Anda di halaman 1dari 13

1. N.

Trigeminus dan percabangannya


Terdiri dari 3 cabang :
a. N. Ophtalmicus : mempersarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus
paranasalis, dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga
tengkorak melalui fissura orbitalis superior
b. N. Maxillaries : yang mempersarafi rahang atas serta gigi-gigi maxilla, bibir atas,
pipi, palatum durum, sinus maxilla. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui
fissura orbitalis superior
c. N. Mandibularis : yang mempersarafi rahang bawah, gigi-gigi mandibula, bibir
bawah, mukosa pipi, lidah , sebagian dari meatus acusticus externus, meatus
accusticus internus. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen ovale

NOTE :

“Gigi bagian mandibula seleruhnya dipersarafi oleh cabang dari N. Alveolaris Inferior,
kecuali gigi anterior è N. Insisive”

Inervasi Gigi geligi


2. Nosiseptor dan Klasifikasinya
Nosiseptor adalah reseptor yang terletak secara perifer, yang dimana sensitif terhadap
rangsang nyeri atau rangsangan yang semakin lama akan menyebabkan nyeri. Reseptor ini
adalah reseptor sensorik akhir pada organ kulit, otot, sendi dan visera. Nosiseptor memiliki
kemampuan untuk menilai tingkatan nyeri, dari yang tidak nyeri hingga sangat nyeri, tetapi
respon yang diberikan nosiseptor mencapai puncaknya pada skala nyeri. Reseptor ini juga salah
satu reseptor yang tidak setiap saat aktif, tetapi berespon cepat pada rangsangan suhu tinggi
ataupun mekanis dengan stimulus yang berkepanjangan. Nosiseptor ini yang nantinya akan
mengubah rangsangan nyeri menjadi impuls saraf yang akhirnya akan dibawa ke korteks melalui
dorsum ganglion melalui traktur spinothalamikus.

Klasifikasi :
Klasifikasi nosiseptor dibagi berdasarkan kecepatan konduksi dan sensitfitas
terhadap rangsang. Rangsangan yang dimaksud adalah rangsang mekanis (M), suhu
tinggi (H), suhu rendah (C). Sehingga, klasifikasi nosiseptor dapat dibagi menjadi
lima, yakni

a. Mekanik : Mekanik nosiseptor berespon pada tekanan atau rangsang mekanis.


b. Thermal : berespon pada suhu tinggi diatas 45ºC dan suhu rendah dibawah 5ºC
c. Mekano-thermal : berespon pada kedua rangsangan, yaitu rangsangan mekanis dan suhu
d. Polimodal : berespon pada rangsang mekanis, suhu, dan kimia yang dikonduksikan oleh
fiber-C dengan kecepatan konduksi kurang dari 3 m/s. Yang termasuk dalam polimodal
nosiseptor adalah C-MH, C-MC, dan C-MHC.
e. Silent : nosiseptor harus teraktifasi oleh rangsangan kimiawi berupa agen inflamasi.
Setelah teraktifasi, silent nosiseptor baru akan berespon pada rangsang mekanis dan suhu.
Nosiseptor ini di konduksi oleh fiber-C dengan kecepatan konduksi kurang dari 3 m/s.
Silent nosiseptor biasanya disebut dengan C-MiHi

NOTE :
Ketiga nosiseptor ini (Mekanik, Thermal, dan Mekano-thermal) dikonduksikan oleh fiber-A
dengan kecepatan 3-40 m/s . Sehingga ketiga nosiseptor ini dapat disebut dengan A(d-ß)
nosiseptor. A(d-ß) nosiseptor terdiri dari A-MH,A-H, dan A-M
(Referensi : Kevin Putra, 2017, Nosiseptor : Klasifikasi dan Fisiologi, Jurnal FK UDAYANA)

Nyeri dan klasifikasi nyeri


Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu
dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.(2)
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut.Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi
struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif
nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.(1)

Klasifikasi Nyeri
1.Berdasarkan durasi nyeri (2)
a. Nyeri akut 
Nyeri akut biasanya datang tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik.
Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri akut biasanya
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan perlukaan seperti pembedahan, trauma dan
infeksi yang menyebabkan peradangan Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini
umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan
definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
enam bulan.

b. Nyeri kronik 
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak
dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis sering sulit untuk diobati
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak
berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
Vadivelu N et al. Pain Pathway and Acute Pain Processing dalam Acute Pain
Management. Cambridge University Press. New York. 2009. p 3-20.

