PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas
dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ
yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009). Pada masa postpartum ibu banyak
mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi maupun
perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat
membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Pasca persalinan merupakan salah satu pengalaman yang akan dialami oleh seorang ibu
yang baru saja melahirkan terutama pada ibu yang pertama kalinya melahirkan, pada
perkembangan kondisi ibu sering mengalami terjadinya peningkatan dan perubahan emosi
dan psikologis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya penyesuaian pada
lingkungan baru, harapan sosial untuk berperilaku lebih baik, masalah dalam sekolah ataupun
pekerjaan, dan serta hubungan keluarga yang tidak harmonis, yang akan menyebabkan ibu
harus bisa beradaptasi dengan kehidupan barunya (Sarlito, 2009)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari post partum ?
2. Apa patofisiologi dari post partum ?
3. Bagaimana perubahan fisik pada ibu post partum ?
4. Bagaimana perubahan psikologis pada ibu post partum ?
1
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu post partum ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari post partum
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari post partum
3. Untuk mengetahui perubahan fisik pada ibu post partum
4. Untuk mengetahui perubahan psikologis pada ibu post partum
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada post partum
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi pembaca
Dapat memberikan wawasan mengenai konsep post partum dan asuhan
keperawatan pada post partum
2. Bagi penulis
Meningkatkan pengetahuan penulis mengenai konsep post partum dan asuhan
keperawatan pada post partum
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Postpartum
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009). Pada masa
postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik,
masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan
kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun
kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan
timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan
dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga
masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini,
2009).
Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal dari bahasa
latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous” yang berati melahirkan.
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Anggraini, 2010). Periode
postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang disebut puerperium
atau trimester ke empat kehamilan (Bobak, et al., 2004). Masa nifas didefinisikan
sebagai periode selama tepat setelah kelahiran.Namun secara populer, diketahui
istilah tersebut mencangkup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan
normal (Hugnes, 1972 dalam Chunnigham, 2006).
Pengertian post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum
berlangsung sekitar selama kira-kira 6 minggu (siti saleha,2013).
3
keperawatan nyeri akut, dan perubahan pada vagina dan perinium terjadi ruptur
jaringan terjadi trauma mekanis ,personal hygine yang kurang baik ,pembuluh darah
rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan terjadi juga perdarahan sehingga
muncul masalah keperawatan resiko infeksi. Perubahan laktasi akan muncul
struktur dan karakter payudara. Laktasi di pengaruhi oleh hormon estrogen dan
peningkatan prolaktin, sehingga terjadi pembentukan asi, tetapi terkadang terjadi
juga aliran darah dipayudara berurai dari uterus (involusi) dan retensi darah di
pembuluh payudara maka akan terjadi bengkak dan penyempitan pada duktus
intiverus. Sehingga asi tidak keluar dan muncul masalah keperawatan menyusui
tidak efektif. Pada perubahan psikologis akan muncul taking in (ketergantungan),
taking hold (ketergantungan kemandirian), leting go (kemandirian). Pada perubahan
taking in pasien akan membutuhkan perlindungan dan pelayanan, ibu akan
cenderung berfokus pada diri sendiri dan lemas, sehingga muncul masalah
keperawatan gangguan pola tidur, taking hold pasien akan belajar mengenai
perawatan diri dan bayi, akan cenderung butuh informasi karena mengalami
perubahan kondisi tubuh sehingga muncul masalah keperawatan kurang
pengetahuan. Leting go ibu akan mulai mengalami perubahan peran, sehingga akan
muncul masalah keperawatan resiko perubahan peran menjadi orang tua.
