Anda di halaman 1dari 22

i

MAKALAH MANAJEMEN KINERJA


Pengukuran Kinerja

DISUSUN OLEH KELOMPO 3 :

1. Latifah Hamidah Yusuf ( A1B117103)

2. Nada Aulia Handayani (A1B117134)

3. Rosalina (A1B117174)

4. Sahrul Idwan Mubaroq (A1B117178)

5. Suci Melina Utami (A1B117186)

6. Muhamad Reza Saputa (A1B117130

7. Muhamad Zulkifli Akbar (A1B117126)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MATARAM

2020
ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa karena dengan rahmat
serta karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Pengukuran Kinerja”
dengan baik meskipun dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai pengukuran kinerja.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang membangun demi
perbaikan dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa adanya saran serta kritik yang membangun.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Senin, 19 Oktober 2020

Kelompok 3
iii

DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan............................................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

2.1 Pengertian Kinerja.........................................................................................................3

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja........................................................................4

2.2 Pengertian Pengukuran Kinerja.....................................................................................4

2.2.1 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja................................................................5

2.3 Sistem Pegukuran Kinerja................................................................................................6

2.4. Desain Sistem Pengukuran..............................................................................................8

Gambar 2.1. Tahap Perancangan Sistem Manajemen Kinerja...............................................9

2.4 Metode-Metode Pengukuran Kinerja.............................................................................11

2.5. Upaya Tindak Lanjut.................................................................................................14

2.6. Keberhasilan Pengukuran Kinerja.................................................................................14

2.6.1. Faktor Keberhasilan Pengukuran Kinerja...............................................................15

BAB III.....................................................................................................................................18

PENUTUP................................................................................................................................18

KESIMPULAN....................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri dan perekonomian harus
diimbangi oleh kinerja karyawan yang baik sehingga dapat tercipta dan tercapainya tujuan-
tujuan yang ingin dicapai. Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya
manusia (pegawai) dalam organisasi adalah mengukur kinerja pegawai. Pengukuran kinerja
dikatakan penting mengingat melalui pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa tepat
pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan
sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu,
hasil pengukuran kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses
pengembangan pegawai.

Menurut Junaedi ( 2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat


dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-
hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan
perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah
perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.

Namun, sering terjadi pengukuran dilakukan secara tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan
pengukuran kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang
diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan,
ketidakakuratan instrumen pengukuran kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi
dalam pengelolaan kinerja.
2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan di kaji
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan Pengukuran Kinerja ?


2. Apa tujuan dan manfaat dari Pengukuran Kinerja ?
3. Apa saja tipe atau desain pengukuran kinerja?
4. Apa saja metode-metode dalam pengukuran kinerja ?
5. Bagaimana tindak lanjut pengukuran kinerja ?
6. Apa saja factor keberhasilan pengukuran kinerja ?

1.3 Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah diatas maka tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mengetahui penjelasan dari Pengukuran Kinerja.


2. Mengetahui tujuan dan manfaat dari Pengukuran Kinerja.
3. Mengetahui tipe atau desain pengukuran kinerja
4. Mengetahui metode-metode dalam pengukuran kinerja
5. Mengetahui tindak lanjut pengukuran kinerja.
6. Mengetahui keberhasilan pengukuran kinerja
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kinerja


Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja dapat
dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses
penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu


kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi perusahaan yang tertuang dalam
perumusan strategi planning suatu perusahaan. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses
yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses
penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap
pencapaian sasaran dan tujuan

Menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what the person
or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai
berikut: “A performance consists of a performer engaging in behavior in a situation to
achieve results”. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses
bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas
tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : ”Hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Sedangkan menurutNawawi H.
Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah: ”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik
yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.” Dari beberapa pendapat tersebut,
kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada
pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama
4

pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan
dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong
(1998 : 16-17) adalah sebagai berikut:

1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian,


motivasi, komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan
kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua
kelompok kerja.
3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan
dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja
yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan
tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.

Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius
dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
optimal. Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting dalam
penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan menentukan
kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu
tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang
dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja
yang dihasilkan.

2.2 Pengertian Pengukuran Kinerja


Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja
seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan
5

suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya


pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.

Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar
untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.

Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk


meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga
digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993) Sedangkan
menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan
mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil
yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan
harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di
masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian
digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-
penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

2.2.1 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja

Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan oleh
organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara periodik
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok
dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran
organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999: 227). Secara umum
tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :

1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.


