Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Filsafat Pendidikan Islam Zuhairansyah Arifin, S.Pd. M.Pd.

PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


“MUHAMMAD IQBAL”

DISUSUN OLEH :

PENDIDIKAN KIMIA II A

KELOMPOK VIII

Rasyidatul Amini

Shasa Meliani

Windi Apriyanti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
1441 H / 2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Terima kasih kami ucapkan kepada yang telah berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini, sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga
makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Pekanbaru, 20 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ........................................................................................i

KATA PENGANTAR ......................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Muhammad Iqbal.....................................................................2
2.2 Pemikiran Filsafat Menurut Muhammad Iqbal......................................4
2.3 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam......................................................5
PENUTUP
KESIMPULAN ................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Muhammad Iqbal (1877-1938 M) adalah seorang pembaharu muslim yang


pembaharuannya lebih ditekankan pada bidang filsafat, sehingga Iqbal lebih dikenal
sebagai filosof daripada teolog atau penyair.
Pembaharuan pemikiran Iqbal memang sangatlah komprehensif, dengan
menyentuh semua sendi-sendi kehidupan kaum Muslim. Oleh karena itu, sangatlah
wajar apabila ia mempunyai pengaruh yang sangat signifikan bagi pembaharuan dunia
Islam kontemporer. Bahkan menurut Nourouzzaman Shiddiqi, pemikiran Fazlur
Rahman sendiri mendapat pengaruh dari filsafat Iqbal yang berkonsentrasi pada
rekonstruksi pemikiran. Muhammad Iqbal, menurut Mukti Ali, merupakan pemikir
yang kuat, dan lebih menghadapi ke depan daripada ke belakang. Ia benar-benar
mencintai lembaga-lembaga Islam dengan konsepsinya tentang kedinamisan Islam
daripada kestatisannya. Islam bagi Iqbal merupakan gerakan kultural yang menolak
pandangan statis. Dengan pemikiran dinamis inilah Iqbal memandang perlunya
dilakukan rekonstruksi pemikiran Islam, termasuk dalam bidang pendidikan.
Pembahasan berikut bermaksud menelusuri dan mengungkap pemikiran
pembaharuan pendidikan menurut Muhammad Iqbal (1877-1938 M) semenjak ia
meraih gelar doktor dalam bidang filsafat pada tahun 1907 sampai wafatnya tahun
1938.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah biografi Muhammad Iqbal?


2. Apa saja pemikiran filsafat menurut Muhamad Iqbal ?
3. Apa saja pemikiran filsafat pendidikan islam menurut Muhammad Iqbal ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi Muhammad Iqbal

Iqbal adalah seorang putra dari keluarga yang berlatar belakang dari sebuah
kasta Brahma Kasymir. Kurang lebih tiga abad yang lalu, di masa Dinasti Moghul,
Dinasti Islam terbesar yang berkuasa di India saat itu, salah seorang nenek moyang
dari Iqbal masuk Islam dibawah bimbingan Syah Hamdani, seorang tokoh kaum
Muslimin pada waktu itu.

Kedua orang tua Iqbal terkenal dengan kesalehan dan ketaqwaan mereka. 
Ayahnya  adalah seorang sufi yang bekerja keras demi agama dan kehidupan. Konon,
pada suatu ketika ia melihat Iqbal sedang membaca al-Qur’an, maka Ayahnya berkata
kepadanya: “ Bila kamu ingin memahami al-Qur’an, bacalah seakan ia diturunkan
kepadamu”.

Sejak kecil Iqbal memang sudah dididik dengan pendidikan agama yang kuat
baik oleh orangtuanya maupun guru-gurunya di madrasah. Selepas  dari sekolah
menengah, pada tahun 1893, Iqbal memperoleh beasiswa ke perguruan tinggi. Mir
Hasan seorang professor sastra Timur di Scotch Mission College, membujuk
temannya Nur Muhammad agar mengizinkan Iqbal untuk melanjutkan pendidikannya
di Sekolah Tinggi Modern pertama di wilayah tersebut. Di sekolah yang didirikan
para misionaris Scotlandia dan Belanda inilah semangat intelektual Iqbal mulai
tumbuh. Belum lagi didikan privat Mir Hasan dalam pengetahuan kesusasteraan Arab,
Urdu dan Persia, yang semakin menghidupkan bakat kepenyairan Iqbal.

