Anda di halaman 1dari 4

1.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DBD adalah
pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang signifikan dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus,
identifikasi virus dan serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia.5
Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :6,7
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.
Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan fluorescence antibody
technique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan cunjugate. Untuk
identifikasi virus dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan
antibodi monoklonal.6,7
Uji Serologi :
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test)6,7
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan digunakan sebagai
baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI
ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat menunjukan
tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka uji ini baik
digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum akut atau
konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang
baru terjadi (Recent dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )6,7
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena selain cara
pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman.
Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja
( 2 – 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )6,7
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi
memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya
reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun).
Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara
rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)8
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai. Sesuai
namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM yang diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk
memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak
boleh dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan kelebihan uji mac elisa
hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI , hanya sedikit
lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue
rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca
dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat
kali kelipatan atau lebih).
Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis infeksi virus
dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse Transcriptase Polymerase Chai
Reaction (RTPCR).9,10 Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap
serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi
virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan nyamuk. Meskipun
sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen
yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah
juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.
b. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

2. Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke dalam 3
kelompok yaitu Grup A, B, dan C.5 Pasien yang termasuk Grup A dapat menjalani rawat jalan.
Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah sakit. Sampai
saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan
suportif.

a. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan mampu
mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal sekali dalam 6
jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Pasien dengan
hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi edukasi
mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian parasetamol.
Pasien beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan diberikan
instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning signs selama perawatan di
rumah.
b. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan kondisi
penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi penyerta khusus seperti kehamilan,
bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang
jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi
asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat dimulai dengan
memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s Lactate dengan kecepatan tetes maintenance.
Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan
warning signs.
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:
• Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
• Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit stabil atau
hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam
selama 2-4 jam.
• Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan
kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
• Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes
infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang
diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai
hematokrit di bawah nilai baseline.
• Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase
kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan,
kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan
fungsi koagulasi sesuai indikasi).
c. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage) berat yang
menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas, perdarahan berat, atau
gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi syok terkompensasi (compensated
shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).5
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:
• Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai
kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara
gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4
jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status
hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
• Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan pertama. Jika
nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau
larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua,
kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
• Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan dan
memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).
Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:
• Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam sebagai bolus
diberikan dalam 15 menit.
• Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam selama 1
jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara gradual.
• Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi nilai hematokrit
sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (<40%), hal ini menandakan adanya
perdarahan, siapkan cross-match dan transfusi. Jika hematokrit tinggi dibandingkan
nilai basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua
selama 30 menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah bolus kedua.
• Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes seperti poin
penjelasan sebelumnya.
• Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah bolus cairan
kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan adanya perdarahan. Jika
hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infus koloid 10-20
ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi
kecepatan tetes.
• Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar atau 10-20
ml/kg/jam whole blood segar.

Daftar pustaka
Syafaqinah Nur, 2018. DEMAM BERDARAH DENGUE,
file:///C:/Users/Aspire/Downloads/Documents/ba3c25eee71e14175424cccf777ecaff.p
df, diakses pada tanggal 23 November 2019

Anda mungkin juga menyukai