2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
6

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar


untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi, transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur,
penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang
sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang
dapat dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan
dengan strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem
pengukuran kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan
manajemen untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi
kepada manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.

Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil


terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan..

2.3 Sistem Pegukuran Kinerja


Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran
kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan,
kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan
daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga kreteria untuk
mengukur kinerja, pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua,
7

kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya
dengan waktu yang telah ditetapkan.

Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai
berikut:

1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara
standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan
yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi
melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form
penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian
kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian.
Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang
berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati
mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria
sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran
kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran
kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi.
Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan
pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai
seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya
mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran
kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu
pengukuran kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai
kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka
dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
8

4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja


yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini
menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja
valid dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai,
sehingga si penilai tidak nyaman menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran
kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para
pegawai memahami apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk
mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan
tujuan pengembangan manajemen kinerja.
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian
kinerja harus didesain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan
konsep Casio dan Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan
oleh pegawai. Mengingat jenis dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak
sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai seluruh
pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.

2.4. Desain Sistem Pengukuran


Terdapat beberapa tahapan fundamental yang harus ditempuh dalam merancang
sistem manajemen sebagaimana yang dikemukakan oleh Wibisono (2006). Tahap-tahap
tersebut adalah tahap fondasi, tahap informasi dasar, tahap perancangan, tahap
penerapan, dan tahap penyegaran, yang digambarkan dalam bagan berikut.
9

Gambar 2.1. Tahap Perancangan Sistem Manajemen Kinerja

Tampak dari Gambar 2.1 ada 5 tahap yang menjadi landasan perancangan sistem kinerja,
masing-masing tahap tersebut adalah :
1. Tahap 0 : Fondasi

Tahap 0 adalah pembentukan fondasi atau pedoman prinsip. Wibisono

(2006:26) lebih lanjut menjelaskan bahwa fondasi yang dimaksud adalah


Kemitraan, Pemberdayaan, Perbaikan kinerja yang terintegrasi, dan Tim yang
mandiri.
2. Tahap 1 : Informasi Dasar

Tahap informasi dasar adalah tahap awal pengumpulan infornasi dan merupakan
tahap penting dalam sebuah sistem pengukuran kinerja karena pembentukan
infornasi dasar akan sangat mempengaruhi apakah sebuah sistem pengukuran
kinerja berada pada jalur yang semestinya dan dapat membantu pencapaian tujuan
sebuah organisasi. Sebuah perumusan informasi yang salah mungkin akan
10

membuat waktu yang digunakan dalam pencapaian tujuan menjadi lebih lama atau
bahkan tidak tercapai sama sekali, sebaliknya pencapain tujuan akan lebih tepat
dan terarah apabila informasi tersebut diperoleh dari hasil perumusan dan
pengolahan yang tepat.
3. Tahap 2 : Perancangan

Tahap Perancangan merupakan tahap penerapan dengan menggunakan informasi


dasar untuk membentuk visi dan misi perusahaan atau organisasi dan menjalankan
strategi yang sesuai, yang selanjutnya disusun secara sistematis pada kerangka
kerja (framework) sistem pengukuran kinerja.

4. Tahap 3 : Penerapan

Tahap penerapan merupakan tahap penerapan rancangan yang meliputi display


yang akan didukung, laporan yang akan dirancang, sosialisasi Sistem Manajemen
Kinerja kepada seluruh karyawan, analisis manfaat/biaya bagi penerapan Sistem
Manajemen Kinerja, modifikasi proses jika diperlukan, pelatihan yang harus
disertakan, sumber daya yang akan terlibat dalam penerapan, dan kedudukan
Sistem Manajemen Kinerja saat ini terhadap Sitem Manajemen Kinerja yang baru.
Pada saat penerapan ini harus diuji apakah Sistem Manajemen Kinerja tersebut
telah dapat menggakomodasi 4 hal utama yaitu pengukuran, evaluasi, diagnosis
dan tindak lanjut yang diperlukan jika kinerja perusahaan/organisasi menyimpang
dari standar yang telah ditetapkan (Wibisono, 2006 : 26).
5. Tahap 4 : Penyegaran