Pada tahun 1895 Iqbal menyelesaikan pelajarannya di Scottish dan pergi ke


Lahore. Di sini ia melanjutkan studi di Government College dan berguru kepada Sir
Thomas Arnold, seorang orientalis asal Inggris yang ketika itu menjabat sebagai guru
besar di Universitas Aligarh dan Government College di Lahore. Di sisnilah untuk
pertamakalinya, Iqbal berkenalan dengan filsafat Barat lewat gurunya Arnold.
Sebagaimana  halnya Mir Hasan di Sialkot, Sir Thomas Arnold juga melihat
kecemerlangan dan kegeniusan Iqbal. Ia membekali Iqbal dengan ilmu
pengetahuandan filsafat serta mendorongnya untuk lebih mendalami ilmu

2
pengetahuan secara intens. Bahkan Arnold mendorong Iqbal untuk lebih jauh
melanjutkan pendidikannya di Eropa.

Setelah selesai dari Government College, Iqbal menerima saran Arnold untuk
belajar di Eropa. Pada tahun 1905 Iqbal pun akhirnya berangkat ke Inggris dengan
membawa bekal ilmu dari dua gurunya, Mir Hasan dan Arnold. Di Inggris, ia
melanjutkan program Magister di Cambridge University. Selama tiga tahun, hidup
Iqbal habis untuk menyerap filsafat Barat. Ia belajar filsafat dari Taggart- Guru besar
agama di Cambridge.

Setelah di Cambridge, kemudian Iqbal pergi ke Jerman untuk melanjutkan


studi program doktoralnya. Pertama-pertama ia belajar bahasa dan filsafat Jerman di
universitas Heidelberg dari Fraulent Wagnastdan Faraulein Senecal. Secara
menakjubkan Iqbal berhasil menguasai bahasa Jerman dalam jangka waktu tiga bulan.
Kemudian dia belajar di Fakultas Filsafat Universitas Ludwig-Maximilians, Munich.
Di bawah bimbimngan Friedrich Hommel, Iqbal menyelesaikan disertasi doktornya
yang berjudul “The Development of Metaphysics in Persia”. Gelar dictoris
philosophiae gradum pada tahun yang sama.

Setelah menyelesaikan program doktornya, Iqbal kembali ke kota Lodon pada


tahun itu juga. Di London, Iqbal kembali bertemu lagi dengan gurunya Sir Thomas
Arnold. Di sisnilah disertasinya dipublikasikan dan dipersembahkannya kepada
Arnold sebagai tanda rasa hormat dan rasa terima kasihnya kepada sang guru.

Karena factor usia, Arnold yang saat itu menjadi guru besar di London
University istirahat dari jabatannya dan digantikan oleh Iqbal. Disana, Iqbal diangkat
menjadi guru besar bahasa Arab di Universitas London dan enam bulan kemudian dia
dipercaya menjadi Ketua jurusan Filsafat dan keusastraan Inggris. Disamping
mengajar , di London Iqbal juga mempelajari hukum, dan lulus sebagai advokat. Dan
pada tahun yang sama (1908) ia diterima sebagai pengacara oleh Lincoln Inn, dan
pemikirannya yang sudah memperlihatkan penguasaan atas ide-ide filsafat pada saat
itu sangat menyingkapkan kemampuanya untuk menguasai persoalan-persoalan
hukum.

3
Sekembalinya ke Tanah airnya,belasan buku telah dihasilkan Iqbal. Tulisan
pertamanya adalah Stray Reflection, yang mulai ditulisnya pada 27 April 1910. Buku
ini merupakan catatan-catatan lepas tentang hal-hal yang dilihat dan dialaminya.
Namun penulisan buku ini terhenti karena alasan yang tidak pasti. Lima tahun
kemudian, Pada 1915, Iqbal menerbitkan kumpulan puisinya dengan judul Asrar-e-
Khudi (Rahasia Jiwa) dalam bahsa Parsi. Puisi ini berisi tentang konsep ego dan
tekanan jiwa dari sebuah agama dan pandangan spiritual.

