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan aktif kala III terdiri dari :
1) Pemberian oksitosin segera setelah anak lahir
2) Tarikan pada talipusat secara terkendali
3) Masase uterus segera setelah plasenta lahir
Tehnik:
1) Setelah anak lahir, ditentukan apakah tidak terdapat kemungkinan adanya janin
kembar.
2) Bila ini adalah persalinan janin tunggal, segera berikan oksitosin 10 U i.m (atau
methergin 0.2 mg i.m bila tidak ada kontra indikasi)
3) Regangkan talipusat secara terkendali (“controlled cord traction”):
a) Telapak tangan kanan diletakkan diatas simfisis pubis. Bila sudah terdapat

28
kontraksi, lakukan dorongan bagian bawah uterus kearah dorsokranial
b) Tangan kiri memegang klem talipusat , 5–6 cm didepan vulva.
c) Pertahankan traksi ringan pada talipusat dan tunggu adanya kontraksi uterus yang
kuat.
d) Setelah kontraksi uterus terjadi, lakukan tarikan terkendali pada talipusat sambil
melakukan gerakan mendorong bagian bawah uterus kearah dorsokranial.
e) Penarikan talipusat hanya boleh dilakukan saat uterus kontraksi.
f) Ulangi gerakan-gerakan diatas sampai plasenta terlepas.
g) Setelah merasa bahwa plasenta sudah lepas, keluarkan plasenta dengan kedua
tangan dan lahirkan dengan gerak memelintir.
4) Setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri agar terjadi kontraksi dan sisa
darah dalam rongga uterus dapat dikeluarkan.
5) Jika tidak terjadi kontraksi uterus yang kuat (atonia uteri) dan atau terjadi perdarahan
hebat segera setelah plasenta lahir, lakukan kompresi bimanual.
6) Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1 – 2 menit, ikuti protokol penatalaksanaan
perdarahan pasca persalinan.
7) Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan injeksi oksitosin kedua dan
ulangi gerakan-gerakan diatas.
8) Jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit:
a) Periksa kandung kemih, bila penuh lakukan kateterisasi.
b) Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta.
c) Berikan injeksi oksitosin ketiga.
d. Penatalaksanaan persalinan kala IV
2 jam pertama pasca persalinan merupakan waktu kritis bagi ibu dan neonatus.
Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik luar biasa dimana ibu baru melahirkan
bayi dari dalam perutnya dan neonatus sedang menyesuaikan kehidupan dirinya
dengan dunia luar.Petugas medis harus tinggal bersama ibu dan neonatus untuk
memastikan bahwa keduanya berada dalam kondisi stabil dan dapat mengambil
tindakan yang tepat dan cepat untuk mengadakan stabilisasi.
Langkah-langkah penatalaksanaan persalinan kala IV:
1) Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam

29
kedua.
2) Periksa tekanan darah – nadi – kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit pada
jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.
3) Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang dia inginkan.
4) Bersihkan perineum dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
5) Biarkan ibu beristirahat.
6) Biarkan ibu berada didekat neonatus.
7) Berikan kesempatan agar ibu mulai memberikan ASI, hal ini juga dapat membantu
kontraksi uterus .
8) Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi untuk buang air kecil. Pastikan
bahwa ibu sudah dapat buang air kecil dalam waktu 3 jam pasca persalinan.
9) Berikan petunjuk kepada ibu atau anggauta keluarga mengenai:
a) Cara mengamati kontraksi uterus.
b) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan neonatus.
10) Ibu yang baru bersalin sebaiknya berada di kamar bersalin selama 2 jam dan sebelum
dipindahkan ke ruang nifas petugas medis harus yakin bahwa:
a) Keadaan umum ibu baik.
b) Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan.
c) Cedera perineum sudah diperbaiki.
d) Pasien tidak mengeluh nyeri.
e) Kandung kemih kosong.
2.9 Komplikasi
Berikut komplikasi yang biasa terjadi pada persalinan
a. Ruptur Uteri
Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan pada rahim atau rahim tidak utuh.
Terdapat keadaan yang meningkatkan kejadian ruptur uteri, misalnya ibu yang
mengalami operasi caesar pada kehamilan sebelumnya. Selain itu, kehamilan dengan
janin yang terlalu besar, kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti
pada kehamilan kembar, dapat pula menyebabkan rahim sangat teregang dan menipis
sehingga robek. Gejala yang sering muncul adalah nyeri yang sangat berat dan denyut
jantung janin yang tidak normal. Pada keadaan awal, jika segera diketahui dan ditangani