2. Berdasarkan patofisiologi terkait nyeri (4,5)


a. Nyeri fisiologis
merupakan rasa ketidaknyamanan non traumatic yang segera dengan durasi yang sangat
singkat. Nyeri fisiologis sebagai penanda bagi individu terhadap adanya potensi stimulus
lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera, seperti objek yang panas dan menginisisasi
refleks menghindar yang mencegah atau meminimalisasi kerusakan jaringan. Nyeri ini sifatnya
sementara, hanya selama ada rangsang nyeri dan dapat dilokalisir.
b. Nyeri nosiseptif
merupakan akibat adanya kerusakan sel setelah operasi, trauma atau cedera yang
berhubungan dengan penyakit. Nyeri nosiseptif juga disebut dengan inflamasi karena inflamasi
perifer dan mediator inflamasi berperan penting dalan inisisasi serta perkembangannya. Secara
umum, intensitas nyeri nosiseptif sesuai dengan besarnya kerusakan jaringan serta lepasnya
mediator inflamasi.
c. Nyeri neuropatik
adalah nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi patologi pada sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak
bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Nyeri neuropatik bersifat terus menerus atau
episodik dan digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting,
seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin
berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik
ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral,
dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada
koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.

3. klasifikasi nyeri orofasial


yang telah dipublikasikan oleh para ahli. Menurut Shetty, dkk. (2014), berdasarkan
penyebabnya, nyeri orofasial diklasifikasikan menjadi:
a. Dental: Pulpitis, cracked tooth syndrome, sensitivitas dentin, abses.
b. Non-Dental: oral malignancy, lesi pada mukosa, odontalgia, burning mouth syndrome,
kondisi patologi kelenjar ludah.
c. Nyeri kepala (headache): trigeminal autonomic cephalgia, migren, nyeri kepala terkait
sindroma kelainan sendi temporomandibula.
d. Idiopatik: giant cell arteries, post-herpetic neuralgia, kelainan sendi temporomandibula,
glosspharyngeal neuralgia, anesthesia dolorosa.

4.Berdasarkan lokasi (6)

a. Nyeri superficial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam, terlokasi.


b. Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul, kurang terlokasi.
c. Nyeri visceral: nyeri berasal dari organ internal atau organ pembungkusnya, seperti nyeri
kolik gastrointestinal dan kolik ureter.
d. Nyeri alih/referred: masukan dari organ dalam pada tingkat spinal disalah artikan oleh
penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama.
e. Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zooster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri yang
dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak tersebut.
f. Nyeri phantom: persepsi nyeri dihubungkan dengan bagian tubuh yang hilang seperti pada
amputasi ekstremitas.

Nyeri dikelompokkan pula berdasar lokasi nyeri, dibagi ke dalam:


Nyeri kepala, leher, dada, abdomen, punggung, pinggang bawah, pelvik, ekstremitas, dan
sebagainya.

Berdasarkan sifat nyeri dibagi ke dalam: nyeri tusuk, teriris, terbakar, nyeri sentuh, nyeri gerak,
berdenyut, menyebar, hilang timbul, dan sebagainya.
Rangkuman Klasifikasi nyeri sebagai berikut:
1. Nyeri Akut : kecil dari 3 bulan,mendadak akibat trauma atau inflamasi , tanda respon
simpatis
2. Nyeri Kronik : besar dari 3 bulan, tanda respon parasimpatis
3. Nyeri primer: Nyeri yang berasal dari sumber nyeri yang sesungguhnya.
4. Nyeri sekunder/Nyeri heterotopik: Nyeri yang dirasakan di suatu area di mana sumber nyeri
yang sesungguhnya tidak berada pada area tersebut.
5. Nyeri terstimulasi: Nyeri yang terjadi karena adanya rangsangan pada struktur neural.
6. Nyeri spontan: Nyeri yang terjadi tanpa adanya rangsangan pada struktur neural.
7. Nyeri somatik: Nyeri yang berasal dari rangsangan terhadap struktur somatik dan selanjutnya
ditransmisikan oleh sistem saraf yang normal.
8. Nyeri neuropatik: Nyeri yang terjadi karena adanya abnormalitas pada struktur neural.
9. Nyeri superfisial: Nyeri yang berasal dari rangsangan pada area kutan dan jaringan
mukogingival.
10. Nyeri somatik dalam: Nyeri yang berasal dari struktur viseral maupun muskuloskeletal yang
lebih dalam.
11. Nyeri muskuloskeletal: Nyeri yang berasal dari struktur otot maupun skeletal.
12. Nyeri viseral: Nyeri yang berasal dari organ yang terletak lebih dalam.
13. Nyeri nosiseptif: Nyeri yang terjadi karena adanya aktivasi nosiseptor, bersifat akut, serta
dimediasi oleh sel neuron dengan ambang rangsang tinggi.
14. Nyeri inflamatif: Nyeri yang terjadi karena adanya proses infl amasi atau kerusakan jaringan.
15. Nyeri Disfungsional: Nyeri yang terjadi karena adanya interaksi yang kompleks dari otak
dan batang otak yang dimulai dengan adanya