Tahap penyegaran merupakan tahap terakhir dari siklus sistem pengukuran kinerja
yang menerapkan evaluasi berkelanjutan terhadap sistem yang sedang berjalan. Hal
ini ditujukan untuk melihat apakah sistem yang ada masih sesuai dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan stakeholder perusahaan dengan
mempertimbangkan informasi dan perkembangan pengetahuan terkini.
11

2.4 Metode-Metode Pengukuran Kinerja


1. Balanced Scorecard (BSC)

Balanced Scorecard dikembangkan oleh Kaplan (1992) dan Norton (1996) dengan
berpandangan kepada empat perspektif., yaitu : (i) perspectif keuangan, (ii) perspektif
pelanggan, (iii) perspektif internal, dan (iv) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. BSC
bukan merupakan daftar pengukuran statis, melainkan sebuah kerangka logis untuk
melaksanakan dan menyelaraskan program-program yang berfokus pada strategi. Scorecard
menerjemahkan visi dan strategi unit bisnis ke dalam tujuan dan ukuran di empat perspektif
yang berbeda.

2. Performance Pyramid System (PPS)

PPS adalah sebuah sistem yang saling terkait dari variable kinerja yang berbeda, yang
dikontrol pada tingkat organisasi yang berbeda. Tujuan dari kinerja piramida adalah link
suatu strategi organisasi dengan operasi-operasi dengan menerjemahkan tujuan-tujuan dari
atas ke bawah (prioritas pelanggan) dan pengukuran dari bawah ke atas. Pengukuran kinerja
ini mencakup empat tingkat tujuan yang membahas efektivitas organisasi eksternal (sisi kiri
piramida) dan efisiensi internal (sisi kanan piramida). Lynch dan Cross (1992) menyatakan
bahwa kinerja piramida berguna untuk menggambarkan bagaimana tujuan dikomunikasikan
sampai ke tingkat operasional dan bagaimana langkah-langkah yang disampaikan kembali ke
tingkat yang lebih tinggi. Kekuatan utama PPS adalah usahanya untuk mengintergrasikan
tujuan-tujuan perusahaan dengan indokator kinerja operasional. Namun, pendekatan ini tidak
menyediakan mekanisme untuk mengidentifikasi indicator kinerja kunci dan juga tidak secara
eksplisit mengintegrasikan konsep perbaikan terus-menerus.

3. The Tableau de Bord (TdB)

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh para insinyur yang sedang mencari cara
untuk meningkatkan proses produksi mereka dengan pemahaman yang lebih baik. Metode ini
pertama kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1930-an. Menurut Epstein dan Manzoni,
tujuan awal ini yang memberikan manajer uraian dan parameter kunci untuk mendukung
pengambilan keputusan yang memiliki dua implikasi penting. Pertama, TdB tidak dapat
menjadi dokumen tunggal yang berlaku sama baik untuk seluruh perusahaan karena setiap
sub-unit memiliki tanggung jawab dan objektif yang berbeda. Ini menyebabkan harus adanya
12

TdB untuk setiap sub-unit. Kedua, berbagai TdBs yang digunakan dalam perusahaan tidak
boleh terbatas pada indikator-indikator keuangan.

Kelemahan terbesar yang mungkin berasal dari TdB adalah struktur yang tidak
terdefinisikan. Hal ini dikarenakan kurangnya daerah kerja yang ditetapkan. Risiko yang
dapat terjadi yaitu manajer melaksanakan TdB dengan seperangkat indikator kinerja yang
tidak seimbang dalam hal keuangan dan non-keuangan, lead dan lag, strategis dan
operasional dan terkait dengan efektivitas dan efisiensi.

4. Productivity Measurement and Enchancement System (ProMES)

ProMES dikembangkan oleh Pritchard pada awalnya. ProMES didasarkan pada teori
perilaku kerja. Dalam teori ini, motivasi dipandang sebagai suatu proses alokasi sumber daya
ke seluruh tindakan dan tugas, dimana sumber daya tersebut adalah waktu dan tenaga
seseorang. Pritchard dan kawan-kawannya menyatakan bahwa kekuatan motivasi seseorang
adalah hasil dari tindakan, produk, evaluasi, hasil dan terpenuhinya kebutuhan orang tersebut.
Sistem ProMES dapat dikembangkan dan diimplementasikan dengan tujuh langkah sebagai
berikut :

 Membentuk tim desain yang terdiri dari orang-orang yang akan diukur, pengawas dan
fasilitator yang mengerti ProMES Identifikasi tujuan untuk unit.
 Mengidetifikasi salah satu ukuran lebih kuantitatif (indikator) untuk setiap tujuan
yang ditetapkan.
 Menetapkan kemungkinan.
 Desain sistem umpan balik.
 Menanggapi umpan balik.
 Memonitoring proyek dari waktu ke waktu.

