Disusun oleh :
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi Penyakit
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue hemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi
pembesaran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok. (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue :
2
2.1.2 Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat empat
serotipe virus yaitu dan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 -
4 serotip selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. (Sudoyo Aru, dkk 2009)
2.1.3 Patofisiologi
3
2.1.5 Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang
signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk
mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan
serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.5
Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :6,7
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.
albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.
Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan
fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai
flourensecence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan
antibodi monoklonal.6,7
Uji Serologi :
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI
test)6,7
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering
dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak
dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun),
maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
4
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari
titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif,
atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent
dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )6,7
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin
oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga
memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan
antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa
tahun saja ( 2 – 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )6,7
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya reduksi
dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum
hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari
antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit
dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara
rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)8
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak
sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM
dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa
adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM
yang diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu
diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya
infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji
5
terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu –
satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesifitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji
HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk
infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG
elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca
dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer
antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).
Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis
infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse
Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR).9,10 Cara ini merupakan
cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil
cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus
RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan
nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak
begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya
dalam penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga
tidak mempengaruhi hasil dari PCR.
b. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
6
2.1.6 Penatalaksanaan medis
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.5 Pasien yang
termasuk Grup A dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk
Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini belum
tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis
dan suportif.
a. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs
dan mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan
memproduksi urine minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat
jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Pasien dengan hematokrit
yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi
edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang
cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya harus
diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar
secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning signs selama
perawatan di rumah.
b. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien
dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan
kondisi penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus,
gagal ginjal atau dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari
RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu
mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan
intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s
Lactate dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu,
balans cairan (cairan masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan warning
signs.
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai
berikut:
• Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam
7
selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai
respons klinis.
• Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit
stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan
kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
• Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT,
tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
• Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan
tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir
fase kritis yang diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan
yang adekuat dan nilai hematokrit di bawah nilai baseline.
• Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien
melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah
terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi
organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
c. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma
leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal
dengan distres nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat.
Terapi terbagi menjadi terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan
terapi syok hipotensif (hypotensive shock).5
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:
• Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama
1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan
kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama
2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien. Terapi cairan
intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
• Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan
pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi
bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam.
Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan pengurangan kecepatan tetes
secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
8
• Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan
dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).
Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:
• Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam sebagai
bolus diberikan dalam 15 menit.
• Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam
selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara gradual.
• Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi nilai
hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (<40%), hal ini
menandakan adanya perdarahan, siapkan cross-match dan transfusi. Jika
hematokrit tinggi dibandingkan nilai basal, ganti cairan dengan cairan
koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua selama 30 menit sampai 1
jam, nilai ulang setelah bolus kedua.
• Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan kurangi
kecepatan tetes seperti poin penjelasan sebelumnya.
• Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah
bolus cairan kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan
adanya perdarahan. Jika hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat
(>50%), lanjutkan infus koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga
selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes.
• Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar atau
10-20 ml/kg/jam whole blood segar.
9
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama : Ny. Y
Umur : 29 tahun
Tempat tanggal lahir : 15 september 1990
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa Medis : Demam Haemorogic Fever
Tanggal Masuk RS : Rabu, 13 november 2019 pukul 19.00
Tanggal Pengkajian : Jumat, 15 november 2019 pukul 07.30
Alamat : Puri Budi Asri Blok K
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.T
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Hub. dengan klien : Suami
Alamat : Puri Budi Asri Blok K
10
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama saat Masuk RS
Pasien mengeluh mual dan muntah karena demam tinggi lalu keluarga
memeriksakan keadaannya ke puskesmas namun berkelanjutan hingga dibawa
ke UGD dan dirawat.
b. Keluhan Utama saat Dikaji
Pasien mengeluh pusing.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah memiliki penyakit bahkan tidak
pernah dirawat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit menular maupun penyakit
keturunan dan tidak ada yang memiliki penyakit seperti pasien.