Sumber :
1. M.Bachrudin.2017. Patofisiologi Nyeri ( Pain ). Malang : Volume 13 Nomor 1 Tahun
2017
2. Smeltzer, Suzanne C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8,
Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran
3. Vadivelu N et al. Pain Pathway and Acute Pain Processing dalam Acute Pain
Management. Cambridge University Press. New York. 2009. p 3-20.
4. Marandina A. M. Pengkajian Skala Nyeri Di Ruang Perawatan Intensive Literatur
Review. 2014. Vol 1 p. 18-26.
5. Tennant F. The Physiologic Effects of Pain on the Endocrine System .Cambridge
University Press. New York. 2009. p 3-20.
6. Ramadhiani Aninda,2014, Jurnal UNDIP

Anatomi Pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak dari bagian gigi. Umumnya jaringan pulpa mengikuti
garis luar bentuk gigi. Bentuk garis luar ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk
gigi saluran pulpa mengikuti akar gigi. Jaringan pulpa berasal dari sel ektomesenkim. Sel ini
mengontrol perkembangan struktur gigi dan pembentukan jaringan kapiler untuk mendukung
aktivitas suplai bahan makanan dari kompleks ektomesenkim epitelium. Pulpa memiliki
beberapa fungsi yaitu: sebagai pembentuk, penahan, mengandung zat-zat makanan, mengandung
sel-sel saraf sensori. Fungsi permulaan dari pulpa gigi adalah memebentuk dentin. System yang
sensori yang kompleks dari pulpa ialah mengontrol peredaran dan sensasi rasa sakit.
Bentuk anatomi pulpa dibagi dua menurut lokasinya yaitu 1) pulpa koronal yang
berlokasi di ruang pulpa di bagian mahkota gigi termasuk tanduk pulpa yang berhubungan
langsung dengan garis insisal dan ujung cusp. 2) pulpa radikular yang berada di saluran
akar/kanal pulpa yang berhubungan dengan jaringan periapikal melalui foramen apikalis. Saluran
tambahan sering terjadi di bagian lateral menuju jaringan periodontal (Lundeen et al, 2000).
Gigi memiliki dua bagian anatomik utama yakni bagan mahkota dan akar, yang bertemu
di daerah serviks (regio servikal). Demikian juga dengan jaringan pulpa, ada pulpa mahkota dan
pulpa akar. Secara umum, bentuk dan ukuran permukaan gigi menentukan bentuk dan
ukuranruang pukpa. Pulpa mahkota dibagi lagi menjadi tanduk pulpa dan kamar pulpa. Tanduk
pulpa berjalan dari kamar pulpa ke daerah kuspa. Pada beberapa gigi, tanduk pulpa ini demikian
luas dan bisa terbuka ketika melakukan preparasi kavitas.
Bagian-bagian pulpa:

1. Ruang pulpa : Rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi
dan selalu tunggal.
2. Tanduk pulpa : Ujung dari ruang pulpa.
3. Saluran pulpa/saluran akar : Rongga yang terdapat pada bagian akar gigi.
4. Foramen apikal : Ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar
berupa suatu lubang kecil.
5. Supplementary kanal : Beberapa akar gigi yang mungkin mempunyai lebih
dari satu foeramen. Dalam hal ini saluran tersebut mempunyai dua atau
lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple
foramina/supplementary canal.
6. Orrifice/eritrance into the pulp canal : Pintu masuk ke saluran akar gigi
saluran pulpa dihubungkan dengan ruang pulpa.