Salah satu fitur yang paling menarik dari ProMES adalah pendekatan bottom-up. Namun,
pendekatan ini juga memiliki kekurangan yaitu bahwa konsistensi vertikal tidak dapat
diterima begitu saja yang dapat mengakibatkan pengukuran kinerja unit bisnis tidak sejalan
dengan pengukuran kinerja perusahaan. Kelemahan dari ProMES adalah bahwa indikator
tidak harus selalu diimbangi jika tujuan tidak seimbang.
13

5. Activity-Based Costing (ABC)

Johnson dan Kaplan telah mengembangkan sebuah pendekatan untuk akuntansi biaya
pada tahun 1980-an yang disebut activity-based costing (ABC). Teknik dasar ABC adalah
untuk menganalisis biaya tidak langsung dalam perusahaan dan untuk menemukan kegiatan
yang menyebabkan biaya-biaya tersebut. Menurut Maskell, beberapa contoh kasus
menunjukan bahwa metode ABC dapat digunakan untuk menilai harga produk, pengambilan
keputusan produksi, pengurangan biaya overhead dan peningkatan berkesinambungan.

6. Sink and Tuttle

Metode pengukuran kinerja Sink and Tuttle adalah sebuah pendekatan klasik yang
menyatakan bahwa kinerja suatu organisasi memiliki keterkaitan yang rumit antar tujuh
kriteria kinerja. Ketujuh kriteria kerja tersebut, antara lain :

 Efektivitas
 Efisiensi
 Kualitas
 Produktivitas
 Kualitas kehidupan kerja
 Inovasi
 Profitabilitas/ budgetability

7. Theory of Constrains

TOC dikembangkan oleh Goldratt pada pertengahan tahun 1980-an sebagai suatu
proses perbaikan yang berkelanjutan. TOC dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Mengidentifikasi kendala sistem


 Memutuskan bagaimana memanfaatkan sistem kendala
 Tidak memprioritaskan segala sesuatu yang lain di atas keputusan.
 Meningkatkan sistem kendala
 Ketika sebuah kendala rusak, kembali ke langkah (1)

Dalam pengukurannya, TOC digunakan untuk menilai kemampuan bisnis suatu


organisasi. Pengukuran global metode TOC yaitu laba bersih, ROI dan Cash Flow.
14

Keuntungan dari metode ini yaitu metode ini mudah untuk diakses dan dipahami. Namun,
metode TOC dinilai masih kurang lengkap untuk melakukan pengukuran kinerja.

Beberapa metode yang telah dijabarkan di atas merupakan sebagian besar metode
pengukuran kinerja yang telah berlaku dan diterapkan sebelumnya. Seiring dengan
perkembangan zaman, metod pengukuran kinerja pun dapat terus bekerja. Pada dasarnya,
tidak ada metode pengukuran yang dapat dinilai sebagai metode yang paling tepat dan benar.
Hal ini dikarenakan setiap perusahaan memiliki focus, ruang lingkup dan lingkungan yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, setiap pemimpin perusahaan dapat
menggunakan metode pengukuran kinerja yang sesuai dengan perusahaan dan perkembangan
zaman.

2.5. Upaya Tindak Lanjut

Tergantung pada intensitas permasalahan yang di hadapi sebagai hasil analisis dari
evaluasi kinerja, pimpinan dapat melakukan beberapa alternative tindakan.Pertama, bila
permasalahan dianggap sangat mendasar, dapat dilakukan perubahan mendasar pula, yaitu
merevisi visi, misi dan tujuan organisasi yang dapat berdampak pada perubahan struktur
organisasi. Kedua hasil analisis EK mungkin hanya membutuhkan perbaikan manajemen dan
peningkatan efektivitas kepemimpinan, dapat mencakup antara lain penyempurnaan system
dan pembagian kerja, penambahan atau penggantian peralatan, tambahan dana dan atau
meningkatkan intensitas supervisi dan pengawasan. Ketiga hasil analisis EK dapat
mengindikasikan permasalahan di bidang kepegawaian atau sumber daya manusia. Tindak
lanjut di bidang SDM dapat berupa identifikasi dan pelaksanan pendidikan dan pelatihan,
rotasi atau promosi. Keempat hasil analisis EK akan digunakan untuk perencanaan kinerja
tahap berikutnya.