2.2 Pemikiran Filsafat Menurut Muhamad Iqbal


Melihat kenyataan kaum minoritas Muslim India yang begitu menyedihkan,
Muhammad Iqbal menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum
Muslim India dalam kesatuan gagasan dan wilayah. Tawaran Iqbal inilah yang pada
gilirannya melahirkan semangat nasionalisme yang didasarkan atas kesamaan Negara.
Melalui gagasan ini, sebenarnya Iqbal menghendaki terbentuknya suatu komunitas
tersendiri dalam bentuk Negara. Komunitas Muslim, dalam pandangan Iqbal
merupakan suatu masyarakat yang berdasarkan keyakinan agama yang sama dengan
realitas tunggal yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Ide dan gagasan nasionalisme
berdasarkan semangat keagamaan ini pada gilirannya dapat diwujudkan oleh
Muhammad Ali Jinnah pada tahun 1947 dengan berdirinya Negara Islam Pakistan.
Muhammad Iqbal selain terkenal sebagai filosofis, ahli hukum, pemikir
politik, dan reformis Muslim, juga dikenal sebagai penyair ulung. Gubahan syair-
syairnya hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Syair-syairnya banyak
ditulis dalam bahasa Arab, Urdu, Persia, dan Inggris. Dengan banyaknya karya-karya
yang berbentuk puisi ini, dapat dipastikan bahwa pengaruh Iqbal juga ditentukan oleh
syair-syairnya.
Satu hal yang perlu ditekankan disini, bahwa yang paling dominan
memengaruhi dan membentuk pemikiran Iqbal adalah kepergiannya ke Inggris untuk
melanjutkan studi. Setelah berkenalan dengan para filosof Barat di Cambridge
University dan perguruan tinggi lainnya di Inggris, Iqbal mengalami perubahan
pemikiran yang cukup drastis. Perubahan ini pertama kali direfleksikan dalam
desertasi doktoralnya. Sejak itu, Iqbal memiliki kecenderungan intelektual yang khas.
Kecintaannya pada nilai-nilai dan tradisi Timur yang dipelajarinya selama berada di
negeri kelahirannya, dan ditambah dengan penghargaannya yang tinggi terhadap
tradisi keilmuan barat, telah menjadikan Iqbal sebagai sosok yang menguasai warisan

4
intelektual Timur (Islam), yang diiringi dengan pengetahuannya yang mendalam
tentang filsafat Barat.
Iqbal memandang sudah saatnya kaum Muslim melakukan rekonstruksi
terhadap segala pemikiran yang berkembang di dunia Islam. hal utama yang
dilakukan Iqbal dalam hal ini adalah menentang dualism filsafat klasik abstrak, yang
telah mempertahankan pikiran dan materi dalam wadah yang ketat. Menurut Iqbal,
cita-cita yang bersumber dari idealism dan kenyataan yang bersumber dari realism
bukanlah dua kekuatan yang saling bertentangan. Keduanya dapat didamaikan. Dalam
hal ini, Iqbal telah menarik inspirasi dunia filsafat modern ke arah pendekatan
induktif untuk mendekati semangat Islam, meski bedanya, Islam mengakui adanya
realitas transendental.
Dari hal di atas, dapat dikatakan bahwa paradigma pemikiran yang digunakan
Iqbal untuk menelorkan rekonstruksinya adalah dengan menggunakan metodologi
berpikir yang bersifat sintesis. Dia berhasil memadukan tradisi intelektual Barat
dengan tradisi intelektual Timur dalam suatu paradigma berpikir. Namun demikian,
upaya sintesis pemikiran yang dilakukan Iqbal bukannya dilaksanakan tanpa sikap
kritis. Dia seleksi terlebih dahulu apa yang datang dari Barat, sehingga pemikirannya
tetap komprehensif; mencakup Timur dan Barat.
Bidang pendidikan telah menjadi salah satu agenda pembaharuan intelektual
Iqbal, karena ia melihat bahwa intelektualisme Islam pada waktu itu dapat dikatakan
nyaris berhenti, karena kaum Muslim telah berhenti mengambil inspirasi dari Al-
Qur’an. Diagnosis yang ditawarkan Iqbal untuk menyembuhkan persoalan ini adalah
dengan menumbuhkan kembali semangat intelektualisme melalui tiga sumber, yaitu
serapan indrawi, rasio, dan intuisi. Ketiga sumber ini, menurut Iqbal, harus diambil
dan digunakan secara serempak, tanpa harus mengesampingkan salah satunya. Inilah
yang disebut dengan berpikir qur’ani. Apabila kaum Muslim mampu melakukan cara
berpikir semacam ini, maka revolusi pengetahuan dalam dunia Islam akan terjadi
secara mengagumkan.