30
dapat tidak menimbulkan gejala dan tidak mempengaruhi keadaan ibu dan janin. Namun,
jika robekan yang luas dan menyebabkan perdarahan yang banyak, dokter akan segera
melakukan operasi segera untuk melahirkan bayi sampai pada pengangkatan rahim. Hal
ini bertujuan agar ibu tidak kehilangan darah terlalu banyak, dan bayipun dapat
diselamatkan. Perdarahan hebat juga memerlukan trafusi darah dan pertolongan darurat
lainnya, sampai pada dibutuhkannya fasilitas ICU dan NICU.
Apabila terjadi perdarahan  yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan
suplai darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan
kematian janin dan ibu. Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilan
sebelumnya, disarankan untuk tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang
berulang. Namun, jika Anda hamil lagi, diperlukan pengawasan yang ketet selama
kehamilan, kemudian bayi akan dilahirkan dengan cara caesar.
b. Trauma Perineum
Parineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus.
Trauma perineum adalah luka pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Hal ini
karena desakan kepala atau bagian tubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan
jaringan perineum robek. Berdasapkan tingkat keparahannya, trauma perineum dibagi
menjadi derajat satu hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya luka pada lapisan
kulit dan lapisan mukosa saluran vagina. Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat
dua, luka sudah mencapai otot. Trauma derajat tiga dan empat meliputi daerah yang lebih
luas, bahkan pada derajat empat telah mencapai otot-otot anus, sehingga pendarahannya
pun lebih banyak.
Trauma parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan seperti ukuran janin
terlalu besar, proses persalinan yang lama, serta penggunaan alat bantu persalinan (misal
forsep). Adanya luka pada jalan lahir tentu saja menimbulkan rasa nyeri yang bertahan
selama beberapa minggu setelah melahirkan. Anda dapat pula mengeluhkan nyeri ketika
berhubungan intim.
Saat persalinan, terkadang dokter melakukan episiotomi, yaitu menggunting
perineum untuk mengurangi trauma yang berlebihan pada daerah perineum dan
mencegah robekan perineum yang tidak beraturan. Dengan episiotomi, perineum
digunting agar jalan lahir lebih luas. dengan demikian perlukaan yang terjadi dapat

31
diminimalkan

32
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Kala I (Fase Laten Dan Aktif)
1) Integritas ego
Klien tampak tenang atau cemas
2) Nyeri atau ketidaknyamanan
Kontraksi regular, terjadi peningkatan frekuensi durasi atau keparahan
3) Seksualitas
Servik dilatasi 0-10 cm mungkin ada lender merah muda kecoklatan atau terdiri dari
flek lendir.
2. Kala II
a. Pengkajian
1) Aktivitas/ istirahat
a) Melaporkan kelelahan
b) Melaporkan ketidakmampuan melakukan dorongan sendiri / teknik relaksasi
c) Lingkaran hitam di bawah mata
2) Sirkulasi
Tekanan darah meningkat 5-10 mmHg
3) Integritas ego
Dapat merasakan kehilangan kontrol / sebaliknya
4) Eliminasi
Keinginan untuk defekasi, kemungkinan terjadi distensi kandung kemih
5) Nyeri / ketidaknyamanan
a) Dapat merintih / menangis selama kontraksi
b) Melaporkan rasa terbakar / meregang pada perineum
c) Kaki dapat gemetar selama upaya mendorong
d) Kontraksi uterus kuat terjadi 1,5 – 2 menit
6) Pernafasan
Peningkatan frekwensi pernafasan
7) Seksualitas