2.6. Keberhasilan Pengukuran Kinerja


Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja. Ada
berbagai metode penilaian kinerja yang digunakan selama ini, sesuai dengan tujuan
perusahaan yaitu mencari laba, maka hampir semua perusahaan mengukur kinerjanya dengan
ukuran keuangan. Disini, pihak manajemen perusahaan cenderung hanya ingin memuaskan
shareholders, dan kurang memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas yaitu kepentingan
stakeholders. penilaian kinerja sangat penting, kemungkinan memiliki salah pengertian, dan
merupakan tugas yang paling sulit dalam akuntansi manajemen.
15

Sistem penilaian kinerja yang efektif sebaiknya mengandung beberapa indikator


kinerja, di antaranya yaitu: (1) memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan
pada perspektif pelanggan, (2) menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja
yang mengesahkan pelanggan, (3) memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara
komprehensif yang mempengaruhi pelanggan, dan (4) menyediakan informasi berupa umpan
balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk
melakukan perbaikan.

Dalam usaha mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance), maka


penyelenggaraan organisasi sektor publik seperti organisasi pelayanan kesehatan yang
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi suatu keharusan dan tuntutan reformasi
di Indonesia. Good corporate governance dapat dicapai dengan memenuhi beberapa unsur,
yaitu perencanaan dan pengarahan yang tepat, accountable, informasi yang dihasilkan tepat
waktu, partisipasi dari semua pihak yang terkait, manajemen sumber daya yang baik,
pengendalian yang tepat, dan transparansi. Ukuran kinerja digunakan untuk memonitor
apakah manajemen dapat menggunakan input yang digunakan untuk menghasilkan output
secara baik. Scott dan Tiessen (1999: 38) beranggapan bahwa pengukuran kinerja secara
positif berhubungan langsung dengan pencapaian kinerja organisasi, baik organisasi sektor
swasta maupun organisasi nonprofit.

2.6.1. Faktor Keberhasilan Pengukuran Kinerja

FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN

 Variabel Kunci yang Berfokus pada Pelanggan


Variabel-variabel kunci berikut ini fokus pada pelanggan :
1. Pemesanan, Dikebanyakan unit bisnis, beberapa aspek dari volume penjualan adalah
variabel kunci. Idealnya, ini adalah pesanan penjualan yang tercatat karena perubahan
yangg tidak terduga dalam variabel ini dapat berakibat pada masa depan seluruh
bisnis tersebut. Karena pesanan mendahului pendapatan penjualan, maka pesanan
merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan penjualan itu
sendiri. Penurunan dalam variabel ini menandakan bahwa penyesuaian terhadap
aktivitas pemasaran dibenarkan – dengan harapan meningkatkan penjualan atau
aktivitas produksi atau keduanya – guna mengubah tingkat operasi.
16

2. Pesanan Tertunda . Sebagai suatu indikasi mengenai ketidakseimbangan antara


penjualan dan produksi, pesanan tertunda dapat menandakan ketidakpuasan
pelanggan.
3. Pangsa Pasar. Kecuali jika pangsa pasar diamati secara ketat, penurunan dalam posisi
kompetitif suatu unit bisnis dapat dikaburkan oleh peningkatan yang dilaporkan dalam
volume penjualan yang disebabkan oleh pertumbuhan indistri secara keseluruhan.
4. Pesanan dari Pelanggan Kunci. Dalam unit bisnis yang menjual produknya pada
peritel, pesanan yang diterima dari pelanggan-pelanggan penting tertentu –
department store besar, rantai toko diskon, supermarket, pesanan lewat pos – dapat
mengindikasikan diawal mengenai keberhasilan seluruh strategi pemasaran.
5. Kepuasan Pelanggan. Hal ini dapat diukur melalui survei pelanggan, pendekatan
“pembeli misterius”, dan jumlah surat keluhan. Retensi Pelanggan. Hal ini dapat
diukur melalui lamanya hubungan dengan pelanggan.
6. Loyalitas Pelanggan. Hal ini dapat diukur dalam pembelian berulang, referensi yang
diberikan oleh pelanggan, dan penjualan ke pelanggan tersebut sebagai persentase
dari total kebutuhan pelanggan itu untuk produk atau jasa yang sama.