2.3 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Menurut Muhammad Iqbal


Selama berabad-abad, kaum Muslim terpukau oleh pemahaman keagamaan
yang sempit, seakan-akan mengkaji alam semesta dan sejarah bukan merupakan
perbuatan agama. Dengan keterpukauan ini, tidak mengherankan apabila kaum teolog
abad Klasik terlalu sibuk “mengurus” Tuhannya, sehingga manusia dibiarkan terlantar

5
di bumi. Di bawah bayang-bayang filsafat Hellenisme-Yunani, teologi islam telah
berkembang jauh. Akan tetapi, pada waktu yang sama, teologi ini telah mengaburkan
wawasan kaum Muslim tentang Al-Qur’an. Oleh karena ini, Iqbal memandang bahwa
kini sudah saatnya kaum Muslim melakukan rekonstruksi pemikiran dalam berbagai
bidang, termasuk pendidikan Islam.
Sebenarnya, Muhammad Iqbal secara tekstual belum pernah menulis teori atau
filsafat pendidikan dalam sebuah buku, apalagi sebuah kurikulum pendidikan bagi
kaum Muslim. Namun secara kontekstual, seluruh pemikirannya mengisyaratkan
perlunya rekonstruksi dalam bidang pendidikan Islam. melalui gubahan sajak-
sajaknya, Iqbal melakukan kritik terhadap sistem pendidikan yang berlaku pada saat
itu.

K.G. Saiyidain dalam buku Iqbal’s Educational Philosophy mengemukakan


bahwa paling tidak ada delapan pandangan Iqbal tentang pendidikan dalam rangka
melaksanakan gagasan rekonstruksi pemikirannya. Kedelapan pandangan ini adalah:

a. Konsep individu

Dengan konsep ini, Iqbal menekankan bahwa hanya manusia yang dapat
melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menurut Iqbal harus dapat
memupuk sifa-sifat individualitas manusia agar menjadi manusia sempurna. Yang
dimaksud manusia sempurna menurut Iqbal adalah yang dapat menciptakan sifat-sifat
ketuhanan menjelma dalam dirinya, sehingga ia bisa berprilaku seperti Tuhan. Sifat-
sifat ini diserap ke dalam dirinya hingga menjadi penyatuan secara total.

b. Pertumbuhan individu

Muhammad Iqbal berpendapat bahwa manusia sebagai makhluk individu akan


mengalami berbagai perubahan secara dinamis dalam rangka interaksinya dengan
lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan individu tersebut ke arah yang optimal. Pertumbuhan dan
perkembangan ini merupakan suatu proses kreatif-aktif yang dilakukan individu
sebagai aksi dan reaksinya terhadap lingkungan. Proses ini, menurut Iqbal, bukanlah
suatu kejadian di mana individu hanya tingal menyesuaikan diri secara pasif dengan
lingkungannya.

6
c. Keseimbangan jasmani dan ruhani
Dalam pandangan Iqbal, perkembangan individu memiliki implikasi bahwa ia
harus dapat mengembangkan kekayaan batin dari eksistensinya. Pengembangan
kekayaan batin ini tidak dapat dilaksanakan dengan melepaskannya dari kaitan materi.
Oleh karena itu, antara jasmani sebagai realitas dengan ruhani sebagai ide harus
dipadukan dalam proses pengembangan individu.

d. Pertautan individu dengan masyarakat


Pemahaman di atas memberikan pengertian mendalam tentang hakikat
pertautan antara kehidupan individu dengan kebudayaan masyarakat. Masyarakat
adalah tempat individu menyatakan keberadaannya. Oleh karena itu, tanpa
masyarakat, kehidupan individu akan melemah dan tujuan hidupnya menjadi tak
terarah.

e. Kreativitas individu
Muhammad Iqbal menolak kausalitas tertutup, yang menyebabkan seolah-olah
tak ada satu pun yang baru yang dapat atau mungkin terjadi lagi. Sesungguhnya
manusia memiliki kreativitas yang perlu dikembangkan secara evolutif. Dengan
kreativitasnya, manusia mampu melepaskan diri dari keterbatasan, serta menembus
dan menaklukkan waktu. Adapun kreativitas itu sendiri hanya dapat
ditumbuhkembangkan melalui proses pendidikan.