33
a) Servik dilatasi penuh (10 cm)
b) Peningkatan perdarahan pervagina
c) Membrane mungkin rupture, bila masih utuh
d) Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi
3. Kala III
1) Aktivitas / istirahat
Klien tampak senang dan keletihan
2) Sirkulasi
a) Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali normal
dengan cepat
b) Hipotensi akibat analgetik dan anastesi
c) Nadi melambat
3) Makan dan cairan
Kehilangan darah normal 250 – 300 ml
4) Nyeri / ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki dan menggigil
5) Seksualitas
a) Darah berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas
b) Tali pusat memanjang pada muara vagina
4. Kala IV
1. Aktivitas
Dapat tampak berenergi atau kelelahan
2. Sirkulasi
Nadi biasanya lambat sampai (50-70x/menit) TD bervariasi, mungkin lebih rendah
pada respon terhadap analgesia/anastesia, atau meningkat pada respon pemberian
oksitisin atau HKK,edema, kehilangan darah selama persalinan
3. Integritas Ego
Mulai mengenai kondisi bayi, bahagia
4. Eliminasi
Haemoroid, kandung kemih teraba di atas simfisis pubis
5. Makanan/cairan

34
Mengeluh haus, lapar atau mual
6. Neurosensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anastesi spinal
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Melaporkan nyeri, missal oleh karena trauma jaringan atau perbaikan episiotomy,
kandung kemih penuh, perasaan dingin atau otot tremor
8. Keamanan
Peningkatan suhu tubuh
9. Seksualitas
Fundus keras terkontraksi pada garis tengah terletak setinggi umbilicus,
perineum bebas dan kemerahan, edema, ekimosis, striae mungkin pada
abdomen, paha dan payudara. Pengeluaran kolostrum, pantau jumlah lochea

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kala I (Fase Laten dan Aktif)
1) Ansietas
2) Risiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban dini
3) Nyeri Persalinan berhubungan dengan kontraksi uterus
4) Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan ketidakadekuatan system
pendukung.
2. Kala II
1)   Nyeri persalinan berhubungan dengan ekspulsi fetal
2)   Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka episiotomi
3. Kala III
1. Resiko Perdarahan
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan setelah melahirkan
4. Kala IV
(1)Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
(2)Resiko Perdarahan
(3) Retensi urine berhubungan dengan perubahan masukan dan kompresi mekanik
kandung kemih.

35
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
1 KALA I
Ansietas Setelah dilakukan asuhan SIKI LABEL : SIKI LABEL:
berhubungan dengan keperawatan selama …x … Terapi Relaksasi Terapi Relaksasi
kekhawatiran jam, maka diharapkan
(I.09326) (I.09326)
mengalami tingkat ansietas menurun
kegagalan dengan kriteria hasil: Observasi :

1. perilaku gelisah menurun a. Identifikasi penurunan tingkat energi, a. Agar pasien dapat mengetahui
2. perilaku tegang menurun ketidakmampuan berkonsentrasi, atau hal apa yang dapat membuatnya
3. pucat menurun gejala lain yang mengganggu cemas
4. tremor menurun kemampuan kognitif
5. frekuensi nafas menurun Terapeutik : b. Indicator derajat ansietas
6. tekanan darah menurun b. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa misalnya pasien dapat merasa
gangguan dengan pencahayaan dan tidak terkontrol di rumah, kerja/
suhu ruang, nyaman, jika masalah pribadi. Stress dapat
memungkinkan terjadi sebagai akibat gejala fisik
c. Gunakan nada suara lembut dengan kondisi juga reaksi lain
irama lambat dan berirama c. Agar pasien merasa aman

Edukasi :

36
d. Demonstrasikandan latih teknik d. Untuk membantu pasien
relaksasi (mis. napasdalam, melakukan teknik relaksasi
peregangan, atau imajinasi terbimbing) secara mandiri

2 KALA II
Nyeri melahirkan SLKI LABEL: SIKI LABEL: Manajemen Nyeri SIKI LABEL: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Tingkat Nyeri: (I.08238) (I.08238)
pengeluaran janin (L.08066) d) Observasi b) Observasi
dibuktikan dengan Setelah diberikan asuhan 2) Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui lokasi, durasi,
perineum menonjol keperawatan selama …x … durasi, frekuensi, kualitas, intensitas frekuensi, kualitas, intensitas
seperti tertekan dan jam diharapkan tingkat nyeri