 Variabel Kunci yang Berkaitan dengan Proses Bisnis Internal


Variabel kunci berikut ini berkaitan dengan proses bisnis internal :

1. Utilisasi Kapasitas. Tingkat utilisasi kapasitas adalah sangat penting dalam bisnis
dimana biaya tetap adalah tinggi (misalnya : produsen kertas, baja, alumunium).
Pengiriman tepat waktu

Perputaran persediaan.

Kualitas. Indikator dari kualitas mencakup jumlah unit cacat yang dikirimkan oleh tiap
pemasok, jumlah dan frekuensi dari pengiriman yang terlambat, jumlah komponen dalam
suatu produk, presentase komponen yang umum versus komponen yang unik dalam suatu
produk, presentase hasil, first-pass yields (yaitu : presentase unit yang selesai tanpa
pengerjaan kembali), bahan baku sisa, pengerjaan kembali, kerusakan mesin, jumlah dan
frekuensi jadwal produksi dan pengiriman yang tidak terpenuhi, jumlah saran karyawan,
jumlah keluhan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, klaim garansi, beban pemeliharaan
lapangan, jumlah dan frekuensi produk yang dikembalikan, dan seterusnya.
17

Waktu siklus. Persamaan ini untuk waktu siklus adalah alat yang digunakan untuk
menganalisis kebutuhan persediaan :

Waktu Siklus = Waktu pemrosesan + Waktu penyimpanan + Waktu pemindahan +


Waktu inspeksi

Suatu sistem just-in-time memusatkan perhatian manajemen waktu selain fokus tradisional
pada biaya. Mengurangi waktu siklus dapat mengarah pada pengurangan biaya. Salah satu
cara yang efektif untuk memantau kemajuan atas just-in-time adalah dengan menghitung
rasio berikut ini :

Lama proses

Waktu siklus

Idealnya, cita-cita untuk rasio ini adalah sama dengan 1, namun hal itu tidak dapat dicapai
dalam semalam. Sistem just-in-time bukanlah instalasi yang jadi; namun, merupakan sistem
evolusioner yang berusaha untuk secara kontinue memperbaiki proses produksi.

    Sementara faktor kunci keberhasilan adalah penting dalam desain sistem pengendalian
untuk mengimplementasikan strategi yang dipilih, ketidakpastian strategi dalam
mengembangkan strategi baru. Ketidakpastian strategi adalah pergeseran strategi mendasar
yang mungkin menggangu  aturan-aturan yang dijalankan oleh suatu organisasi hari ini.
18

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Sistem pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu
manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non
keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan
memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana
perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian. Desain sistem pengukuran terdiri darai beberapa tahap yaitu : tahap fondasi,
tahap informasi dasar, tahap perancangan, tahap penerapan, dan tahap penyegaran. Sementara
metodenya terdiri dari Balanced Scorecard (BSC), Performance Pyramid System (PPS), The
Tableau de Bord (TdB), Productivity Measurement and Enchancement System (ProMES),
Activity-Based Costing (ABC), Sink and Tuttle, Theory of Constrains

Sementara faktor kunci keberhasilan adalah penting dalam desain sistem


pengendalian untuk mengimplementasikan strategi yang dipilih, ketidakpastian strategi dalam
mengembangkan strategi baru. Ketidakpastian strategi adalah pergeseran strategi mendasar
yang mungkin menggangu  aturan-aturan yang dijalankan oleh suatu organisasi hari ini.
19

DAFTAR PUSTAKA

Robert N.Anthony Vijay Govindarajan. Management Control System, penerbit


Salemba Empat,2005.
Kaplan R.S. & Norton, D.P.; The Balanced Scorecard, Translating Strategy into
Action, 1996
Mulyadi, Balanced Scorecard, 2001
http://umamatematika.blogspot.com/2015/05/sistem-pengukuran-kinerja.html?
m=1 diakses tanggal 19 oktober 2020
https://pakpahanrini.wordpress.com/2015/05/27/pengukuran-kinerja/ diakses
tanggal 19 oktober 2020
file:///C:/Users/user/Downloads/BAB%25202-07412144014.pdf diakses tanggal
19 oktober 2020
http://iskandaaar.blogspot.com/2013/11/makalah-pengukuran-kinerja.html
http://ccg.co.id/blog/2016/05/17/metode-metode-pengukuran-kinerja/

Anda mungkin juga menyukai