f. Peran intelek dan intuisi


Ada dua cara untuk dapat menangkap realitas. Masing-masing cara
mempunyai peran khusus dalam mengarahkan dan meperkaya kreativitas manusia.
Intelek berperan menangkap kreativitas melalui pancaindra bagian demi bagian, dan
tidak menyeluruh. Hal ini karena intelek berpusat pada hal-hal insidental dan
temporal. Sedangkan intuisi berperan menangkap realitas secara langsung dan
menyeluruh. Oleh karena itu, Iqbal berpendapat bahwa kebenaran metafisik tidak
dapat diraih dengan jalan melatih intelek. Kebenaran metafisik hanya dapat diperoleh
dengan jalan memusatkan perhatian pada apa yang mungkin ditangkap oleh suatu
kemampuan yang disebut dengan intuisi. Maksud pernyataan ini adalah bahwa Iqbal
menghendaki pertemuan antara kekuasaan lahir yang diperoleh dari ilmu pengetahuan
dengan kekuasaan batin yang muncul dari intuisi. Dengan ini, Iqbal menyimpulkan

7
bahwa pendidikan hendaknya memerhatikan aspek intelektual manusia dan intuisinya
sekaligus.

g. Pendidikan watak
Apabila manusia memperlengkapi diri dengan sifat individualitas yang dapat
berkembang secara optimal, yang kemudian dilandasi dengan keimanan yang
tangguh, maka ia dapat menjelma menjadi kekuatan yang tak terkalahkan. Manusia
seperti ini akan dapat mengarahkan dirinya kepada kebajikan, serta dapat
menyelaraskan diri dengan kehendak Tuhan. Itulah yang disebut Iqbal dengan watak
yang tangguh. Watak ini mencakup sensitivitas dan kekuatan. Sensitiv terhadap
perikemanusiaan dan nilai-nilai ideal, serta kekuatan dalam berpegang teguh pada
maksud yang telah dicetuskan dalam kalbu. Untuk dapat mengembangkan watak
seperti ini, menurut Iqbal, pendidikan hendaknya dapat memupuk tiga sifat yang
merupakan unsur utama manusia, yaitu keberanian, toleransi, dan keprihatinan.

h. Pendidikan sosial
Muhammad Iqbal menandaskan bahwa kehidupan sosial selayaknya
dilaksanakan di atas dasar dan prinsip tauhid. Tauhid seyogianya dapat hidup dalam
kehidupan intelektual dan emosional manusia. Dengan ini, Iqbal bermaksud
mengungkapkan bahwa tata kehidupan sosial seharusnya aktif dalam menguras dan
menggali segala kekuatan yang tersirat dalam ilmu pengetahuan, di samping dapat
pula mengontrol lingkungan kebendaan. Tidak mungkin membangun suatu tatanan
sosial tanpa disertai pemupukan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan demi mencapai
tujuan yang hendak dicapai masyarakat manusia.

1. Rekonstruksi Pendidikan Islam


Dengan delapan pandangan pendidikan di atas, dapat dikatakan bahwa
rekonstruksi pendidikan ala Muhammad Iqbal merupakan suatu upaya kreatif dalam
rangka memahami proses pendidikan secara filosofis. Gagasan rekonstruksi
pendidikan ini sebenarnya dilontarkan Iqbal sebagai reaksi atas ketidakpuasannya
terhadap totalitas peradaban India khususnya, dan peradaban manusia pada umumnya.
Muhammad Iqbal merasa perlu dilakukan rekonstruksi pendidikan, karena telah