37
dilatasi seviks menurun dengan kriteria nyeri nyeri
lengkap hasil: 3) Indentifikasi skala nyeri 2. Mengetahui rentang skala nyeri
a) Keluhan nyeri menurun 4) Identifikasi faktor yang pasien
b) Meringis menurun memperberat dan memperingan nyeri 3. Mengetahui faktor yang
c) Gelisah menurun 5) Monitor efek samping memperberat dan memperingan
penggunaan analgetik nyeri
4. Mengetahui dampak samping
e) Terapeutik penggunaan analgetik terhadap
1. Berikan teknik non farmakologis untuk nyeri
mengurangi rasa nyeri ( mis. TENS, b. Terapeutik
hipnosis, akupresure, Terapi musik, 1. Memberikan tindakan
biofeadback, terapi pijat, aromaterapi, pendukung dalam meredakan
teknik imajinasi terbimbing, kompres nyeri
hangat/dingin,terapi bermain) 2. Menjaga dan merawat keadaan
2. Kontrol lingkungan yang memperberat lingkungan pasien
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, cahaya, 3. Memberikan kenyamanan
kebisingan) terhadap pasien
3. Berikan fasilitasi istirahat tidur c. Edukasi
1. Memberikan tindakan dalam
f) Edukasi meredakan nyeri
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri 2. Mengetahui penyebab, lama dan
2. Jelaskan penyebab, periode, pemicu

38
nyeri pemicu respon nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara 3. Mengajarkan pasien cara
mandiri mengetahui respon nyeri secara
4. Anjurkan menggunakan analgetik mandiri
secara tepat 4. Membantu pasien mengurangi
5. Anjurkan teknik nonfarmakologis rasa nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri (teknik 5. Memberikan tindakan
napas dalam) pendukung atau latihan dalam
meredakan rasa nyeri
g) Kolaborasi d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika Melakuakan kolaborasi dengan
perlu apoteker dalam pemberian obat
analgetik
3 KALA III
Resiko perdarahan SLKI LABEL: Pencegahan Perdarahan Pencegahan perdarahan
dibuktikan dengan Observasi Observasi
Tingkat Perdarahan
komplikasi pasca 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui tanda dan gejala
partum (retensi (L.02017) perdarahan perdarahan
plasenta) Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor nilai 2. Mengetahui nilai

keperawatanselama … x … hematokrit/hemoglobin sebelum hematokrit/hemoglobin

menit , maka tingkat dan setelah kehilangan darah sebelum dan setelah kehilangan
perdarahanmenurun dengan 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik darah

39
criteria hasil: 4. Monitor koagulasi (mis. 3. Mengetahui tanda-tanda vital
Prothrombin time (PT), partial ortostatik
1. Perdarahan vagina
thromboplastin time (PTT), 4. Mengetahui koagulasi
menurun
fibrinogen, degradasi fibrin dan Terapeutik
2. Hemoglobin membaik
atau platelet 5. Mengurangi terjadinya
3. Kognitif meningkat
Terapiutik perdarahan
5. Pertahankan bed rest selama 6. Menghindari terjadinya
perdarahan perdarahan
6. Batasi tindakan invasif, jika perlu 7. Mencegah terjadinya dekubitus
7. Gunakan kasur pencegah dekubitus 8. Menghindari terjadinya
8. Hindari penggunaan suhu rektal perdarahan
Edukasi Edukasi
9. Jelaskan tanda dan gejala 9. Pasien memahami tentang tanda
perdarahan dan gejala perdarahan
10. Anjurkan menggunakan kaus kaki 10. Menghindari terjadinya
saat ambulansi hipotermia
11. Anjurkan meningkatkan asupan 11. Menghindari terjadinya
cairan untuk menghindari konstipasi
konstipasi 12. Menghindari terjadinya
12. Anjurkan menghindari aspirin atau pengenceran atau
antikoagulan penggumpalan darah
13. Anjurkan meningkatkan asupan 13. Menghindari terjadinya

