Anda di halaman 1dari 2

BAB II

BAHASAN

2.1 Konsep PsychoSocial Therapy Sebagai Solusi Seks Bebas

PsychoSocial Therapy adalah terapi gabungan antara psikologis dan sosial bagi para
pasien seks bebas. Terapi ini menggabungkan enam solusi seks bebas, yaitu memberikan
sosialisasi mengenai PSH (Physical Social Hormonal), memberikan pendidikan agama sejak
dini, memberikan teknologi filtrasi seperti FAP (Fitur Anti-Porno) di setiap media sosial,
memberikan terapi keluarga, membuat komunitas GASB (Gerakan Anti Seks Bebas), dan
terakhir selektif dalam memilih teman pergaulan.

Pertama, sosialisasi mengenai PSH berisi berbagai penyuluhan yang berkaitan erat
dengan fisik, sosial dan hormon. Sosialisasi ini akan dilakukan dengan cara berkelompok
yang dibagi menjadi dua kubu besar yaitu kubu orangtua dan kubu remaja. Alasan sosialisasi
untuk orangtua dan remaja dipisah adalah agar anak dan orangtua bisa berkumpul bersama
teman sebaya nya dan dapat saling memahami satu sama lain sehingga tidak ada rasa
terintimidasi.

Kedua, pendidikan agama adalah faktor internal bagi seks bebas karena dengan
memiliki dasar agama yang baik dan kuat, seorang remaja akan terhindar dari kegiatan seks
bebas. Orangtua dapat meberikan pencegahan kepada remaja dengan pendidikan agama sejak
dini seperti memisahkan tempat tidur anak, meminta izin ketika memasuki kamar orangtua,
dan mengajarkan adab memandang lawan jenis.

Ketiga, memberikan teknologi filtrasi seperti FAP (Fitur Anti-Porno) di setiap media
sosial. Teknologi ini sudah banyak ditemukan oleh mahasiswa–mahasiswa di Indonesia, salah
satunya adalah penemuan fitur anti-porno oleh mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang
dinamakan  integrated porn autocensor. Aplikasi tersebut dapat diunduh secara gratis di
internet lalu dapat di pasang di chrome, mozila, dan opera. Fitur anti-porno ini dapat
mengendalikan perilaku remaja yang merasa ingin tahu akan suatu hal yang bersifat negatif.
Namun masih banyak kekurangan dari aplikasi ini karena hanya dapat memfilter gambar dan
tulisan porno, maka dari itu masih dibutuhkan pengawasan orang tua secara teliti agar anak-
anak tidak terjerumus dalam situs-situs yang berbau pornografi.
Keempat, memberikan terapi keluarga pada remaja yang terjerumus seks bebas.
Bowenian (dalam Ummu, 2012) mempunyai pandangan bahwa “keluarga adalah suatu sistem
yang terdiri dari berbagai subsistem, seperti pernikahan, orangtua-anak & saudara kandung
dimana setiap subsistem tersebut dibagi kedalam subsistem individu dan jika terjadi
gangguan pada salah satu subsistemnya maka akan menyebabkan perubahan pada bagian
lainnya bahkan bisa sampai ke suprasistem keluarga tersebut yaitu masyarakat”. Model terapi
keluarga untuk mencegah seks bebas adalah Multiple-impact therapy. MacGregor (dalam
Asmiani, 2012) mengatakan bahwa “Multiple-impact therapy biasanya dapat membantu
remaja pada saat mengalami krisis situasi”.

Kelima, membuat komunitas GASB (Gerakan Anti Seks Bebas). Komunitas GASB
ini sebagai bentuk sosialisasi mengenai seks bebas yang lebih terstruktur kepada remaja,
orangtua dan masyarakat. Dengan dibuatnya sebuah komunitas akan lebih memudahkan
proses penyuluhan dan membuat para remaja yang bermasalah dengan seks bebas mampu
saling bersimpati satu sama lain ketika berkumpul dalam komunitas.

Keenam, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk selektif dalam memilih teman
pergaulan. Wentzel (dalam Santrock, 2012) mengemukakan beberapa cara tersebut sebagai
berikut

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat direkomendasikan orang dewasa


kepada remaja dalam berteman : (1) memulai interaksi, (2) bersikap ramah, (3)
melakukan perilaku prososial, (4) tunjukkan rasa hormat pada diri sendiri dan orang
lain, dan (5) berikan dukungan sosial.

Dari cara selektif berteman tersebut, dapat dijabarkan bahwa dalam memilih teman
bisa diawali dengan berinteraksi seperti memperkenalkan diri terlebih dulu, bersikap ramah
dengan menunjukkan perhatian, melakukan perilaku prososial yaitu jujur dan dapat
dipercaya, menujukkan rasa hormat seperti berperilaku yang baik dan sopan santun, dan
memberikan dukungan sosial yang menunjukkan kepedulian.

Oleh karena itu, PsychoSocial Therapy diharapkan dapat mengurangi penyebab seks
bebas pada remaja sehingga para remaja di dunia pada umumnya maupun di Indonesia pada
khususnya dapat terhindar dari berbagai dampak yang disebabkan oleh seks bebas .

Anda mungkin juga menyukai