4
PATHWAY
Peningkatan Kadar
Ocytosin, Peningkatan Belajar Kondisi
Kontraksi Uterus Mengenai tubuh
Butuh Perlindungan Perawatan Mengalami
MK.
dan Diri dan Perubahan
Resiko
Pelayanan Bayi
perubahan
peran
menjadi
Ruptur Berfokus Pada Diri orang tua
Butuh
Jaringan Sendiri dan
Inform
Lemas
asi
MK.Ny
Genetal Pendarah
eri akut Struktur dan
ia an
Karakter Payudara
Kotor
MK. Resiko Infeksi MK. Deficit volume Ibu
Pembent
uka
n Penyempitan Pada
5
Bengkak
6
C. Perubahan Fisik Pada Ibu Post Partum
Peruban fisik pada ibu post partum menurut Rustam Muchtar, 1998:
1. Perubahan pada Uterus
Perubahan Pada Pembuluh Darah UterusKehamilan yang sukses
membutuhkan peningkatan aliran darah uterus yang cukup besar. Untuk
menyuplainya, arteri dan vena di dalam uterus terutama di plasenta menjadi luar biasa
membesar, begitu juga pembuluh darah ke dan dari uterus, pembentukan pembuluh –
pembuluh darah baru juga akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang
bermakna. Setelah kelahiran, kaliber pembuluh darah ekstrauterin berkurang sampai
mencapai, atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil. Di dalam uterus nifas,
pembuluh darah mengalami obliterasi akibat perubahan hialin, dan pembuluh–
pembuluh yang lebih kecil menggantikannya. Resorpsi residu hialin dilakukan
melalui suatu proses yang menyerupai proses pada ovaruium setelah ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Namun, sisa – sisa di dalam jumlah kecil dapat bertahan
selama bertahun – tahun.
2. Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya
mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi perlahan,
dan beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari.
Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah menyempit. Karena ostium
menyempit, serviks menebal dan kanal kembali terbentuk. Meskipun involusi telah
selesai, os eksternum tidak dapat sepenuhnya kembali ke penampakannya sebelum
hamil. Os ini tetap agak melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap
sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas serviks para. Harus diingat
juga bahwa epitel serviks menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup
banyak sebagai akibat kelahiran bayi. Segmen bawah uterus yang mengalami
penipisan cukup bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali, tapi tidak sekuat
pada korpus uteri. Dalam waktu beberapa minggu, segmen bawah telah mengalami
perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung
hamper seluruh kepala janin, menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan
terletak diantara korpus uteri diatasnya dan os eksternum serviks dibawahnya.
3. Involusi korpus Uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri yang berkontraksi
terletak kira – kira sedikit di bawah umbilicus. Korpus uteri kini sebagian besar terdiri
7
atas miometrium yang dibungkus lapisan serosa dan dilapisi desidua basalis. Dinding
anterior dan posteriornya saling menempel erat, masing – masing tebalnya 4 sampai 5
cm. Karena pembuluh darah tertekan oleh miometrium yang berkontraksi, uterus nifas
pada potongan tampak iskemik bila dibandingkan dengan uterus hamil yang
hiperemesis dan berwarna ungu kemerah – merahan. Setelah 2 hari pertama, uterus
mulai menyusut, sehingga dalam 2 minggu orga ini telah turun ke rongga panggul
sejati. Organ ini mencapai ukuran seperti semula sebelum hamil dalam waktu sekitar
4 minggu. Uterus segera setelah melahirkan mempunyai berat sekitar 1000 gram.
Akibat involusi, 1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, pada akhir minggu
kedua turun menjadi sekitar 300 gram, dan segera setelah itu menjadi 100 gram atau
kurang. Jumlah total sel otot tidak berkurang banyak, namun sel – selnya sendiri jelas
sekali berkurang ukurannya. Involusi rangka jaringan ikat terjadi sama cepatnya.
Karena pelepasan plasenta dan membran – membran terutama terjadi di stratum
spongiosum, desidua basalis tetap berada di uterus. Desidua yang tersisa mempunyai
bentuk bergerigi tak beraturan, dan terinfiltrasi oleh darah, khususnya di tempat
melekatnya plasenta.
4. Lokhia
Pada masa awal nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya
discharge vagina dalam jumlah bervariasi yang disebut lokhia. Secara mikroskopis,
lokhia terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel – sel epitel, dan bakteri.
Mikroorganisme ditemukan pada lokhia yang menumpuk di vagina dan pada sebagian
besar kasus juga ditemukan bahkan bila discharge diambil dari rongga uterus. Selama
beberapa hari pertama setelah melahirkan, kandungan darah dalam lokhia cukup
banyak sehingga warnanya merah – lokhia rubra. Setelah 3 atau 4 hari, lokhia menjadi
sangat memucat – lokhia serosa. Setelah sekitar 10 hari, akibat campuran leukosit dan
berkurangnya kandungan cairan, lokhia menjadi berwarna putih atau putih kekuning –
kuningan lokhia alba.