40
makanan dan vitamin K pengenceran darah
14. Anjurkan segera melapor jika 14. Menghindari bertambah
terjadi perdarahan buruknya perdarahan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian obat Kolaborasi
pengontrol perdarahan, jika perlu 15. Mengontrol perdarahan
16. Kolaborasi pemberian produk 16. Menghindari terjadinya
darah, jika perlu kekurangan darah
17. Kolaborasi pemberian pelunak 17. Menghindari terjadinya
tinja, jika perlu perdarahan pada anus
Manajemen Perdarahan Pervaginam
Pascapersalinan Manajemen Perdarahan
Observasi Pervaginam Pascapersalinan
1. Periksa uterus (mis. TFU sesuai Observasi
hari melahirkan, membulat dan 1. Mengetahui keadaan uterus
keras/lembek) 2. Mengetahui penyebab
2. Identifikasi penyebab kehilangan kehilangan darah
darah (mis. Atonia uteri atau 3. Mengetahui keluhan ibu
robekan jalan lahir) 4. Mengetahui riwayat perdarahan
3. Identifikasi keluhan ibu (mis. pada kehamilan lanjut
Keluar banyak darah, pusing, 5. Memantau risiko terjadinya
pandangan kabur) perdarahan

41
4. Identifikasi riwayat perdarahan 6. Memantau jumlah kehilangan
pada kehamilan lanjut (mis. darah
Abruption, PIH, dan plasenta 7. Memantau kadar Hb, Ht, PT dan
previa) APTT sebelum dan sesudah
5. Monitor risiko terjadinya perdarahan
perdarahan 8. Memantau fungsi neurologi
6. Monitor jumlah kehilangan darah 9. Memantau membran mukosa,
7. Monitor kadar Hb, Ht, PT dan bruising dan adanya petecle
APTT sebelum dan sesudah Terapeutik
perdarahan 10. Mengurangi perdarahan
8. Monitor fungsi neurologi 11. Meningkatkan aliran darah
9. Monitor membran mukosa, 12. Memantau indeks saturasi
bruising dan adanya petecle oksigen otak sebagai hasil dari
Terapiutik rasio antara oksihemoglobin dan
10. Lakukan penekanan pada area hemoglobin total
perdarahan, jika perlu 13. Mencegah hipoksemia
11. Berikan kompres dingin, jika perlu 14. Meningkatkan rasa nyaman
12. Pasang oksimetri 15. Menghindari terjadinya
13. Berikan oksigen nasal 3 L/menit perdarahan
14. Posisikan supine 16. Meningkatkan kontraksi uterus
15. Pasang IV line dengan selang infus 17. Merangsang kontraksi uterus
tranfusi Kolaborasi

42
16. Pasang kateter untuk meningkatkan 18. Menghindari terjadinya
kontraksi uterus kekurangan darah
17. Lakukan pijat uterus untuk 19. Mengatasi perdarahan
merangsang kontraksi uterus
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu
19. Kolaborasi pemberian uterotonika,
jika perlu
4. KALA IV
Resiko Perdarahan SLKI SIKI Perawatan Pasca Persalinan
berhubungan dengan Status Pasca Partum Perawatan Pasca Persalinan Observasi
komplikasi pasca Setelah dilakukan asuhan Observasi 1. Mengetahui tanda-tanda vital
partum ( atoni uterus keperawatan selama …x… 1. Monitor tanda-tanda vital 2. Mengetahui keadaan lokia (mis.
) maka satus pascapartum 2. Monitor keadaan lokia (mis. warna, warna, jumlah, bau, dan bekuan)
membaik, dengan kriteria jumlah, bau, dan bekuan) 3. Mengetahui robekan (
hasil : 3. Periksa perineum atau robekan kemerahan, edema, ekimosis,
1. Sirkulasi perifer (kemerahan, edema, ekimosis, pengeluaran, penyatuan, jahitan
meningkat pengeluaran, penyatuan, jahitan) ) pada perinium
2. Payudara penuh 4. Monitor nyeri 4. Mengetahui tingkatan nyeri
meningkat 5. Monitor status pencernaan 5. Mengetahui status pencernaan
3. Pemulihan perineum 6. Monitor tanda Homan pasien

