Anda di halaman 1dari 3

STRUMA

Kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotosikosis atau perubahan
susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Berdasarkan patologinya,
pembesaran tiroid umumnya disebut struma.
Berdasarkan American Society for Study of Goiter, terdapat 4 macam klasifikasi struma, yaitu:
1. Struma Nontoksik Difusa
Penyebab dari penyakit ini bermacam-macam, misalnya defisiensi iodium; Autoimmun
thyroiditis: Hashimoto atau postpartum thyroiditis; Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor
hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormon tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating
immunoglobulin; Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis
hormon tiroid; Terpapar radiasi; Resistensi hormon tiroid; Agen-agen infeksi; Suppuratif Akut :
bacterial; Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit; Keganasan tiroid
2. Struma Nontoksik Nodusa
Penyebab dari pernyakit ini, misalnya: kekurangan atau kelebihan iodium yang terjadi
pada pasien dengan preexisting penyakit tiroid autoimun; Goitrogenik (obat-obatan:
propiltiourasil, litium; makanan: kubis, lobak; dan agen lingkungan: resorsinol, phenolic),
riwayat radiasi kepala dan leher.
3. Struma Toksik Difusa
Termasuk penyebab dalam struma toksik difusa adalah Grave’s disease, yang merupakan
penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.
4. Struma Toksik Nodusa
Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4; Aktivasi reseptor TSH;
Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein Ga.

LIMFADENOPATI

Pembesaran kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi lokal atau umum
(generalized). Pembesaran kelenjar getah bening umum didefinisikan sebagai pembesaran
kelenjar getah bening pada dua atau lebih daerah. Penyebab yang paling sering adalah hasil dari
proses infeksi dan infeksi yang biasanya terjadi adalah infeksi oleh virus pada saluran
pernapasan bagian atas (rinovirus, virus parainfluenza, influenza, respiratory syncytial virus
(RSV), coronavirus, adenovirus atau reovirus). Virus lainnya virus ebstein barr,
cytomegalovirus, rubela, rubeola, virus varicella-zooster, herpes simpleks virus, coxsackievirus,
human immunodeficiency virus.
Bakteri pada peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta
hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries
dentis (gigi berlubang) dan penyakit gusi. Difteri, Hemofilus influenza tipe b jarang
menyebabkan hal ini. Bartonella henselae, mikrobakterium atipik dan tuberkulosis dan
toksoplasma.
Keganasan seperti leukimia, neuroblastoma, rhabdomyosarkoma dan limfoma juga dapat
menyebabkan limfadenopati. Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati
adalah kawasaki, penyakit kolagen, lupus. Obat-obatan juga menyebabkan limfadenopati umum.
Limfadenopati daerah leher perah dilaporkan setelah imunisasi (DPT,polio atau tifoid).
Masing-masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari pembesaran kelenjar getah bening
saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai pembesaran kelenjar getah bening.

KISTA DUCTUS TIROGLOSUS


Duktus tiroglosus adalah suatu transitory endodermal tube, membawa jaringan pembentuk tiroid
pada ujung caudal, duktus menghilang setelah tiroid pindah ke lokasi sebenarnya di leher.Titik
asalnya biasanya ditandai pada dasar lidah orang dewasa dengan foramen caecum. Jika
perkembangannya tidak sempurna, terjadi pembentukan kista sepanjang jalur embrioniknya.
Duktus tiroglosus adalah penghubung tiroid dan lidah saat embrional. Normalnya berobliterasi
saat 7-10 minggu masa gestasi dan mengalami atrofi.
Duktus tiroglosus tidak obliterasi atau atrofi oleh karena :
1. Infeksi tenggorokan berulang akan merangsang sisa epitel tractus sehingga terjadi degenerasi
kistik.
2. Sumbatan ductus tiroglosus menyebabkan penumpukan sekret sehingga terbentuk kista.
Bazemore A, Smucker DR. Lymphadenopathy and Malignancy. Am Fam Physician
2002;66:2103-10. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/20021201/2103.html

Ferrer R. Lymphadenopathy : Differential diagnosis and evaluation. AAFP (58);6.1998.


Diakses dari http://www.aafp.org/afp/981015ap/ferrer.html

Jong, W.D., Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC

Leung AKC, Robson WLM. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Diakses dari


http://www.medscape.com/viewarticle/467025

Reasner, C. A. dan R. L. Talbert. 2003. Thyroid Disorders. Dalam: Dipiro, J. T., R.


L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, L. M. Posey. 2003.
Pharmacotherapy A Patophysiologic Approach. Edisi 5. Volume 2. New York:
McGRAW-HILL Medical Publishing Division. pp: 1359-1376.

Anda mungkin juga menyukai