5. Regenerasi Endometrium
Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah melahirkan, sisa desidua ber-diferensiasi
menjadi dua lapisan. Stratum superficial menjadi nekrotik, dan terkelupas bersama
lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan
merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium terbentuk dari
proliferasi sisa – sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat antar kelenjar
tersebut. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali pada tempat
8
melekatnya plasenta. Dalam satu minggu atau lebih, permukaan bebas menjadi
tertutup oleh epitel dan seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga.
6. Sub Involusi
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya retardasi
involusi, proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas kembali ke bentuk
semula. Proses ini disertai pemanjangan masa pengeluaran lokhia dan perdarahan
uterus yang berlebihan atau irregular dan terkadang juga disertai perdarahan hebat.
Pada pemeriksaan bimanual, uterus teraba lebih besar dan lebih lunak dibanding
normal untuk periode nifas tertentu. Penyebab subinvolusi yang telah diketahui antara
lain retensi potongan plasenta dan infeksi pamggul. Karena hampir semua kasus
subinvolusi disebabkan oleh penyebab local, keadaan ini biasanya dapat diatasi
dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini pemberian ergonovin (ergotrate) atau
metilergonovin (methergine) 0,2 mg setiap 3 atau 4 jam selama 24 sampai 48 jam
direkomendasikan oleh beberapa ahli. Namun efektivitasnya dipertanyakan. Di lain
pihak, metritis berespon baik terhadap terapi antibiotic oral.
7. Involusi Tempat Melekatnya Plasenta
Segera setelah kelahiran, tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran
sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada akhir minggu
kedua, diameternya hanya 3 sampai 4 cm. Dalam waktu beberapa jam setelah
kelahiran, tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas banyak pembuluh darah
yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi thrombus secara
khusus.
8. Perubahan Pada Traktus Urinarius
Kehamilan normal biasanya disertai peningkatan cairan ekstraseluler yang
cukup bermakna, dan diuresis masa nifas merupakan kebalikan fisiologis dari proses
ini. Diuresis biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima. Bahkan bila wanita
tersebut tidak mendapat infuse cairan intravena yang berlebihan selama persalinan
dan kelahiran. Rangsang untuk retensi cairan akibat hiperestrogenisme terinduksi
kehamilan dan peningkatan tekanan vena pada setengah bagian bawah tubuh akan
berkurang setelah kelahiran, dan hipervolemi residual akan menghilang. Pada
preeclampsia, baik retensi cairan antepartum maupun diuresis postpartum dapat
sangat meningkat. Kandung kemih masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah
besar dan relative tidak sensitive terhadap tekanan cairan intravesika. Overdistensi
pengosongan yang tidak sempurna dan urine residual yang berlebihan sering
9
dijumpai. Pengaruh anestesi terutama anestesi regional yang melumpuhkan, dan
gangguan tenporer fungsi saraf kandung kemih, tidak diragukan perannya. Urine
residual dan bakteriuria pada kandung kemih yang mengalami cedera, ditambah
dilatasi pelvis renalis dan ureter, membentuk kondisi yang optimal untuk terjadinya
infeksi saluran kemih. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi akan kembali
ke keadaan sebelum hamil mulai dari minggu ke 2 sampai ke 8 setelah kelahiran.
9. Relaksasi Muara Vagina dan Prolapsus Uteri
Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk suatu lorong luas
berdinding licin yang berangsur – angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali ke
bentuk nulipara. Rugae mulai tampak pada minggu ketiga. Himen muncul kembali
sebagai kepingan – kepingan kecil jaringan, yang setelah mengalami sikatrisasi akan
berubah menjadi carunculae mirtiformis.Laserasi luas perineum saat kelahiran akan
diikut relaksasi introitus. Bahkan bila tak tampak laserasi eksterna, peregangan
berlebih akan menyebabkan relaksasi nyata. Lebih lanjut, perubahan pada jaringan
penyangga panggul selama persalinan merupakan predisposisi prolaps uteri dan
inkontenensia uri stress. Pada umumnya, operasi korektif ditunda hingga seluruh
proses persalinan selesai, kecuali tentu saja terdapat kecacatan serius, terutama
inkontinensia uri akibat stress, yang menimbulkan gejala – gejala yang membutuhkan
intervensi.