Gambar 2.1 Anatomi Pulpa

Anatomi saluran akar bervariasi, variasi ini tidak hanya terjadi pada gigi yang berbeda
mcamnya, melainkan juga pada gigi yang semacam. Walaupun paling sedikit ada satu saluran
akar pada tiap akar, ada juga sejumlah akar yang memiliki lebih dari satu saluran, ada yang
ukurannya sama tetapi ada pula yang berbeda.
Variasi dalam ukuran dan lokasi foramen apikalis mempengaruhi banyaknya pasokan darah
ke dalam pulpa dan hal ini bisa terganggu apabila terjadi trauma pada gigi. (Walton 2008)
Histologi Jaringan Pulpa
Secara histologi pulpa dibagi 2 daerah berdasarkan perbedaan morfologinya: 1) pulpa
zona perifer, berlokasi di bagian perifer pulpa berdekatan dengan dentin. Daerah tersebut
terdapat deretan sel odontoblas, di bagian tengah terdapat lapisan subodontoblas atau disebut
zona bebas sel dari Weil dimana pleksus kapiler dan serabut saraf kecil berada. 2) pulpa zona
sentral, berlokasi di bawah zona bebas sel yang merupakan bagian utama pulpa. Daerah ini
disebut juga zona kaya sel, terdapat pembuluh darah besar, saraf, sel utama fibroblas dan
komponen ekstra seluler (Pashley et al, 2002).
Dentin dan pulpa benar – benar merupakan kompleks jaringan, oleh karena itu
pembahasan mengenai pulpa, terutama odontoblast, dan meliputi pembahasan mengenai
pembentukan dentin dan pematangannya. Selain itu jaringan keras yang mengelilingi pulpa
berpengaruh pada respons fisiologis jika pulpa dalam keadaan sakit. Tampila pulpa bervariasi
sesuai dengan usia dan stimulasi internalnya.
Di bawah mikroskop cahay, suatu gigi permanen muda yang telah berkembang sempurna
menunjukkan aspek – aspek arsitektur pulpa yang khusus. Di daerah sebelah luar (perifer)
bersebelahan dengan predentin adalah lapisan ododntoblast. Disebelah dalam lapisan lapisan ini
adalah daerah yang relatif bebas dari sel, disebut juga daerha miskin sel atau zona weil.
Disebelah dalam dari zona weil adalah zona kaya akan sel, yang merupakan daerah dengan
kosentrasi sel yang lebih banyak. Di pusat pulpa terletak daerah yang mengandung sel – sel dan
cabang utama saraf dan pembuluh darah dan disebut sebagai inti pulpa.
Sel-Sel pada Jaringan Pulpa
a. Odontoblast
Odontoblast merupakan sel yang paling utama dari jaringan pulpa. Odontoblast
membentuk suatu lapisan tunggal di daerah perifer dan mensistesis matriks, yang akan menjadi
termineralisasi dan disebut dentin. Di kamar pulpa, odontoblast relatif besar dan berbentuk
kolumner. Bagian servikal dan tengah akar berisi odontoblast yang bentuknya hampir seperti
kubus., dan di daerah apeks odontoblast cenderung lebih terlihat mendatar (skuamus). Secara
bermakna, morfologi sel pada umumnya mencerminkan aktivitas fungsionalnya dan sel – sel
yang lebih besar memiliki kapasitas mensintesis matriks lebih banyak.
Sel odontoblast terdiri atas dua komponen struktural dan fungsional utama, yakni badan
sel dan procesus. Badan sel terletak persis di bawah matriks dentin yang tidak termineralisasi
(predentin). Processus meluas ke dentin dan predentin melalui tubulus. Sampai di mana prosesus
menembus dentin melalui tubulus. Sampai dimana tubulus menembus dentin telah menjadi
bahan perdebatan para ahli anatomi bertahun – tahun lamanya. Sebagian mengemukakan bahwa
prosesus odontoblast hanya meluas sampai sepertiga bagian saja, sedangkan yang lain yakin
bahwa prosesus odontoblast meluas sampai meliputi seluruh dentin dan berakhir pada pertautan
dentin-email (PDE – Dentino enamel junction – DEJ) atau pertautam dentin – sementum (PDS).
Perluasan tampaknya dipengaruhi oleh teknik yang digunakan untuk meneliti dentinya. Masalah
sebenarnya tetap belum terpecahkan, karena pada semua keadaan mungkin ada berbagai variasi
dalam letak ujung prosesus odontoblast ini.
Badan sel merupakan daerah yang mensistesa sel dan berisi struktur organel khusus yang
khas suatu sel pensekresi. Selama dentigonesis yang aktif, retikulum endoplasma dan aparatus
golgi terlihat menonjol, banyak mitokondria dan vesikula terlihat di dalam sitoplasma. Inti sel
terletak di ujung basal dari badan sel (Gbr. 2-11). Badan sel bersambung dengan berbagai
persambungan kompleks yang berisi sambungan longgar (gap-junctions), sambungan ketat (tight
junction), dan desmosom. Ada dugaan bahwa dalam kondisi normal sebagaian persambungan
membagi – bagi pulpa dan mengatur difusi cairan ke dama dentin. Sekresi matriks tampaknya
terjadi melalui membran di ujung perifer dari badan sel dan ujung basal dari prosesus
odontoblast. Odontoblast juga mensekresi kristal mineral yang mula – mula memineralisasikan
dentin, tetapi setelah hal itu terjadi, odontoblast hanya memproduksi matrik saja.
Lama hidup odontoblast diperkirakan sama dengan periode kevitalan pulpa. Odontoblast
adalah sel akhir dan tidak mengalam swa-replikasi (mitosis) lagi.
b. Predontoblast
Penelitian yang dilakukan baru – baru ini mendukung fakta yang telah lama diketahui
bahwa odontoblast baru timbul setelah ada cedera pulpa yang mengakibatkan hilangnya tulang
odontoblast orisinal. Probabilitasnya adalah bahwa preodontoblast (sel sebagian telah mengalami
diferensiasi sepanjang garis odontoblast) benar – benar ada, mungkin di zona kaya akan sel. Sel
– sel prekursor ini bermigrasi ke lokasi cederea dan melanjutkan diferensiasinya. Sampai kini,
lingkungan dan keadaan yang menyebabkan penggantian semacam ini masih belum diketahui.
c. Fibroblast
Fibroblast merupakan sel yang paling banyak ditemukan di dalam pulpa. Fibroblast
memproduksi kolagen dan bahan dasar dan mungkin menghilangkan kolagen selama proses
remodelling. Sel – sel ini berada di seluruh pulpa tetapi cenderung berkonsentrasi di zona kaya
akan sel. Sperti odontoblast, kandungan organel sitoplasmiknya berubah sesuai dengan
aktivitasnya. Jika sel lebih aktif, makin meningkat pula kandungan organel serta komponen lain
yang diperlukan bagi sintesis dan sekresi.
d.Sel tak Terdeferensiasi
Sel – sel ini merupakan cadangan sel yang menghasilkan sel – sel jaringan ikat pulpa.
Bergantung kepada stimulusnya, sel – sel ini mungkin membentuk fibroblast atau mungkin pulpa
odontoblast. Sel prekursor ini ditemukan di zona kaya akan sel dan dalam inti pulpa yang
mengandung banyak pembuluh darah. Sel prekursor ini tampaknya merupakan sel – sel pertama
yang membagi diri jika terjadi cedera. Jumlahnya akan menurun jika pulpa semakin tua.
e. Sel-Sel Sistem Imun
Makrofag, limfosit T, dan sel – sel dendrit juga merupakan penghuni pulpa yang normal.
Sel – sel ini adalah bagian dari mekanisme pengawasan dan respons awal dari pulpa. Sel – sel ini
ada dan menghancurkan antigen seperti sel – sel mati dan benda – benda asing.