b) Jumlah
c) Kemandirian
d) Keluhan
2. Eliminasi
1) BAB
a) Jenis Padat / Kuning Padat / Kuning
11
b) Frekuensi 1x/hari 1x/hari
c) Kemandirian Mandiri Mandiri
d) Keluhan Tidak ada Tidak ada
2) BAK
a) Jenis Kuning jernih Kuning Jernih
b) Frekuensi
c) Kemandirian Mandiri Dibantu
d) Keluan Tidak ada Pusing
3. Personal Hygiene
Frekuensi Mandi 2x/hari Diseka 1x/hari
Keramas 3x/minggu Belum pernah keramas
Gunting kuku 1x/minggu Belum pernah
Kemandirian Mandiri Dibantu
4. Tidur dan istirahat
1) Malam
8 jam 6 jam
a) Kuantitas
Nyenyak Tidur tetlalu nyenyak
b) Kualitas
2 jam Tidak tidak nyenyak
2) Siang
Nyenyak 4 jam/hari
a) Kuantitas
b) Kualitas
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Pasien tampak lemas dan pucat
Kesadaran : Compos mentis
TTV : TD : 100/70 mmHg, Nadi : 96x/menit , RR : 20x/menit , Suhu :
38° C
Antropometri : TB : 160 CM
BB : 76 Kg
IMT : 29,6
1. Sistem Pernafasan
12
Conjungtiva anemis, sclera tidak ikteri, wajah pucat, hidung bersih, tidak ada
nodul, bibir kering, tidak terdapat distensi vena jugularis, dada simetris,
pengembangan paru seimbang kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan, bunyi resonan
diseluruh lapang paru, suara paru vesikuler, tidak ada suara tambahan, CRT < 3
detik.
2. Sistem Kardiovaskular
Conjungtiva anemis, sclera tidak ikteri, wajah pucat, hidung bersih, tidak ada
nodul, bibir kering, tidak ada pendarahan gusi, tidak terdapat distensi vena
jugularis, dada simetris, ictus cordis tidak Nampak, tidak ada nyeri tekan, bunyi
dullness, suara regular, tidak ada suara tambahan, CRT < 3 detik, tidak ada
clubbing finger, kekuatan otot 5 (1-5)
3. Sistem Pencernaan
Sklera tidak ikterik, bibir pucat, bibir kering,gusi lembab, warna gusi merah
muda,lidah kotor, abdomen tidak asites, bising usus 15x/menit, tidak ada
pembesaran hati, tiidak ada nyeri tekan, tidak terdengar bruit pada arteri
abdominalis, tidak ada hemoroid
4. Sistem Perkemihan
Conjungtiva anemis, sclera tidak ikteri, wajah pucat, hidung bersih, tidak ada
nodul, bibir kering, tidak terdapat distensi vena jugularis, ekspansi paru seimbang,
bunyi resonan, suara vasikular, tidak ada pembesaran jantung, bunyi dullness,
suara regular, tidak ada nyeri tekan pada area ginjal dan kandung kemih, tidak ada
edema kaki dan tangan, CRT < 3 detik
5. Sistem Persyarafan
Kesadaran comosmentis, kekuatan otot 5 (1-5), pasien dapat menggerakan seluruh
anggota geraknya
6. Sistem Endokrin
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid
7. Sostem Genitourinoria
Tidak ada nyeri tekan pada area kandung kemih, BAK lancer
8. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada lesi pada area ekstremitas atas dan bawah, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada edema, kekuatan otot 5 (1-5)
9. Sistem Integumen dan Imunitas
13
Turgor kulit buruk, kulit kering, leukosit dan trombosit rendah
10. Wicara dan THT
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, secara verbal maupun non verbal, pasien
dapat membedakan bau-bauan dan dapat mendengar suara dengan jelas
f. Data Psikologis
1. Status Emosi
Emosi pasien terkendali
2. Pola Kopping
Pasien dapat menyelesaikan masalahnya dengan cara berdiskusi dengan keluarganya
3. Gaya Komunikasi
Hubungan pasien dengan perawat, tenaga kesehatan, keluarga dan lainnya terjalin
baik, bahasa mudah dimengerti baik berbal maupun non verbal
4. Konsep Diri
a) Body Image
Pasien tidak merasa bersalah dengan tbhnya meskipun ia sangat cemas dengan
penyakitnya
b) Self Ideal
Pasien ingi cepat sembuh agar dapat memulai aktivitas seperti biasanya
c) Self Eastem
Pasien merasa tidak berdaya tetapi ia merasa diperlakukan dengan baik oleh