10. Peritonium dan Dinding Abdomen
Ligamentum latum dan rotundum jauh lebih kendur disbanding kondisi saat
tidak hamil, dan ligament – ligament ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk
pulih dari peregangan dan pengenduran yang berlangsung selama kehamilan. Sebagai
akibat putusnya serat – serat elastis kulit dan distensi yang berkepanjangan yang
disebabkan uterus hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara
waktu. Kembalinya struktur ini ke keadaan normal memerlukan waktu beberapa
minggu, tapi pemulihan dapat dibantu dengan olahraga. Selain timbulnya striae yang
berwarna keperak – perakan, dinding abdomen biasanya kembali ke keadaan sebelum
hamil. Namun, jika otot – ototnya tetap atonik, dinding abdomen akan tetap kendur.
11. Kelenjar Mamae
a. Payudara
Puting susu, areola, duktus & lobus membesar, vaskularisasi meningkat
(Breast Engorgement).
10
b. Laktasi
Masing – masing buah dada terdiri dari 15 – 24 lobi yang terletak terpisah satu
sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari
acini yang menghasilkan air susu. Tiap lobules mempunyai saluran halus untuk
mengalirkan air susu. Saluran – saluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran
untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke
putting susu di mana masing – masing bermuara. Keadaan buah dada pada 2 hari
pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada
belum mengandung susu, melainkan colostrum yang dapat dikeluarkan dengan
memijat areola mamae. Colostrum adalah cairan kuning yang disekresi oleh
payudara pada awal masa nifas. Progesteron dan estrogen yang dihasilkan plasenta
merangsang pertumbuhan kelenjar – kelenjar susu, sedangkan progesterone
merangsang pertumbuhan saluran kelenjar. Kedua hormone ini mengerem LTH
(prolactin). Setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas dapat merangsang
laktasi. Pada kira – kira hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan
nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalau areola mamae dipijat,
keluarlah cairan putih dari puting susu.
Tambahan Peruban fisik sesuai dengan sistem tubuh menurut Ambarwati,
2008 :
1) Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai
berikut:
a) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum
hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
11
d) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-
perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:
Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat Uterus Diameter Uterus
Uteri
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm
dan simpis
14 hari (minggu Tidak teraba 350 gram 5 cm
2)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
12
retrofleksi, ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak
kendor.
4) Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai
dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan
serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena
penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa
masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang
dapat masuk. Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks
dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak
sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar,
tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada
pinggir sampingnya.
5) Lokia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia. Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih
cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai
bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya
berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta,
serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia Waktu Warna Ciri-Ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel
desidua, verniks
caseosa,rambut
lanugo, sisa
mekoneum dan sisa
Darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur Sisa darah
merah bercampur lendir
13
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah
Kecoklatan dan lebih banyak
serum,
juga terdiri dari
leukosit dan
robekan laserasi
plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung
leukosit, selaput
lendir serviks
dan serabut
jaringan yang mati.
14
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang
berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca
melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 –
36 jam sesudah melahirkan. Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem
perkemihan, antara lain:
a. Hemostatis internal
Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya,
dan 70% dari cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut
dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi dalam
plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut
cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh
antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan
dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.
Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi
pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan
tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH
< 7,35 disebut asidosis.
c. Pengeluaran sisa metabolism
Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal Zat
toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein
yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. Hal
yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum,
antara lain:
Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi
sehingga terjadi retensi urin.
15
Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan
yang teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah
melahirkan.
Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala
janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama
persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme
tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan
diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan
jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa
pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil
kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal
of the water metabolisme of pregnancy). Rortveit dkk (2003) menyatakan
bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam
sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan
Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita
inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap
sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat
penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca
persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower
kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam
waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka
kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang
dan dibuka 4 jam kemudian, bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan
pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
2. Sistem gastrointestinal
Selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot
16
polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun
demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan,
antara lain:
a. Nafsu makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu
makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan
makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas ke keadaan normal.
c. Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan
awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum
melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan
lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
Pemberian cairan yang cukup.
Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau
obat yang lain.
3. Sistem muskuluskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan
semakin bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan
berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan
17
mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal
akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera
setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat involusi uteri. Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa
nifas, meliputi:
a. Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut dan peritoneum Dinding perut akan longgar pasca
persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada
wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis,
sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari
peritoneum, fasia tipis dan kulit
b. Kulit abdomen
Kulit abdomen Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar,
melonggar dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari
dinding abdomen dapat kembali normal kembali dalam beberapa
minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
c. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding
abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang
sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat
diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji
melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga
dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi
normal.
d. Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut
kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
e. Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat
menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis
pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat
bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis
18
dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu
atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum
antara lain:
a. Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan:
Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk
pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung,
posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri
elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan
air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.
b. Sakit kepala dan nyeri leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang
jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.
c. Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi
simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot
penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur.
Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan:
Pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk
mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun
bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
d. Disfungsi simpisis pubis
Disfungsi simfisis pubis Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan
fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi.
Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan
19
memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak
menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang
abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat
mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis
untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan:
Tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi
yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat;
latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan
yang sesuai.
e. Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada
tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon
terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus
ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot
abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen
yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan:
Melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus;
memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid
sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering
mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak
melakukan latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
f. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis akibat kehamilan Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau
pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan
panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan
mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur
tubuh yang buruk.
g. Disfungsi rongga panggul
Disfungsi dasar panggul, meliputi :
20
1) Inkontinensia urin
Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari.
Masalah berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pasca partum
adalah inkontinensia stres.
Terapi : selama masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan mengenai dan
dianjurkan untuk mempraktikan latihan otot dasar panggul dan transversus
sesering mungkin, memfiksasi otot ini serta otot transversus selam
melakukan aktivitas yang berat. Selama masa pasca natal, ibu harus
dianjurkan untuk mempraktikan latihan dasar panggul dan transversus
segera setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap menderita gejala ini
disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi yang akan mengkaji keefektifan
otot dasar panggul dan memberi saran tentang program retraining yang
meliputi biofeedback dan stimulasi.
2) Inkontinensia alvi
Inkontinensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya sfingter
anal atau kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar panggul selama
persalinan (Snooks et al, 1985).
Penanganan : rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendapatkan perawatan
khusus.
3) Prolaps
Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang dapat
menyebabkan peregangan dan kerusakan pada fasia dan persarafan pelvis.
Prolaps uterus adalah penurunan uterus. Sistokel adalah prolaps kandung
kemih dalam vagina, sedangkan rektokel adalah prolaps rektum kedalam
vagina (Thakar & Stanton, 2002). Gejala yang dirasakan wanita yang
menderita prolaps uterus antara lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke
bawah (saat berdiri), nyeri punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar panggul
4) Haematom
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih
mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah
21
putih sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi
selama beberapa hari pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih
akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi
patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Pada awal post
partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal
ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi
dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih
rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki
persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup
banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml
darah. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke
3-7 post partum dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah
kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu
pertama post partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas
berkisar 500 ml.
4. Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk
mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta
dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan
diuresis yang menyebabkan volume plasma menurun secara cepat pada
kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah
kelahiran. Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan
progesteron membantu mengurangi retensi cairan sehubungan dengan
penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan. ( V Ruth B, 1996:
230). Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah
uterin, meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya
penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasm
menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas,
namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak
banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat. Aliran ini
terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu
22
mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc,
sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua
kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan
hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik
dan pada persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan
kembali normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah
ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi
kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga
sampai kelima post partum.
5. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume
darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini
terjadi pada hari pertama post partum ( V Ruth B, 1996: 230)
6. Sistem Hormonal
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin. Hormonhormon yang berperan pada proses tersebut, antara
lain:
7. Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca
persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen)
menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan
mamae pada hari ke-3 post partum.
8. Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
23
menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH
meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi
9. Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya
mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak
menyusui. Pada wanita manyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu
pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca
melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan
mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan
dan 90% setelah 24 minggu.
10. Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat
membantu involusi uteri. Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior
dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga
persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu
oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas
tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang
memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi
oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan
pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen,
progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini
menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas
11. Hormon estrogen dan progesterone
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
24
panggul, perineum dan vulva serta vagina. Penurunan estrogen
menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula hipofise anterior
bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada wanita
yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium
ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke
14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi
kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan
pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal, perkembangan
normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi.( V Ruth B, 1996: 231).
25
berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
2. Fase taking hold merupakan suatu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu
mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan
gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu.
Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu.
Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk
memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan
ibu nifas.
3. Fase letting go merupakan periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi
butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A
RSUP SANGLAH
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Agama : Hindu
Suku : Bali
Alamat : Denpasar
No. RM : 122344
Tgl MRS : 8 Februari 2020
Tgl pengkajian : 9 Februari 2020
B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien sebelumnya mengeluh kencang-kencang sejak 3 jam sebelum masuk
rumah sakit pada tanggal 8 Februari 2020 jam 00.30 WITA. Sebelumnya klien
datang ke bidan namun dirujuk ke RSUP Sanglah untuk pendapatkan
penanganan yang memadai.
b. Riwayat Kesahatan Dahulu
27
Klien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat di rumah sakit. Ini
merupakan kehamilan yang pertama.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung.
28
Keluhan :-
b. Riwayat pernikahan :
Menikah : 1 kali Lama : 1 tahun
c. Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu : -
29
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
11. Ibadah
Pasien mengatakan pasien hanya berdoa di atas tempat tidur dan hanya diperciki
tirta.
12. Produktifitas
Pasien mengatakan ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukan selama berada di
rumah sakit.
13. Rekreasi
Pasien mengatakan selama berada di rumah sakit, pasien berekreasi dengan cara
menonton video dengan keluarganya.
14. Kebutuhan belajar
Pasien mengatakan tidak pernah belajar setelah lulus SMA, namun di rumah sakit
mendapatkan pembelajaran mengenai teknik menyusui bayi, cara memandikan
bayi dan merawat bayi.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :
- GCS : E4 V5 M6
- Tingkat kesadaran : Compos Mentis
- Tanda-tanda vital :
TD = 120/80 mmHg
N = 88 x/ mnt
RR = 20 x / mnt
S = 36,5oC
- BB = 60 kg
- TB = 151 cm
- LILA = 25 cm
2. Head to toe
a. Kepala :
Pucat ( - )
Cloasma ( - )
Sklera : Putih
Konjungtiva : Merah muda
Pembesaran limfa node : Tidak terdapat pembesaran
30
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak terdapat pembesaran
b. Dada
Payudara
Areola : Areola nampak melebar
Putting (menonjol atau tidak) : Putting nampak menonjol
Tanda dimpling/retraksi : Tidak terdapat dimpling/retraksi
Pengeluaran ASI : Pasien mengatakan pengeluaran ASI tidak lancar
Jantung : Jantung tidak ada keluhan, tidak membesar dan tidak ada bising
jantung
Paru : Tidak ada keluhan, dan tidak terdengar suara nafas tambahan
c. Abdomen
Linea striae : Terdapat linea striae sepanjang permukaan kulit abdomen
Luka SC : -
Bising usus : Bising usus terdengar 15 x / menit
TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi : Pasien mengatakan kontraksi sudah berkurang
Diastasi rektus abdominis : -
d. Genetalia
Kebersihan : sedang
Lokhea : Sedang
Karakteristik : Merah gelap dengan bekuan kecil
e. Perineum dan Anus
Perineum : REEDA ( Red Eodem Ekimosis Discharge lost of Approximate)
R = Nilai 1 (Kemerahan < 0,25 cm pada kedua sisi laserasi)
E = Nilai 0 ( Tidak ada edema)
E = Nilai 1 (Terdapat bercak perdarahan < 0,25 cm pada kedua sisi)
D = Nilai 3 (Berdarah)
A = Nilai 2 (Terdapat jarak antara kulit dan lemak subkutan)
Hemoroid : -
f. Ekstremitas :
Atas : bias digerakkan
Oedema : Tidak tampak ada oedema pada ekstremitas atas pasien
Varises : Tidak tampak ada varises pada ekstremitas atas dan bawah.