8
terjadi berbagai penyimpangan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dilakukan oleh
sistem pendidikan yang ada.
Muhammad Iqbal mencoba menganalisis kerusakan budi dan pikiran yang
melanda peradaban manusia. Semua itu disebabkan karena kotoran jiwa manusia yang
telah melucuti keagungan intelektual dan emosional manusia. Meski peradaban
manusia telah mencapai kemegahan, pemerintahan yang luas, dan perniagaan yang
berkembang, namun jiwa manusia tetap diliputi kegelisahan. Hal ini karena jiwa-jiwa
itu telah dihinggapi kotoran-kotoran peradaban. Oleh karena itu, Iqbal memandang
sudah saatnya dilakukan rekonstruksi pendidikan.
Kritik Muhammad Iqbal terhadap pendidikan Barat sebenarnya merupakan
tindakan defensifnya untuk menyelamatkan pemikiran kaum Muslim dari pencemaran
dan kerusakan yang ditimbulkan gagasan-gagasan Barat. Gagasan-gagasan Barat itu
datang melalui berbagai disiplin keilmuan yang maksud utamanya adalah
menghancurkan standar-standar moralitas tradisional Islam dengan memunculkan
pandangan materialistik. Sedangkan kritik Muhammad Iqbal terhadap sistem
pendidikan tradisional Islam merupakan tindakan korektifnya atas kesalahpahaman
kaum Muslim dalam memandang pendidikan dunia Timur yang lebih mengutamakan
aspek keakhiratan daripada keduniaan, dengan cara menyeimbangkan kedua aspek
ini.
Dengan segala kritikan ini, Muhammad Iqbal mencoba merumuskan sistem
pendidikan yang merupakan sintesis dari sistem pendidikan Barat dan sistem
pendidikan Timur. Inilah yang dimaksud Iqbal dengan rekonstruksi pendidikan Islam.
rekonstruksi ini sedemikian rupa diberikan landasan filosofisnya oleh Iqbal, sehingga
pendidikan Islam senantiasa berusaha meningkatkan dinamika dan kreativitas
manusia.
Gagasan rekonstruksi pendidikan ini dimunculkan Iqbal tidak terlepas dari
faktor sosio-historis yang mengitarinya. Wilayah kekuasaan kaum Muslim pada
waktu, khususnya di India, telah dipecah belah oleh penjajah yang menyebabkan
timbulnya konflik sosio-politik di antara mereka. Konflik ini pada gilirannya
memunculkan dua pandangan yang berbeda. Pandangan pertama bersifat akomodatif-
kooperatif terhadap sistem pendidikan Barat, dan pandangan kedua bersifat
konservatif-tradisional yang anti pendidikan Barat. Pandangan pertama diwakili
Ahmad Khan dan pandangan kedua diwakili Al-Maududi. Menanggapi kedua
pandangan yang berseberangan ini, Muhammad Iqbal memunculkan gagasan

9
rekonstruksi pendidikan Islam yang merupakan sintesis di antara keduanya. Dengan
demikian, pendidikan Islam, dalam pandangan Iqbal, merupakan pendidikan yang
bukan Barat dan bukan pula Timur, tetapi pendidikan yang berada di antara keduanya.

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Pendidikan menurut


Muhammad Iqbal sesungguhnya bertujuan membentuk “manusia sejati”. Dalam hal
ini, Muhammad Iqbal memandang sistem pendidikan yang ada telah gagal mencapai
tujuannya. Pendidikan ideal menurutnya adalah pendidikan yang mampu memadukan
dualism (antara aspek keduniaan dan aspek keakhiratan) secara sama dan seimbang.
Dua sistem pendidikan yang ada, yaitu sistem pendidikan tradisional (Islam) dan
sistem pendidikan Barat (Kristen), dalam persfektif Iqbal, belum dapat mewujudkan
pendidikan yang ideal ini.
Muhammad Iqbal mencoba merumuskan sistem pendidikan yang merupakan
sintesis dari sistem pendidikan Barat dan sistem pendidikan Timur. Inilah yang
dimaksud Iqbal dengan rekonstruksi pendidikan Islam.
Muhammad Iqbal memunculkan gagasan rekonstruksi pendidikan Islam yang
merupakan sintesis di antara keduanya. Dengan demikian, pendidikan Islam, dalam
pandangan Iqbal, merupakan pendidikan yang bukan Barat dan bukan pula Timur,
tetapi pendidikan yang berada di antara keduanya.

10
DAFTAR PUSTAKA

A. Mukti Ali.1998. Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Bandung: Mizan.

Aldian, Dony Gahral.2003. Muhammad Iqbal.Jakarta: Teraju

Al-Nadwi,Abul Hasan.1987.Pendidikan Islam yang Mandiri. Terj Arif Muhammad.Bandung:


Dunia Ilmu.

Danusiri.1996.Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iqbal, Muhammad. Rekonstruksi Pemikiran Islam.2016. Bandung: Mizan

Nasution, Harun.1991. Pembaharuan dalam Islam :Sejarah Pemikiran dan Gerakan.Jakarta:


Bulan Bintang.

Riswanto, Arif Munandar. 2010. Buku Pintar Islam. Bandung : Mizan.

11

Anda mungkin juga menyukai