perawat dan tenaga kesehatan lainnya
d) Role
Pasien seorang wiraswasta dan seorang istri, ia tidak merasa terganggu hanya saja
ia sering mengingat anaknya
e) Self Identity
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 29 tahun dan ia merasa bersyukur
atas kehidupannya
g. Data Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat baik, terlihat dari pasien yang
tampak tidak pernah sendiri dan komunikasi berjalan dengan sebagaimana mestinya
h. Data Spiritual
1. Makna hidup
Pasien merasa bersyukur atas kehidupannya kaena keluarga senantiasa
mendampingi
14
2. Pandangan terhadap sakit
Pasien merasa bahwa sakitnya ini sebagai sebuah ujian
3. Keyakinan sembuh
Pasien sangat optimis untuk sembuh
4. Kemampuan beribadah
Pasien hanya mampu beribadah ditempat tidur saja
i. Data Penunjang
(Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 15/11/19 05.18)
Hematologi
Hematologi
Hematologi
15
2. Analisa Data
No Pengumpulan Data Kemungkinan penyebab Masalah
1. Ds : - Pasien mengeluh haus Arbovirus (melalui nyamuk aedes Kekurangan volume
dan pusing aegypty) cairan
- Pasien mengeluh
berkeringat berlebihan Beredar dalam aliran darah
- Psien mengeluh sering
…. dan banyak Infeksi virus dengue (viremia)
- Pasien mengeluh
sering muntah Mengaktivkan sistem komplemen
Do : - Turgor kulit buruk
-Pasien nampak Membentuk & melepaskan zat
berkeringat C3a C5a
PGE2 hipotalamus
Hipertermi
Meningkatkan evaporasi
Permeabilitas membrane
meningkat
Kebocoran plasma
16
C3a C5a
PGE2 hipotalamus
Hipertermi
3. Ds : - Pasie mengeluh mual Arbovirus (melalui nyamuk aedes Gangguang
- Pasien mengatakan aegypty) pemenuhan
sering muntah saat kebutuhan nutrisi
akan makan Reinfeksi oleh virus dengue
Do : - Pasien muntah
- Lidah kotor Bereaksi dengan antibody
17
nutrisi
Intoleransi Aktifitas
III.PERENCANAAN
Diagnosa Intervensi
No
Keperawatan Tujuan Tindakan Rasional
1 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Anjurkan 1. Agar cairan
volume cairan b.d tindakan minum 2L per tubuh dapat
pindahnya cairan keperawatan hari terpenuhi
intravaskuler ke selama 2x24 jam 2. Berikan cairan 2. Agar mengganti
ektravaskuler kekurangan volume infus sesuai cairan elektrolit
Ds : - Pasien cairan pasien indikasi yang hilang
mengeluh teratasi dengan 3. Monitor tetesan agar tidak
haus dan kriteria hasil : infus terjadi dehidrasi
pusing
- Turgor kulit baik 4. Observasi TTV 3. Memastikan
- Pasien
- Mukosa bibir kelancaran
mengeluh
lembab cairan yang
berkeringat
- Tidak muntah masuk
berlebihan
- Psien
4. Untuk
mengeluh mengetahui
sering …. keadaan umum
dan banyak pasien
- Pasien
mengeluh
18
sering
muntah
Do : - Turgor kulit
buruk
-Pasien
nampak
berkeringat
19
oleh pasien mempengaruhi
pasien namun
periode
kunjungan yang
tenang bersifat
terapeutik
6. Observasi TTV 6. Untuk
mengetahui
keadaan umum
pasien
3 Ketidakseimbang Setelah dilakukan 1. Anjurkan 1. Untuk
an nutrisi kurang tindakan makan sedikit mengurangi rasa
dari kebutuhan keperawatan tapi sering mual dan
tubuh b.d intake selama 2x24 jam memenuhi
nutrisi yang tidak nutrisi pasien kebutuhan
adekuat akibat terpenuhi dengan nutrisi
mual dan nafsu kriteria hasil : 2. Sajikan 2. Meningkatkan
makan yang - Nafsu makan makanan dalam nafsu makan
menurun . pasien bentuk hangat dan mengurangi
Ds : - Pasien meningkat mual
mengeluh - Makan 3. Berikan obat 3. Mencegah mual
mual dihabiskan ondansetron 3x4 muntah ODR
- Pasien
- Tidak mual dan mg atas indikasi akan
mengeluh
tidak muntah dokter menghantarkan
muntah saat
serotinin
akan makan
bereaksi pada
atau terasa
mual
reseptor 5HT3
20
pasien
IV. IMPLEMENTASI
Herlinda. M
08.13 3 4. Menganjurkan makan sedikit
tapi sering.