CRT : < 2 detik
31
Bawah:biasdigerakkan
Oedema : Tidak tampak ada oedema pada ekstremitas bawah pasien
Varises : Tidak tampak ada varises pada ekstremitas bawah pasien
CRT : < 2 detik
Tanda homan : -
Pemeriksaan reflek :-
G. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 8 Februari 2020
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Metode
Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 14.4 13.5 – 17.5 9 / dl Spectiophotometry
Lekosit 13.3 4 – 10 Ribu E. Impedance
Eritrosit 4.73 4.5 – 6.8 Juta E. Impedance
Hematrokit 43.1 40 – 50 % Integration Volume
Monosit 0.4 0.2-1.0
Granulasit 11.5 2-4
Trombosit 22,1 150 – 400 ribu E. Impedance
Limfosit % 10.5 25-40
Monosit % 2.8 2-8
Granulasit % 86.6 50-80
SGOT 18 >29
SGPT 9 >25
Ureum 15-47
Kreatinin 0.50 <1
Hbs.Ag Non
Reactive
2. Pemeriksaan radiologi : -
H. DIAGNOSA MEDIS
Post Partum Spontan ( P1 A0 )
I. PENGOBATAN
Tanggal 8 Februari 2020
Ciprotiaxin 2 x 1 (500mg)
32
Infus RL 20 Tpm
J. ANALISA DATA
33
III. RENCANA KEPERAWATAN
34
IV. IMPLEMENTASI
35
alergi
2 Minggu 1. Mengidentifikasi kondisi 1. DS: -
9 payudara DO: Payudara teraba
Februari kencang,areola meluas,
2020 puting menonjol, ASI
13.30 wita belum keluar
36
08.15 wita 2. Mengajarakn teknik nafas DO:-
dalam
2. DS:-
08.30 wita DO:Pasien mau
3. Memberikan posisi nyaman diajarkan
37
DO: Klien kooperatif
38
2. DS:-
18.30 wita DO: Klien mau
3. Menyarankan kepada klien melakukan anjuran
untuk mengkonsumsi nutrisi 3. DS: Klien
yang seimbang mengatakan sudah
tahu tentang nutrisi
ibu menyusui.
DO: Px kooperatif
V. EVALUASI
39
Selasa, 12 Februari 2 S : Klien mengatakan ASI sudah
2020 mulai keluar
09.00 wita O:
- Payudara teraba tidak
terlalu kencang
- ASI sudah keluar
A : masalah teratasi
P:-
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas
dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ
yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009). Pada masa postpartum ibu banyak
mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi maupun
perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat
membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Pada kasus post partus spontan akan terjadi perubahan fisiologis dan psikologis ,pada
perubahan fisiologis terjadi proses involusi menyebabkan terjadi peningkatan kadar ocytosis ,
peningkatan kontraks uterus sehingga muncul masalah keperawatan nyeri akut, dan
perubahan pada vagina dan perinium terjadi ruptur jaringan terjadi trauma mekanis ,personal
40
hygine yang kurang baik ,pembuluh darah rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan
terjadi juga perdarahan sehingga muncul masalah keperawatan resiko infeksi.
Perubahan fisik :
Perubahan psikologis :
B. SARAN
41
Daftar Pustaka
Nathan, A. J., & Scobell, A. (2012, September). How China sees America. Foreign Affairs.
Diperoleh dari : https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 (diakses pada 04
Maret 2020)
Hermiyanty, Wandira Ayu Bertin, Dewi Sinta. 2012. Psikologi Ibu Post Partum . Diperoleh
dari :http://eprints.umm.ac.id/42620/3/BAB%20II.pdf (Diakses pada 4 Maret
2020)
https://www.academia.edu/33291978/LAPORAN_PENDAHULUAN_POST_PARTUM (diakses
pada 06 Maret 2020)
42
https://id.scribd.com/doc/234306900/KTI-BAB-I-post-partum-spontan (diakses pada 08
Maret 2020)
https://www.academia.edy/20380573/Asuhan_Keperawatan_Post_Partum_Spontan
(diakses pada 08 maret 2020)
43