MEKANISME NYERI PERIAPIKAL

 Rasa Nyeri pada Penyakit Periapikal Karena hubungan timbal balik antara pulpa dan
jaringan periapikal,
 inflamasi pulpa menyebabkan inflamatori pada ligamen periodontal bahkan sebelum
pulpa menjadi nekrotik seluruhnya.
 Bakteri dan toksinnya, agen imunologik, debris jaringan dan hasil nekrotik jaringan pulpa
mencapai daerah periradikuler di sekitar foramen apikal Sehingga meningkatkan reaksi
inflamatori dan imunologik.
 Jaringan periapikal juga dapat teriritasi secara mekanik dan mengalami inflamasi oleh
pengaruh trauma, hiperoklusi, prosedur dan kecelakaan endodontik, ekstirpasi pulpa,
instrumentasi yang terlalu berlebihan, perforasi, dan over obturasi.
 Irigan antibakteri yang dipakai selama pembersihan dan pembentukan saluran akar, obat-
obataan interkanal, dan beberapa senyawa dalam bahan obturasi adalah contoh dari iritan
kimia yang potensial mengiritasi jaringan periapikal. Kebanyakan irigan dan medikamen
bersifat toksik dan tidak biokompatibel.

 Mikroorganisme yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap
jaringan periapikal. dan dentin yang karies mengandung berbagai spesies bakteri,
misalnya Streptococcus mutans, Lactobacilus, dan Actinomyces yang akan
mengeluarkan toksin dan masuk ke dalam tubulus dentin.
 Jika sudah masuk ke dalam tubulus dentin, maka mikroba sukar untuk dikeluarkan
sehingga menyebabkan jaringan pulpa meradang. Peradangan pulpa yang parah akan
mengakibatkan eksudat inflamasi bertumpuk sehingga tekanan intrapulpa pun
meningkat

Anda mungkin juga menyukai