43
meningkat 7. Identifikasi kemampuan ibu merawat 6. Mengetahui tanda Homan
4. Pemulihan insisi bayi 7. Mengetahui kemampuan ibu
meningkat 8. Identifikasi adanya masalah adaptasi merawat bayi
5. Intake makanan dan psikologis ibu postpartum 8. Mengetahui ada atau tidaknya
cairan meningkat Terapeutik masalah adaptasi psikologis ibu
6. Aktivitas fisik meningkat 9. Kosongkan kandung kemih sebelum postpartum
7. Ketahanan meningkat pemeriksaan Terapeutik
8. Kenyamanan meningkat 10. Masase fundus sampai kontraksi kuat, 9. Memudahkan dalam memeriksa
9. Infeksi menurun jika kuat masuknya kepala janin ke PAP
10. Nyeri insisi menurun 11. Dukung ibu untuk melakukan ambulasi 10. Mengurangi perdarahan yang
11. Perdarahan vagina dini terjadi di uterus
menurun 12. Berikan kenyamanan pada ibu 11. Meningkatkan ambulasi dini ibu
12. Laserasi menurun 13. Fasilitasi ibu berkemih secara normal 12. Meningkatkan kenyamanan
13. Keletihan menurun 14. Fasilitasi ikatan tali kasih ibu dan bayi pada ibu
14. membaik secara optimal 13. Pasien dapat berkemih secara
15. Sel darah putih membaik 15. Diskusikan kebutuhan aktivitas dan normal
16. Glukosa darah membaik istirahat selama masa postpartum 14. Meningkatkan ikatan tali kasih
17. Mood membaik 16. Diskusikan tentang perubahan fisik dan ibu dan bayi secara optimal
psikologis ibu postpartum 15. Mengetahui aktivitas dan
17. Diskusikan seksualitas masa istirahat selama masa
postpartum postpartum
18. Diskusikan penggunaan alat 16. Mengetahui tentang perubahan

44
kontrasepsi fisik dan psikologis ibu
Edukasi postpartum
19. Jelaskan tanda bahaya nifas pada ibu 17. Mengetahui seksualitas masa
dan keluarga postpartum
20. Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan 18. Membantu pasien dalam
bayi secara rutin memilih alat kontrasepsi
21. Ajarkan cara perawatan perineum yang Edukasi
tepat 19. Memberi informasi tanda
22. Ajarkan ibu mengatasi nyeri secara bahaya nifas pada ibu dan
nonfarmakologi (mis. teknik distraksi, keluarga
imajinasi) 20. Pasien dapat mengurangi
23. Ajarkan ibu mengurangi masalah masalah trombosis vena
trombosis vena Kolaborasi
Kolaborasi 21. Mendapatkan penanganan yang
24. Rujuk ke konselor laktasi, jika perlu lebih baik

45
D. IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat
untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung,
sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi
efektifitas pengambilan keputusan.

Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan yaitu format SOAP yang
terdiri dari:

a. Subjektif, yaitu pernyataan atau keluhan subjek.


b. Objectif, yaitu data yang diobservasi oleh perawat dan keluarga.
c. Analysis, yaitu kesimpulan dari subjektif dan objektif (biasanya ditulis dengan bentuk
masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan telah tercapai,perawat dapat
menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan, yaitu:
1. Tujuan tercapai, yaitu respon klien sama dengan hasil yang diharapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian, yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagaian yang berhasil.
3. Tujuan tidak tercapai.
d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis.

46
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) sixth Edition.
Mosby an Imprint of Elsevier Inc.
Azwar, Azrul. 2008. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK – KR.

Manuaba, I G.B. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana.
Jakarta: EGC.

Hafifah. (2011). Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Persalinan Normal. Dimuat


dalam http:///D:/MATERNITY%20NURSING/LP%20PERSALINAN/laporan-
pendahuluan-pada-pasien-dengan.html (Diakses tanggal 2 November 2020)

Moorhead, Sue., et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby an
Imprint of Elsevier Inc.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

47
Denpasar 3 November 2020

Mengetahui Pembimbing

Klinik / CI Mahasiswa

(………………………..) (Ni Kadek Moni Armini)

NIP : NIM : P07120018047

Clinical Teacher / CT

(Ni Nyoman Hartati, S.Kep.,Ns.,M.BioMed)

NIP : 196211081985122000

48

Anda mungkin juga menyukai