E/ : pasien bersedia dan
mengkonsumsinya sedikit-
sedikit habis ½ porsi mual
Herlinda. M
08.30 2,3 5. Memberikan obat via IV
ondansteron dan kintaprazol
E/ : obat masuk ke dalam vena
tanpa sumbatan Herlinda. M
6. Memberikan obat via oral
paracetamol siang
E/ : pasien dapat menelan obat
tanpa dimuntahkan Herlinda. M
21
12.00 2 7. Memberikan kompres hangat
lalu mengukur suhu pasien
E/ : keluarga membantu, pasien
kooperatif suhu 37,8 oC Herlinda. M
V. EVALUASI
23
A:
P: Herlinda M
BAB IV
SIMPULAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan pada tunjangan laporan kasus yang dibuat maka dapat disimpulkan
beberapa hal antara lain :
1. Pengkajian pada pasien DHF terfokus pada pengkajian
peningkatan suhu tubuh, pusing, mual dan muntah serta
ketidakmampuan melakukan aktivitas. Semua pengkajian
24
diperoleh langsung dari pasien serta keluarga pasien
menggunakan metode wawancara
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada laporan kasus ini ada
empat, yaitu kekurangan volume cairan b.d pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler, hipertermia b.d proses infeksi
virus dengue, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
menurun, intoleransi aktivitas b.d Kondisi tubuh yang lemah
3. Dalam laporan kasus asuhan keperawatan pada pasien DHF
terdapat beberapa perencanaan yang dibuat yakni Anjurkan
minum 2L per hari, berikan cairan infus sesuai indikasi,
monitor tetesan infus, observasi TTV, berikan kompres hangat,
anjurkan untuk minum 2L per hari, anjurkan untuk memakai
baju tipis dan mudah menyerap keringat, berikan paracetamol
500 mg 3x1 atas indikasi dokter, batasi pengunjung dan atau
kunjungan oleh pasien, anjurkan makan sedikit tapi sering,
sajikan makanan dalam bentuk hangat, berikan obat
ondansetron 3x4 mg atas indikasi dokter.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah-masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini
beracuan pada perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan.Fasilitas yang berada di ruangan mendukung dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien
5. Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan dimana ada dua jenis evaluasi yaitu evaluasi
formatif /evaluasi berjalan dengan evaluasi sumatif/evaluasi
akhir dimana dalam metode ini menggunakan SOAP
(Nursalam,2011). Berdasarkan hal tersebut pada kasus ini
menggunakan evaluasi sumatif dan dengan permasalahan yang
muncul, keempat permasalahan tersebut teratasi secara penuh
dan intervensi dihentikan.
4.2 Saran
Berdasarkan kasus yang di ambil dengan judul asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan
gangguan sistem kardiovaskuler : Demam Haemorogic Fever Di Ruang C3 RSUD Cibabat
Cimahi untuk perbaikan kedepannya, di harapkan pembaca dapat mengenali dan memahami tanda
dan gejala dari penyakit DHF sehingga dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan untuk
25
menghindari penyakit tersebut. Selain itu, untuk tenaga kesehatan khususnya perawat dapat lebih
ditingkatkan dalam pemberian asuhan keperawatannya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Huda, amin dan Kusuma, hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
27